Tanpa terasa satu minggu sudah Damian dan Kimberly berada di Turkey. Banyak tempat yang Damian dan Kimberly kunjungi. Mulai dari Galata Bridge—salah satu jembatan yang bersejarah—yang melintasi teluk kecil Golden Horn dan menghubungkan bagian kota lama dan baru dari kota Istanbul dibagian Eropa, yaitu distrik Eminonu dan Sirkeci. Berpusat di Sultan ahmet, Istanbul dengan distrik Karakoy (Galata) dan Beyoglu, Istanbul modern.Damian dan Kimberly juga mengunjungi beberapa masjid serta taman yang terkenal di Turkey bahkan Damian dan Kimberly pun menyempatkan waktu untuk mengunjungi Cappdocia—yang mana salah satu tempat yang terkenal di Turkey. Ya, bulan madu Damian dan Kimberly memang sangatlah romantis. Mereka selalu mengabadikan moment-moment romantis mereka bersama. Layaknya pengantin baru, Damian dan Kimberly selalu mengumbar keromantisan mereka di hadapan publik.Satu minggu di Turkey, tak hanya jalan-jalan saja tapi Kimberly juga banyak sekali berbelanja. Keputusan Damian membawa e
Amsterdam, Netherlands. Hiruk pikuk ibu kota Belanda itu cukup padat. Kota terbesar di Belanda yang terkenal dengan sebutan kota kanal itu memiliki keindahan yang seolah memanjakan mata. Harusnya Carol datang ke Amsterdam dengan wajah yang senang atau paling tidak riang karena bisa bekerja sambil berlibur, tapi sayangnya dia malah menunjukkan raut wajah dingin dan ketus seperti biasa. “Ck! Kenapa sopir lama sekali menjemputku? Apa dia bosan hidup?” dengkus Carol jengkel. Sudah hampir lima belas menit Carol menunggu di lobby bandara, sayangnya sopir malah datang terlambat. Padahal sejak awal, Carol sudah memperingati sopir dilarang untuk datang terlambat. Yang paling Carol benci adalah orang yang tak datang tepat waktu.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Carol merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya, mengambil ponsel tersebut, dan menatapnya ke layar tertera nomor Fiona—asistennya. Detik itu juga, Carol menerima panggilan tersebut.“Selamat pagi, Nona—” “Fiona! Kenapa sopir be
Sebuah jacuzzi mewah di kamar mandi megah itu berisikan dua insan yang saling berciuman. Uap hangat kamar mandi, menempel dinding-dinding kaca kamar mandi. Suara desahan yang sedikit menggema memenuhi kamar mandi. Bibir dua insan itu mereka saling memagut, lidah mereka membelit satu sama lain. Letupan gairah seakan membakar kedua insan itu.“Ah,” desahan lolos di bibir bawah Kimberly kala Damian menggigit bibir bawahnya.Damian menarik tengkuk leher Kimberly, memperdalam ciuman istrinya itu. Lidahnya mendesak masuk, menyapukan rongga mulut Kimberly, menelusuri setiap gigi putih dan rapi Kimberly. Ciuman Damian begitu hebat dan agresif hingga membuat Kimberly sedikit kewalahan mengimbangi ciuman Damian.Tangan kiri Damian berada di tengkuk leher Kimberly, dan tangan kanan pria itu mengusap-usap puncak dada Kimberly. Lenguhan nikmat lolos di bibir Kimberly seolah memberikan godaan. Kimberly memejamkan mata menikmati ciuman Damian yang dahsyat itu.Ciuman itu berlangsung lama. Dua insan
Bulan madu indah Kimberly dan Damian telah usai, tapi tidak dengan cinta mereka. Selamanya cinta mereka akan selalu menggebu layaknya api yang terus berkobar. Jutaan hal mencoba menerpa dinding pertahanan mereka, tapi terbukti tak akan pernah ada yang mampu meruntuhkan dinding itu. Cinta Kimberly dan Damian selalu lebih kuat dari apa pun.Masalah akan selalu ada. Tidak akan pernah berhenti. Akan tetapi terbukti Kimberly dan Damian mampu melalui masalah meski berada di atas bola api sekalipun. Badai yang menghantam tak mampu mengancurkan pertahanan kokoh yang telah mereka bangun setinggi mungkit.Satu hal yang membuat mereka mampu melewati semuanya adalah ikatan hati mereka yang layaknya terborgol mati. Ikatan kuat yang tak lagi memiliki kunci. Membuang kunci itu sejauh mungkin ke lautan luas, demi tak akan ada yang mampu melepaskan ikatan itu.Selama di Istanbul, tak hanya tentang keromantisan semata. Pun tetap ada masalah yang datang menerpa Kimberly dan Damian. Akan tetapi, bukan ma
Beberapa bulan berlalu …Damian turun dari mobil, membanting pintu mobil kasar dan berlari masuk ke dalam gedung apartemen, menuju lift, di mana dirinya menempati lantai teratas dari gedung apartemen itu. Tampak raut wajah Damian begitu panik dan dilingkupi kecemasan yang hebat.“Kim!” Damian berlari masuk ke dalam penthousenya. Para pelayan yang menyapa dirinya pun diabaikan, tak sama sekali dipedulikan.“Damian? Kau sudah pulang?” Kimberly tersenyum hangat menatap sang suami yang baru saja pulang. Tatapan hangat dan kerinduan yang mendalam.Damian meraih kedua bahu Kimberly, menatap sang istri yang perutnya yang membuncit. “Tadi pelayan bilang, perutmu sakit, Kim. Kita ke rumah sakit sekarang.” Tanpa menunggu jawaban, Damian hendak mengajak sang istri ke rumah sakit, tetapi gerak Damian terhenti kala Kimberly menahan lengannya.“Sayang, aku baik-baik saja. Tadi baby menendang. Bukan karena sakit perut. Dokter kan bilang aku melahirkan satu minggu lagi,” ujar Kimberly hangat dengan s
Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Kimberly baru saja selesai mandi dan mengganti pakaiannya dengan dress ibu hamil. Kandungan yang kian membesar ini membuatnya selalu malas dalam berias. Wajah Kimberky selalu tampil polos tanpa riasan make up sedikit pun. Hal yang menjadi keuntungan Kimberly adalah kulit wajah Kimberly putih mulus bersih. Jadi meski tanpa riasan make up, tetap saja Kimberly terlihat sangat cantik dan memukau.“Kim, ini sudah waktunya jam makan malam. Aku tidak mau kau terlambat makan, Kim,” ujar Damian seraya menatap Kimberly, mengajak Kimberly untuk makan malam.“Iya, Sayang.” Kimberly melangkah menghampiri sang suami, memeluk lengan suaminya itu, dan hendak melangkah meninggalkan kamar megah mereka. Namun, tiba-tiba langkah kaki Kimberly dan Damian terhenti kala melihat pelayan yang menghampiri mereka.“Tuan, Nyonya.” Pelayan itu menundukkan kepala tepat di depan Damian dan Kimberly.“Ada apa?” tanya Damian dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Di depan
Suara tangis bayi membuat Kimberly dan Damian yang tertidur pulas langsung membuka mata mereka. Kimberly menyeka matanya dengan punggung tangannya. Wanita itu menguap dan mengerjapkan mata beberapa kali. Hari masih gelap, tapi Kimberly harus terbangun karena putra kecilnya menangis kencang.“Kim, tidurlah. Aku saja yang memberikan susu. Kau masih memiliki stock ASI di botol, kan?” tanya Damian seraya membelai pipi Kimberly. Pria tampan itu tak tega setiap tengah malam istrinya terbangun harus menyusui putra mereka. Pun dia ingin turut membantu dalam mengurus putra mereka.“Sayang, kalau Diego menangis tidak henti seperti ini biasanya dia tidak mau minum susu lewat botol. Kau saja yang tidur, besok kau harus berangkat pagi, kan?” balas Kimberly hangat.“Kalau begitu bersama saja. Aku akan menemanimu menyusui Diego,” jawab Damian seraya mengecup pipi Kimberly lembut.Kimberly menghela napas dalam. Sebenarnya dia tak setuju, tetapi dalam hal ini dirinya tak bisa menbantah. Sebab sang sua
Amsterdam, Netherlands. Fargo membubuhkan tanda tangan di dokumen yang baru saja diantarkan oleh sang asisten. Pria tampan itu kembali membaca dokumen itu lagi, memastikan bahwa dokumen yang ada di hadapannya tak ada yang salah sedikit pun. Saat semua isi dokumen tersebut benar, Fargo segera mengembalikan dokumen tersebut pada Gene yang ada di hadapannya.“Bagaimana perusahaan di Los Angeles, apa ada masalah?” Fargo bertanya pada Gene seraya mengambil gelas berkaki tinggi yang berisikan wine, dan menyesapnya secara perlahan. Tatapan mata tegas dan dingin Fargo, menatap Gene, meminta penjelasan dari sang asisten.“Semua baik-baik saja, Tuan. Kondisi perusahaan setiap bulannya mengalami kenaikan cukup signifikan,” jawab Gene memberi tahu dengan nada sopan. “Tadi malam saya baru saja mengirimkan laporan penjualanan bulan lalu, Anda bisa melihat di sana penjualanan pun mengalami peningkatan.”Fargo menganggukkan kepalanya, lalu tiba-tiba terdengar suara dering ponsel masuk dari Gene. Ref