Kami berempat pun duduk dalam satu meja. Aku duduk di samping Martin, dan Reynold bersebelahan dengan Lisa tentunya.Reynold tampak datar dan dingin seperti biasa, sedangkan Lisa entah mengapa memandangku terus menerus dengan tatapan tidak suka. Tak perlu dikata lagi, itu pasti karena dia cemburu karena kejadian kemarin ketika Reynold mengatakan bahwa ia ingin mengantarku pulang.Sedangkan Martin, tentu saja dia terlihat santai dan tengah berusaha untuk mencairkan suasana."Em, well, sebuah kebetulan ya," ucapku tiba-tiba, melanjutkan usaha Martin."Ya, Kami sedang BERKENCAN, dan kebetulan Pak Martin melihat Kami, lalu mengajak Kami untuk ikut bergabung bersamanya," jawab Lisa dengan sinis dan penuh penekanan di beberapa bagian katanya seakan ia sedang pamer padaku."Hoo begitu, lantas kenapa Kalian masih di sini? Pak Martin ya yang menghalangi Kalian?" Aku membalasnya dengan senyuman."Aduh Pak, seharusnya Bapak jangan mengganggu orang pacaran, lihat tuh Lisa sampai tampak kesal begi
Setelah berhasil membuat Lisa luluh, setelah semua selesai makan, akhirnya kami berempat pergi ke game arcade untuk memainkan permainan yang kutantangkan pada Reynold.Sepasang kekasih itu berjalan di belakang aku dan Martin dengan Lisa yang tampak tidak melepaskan pelukannya pada lengan Reynold seakan ia benar-benar seperti seorang anjing yang takut kehilangan tuannya."Ck! Dasar gadis menyebalkan!" rutukku dalam hati setelah aku mencoba mencuri pandang ke belakang untuk memeriksa kedua orang itu.GREP!Tiba-tiba Martin memegangi pergelangan tanganku dan langsung menarikku untuk berlari mengikutinya."E ... Eh?! Pak, Kita mau-""Bella! Ayo cepat Kita tandai mesin permainannya! Lihatlah! Banyak orang yang mendekat ke sana!" seru pria itu tanpa menghentikan berlarinya, menyelaku yang hendak mempertanyakan apa yang akan ia lakukan.Benar saja, saat kami sampai ke permainan tembak-tembakkan itu terlebih dulu, tampak orang-orang yang kalah cepat itu memasang tampang kecewa sangat berbandi
"Bos, Kau memanggilku?" ucap seorang wanita yang bernama Erica Rhouden, seorang bawahan Chris dengan kemampuan bertarung yang tak kalah kuat dari Wendy dan memiliki kemampuan memata-matai yang luar biasa.Pria casanova yang tengah bersiap diri untuk bertemu bos besar itu menoleh pada wanita yang baru saja Rudolf panggilkan untuknya dengan mata yang menyipit seakan ia sedang menilik wanita itu baik-baik. Ia menggeleng kecil, dan ketika selesai dengan apa yang sedang dilakukannya ia pun duduk di tempat duduknya."Duduklah!" seru Chris sembari menunjuk sofa yang ada di depannya.Wanita itu melakukan apa yang dikatakan bosnya itu, dan duduk dengan tegak sambil menunjukkan tampang yang begitu penasaran pada pria tampan itu."Baiklah sekarang Aku punya misi untukmu, dan harus dilaksanakan sekarang juga!" ucap Chris dengan serius pada wanita itu.Erica mengangguk dengan tegas, ia sudah sangat siap untuk menerima tugas yang sering kali didapatnya secara dadakan dari pria yang suka seenaknya i
POV Wendy."Pria ini benar-benar ... DIA BENAR-BENAR TIDAK BISA MEMBUATKU BERISTIRAHAT BARANG SEJENAK!" keluhku di balik senyum ramahku pada Martin yang sampai jam 9 malam ini tidak membiarkanku untuk pulang.Setelah dari mall, Martin memintaku untuk menemaninya ke suatu tempat yang katanya 'menyenangkan,' dan meski kutahu bahwa itu akan sangat merepotkan, tetapi aku pun mengiyakannya sehingga di sinilah kami sekarang, di sebuah taman bermain besar di kota ini. Aku sudah memberi kode padanya, dan bahkan dengan gamblang meminta izin padanya untuk pulang, tetapi apa yang dia katakan? Ya, dia mengatakan 'Pulang? Bukankah ini belum terlalu malam?' Atau mengatakan 'Hm? Ya, ya, Kau boleh pulang setelah Kita menaiki wahana itu!' Memang dasar, dia memang seperti anak-anak yang sangat sulit sekali untuk disuruh pulang ketika sedang bermain, benar-benar merepotkan. Sepertinya jalan satu-satunya agar ia mau mendengarku adalah dengan memarahinya, sebagaimana seorang ibu yang akan marahi dan men
Miranda menatapku dengan penuh intimidasi. Ia berdiri tepat di hadapanku sehingga karena dia yang lebih tinggi dariku itu membuatku harus mendongakkan kepalaku agar mata kami bertemu."Kau hanya diam memandangiku seperti itu? Apakah Kau tidak tertarik dengan apa yang sedang kulakukan, hm?" ucap wanita itu akhirnya angkat bicara lagi setelah kami hanya saling menatap tajam satu sama lain."Aku boleh mempertanyakan hal itu?" balasku dengan malas.Wanita itu menatapku dengan sengit, dan mengangkat tangannya.WUT!WUT!Tiba-tiba saja wanita itu melayangkan tinju beruntun ke arahku. Gerakannya begitu cepat, tetapi sayang sekali kecepatannya dan akurasinya masih bisa kuimbangi sehingga tak ada satu pun serangannya yang berhasil mengenaiku.BUAGH!Ketika ia lengah, aku pun berhasil meninju perutnya dengan cukup keras sehingga cukup untuk membuatnya tersungkur. Berterimakasihlah pada tinggi badanku yang tak lebih tinggi dari wanita itu sehingga membuatku bisa dengan mudahnya meraih titik terl
Melihat pemuda itu masuk ke dalam ruangan dengan lempengnya, tanpa pikir panjang, aku juga langsung mengikutinya."Em, Rob, terima kasih, Aku harus segera masuk!" ucapku pada pemuda yang berjalan bersamaku itu.Tanpa menunggunya merespons ucapanku, dengan segera aku melengos pergi masuk ke dalam ruangan perkuliahan Martin."Sampai nanti Bella!" Aku tidak melihatnya, tetapi ia berteriak begitu keras di belakangku."Ya ampun! Mengapa dia berteriak begitu keras sekali sih?!" rutukku di dalam hati yang sesungguhnya sangat malu dengan teriakan itu.Ketika masuk ke dalam ruangan, dengan sigap mataku langsung mencari sosok Reynold. "Ah! Itu dia!" gumamku dengan begitu ceria ketika kulihat sosok pria tampan itu tengah duduk di barisan paling depan, seperti biasanya.Melihat tak ada yang menemaninya di sana, dengan segera langsung menduduki kursi kosong yang berada di sampingnya."Hallo Rey! Selamat pagi!" sapaku dengan begitu riang pada pemuda bermata seperti es itu.Tapi Reynold tidak membal
Ia menatap kedua mataku semakin intens setelah menanyakan hal yang membuatku kaget bukan main sebab kupikir dia bertanya seperti itu karena ia mulai mencurigaiku. "Ha ... hah? Apa maksudmu?" tanyaku dengan gugup dan aku bisa merasakan keringat mulai bercucuran di sekujur tubuhku. Dia tidak berkata lagi. Pandangan dinginnya terus terkuci pada mataku sangat lama sehingga mambuatku malah membalikkan pertanyaan padanya karena tingkah anehnya ini. "Rey, seharusnya Aku yang bertanya, apa yang Kau inginkan dariku sekang, hm?" ucapku dengan segenap keberanian, menyembunyikan perasaan gugup ini. Wajahnya semakin mendekat, dan sungguh saat ini aku benar-benar merasa jantungku akan meledak karena saking deg-degannya memikirkan adegan yang akan terjadi selanjutnya di antara aku dan pemuda itu. Sontak karena hal itu, aku langsung menutup mataku karena terlalu malu untuk melihat apa yang hendak ia lakukan. "Tidak ada, Aku hanya sangat senang melihat tampangmu yang seperti ini!" bisik Reynold den
"Oh! Tuan Michael!" Martin yang saat ini sedang berada di gedung kementerian pendidikan pusat itu tanpa sengaja bertemu dengan Michael Clifford. Ayahnya Reynold ini memang sedang berada di luar kota dari kemarin untuk bertemu seseorang, dan secara kebetulan orang itu baru bisa ditemui hari ini di tempat yang sama dengan Martin berada saat ini. Michael yang mendengar seseorang memanggil namanya itu, menoleh dan tampak raut wajahnya begitu kaget. "Akh! Pria cerewet itu!" pikirnya yang sebenarnya begitu malas bertemu dengan orang yang dikenalnya. "Apa kabar, Tuan?" tanya pria itu setelah ia berdiri tepat di hadapan detektif terkenal itu. "Hai Martin. Well, seperti biasa kabarku begini-begini saja. Bagaimana denganmu?" jawab Michael sembari menjabat tangan dosen pembimbing putranya itu. "Tetap bahagia menjadi pengajar!" tegasnya dengan begitu ceria. "Well, tampak sekali ..." ucap Michael dengan senyum ramahnya. "Tugas kampus kah?" sambungnya, memastikan tujuan keberadaan pria itu di