Sinar matahari menelusup masuk ke sela-sela jendela menyentuh wajah Kimberly. Bulu mata lentik Kimberly bergerak-gerak menandakan matanya akan siap terbuka. Sayup-sayup secara perlahan, mata Kimberly terbuka. Wanita itu menyeka matanya dengan punggung tangannya, sedikit menggeliat sekaligus meringis merasakan sedikit perih di inti tubuh bagian bawahnya. Tubuhnya terasa pegal seakan telah menghabiskan energy telah melakukan aktivitas berat.Suara desisan nyeri lolos di bibir Kimberly. Rasa pegal di tubuhnya benar-benar membuatnya kelelahan hingga tak ingin bergerak sedikit pun. Detik selanjutnya, tatapannya teralih pada sosok pria yang masih tertidur pulas di sampingnya. Senyuman di wajah Kimberly pun langsung terbit. Tatapannya penuh damba dan hangat menatap Damian.Kepingan memori Kimberly mengumpul di benaknya, layaknya puzzle yang telah tertata rapi. Dia langsung mengingat sekarang dirinya dan Damian telah resmi menjadi pasangan suami istri. Tadi malam Kimberly mengingat jelas baga
Hal pertama kali yang dilakukan Kimberly saat pagi menyapa adalah makan dengan porsi yang sedikit jauh lebih besar. Memasuki trimester kedua, sudah nyaris tidak pernah lagi Kimberly mual. Sekarang, nafsu makan Kimberly semakin meningkat dari biasanya. Entah, Kimberly sendiri tak mengerti kanapa setiap saat mudah lapar.Kimberly duduk di sofa kamar seraya menatap sang pelayan tengah membereskan barang-barang yang akan dibawanya dan Damian untuk berbulan madu. Seperti yang diinginkan Damian, Kimberly tak boleh sama sekali membereskan barang-barang. Alhasil ada empat pelayan yang membereskan barang-barang.“Nyonya, apa coat warna merah ini Anda akan bawa?” tanya sang pelayan sopan.“Tidak usah. Bawakan aku dua coat warna cokelat dan cream saja. Tidak usah banyak-banyak. Kalau kurang nanti aku akan beli di sana,” jawab Kimberly pelan.“Baik, Nyonya,” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu kembali merapikan barang-barang Kimberly dan Damian. Sementara Kimberly memilih untuk mengemil snak
Istanbul, Turkey. Kimberly tak pernah menyangka Damian akan membawanya ke Turkey. Sempat terpikir oleh Kimberly kalau Damian akan membawanya ke Paris, tapi ternyata apa yang menjadi dugaan Kimberly salah. Tentu Kimberly sangat bahagia Damian membawanya ke negara timur tengah ini. Sudah lama sekali Kimberly tak berlibur ke negara timur tengah. Sejak di perjalanan, Kimberly menerka-nerka ke mana Damian akan membawanya. Ternyata dirinya mendapatkan kejutan indah dari sang suami. Dia tahu Damian akan selalu memberikan tempat yang indah untuknya. Jika di Paris, kebetulan Kimberly kerap pergi ke kota itu karena mengurus bisnis—dan Damian membawanya ke nagara dengan suasana baru. Menu makanan baru serta budaya yang berbeda dengan budaya barat.Hiruk pikuk bandara Istanbul cukup padat. Cuaca di musim semi itu begitu cerah. Kimberly bersama dengan Damian melewati gate khusus untuk pesawat pribadi. Gate yang tak sama dengan gate pesawat komersial. Inilah yang Damian sukai ke mana pun menggu
Kejadian tadi malam membuat Kimberly semakin manja dan tak mau jauh dari Damian. Sifat manja Kimberly sedikit menyulitkan Damian setiap kali ingin beraktivitas, tetapi Damian berusaha mengerti. Pun tadi malam Damian sudah berkonsultasi dengan dokter. Dokter sudah menjelaskan padanya bahwa kehamilan kerap membuat sifat-sifat asli dari wanita hamil berubah. Selain itu, dokter juga meminta Damian untuk lebih banyak bersabar dan selalu mendukung Kimberly. Mengalah adalah solusi yang terbaik. “Damian, hari ini kita mau pergi ke mana?” Kimberly melangkah menghampiri Damian yang tengah membaca koran. Tanpa permisi, Kimberly menyingkirkan koran yang ada di tangan Damian, dan duduk di pangkuan sang suami.“Dua jam lagi, kita akan pergi. Aku ingin keluar sebentar menghubungi Freddy,” jawab Damian seraya mengecup pipi Kimberly.Kimberly menghela napas dalam. “Baiklah, tapi jangan lama menghubungi Freddy.”“Ya, aku tidak akan lama.” Damian memindahkan tubuh Kimberly yang ada di pangkuannya, dud
Kimberly tak menyangka akan dibawa ke tempat-tempat indah dengan Damian. Kemarin setelah dirinya dan Damian pergi ke Hutan Beograd, Damian membawa Kimberly ke museum-museum terkenal di Turkey. Tentu, Kimberly benar-benar sangat bahagia menikmati bulan madu romantis. Hal yang membuat Kimberly kian bahagia adalah Damian mengerti kalau Kimberly bosan dibawa ke tempat mewah. Keindahan alam kerap benar-benar membuat penat di pikiran Kimberly hilang lenyap. Bulan madu romantis. Kimberly benar-benar merasakan keindahan moment bulan madu. Tak mau menyia-nyiakan moment, Kimberly selalu meminta pengawal Damian untuk mengambil gambar dirinya dan Damian. Selama bulan madu, Kimberly ingin memiliki banyak foto dan video berdua dengan sang suami. Mengabadikan moment yang tak akan pernah terlupakan di hidup Kimberly adalah hal yang wajib.Kimberly duduk di ranjang dengan punggung yang bersandar di kepala ranjang. Wanita cantik itu tengah menikmati ice cream tiramisu yang ada di tangan kanannya. En
“Kim.” Damian menahan lengan Kimberly yang hendak melangkah pergi meninggalkannya. Tampak Kimberly berusaha menepis tangan Damian, tapi alih-alih terlepas malah Damian semakin mencengkram tangan Kimberly dengan kuat.“Lepaskan aku, Damian. Aku lelah. Ingin tidur. Jangan ganggu aku!” seru Kimberly dingin dengan raut wajah yang menahan amarahnya. Mata Kimberly memerah, menahan agar air mata tak tumpah. Dia dan Damian sudah berada di kamar hotel mereka. Setelah kejadian tadi, Damian mengajak Kimberly untuk pulang.Damian mengembuskan napas panjang melihat mata Kimberly yang memerah. Dia tahu kejadian tadi membuat Kimberly pasti marah dan kesal. Pun Damian tak menyangka wanita yang pernah mengganggunya di restoran adalah kekasih dari teman lamanya. Andai saja Damian tahu, maka Damian akan memilih tidak mendatangi rumah teman lamanya itu.“Kim…” Damian melonggarkan genggaman tangannya, tak ingin melukai sang istri. Namun, detik itu juga Kimberly menjauh dari Damian kala genggaman tangan Da
“Tuan, ini beberapa menu makanan khas Turkey. Di samping piring ada nama serta bahan-bahan yang terkandung di makanan khas Turkey ini, Tuan. Semua aman untuk ibu hamil.” Salah seorang pengawal menyajikan makanan khas Turkey dengan beraneka ragam sesuai keinginan Damian. Ya, di kala pagi menyapa Damian meminta pengawalnya untuk menyajikan makanan khas Turkey. Selama di Turkey, masih banyak makanan yang belum dirinya dan Kimberly coba. Pun Damian sedikit lupa nama dari makanan khas Turkey. Itu kenapa Damian meminta pengawalnya untuk meletakan catatan kecil nama makanan tersebut dan apa saja yang terkandung dalam makanan tersebut.Damian menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti. Kau boleh pergi sekarang. Hari ini jangan ganggu aku dan istriku.”“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Pengawal itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Damian.Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi. Damian baru saja selesai mandi karena baru selesai berolahraga. Sementara Kimberly masih t
Tanpa terasa satu minggu sudah Damian dan Kimberly berada di Turkey. Banyak tempat yang Damian dan Kimberly kunjungi. Mulai dari Galata Bridge—salah satu jembatan yang bersejarah—yang melintasi teluk kecil Golden Horn dan menghubungkan bagian kota lama dan baru dari kota Istanbul dibagian Eropa, yaitu distrik Eminonu dan Sirkeci. Berpusat di Sultan ahmet, Istanbul dengan distrik Karakoy (Galata) dan Beyoglu, Istanbul modern.Damian dan Kimberly juga mengunjungi beberapa masjid serta taman yang terkenal di Turkey bahkan Damian dan Kimberly pun menyempatkan waktu untuk mengunjungi Cappdocia—yang mana salah satu tempat yang terkenal di Turkey. Ya, bulan madu Damian dan Kimberly memang sangatlah romantis. Mereka selalu mengabadikan moment-moment romantis mereka bersama. Layaknya pengantin baru, Damian dan Kimberly selalu mengumbar keromantisan mereka di hadapan publik.Satu minggu di Turkey, tak hanya jalan-jalan saja tapi Kimberly juga banyak sekali berbelanja. Keputusan Damian membawa e
Usia Diego saat ini sudah enam bulan. Semakin hari Diego semakin aktif dan sangat pintar. Tubuh Diego semakin gemuk dan sehat. Tangan dan kaki Diego sudah penuh dengan rolls layaknya roti sobek yang menggemaskan. Pipi tembam memerah persis seperti bakpau yang ingin digigit. Rambut Diego cokelat gelap menurun seperti rambut Damian. Manik mata cokelat gelap berkilat memancarkan keindahan yang tak terkira.Diego seperti cerminan Damian. Semua benar-benar mirip layaknya buah apel yang telah terbagi menjadi dua. Memiliki paras yang sama tak berubah. Sesuai dengan keinginan Kimberly. Ya, sejak hamil memang Kimberly berharap anak pertamanya adalah laki-laki agar bisa melihat Damian kecil. Ternyata semesta mencatat apa yang menjadi keinginan Kimberly. Terbukti anak pertamanya adalah laki-laki yang sangat tampan.Di usia Diego yang sudah enam bulan ini, Damian akan menepati janjinya yang ingin mengajak Kimberly dan Diego berjalan-jalan ke luar negeri. Tentu Kimberly menyambut sangat antusias.
Ernest duduk di kursi kebesarannya yang ada di mansion-nya. Sekitar lima belas menit lalu, Maisie sudah berpamitan untuk pergi ke penthouse Kimberly. Tentu Ernest tak mungkin melarang. Malah dia senang karena sekarang Maisie dekat dengan Kimberly. Ini yang sejak dulu Ernest nantikan, di mana Maisie dekat dengan putrinya.Suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Ernest. Refleks, Ernest mengalihkan pandangannya ke arah pintu, dan segera meminta orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk ke dalam ruang kerjanya.“Tuan,” sapa sang pelayan melangkah mendekat pada Ernest.“Ada apa?” Ernest menatap dingin sang pelayan yang kini sudah di hadapannya.“Tuan, di depan ada Tuan Deston ingin bertemu dengan Anda,” ujar sang pelayan yang sedikit membuat Ernest terkejut.“Deston datang?” Sebelah alis Ernest terangkat, menatap sang pelayan.“Iya, Tuan,” jawab sang pelayan itu lagi.Ernest mengembuskan napas pelan. Seingat Ernest, Deston sama sekali tidak memberitahukan kalau hari ini akan data
“Ini kamar bisa kau pakai.” Fargo berucap dingin dan tak ramah pada Carol kala dirinya mengantarkan Carol ke kamar tamu yang ada di apartemen pribadi miliknya. Dia ingin sekali mengusir paksa Carol, tapi dirinya berada di ambang kebingungan. Pasalnya Carol adalah teman baik Kimberly. Dia tak mungkin mengusir paksa Carol.“Thanks. Aku tidak akan lama di sini,” jawab Carol datar. Dia tak pernah menyangka akan terjebak di apartemen milik Fargo. Sungguh, dia tak menginginkan hal ini terjadi, tapi dia tak memiliki pilihan lagi. Dia masih belum memiliki keberanian kembali ke hotel. Hal yang dia takutkan adalah Adrik tahu hotel di mana yang dirinya tempati selama di Amsterdam. Jika sampai itu terjadi, pasti masalah baru akan datang.“Kau memang tidak bisa lama di sini. Orang itu wajib tahu diri,” ucap Fargo sarkas dan tegas. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan Carol begitu saja tanpa menunggu balasan ucapan dari Carol.Carol berdecak tak suka dan mengumpati Fargo dalam hati.
Amsterdam, Netherlands. Angin berembus sedikit kencang membuat rambut panjang dan indah Carol berantakan. Tampak Carol sedikit kelelahan. Setelah menempuh perjalanan berjam-jam akhirnya dia tiba di kota terbesar di Belanda. Demi menghibur diri dari kepenatan, Carol menganggap dirinya berlibur sejenak. Anggaplah menjauh dari Los Angeles demi membebaskan dirinya dari segala masalah yang menerpa dirinya.“Selamat pagi, Nona Carol,” sapa sang sopir penuh sopan pada Carol yang baru saja muncul di lobby bandara. Ya, kali ini sang sopir tak berani untuk datang terlambat. Jika saja sampai terlambat, maka saja saja sang sopir itu mencari malapetaka.“Pagi,” jawab Carol datar. “Aku pikir kau akan terlambat lagi.”“Tidak, Nona. Nona Fiona sudah meminta saya untuk datang tepat waktu jangan sampai terlambat.”“Good, aku memang paling tidak suka kalau ada yang datang terlambat. Apalagi dalam hal menjemputku. Itu sama saja menjadikanku seperti orang bodoh menunggu.”“Maafkan atas kejadian waktu it
Menjadi ibu rumah tangga tak pernah membuat Kimberly lelah sedikit pun. Kimberly seakan begitu menikmati perannya menjadi seorang istri dan ibu. Setiap hari, dia selalu membantu menyiapkan segala hal yang Damian butuhkan dan selalu mengurus Diego dengan sangat baik. Pun dia tak pernah merasa bosan. Memasak, menunggu sang suami pulang dari kantor, semua adalah moment-moment yang paling berharga untuk Kimberly.Pekerjaan Kimberly tak begitu saja Kimberly lepas. Dia tetap menyadari tanggung jawabnya. Dia juga tak tega pada Carol yang selalu menggantikanya. Dari kejauhan dia tetap memeriksa dan membantu walau belum bisa optimal. Hampir setiap minggu, Brisa sering datang ke rumahnya untuk memberikan laporan. Paling tidak, dia tetap bertanggung jawab akan perusahaannya di tengah-tengah perannya sebagai ibu rumah tangga.Seperti saat ini di kala pagi menyapa, Kimberly sudah sibuk menyiapkan sarapan untuk sang suami. Tadi malam Damian mengatakan pada Kimberly kalau hari ini tak akan pergi ke
Amsterdam, Netherlands. Fargo membubuhkan tanda tangan di dokumen yang baru saja diantarkan oleh sang asisten. Pria tampan itu kembali membaca dokumen itu lagi, memastikan bahwa dokumen yang ada di hadapannya tak ada yang salah sedikit pun. Saat semua isi dokumen tersebut benar, Fargo segera mengembalikan dokumen tersebut pada Gene yang ada di hadapannya.“Bagaimana perusahaan di Los Angeles, apa ada masalah?” Fargo bertanya pada Gene seraya mengambil gelas berkaki tinggi yang berisikan wine, dan menyesapnya secara perlahan. Tatapan mata tegas dan dingin Fargo, menatap Gene, meminta penjelasan dari sang asisten.“Semua baik-baik saja, Tuan. Kondisi perusahaan setiap bulannya mengalami kenaikan cukup signifikan,” jawab Gene memberi tahu dengan nada sopan. “Tadi malam saya baru saja mengirimkan laporan penjualanan bulan lalu, Anda bisa melihat di sana penjualanan pun mengalami peningkatan.”Fargo menganggukkan kepalanya, lalu tiba-tiba terdengar suara dering ponsel masuk dari Gene. Ref
Suara tangis bayi membuat Kimberly dan Damian yang tertidur pulas langsung membuka mata mereka. Kimberly menyeka matanya dengan punggung tangannya. Wanita itu menguap dan mengerjapkan mata beberapa kali. Hari masih gelap, tapi Kimberly harus terbangun karena putra kecilnya menangis kencang.“Kim, tidurlah. Aku saja yang memberikan susu. Kau masih memiliki stock ASI di botol, kan?” tanya Damian seraya membelai pipi Kimberly. Pria tampan itu tak tega setiap tengah malam istrinya terbangun harus menyusui putra mereka. Pun dia ingin turut membantu dalam mengurus putra mereka.“Sayang, kalau Diego menangis tidak henti seperti ini biasanya dia tidak mau minum susu lewat botol. Kau saja yang tidur, besok kau harus berangkat pagi, kan?” balas Kimberly hangat.“Kalau begitu bersama saja. Aku akan menemanimu menyusui Diego,” jawab Damian seraya mengecup pipi Kimberly lembut.Kimberly menghela napas dalam. Sebenarnya dia tak setuju, tetapi dalam hal ini dirinya tak bisa menbantah. Sebab sang sua
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Kimberly baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya dengan dress ibu hamil. Kandungan yang kian membesar ini membuatnya selalu malas dalam berias. Wajah Kimberky selalu tampil polos tanpa riasan make up sedikit pun. Hal yang menjadi keuntungan Kimberly adalah kulit wajah Kimberly putih mulus bersih. Jadi meski tanpa riasan make up, tetap saja Kimberly terlihat sangat cantik dan memukau.“Kim, ini sudah waktunya jam makan malam. Aku tidak mau kau terlambat makan, Kim,” ujar Damian seraya menatap Kimberly, mengajak Kimberly untuk makan malam.“Iya, Sayang.” Kimberly melangkah menghampiri sang suami, memeluk lengan suaminya itu, dan hendak melangkah meninggalkan kamar megah mereka. Namun, tiba-tiba langkah kaki Kimberly dan Damian terhenti kala melihat pelayan yang menghampiri mereka.“Tuan, Nyonya.” Pelayan itu menundukkan kepala tepat di depan Damian dan Kimberly.“Ada apa?” tanya Damian dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Di depan
Beberapa bulan berlalu …Damian turun dari mobil, membanting pintu mobil kasar dan berlari masuk ke dalam gedung apartemen, menuju lift, di mana dirinya menempati lantai teratas dari gedung apartemen itu. Tampak raut wajah Damian begitu panik dan dilingkupi kecemasan yang hebat.“Kim!” Damian berlari masuk ke dalam penthousenya. Para pelayan yang menyapa dirinya pun diabaikan, tak sama sekali dipedulikan.“Damian? Kau sudah pulang?” Kimberly tersenyum hangat menatap sang suami yang baru saja pulang. Tatapan hangat dan kerinduan yang mendalam.Damian meraih kedua bahu Kimberly, menatap sang istri yang perutnya yang membuncit. “Tadi pelayan bilang, perutmu sakit, Kim. Kita ke rumah sakit sekarang.” Tanpa menunggu jawaban, Damian hendak mengajak sang istri ke rumah sakit, tetapi gerak Damian terhenti kala Kimberly menahan lengannya.“Sayang, aku baik-baik saja. Tadi baby menendang. Bukan karena sakit perut. Dokter kan bilang aku melahirkan satu minggu lagi,” ujar Kimberly hangat dengan s