Sebuah restoran mewah di Kawasan Beverly Hills menjadi tempat di mana Damian mengatur pertemuan keluarga. Restoran mewah itu tampak sepi karena pria tampan itu sudah menyewa restoran tersebut untuk hari ini. Dia tak mau ada gangguan-gangguan suara dari para tamu undangan lain.Malam itu, Kimberly tampil sangat cantik dan anggun. Wanita itu selalu menjaga penampilannya dengan luar biasa. Sebelum menuju restoran, Kimberly sempat melalukan fitting gaun pengantin yang dikhususkan dirinya di hari pentingnya nanti. Tentu semua gaun pengantin yang ditunjukkan oleh para designer, selalu tampak sempurna di tubuhnya.Akan tetapi ada hal tergila yang diputuskan Damian yaitu mengambil lima gaun yang dirancang oleh designer khusus untuk Kimberly. Hal tersebut membuat Kimberly takjub luar biasa, dan sempat berdebat dengan Damian karena terlalu berlebihan. Sayangnya tetap saja Kimberly kalah, dan wanita itu menuruti keinginan Damian yang sampai memesan lima gaun pengantin. Sangat menakjubkan!Damian
“Kim? Bisa kita bicara sebentar?” Rula mencegat Kimberly yang baru saja keluar dari toilet. Ya, Saat ini, Kimberly dan Damian masih berada di restoran bersama dengan Deston, Ernest, Rula, dan Maisie. Deston dan Ernest sudah mulai mencair, melupakan segala yang telah terjadi. Mereka semua seakan berdamai dengan kenyataan yang ada.“Grandma? Apa kabar?” Kimberly yang sangat merindukan Rula itu langsung memeluk Rula dengan erat. Sungguh, selama ini Kimberly sangat merindukan Rula, Fidelya, dan Olsen. Dia tak pernah membenci mereka semua. Meski sudah bercerai dari Fargo, tetap saja Kimberly sangat menghormati Rula, Fidelya, dan Olsen. Hanya saja, Kimberly selalu merasa tak enak jika bertemu dengan Rula, Fidelya, dan Olsen. Kimberly seperti orang yang telah melakukan sebuah kesalahan besar.“Aku baik. Bagaimana denganmu?” Rula mengurai pelukannya, menatap hangat Kimberly.“Aku baik, Grandma. Maafkan aku.” Mata Kimberly berkaca-kaca. Nadanya penuh rasa bersalah. Bagaimanapun, Kimberly tahu
Menjelang pernikahan, Damian sudah mengurangi jadwal-jadwal sibuk di kantornya. Damian hanya mengawasi pekerjaan dari jarak jauh saja. Damian memercayakan semua pekerjaannya diurus oleh Freddy. Terakhir project Damian yang ada di Paris saja sengaja, dia minta direktur perwakilan untuk menggantikannya. Damian tak mungkin ke luar negeri dalam keadaan pernikahannya dengan Kimberly sudah di depan mata.Kandungan Kimberly semakin hari semakin bertumbuh. Meski perutnya belum begitu besar, tapi Damian selalu mencemaskan Kimberly. Damian terlalu khawatir terjadi sesuatu pada Kimberly. Semakin hari berjalan, Damian semakin overprotective. Hal itu yang membuat Kimberly sering kesal, tapi Kimberly tetap tidak bisa membantah apa yang sudah Damian atur.Setiap saat, pelayan wajib siaga setiap kali Kimberly meminta sesuatu. Damian tak ingin sampai Kimberly kelelahan. Bahkan sekarang saja, Damian sudah meminta Brisa untuk berhenti membahas pekerjaan dengan Kimberly. Pria tampan itu meminta Brisa unt
Sebuah hotel megah yang terletak di pusat kota Los Angeles sudah ramai dipenuhi dengan keluarga Darrel dan keluarga Davies. Dua keluarga yang memiliki nama terpandang di Amerika itu sudah datang jauh lebih awal dari jam yang telah ditentukan. Tampak para pelayan sejak tadi mondar-mandi sibuk melayani para keluarga. Tentu, dua keluarga besar ini bersatu membuat banyak yang membahas bisnis. Adapula yang masih tak menyangka akan terjadi hari ini. Hari di mana yang mengudang sejarah dua keluarga besar dan bahkan sampai membuat para wartawan begitu ramai ingin meliput.Hari ini adalah hari yang telah dinanti-natikan oleh Damian dan Kimberly. Hari di mana Damian dan Kimberly akan mengikat janji suci. Janji yang akan mereka jalani sehidup semati, menghabisi sisa usia mereka bersama. Di hari yang sakral ini, Damian mengadakan pesta pernikahan yang sangat megah dan dihadiri ribuan tamu undangan. Pernikahan pertama Damian Darrel dan merupakan pernikahan kedua Kimberly Davies telah berhasil meny
Resepsi pernikahan Damian dan Kimberly begitu megah. Dekorasi ballroom hotel itu berhias Swarovski dan juga beberapa aneka bunga sebagai pemanis ballroom hotel itu. Nuansa gold bercampur dengan silver menunjukkan kesan mewah di pesta pernikahan membuat kesan mewah dari resepsi pernikahan Damian dan Kimberly.Puluhan wartawan berada di ballroom hotel itu mengabadikan moment pernikahan Damian dan Kimberly. Dua nama terpandang di Amerika itu telah menyita perhatian publik. Para tamu undangan sejak tadi naik ke altar, mengucapkan selamat untuk Damian dan Kimberly. Begitu pun bergantian dengan keluarga yang mengucapkan selamat untuk Damian dan Kimberly yang sekarang sudah resmi menjadi sepasang suami istri.“Kimberly, kau sangat cantik, Sayang.” Fidelya tak tahan untuk menghampiri Kimberly, wanita paruh baya itu memeluk erat Kimberly. Pun Kimberly membalas pelukan Fidelya tak kalah erat.“Selamat atas pernikahanmu dan Kimberly, Damian.” Olsen menepuk bahu Damian.“Thanks,” jawab Damian den
Rangkaian resepsi pernikahan megah Damian dan Kimberly akhirnya selesai. Setelah berjam-jam mereka menyambut para tamu undangan yang hadir, kini dua insan yang saling mencintai itu bisa berisirahat. Seharian, Kimberly hanya diperbolehkan Damian memakai heels tidak boleh lebih dari satu jam.Sebelum pesta berakhir, Damian dan Kimberly sempat melakukan sesi wawancara pada para wartawan. Sebab sebagian banyak orang masih tetap menggiring opininya masing-masing. Damian selalu menegaskan pada pihak media bahwa pernikahan Kimberly dan Fargo dulu hanyalah selembar kertas tak lebih dari itu.Tak bisa memungkiri, komentar negative tetap masih ada meski banyak yang mendukung. Hal itu yang memang wajib Damian dan Kimberly terima. Terkadang jika komentar terlalu negative, maka Damian akan meminta sang asisten untuk memblokir akun tersebut. Tujuannya karena Damian tidak mau Kimberly merasa tidak nyaman akan sesuatu. Bagaimanapun, sosial media cukup berdampak pada mental seseorang jika tak memiliki
Sinar matahari menelusup masuk ke sela-sela jendela menyentuh wajah Kimberly. Bulu mata lentik Kimberly bergerak-gerak menandakan matanya akan siap terbuka. Sayup-sayup secara perlahan, mata Kimberly terbuka. Wanita itu menyeka matanya dengan punggung tangannya, sedikit menggeliat sekaligus meringis merasakan sedikit perih di inti tubuh bagian bawahnya. Tubuhnya terasa pegal seakan telah menghabiskan energy telah melakukan aktivitas berat.Suara desisan nyeri lolos di bibir Kimberly. Rasa pegal di tubuhnya benar-benar membuatnya kelelahan hingga tak ingin bergerak sedikit pun. Detik selanjutnya, tatapannya teralih pada sosok pria yang masih tertidur pulas di sampingnya. Senyuman di wajah Kimberly pun langsung terbit. Tatapannya penuh damba dan hangat menatap Damian.Kepingan memori Kimberly mengumpul di benaknya, layaknya puzzle yang telah tertata rapi. Dia langsung mengingat sekarang dirinya dan Damian telah resmi menjadi pasangan suami istri. Tadi malam Kimberly mengingat jelas baga
Hal pertama kali yang dilakukan Kimberly saat pagi menyapa adalah makan dengan porsi yang sedikit jauh lebih besar. Memasuki trimester kedua, sudah nyaris tidak pernah lagi Kimberly mual. Sekarang, nafsu makan Kimberly semakin meningkat dari biasanya. Entah, Kimberly sendiri tak mengerti kanapa setiap saat mudah lapar.Kimberly duduk di sofa kamar seraya menatap sang pelayan tengah membereskan barang-barang yang akan dibawanya dan Damian untuk berbulan madu. Seperti yang diinginkan Damian, Kimberly tak boleh sama sekali membereskan barang-barang. Alhasil ada empat pelayan yang membereskan barang-barang.“Nyonya, apa coat warna merah ini Anda akan bawa?” tanya sang pelayan sopan.“Tidak usah. Bawakan aku dua coat warna cokelat dan cream saja. Tidak usah banyak-banyak. Kalau kurang nanti aku akan beli di sana,” jawab Kimberly pelan.“Baik, Nyonya,” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu kembali merapikan barang-barang Kimberly dan Damian. Sementara Kimberly memilih untuk mengemil snak
Usia Diego saat ini sudah enam bulan. Semakin hari Diego semakin aktif dan sangat pintar. Tubuh Diego semakin gemuk dan sehat. Tangan dan kaki Diego sudah penuh dengan rolls layaknya roti sobek yang menggemaskan. Pipi tembam memerah persis seperti bakpau yang ingin digigit. Rambut Diego cokelat gelap menurun seperti rambut Damian. Manik mata cokelat gelap berkilat memancarkan keindahan yang tak terkira.Diego seperti cerminan Damian. Semua benar-benar mirip layaknya buah apel yang telah terbagi menjadi dua. Memiliki paras yang sama tak berubah. Sesuai dengan keinginan Kimberly. Ya, sejak hamil memang Kimberly berharap anak pertamanya adalah laki-laki agar bisa melihat Damian kecil. Ternyata semesta mencatat apa yang menjadi keinginan Kimberly. Terbukti anak pertamanya adalah laki-laki yang sangat tampan.Di usia Diego yang sudah enam bulan ini, Damian akan menepati janjinya yang ingin mengajak Kimberly dan Diego berjalan-jalan ke luar negeri. Tentu Kimberly menyambut sangat antusias.
Ernest duduk di kursi kebesarannya yang ada di mansion-nya. Sekitar lima belas menit lalu, Maisie sudah berpamitan untuk pergi ke penthouse Kimberly. Tentu Ernest tak mungkin melarang. Malah dia senang karena sekarang Maisie dekat dengan Kimberly. Ini yang sejak dulu Ernest nantikan, di mana Maisie dekat dengan putrinya.Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Ernest. Refleks, Ernest mengalihkan pandangannya ke arah pintu, dan segera meminta orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan,” sapa sang pelayan melangkah mendekat pada Ernest.“Ada apa?” Ernest menatap dingin sang pelayan yang kini sudah di hadapannya.“Tuan, di depan ada Tuan Deston ingin bertemu dengan Anda,” ujar sang pelayan yang sedikit membuat Ernest terkejut.“Deston datang?” Sebelah alis Ernest terangkat, menatap sang pelayan.“Iya, Tuan,” jawab sang pelayan itu lagi.Ernest mengembuskan napas pelan. Seingat Ernest, Deston sama sekali tidak memberitahukan kalau hari ini akan data
“Ini kamar bisa kau pakai.” Fargo berucap dingin dan tak ramah pada Carol kala dirinya mengantarkan Carol ke kamar tamu yang ada di apartemen pribadi miliknya. Dia ingin sekali mengusir paksa Carol, tapi dirinya berada di ambang kebingungan. Pasalnya Carol adalah teman baik Kimberly. Dia tak mungkin mengusir paksa Carol.“Thanks. Aku tidak akan lama di sini,” jawab Carol datar. Dia tak pernah menyangka akan terjebak di apartemen milik Fargo. Sungguh, dia tak menginginkan hal ini terjadi, tapi dia tak memiliki pilihan lagi. Dia masih belum memiliki keberanian kembali ke hotel. Hal yang dia takutkan adalah Adrik tahu hotel di mana yang dirinya tempati selama di Amsterdam. Jika sampai itu terjadi, pasti masalah baru akan datang.“Kau memang tidak bisa lama di sini. Orang itu wajib tahu diri,” ucap Fargo sarkas dan tegas. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan Carol begitu saja tanpa menunggu balasan ucapan dari Carol.Carol berdecak tak suka dan mengumpati Fargo dalam hati.
Amsterdam, Netherlands. Angin berembus sedikit kencang membuat rambut panjang dan indah Carol berantakan. Tampak Carol sedikit kelelahan. Setelah menempuh perjalanan berjam-jam akhirnya dia tiba di kota terbesar di Belanda. Demi menghibur diri dari kepenatan, Carol menganggap dirinya berlibur sejenak. Anggaplah menjauh dari Los Angeles demi membebaskan dirinya dari segala masalah yang menerpa dirinya.“Selamat pagi, Nona Carol,” sapa sang sopir penuh sopan pada Carol yang baru saja muncul di lobby bandara. Ya, kali ini sang sopir tak berani untuk datang terlambat. Jika saja sampai terlambat, maka saja saja sang sopir itu mencari malapetaka.“Pagi,” jawab Carol datar. “Aku pikir kau akan terlambat lagi.”“Tidak, Nona. Nona Fiona sudah meminta saya untuk datang tepat waktu jangan sampai terlambat.”“Good, aku memang paling tidak suka kalau ada yang datang terlambat. Apalagi dalam hal menjemputku. Itu sama saja menjadikanku seperti orang bodoh menunggu.”“Maafkan atas kejadian waktu it
Menjadi ibu rumah tangga tak pernah membuat Kimberly lelah sedikit pun. Kimberly seakan begitu menikmati perannya menjadi seorang istri dan ibu. Setiap hari, dia selalu membantu menyiapkan segala hal yang Damian butuhkan dan selalu mengurus Diego dengan sangat baik. Pun dia tak pernah merasa bosan. Memasak, menunggu sang suami pulang dari kantor, semua adalah moment-moment yang paling berharga untuk Kimberly.Pekerjaan Kimberly tak begitu saja Kimberly lepas. Dia tetap menyadari tanggung jawabnya. Dia juga tak tega pada Carol yang selalu menggantikanya. Dari kejauhan dia tetap memeriksa dan membantu walau belum bisa optimal. Hampir setiap minggu, Brisa sering datang ke rumahnya untuk memberikan laporan. Paling tidak, dia tetap bertanggung jawab akan perusahaannya di tengah-tengah perannya sebagai ibu rumah tangga.Seperti saat ini di kala pagi menyapa, Kimberly sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk sang suami. Tadi malam Damian mengatakan pada Kimberly kalau hari ini tak akan pergi ke
Amsterdam, Netherlands. Fargo membubuhkan tanda tangan di dokumen yang baru saja diantarkan oleh sang asisten. Pria tampan itu kembali membaca dokumen itu lagi, memastikan bahwa dokumen yang ada di hadapannya tak ada yang salah sedikit pun. Saat semua isi dokumen tersebut benar, Fargo segera mengembalikan dokumen tersebut pada Gene yang ada di hadapannya.“Bagaimana perusahaan di Los Angeles, apa ada masalah?” Fargo bertanya pada Gene seraya mengambil gelas berkaki tinggi yang berisikan wine, dan menyesapnya secara perlahan. Tatapan mata tegas dan dingin Fargo, menatap Gene, meminta penjelasan dari sang asisten.“Semua baik-baik saja, Tuan. Kondisi perusahaan setiap bulannya mengalami kenaikan cukup signifikan,” jawab Gene memberi tahu dengan nada sopan. “Tadi malam saya baru saja mengirimkan laporan penjualanan bulan lalu, Anda bisa melihat di sana penjualanan pun mengalami peningkatan.”Fargo menganggukkan kepalanya, lalu tiba-tiba terdengar suara dering ponsel masuk dari Gene. Ref
Suara tangis bayi membuat Kimberly dan Damian yang tertidur pulas langsung membuka mata mereka. Kimberly menyeka matanya dengan punggung tangannya. Wanita itu menguap dan mengerjapkan mata beberapa kali. Hari masih gelap, tapi Kimberly harus terbangun karena putra kecilnya menangis kencang.“Kim, tidurlah. Aku saja yang memberikan susu. Kau masih memiliki stock ASI di botol, kan?” tanya Damian seraya membelai pipi Kimberly. Pria tampan itu tak tega setiap tengah malam istrinya terbangun harus menyusui putra mereka. Pun dia ingin turut membantu dalam mengurus putra mereka.“Sayang, kalau Diego menangis tidak henti seperti ini biasanya dia tidak mau minum susu lewat botol. Kau saja yang tidur, besok kau harus berangkat pagi, kan?” balas Kimberly hangat.“Kalau begitu bersama saja. Aku akan menemanimu menyusui Diego,” jawab Damian seraya mengecup pipi Kimberly lembut.Kimberly menghela napas dalam. Sebenarnya dia tak setuju, tetapi dalam hal ini dirinya tak bisa menbantah. Sebab sang sua
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Kimberly baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya dengan dress ibu hamil. Kandungan yang kian membesar ini membuatnya selalu malas dalam berias. Wajah Kimberky selalu tampil polos tanpa riasan make up sedikit pun. Hal yang menjadi keuntungan Kimberly adalah kulit wajah Kimberly putih mulus bersih. Jadi meski tanpa riasan make up, tetap saja Kimberly terlihat sangat cantik dan memukau.“Kim, ini sudah waktunya jam makan malam. Aku tidak mau kau terlambat makan, Kim,” ujar Damian seraya menatap Kimberly, mengajak Kimberly untuk makan malam.“Iya, Sayang.” Kimberly melangkah menghampiri sang suami, memeluk lengan suaminya itu, dan hendak melangkah meninggalkan kamar megah mereka. Namun, tiba-tiba langkah kaki Kimberly dan Damian terhenti kala melihat pelayan yang menghampiri mereka.“Tuan, Nyonya.” Pelayan itu menundukkan kepala tepat di depan Damian dan Kimberly.“Ada apa?” tanya Damian dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Di depan
Beberapa bulan berlalu …Damian turun dari mobil, membanting pintu mobil kasar dan berlari masuk ke dalam gedung apartemen, menuju lift, di mana dirinya menempati lantai teratas dari gedung apartemen itu. Tampak raut wajah Damian begitu panik dan dilingkupi kecemasan yang hebat.“Kim!” Damian berlari masuk ke dalam penthousenya. Para pelayan yang menyapa dirinya pun diabaikan, tak sama sekali dipedulikan.“Damian? Kau sudah pulang?” Kimberly tersenyum hangat menatap sang suami yang baru saja pulang. Tatapan hangat dan kerinduan yang mendalam.Damian meraih kedua bahu Kimberly, menatap sang istri yang perutnya yang membuncit. “Tadi pelayan bilang, perutmu sakit, Kim. Kita ke rumah sakit sekarang.” Tanpa menunggu jawaban, Damian hendak mengajak sang istri ke rumah sakit, tetapi gerak Damian terhenti kala Kimberly menahan lengannya.“Sayang, aku baik-baik saja. Tadi baby menendang. Bukan karena sakit perut. Dokter kan bilang aku melahirkan satu minggu lagi,” ujar Kimberly hangat dengan s