Malam yang gelap gulita, kira-kira sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Waktu yang orang normal gunakan untuk tidur dan beristirahat setelah aktivitas mereka di siang hari. Namun, tidak dengan gadis cantik berambut hitam panjang bermata hijau ini, ia tengah berdiri memandang dingin seorang pria yang tergeletak di hadapannya dengan bermandikan sinar rembulan. Pria itu meringkuk di atas genangan darah yang berasal dari tubuhnya dengan luka menganga akibat tikaman diperutnya. Kulitnya sudah terasa dingin dan badannya kaku, dengan begitu dapat dipastikan bahwa pria itu sudah tewas.
Gadis cantik itu tidak terganggu dengan mayat yang tergeletak di hadapannya itu, ia malah menatapnya dengan dingin tanpa ekspresi seakan hal itu bukanlah apa-apa baginya. "Ini terlalu mudah," gumam gadis itu sembari berlalu tanpa memedulikan apa yang baru saja dilihatnya. Wendy Madeline, itulah nama gadis dingin itu. Ia adalah salah satu anggota kelas menengah organisasi mafia Coltello. Tugasnya sangatlah mudah baginya, yaitu hanyalah sebagai seorang eksekutor. Seperti yang dilakukan saat ini, dia baru saja menyelesaikan misinya untuk mengeksekusi seorang pria yang dulunya adalah salah satu anggota organisasi mafia itu. Kesalahan tak termaafkan pria ini adalah membelot dari organisasi dan membocorkan semua rahasia organisasi pada seorang pria yang bernama Michael Clifford, seorang detektif swasta yang memiliki hubungan baik dengan pemerintah. Drrttt.... Drrttt.... Drrttt... Dering itu berasal dari ponsel Wendy, di layarnya tertulis panggilan dari seseorang yang bernama Chris. Melihat nama yang tertulis di layar ponselnya itu, tanpa berpikir panjang, Wendy langsung menerima panggilannya, meski sebenarnya ia sangat malas berurusan dengan orang itu. "Halo!" Wendy menjawab panggilan itu. "Hai Wendy! Bagaimana dengan tugasmu?" tanya orang yang bernama Chris dari ujung sambungan. "Sudah kuselesaikan," jawab Wendy dingin. "Bagus, bagus, Kau memang gadis yang sangat bisa diandalkan! Aku sangat bangga padamu," ujar pria itu. "Apakah Kau yakin Kita hanya perlu membiarkan jasadnya di taman begitu saja?" tanya Wendy memastikan. "Ahahaha, biarkan si brengsek itu jadi bahan tontonan di berita utama besok pagi, sekaligus peringatan bagi si Michael Clifford agar ia tidak macam-macam pada Kita," jawab Chris dengan santai. "Chris, bukannya hanya dengan begitu saja tidak akan berpengaruh apa-apa? Apa lagi si brengsek ini sudah mengatakan semuanya pada orang itu," tanya Wendy yang tidak mengerti dengan jalan pikir atasannya. "Wendy, Wendy, Aku tidak peduli, yang kupikirkan sekarang adalah membuat mental orang ini hancur," jawab Chris dengan santainya seakan apa yang dikatakannya itu tidak dipikirkan matang-matang. "Kau memang sangat suka melihat orang menderita ya," komentar Wendy dengan ketus. "Well, Kau tahu Aku dan Aku tahu Kau. Kau tidak beda jauh denganku, yang membedakan Kita hanya jenis kelamin saja!" jawab pria itu yang terdengar sangat senang dengan perkataannya sendiri. Wendy hanya diam, sebenarnya ia tidak setuju dengan apa yang dikatakan pria brengsek itu. Ia merasa bahwa pria itu jauh lebih kejam dari dirinya sehingga sudah sepatutnya dirinya tidak disamakan dengannya. Namun ia tidak ingin memperpanjang masalah, dan membiarkannya mengatakan apa yang ingin katakan. "Wendy sayang, sekarang Kau pulang dan beristirahatlah! Temui Aku siang ini dengan wajah cantikmu itu," ucap Chris dengan nada menggoda. "Untuk apa?" tanya Wendy dengan ketus. "Baby, Aku hanya ingin bertemu denganmu-" Perkataan Chris terpotong karena Wendy menyela saat ia belum selesai mengatakan kalimatnya. "Kau tahu? Aku sangat jijik dengan sifat sok casanovamu, jadi hentikan itu!" seru Wendy yang sudah sangat muak dengan setiap perkataan yang keluar dari mulut atasannya yang memang selalu manis pada tiap wanita yang ia temui. "Woa, woa, woa, janganlah Kau galak-galak seperti itu, Aku benar-benar ingin bertemu denganmu untuk-" "Ya, sudah kuduga, ada sesuatu di balik kata-kata menjijikkan itu!" Wendy kembali menyela perkataan Chris dengan sinis. Pria itu tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Wendy. "Hahaha, Kau memang tahu Aku! Baiklah karena Aku tidak bisa membicarakannya sekarang, jadi jangan lupa temui Aku nanti siang jam 1 di kantorku!" seru Chris yang kemudian menutup teleponnya dengan bahagia. Begitulah bagaimana percakapan sigkat itu berakhir. Setelah sambungan dari orang orang menyebalkan itu terputus, akhirnya Wendy pergi dan pulang ke rumahnya untuk beristirahat. Meskipun ia tidak menyukai Chris, si atasannya itu, tapi ia selalu melakukan apa yang pria itu perintahkan padanya karena sejujurnya ia merasa takut dengan hal kejam apa yang akan Chris lakukan pada hidupnya. *** Hari sudah siang dan waktu sudah menunjukkan pukul 12.10. Saat ini Wendy sudah berpakaian rapi dan tengah berdandan untuk bertemu dengan Chris di kantornya. Sebenarnya Wendy sangat tidak suka berdandan, tetapi karena ini adalah perintah dari Chris, mau tidak mau ia harus melakukannya. Hanya butuh waktu kurang lebih 20 menit bagi Wendy untuk berdandan cantik demi atasannya itu, sehingga barulah pada pukul 12.35 ia mulai berangkat ke kantor Chris dengan taksi online yang dipesannya. Jarak antara kantor Chris dengan apartment yang ditinggali Wendy tidak terlalu jauh, hanya berjarak 20 menit dengan mobil yang berkecepatan 40 km/jam, jadi jika diperkiraan ia akan sampai ke kantor itu pada pukul 12.55. Namun tidak seperti rencana, ternyata jalanan yang macet membuatnya terlambat 40 menit dari waktu yang telah dijanjikan. Saat ia membuka pintu ruangan Chris, ia langsung disuguhi dengan pemandangan pria tampan bertampang playboy itu tengah duduk di mejanya dengan tangan terlipat di dada sambil menatap tajam ke arahnya. Tanpa memedulikan gestur itu, Wendy langsung masuk ke dalam ruangan dan menutup kembali pintunya rapat-rapat. "Selamat siang!" sapa Wendy memberi salam pada atasannya yang terlihat kesal itu tanpa merasa bersalah. "Apakah Kau mau membela diri?" tanya Chris tanpa menimpali sapaan Wendy terlebih dahulu. "Aku tidak merasa salah," jawab Wendy dengan tampang lempeng seperti menunjukkan bahwa ia benar-benar tidak merasa bersalah. Chris menghela napas panjang sebelum ia berkata. "Hah~ jika Aku seorang wanita, sekarang Aku pasti sudah ngambek," ucap Chris menyindir Wendy yang datang sangat terlambat untuk menemuinya. "Terserah Kau saja! Terlambat itu bukan keinginanku, Kau salahkan saja jalanan yang sangat macet di luar sana!" ujar Wendy tidak terganggu dengan perkataan Chris. "Oh, dan Kau salahkan juga dirimu sendiri karena membuatku harus selalu berdandan tiap kali akan menemuimu! Aku akan lebih cepat sampai kesini kalau Kau tidak memerintahkanku melakukan hal-hal aneh seperti itu!" sambungnya. Sembari memasang senyum di wajahnya yang tampan itu, Chris berdiri dari tempat ia duduk dan berjalan menghampiri Wendy yang tengah berdiri tegap di hadapannya. Kemudian dengan senyum yang belum memudar dari wajahnya ia berdiri di belakang Wendy dan memeluknya dengan sangat lembut. "Wendy, Kau sangat cantik hari ini, tidak sia-sia Aku menyuruhmu untuk berdandan, Kau melaksanakan tugasmu dengan sangat baik! Tapi sayang sekali Kau selalu saja memprotesku, padahal Aku ini atasanmu loh," ucap Chris dengan nada suara yang sangat lembut. "Kau tahu? Aku bisa saja memberimu hukuman saat ini juga!" bisiknya di telinga Wendy dengan nada menggoda. Wendy tidak bereaksi sedikitpun dengan apa yang dilakukan atasannya, ia seperti sudah terbiasa dengan tingkah laku menyebalkannya itu. "Sampai kapan Kau akan menggodaku seperti ini, hm?" ucap Wendy datar. "Jika Kau ingin menghukumku, hukum Aku sekarang juga! Tidak usah buang-buang waktu dengan tingkah konyolmu itu!" sambungnya sembari berusaha membebaskan diri dari pelukan pria itu. "Galak seperti biasa! Aku suka itu!" ucap Chris yang kemudian dengan suka rela melepaskan pelukannya. "Well, untuk kali ini Aku tidak akan menghukummu, karena perasaanku sedang sangat baik hari ini," sambungnya sembari duduk di atas mejanya. Wendy hanya terdiam, menunggu apa yang akan dikatakan orang menyebalkan ini selanjutnya. "Aku punya misi untukmu," ujar Chris sembari menyodorkan sebuah map coklat pada Wendy. Wendy menerimanya dan membuka map itu untuk melihat isinya. "Itu adalah rincian dari targetmu selanjutnya," ucap Chris. "Targetmu kali ini adalah Reynold Clifford, putera dari Michael Clifford, dia adalah seorang mahasiswa kriminologi, di Universitas Lione. Hal yang harus Kau lakukan adalah mendekatinya dan membuatnya tergila-gila padamu," tutur Chris sembari memandang Wendy yang sedang memeriksa isi amplop yang ia berikan itu. "Hoo ... jadi Aku tidak perlu menghabisinya ya, itu ba-" "Tentu saja itu juga, bukannya Kau itu sang eksekutor? Tugas itu pasti akan selalu melekat padamu," sela Chris, meluruskan apa yang dipikirkan Wendy. "Huft~" Wendy hanya bisa menghela napas mendengar perkataan Chris. "Kau akan menyamar sebagai mahasiswi di kampus dan jurusan yang sama dengannya, Kau dekati dia dan ambil hatinya bagaimanapun caranya," tutur Chris. "Setelah itu, Aku harus mengancam Michael Clifford, mengatakan bahwa jika ia berani membongkar rahasia organisasi pada pemerintah, maka Aku akan menghabisi anaknya, intinya begitu kan?" tanya Wendy memastikan. "Hahaha, seperti yang diharapkan dari seorang eksekutor! Ya, kurang lebih seperti itu. Tetapi seharusnya Kau tahu bahwa itu bukanlah sebuah ancaman saja, tetapi Kau memang benar-benar harus menghabisinya di akhir, " ucap Chris sambil tertawa. "Jika Reynold tergila-gila padamu, ia akan tunduk padamu dan itu akan sangat menyakitkan bagi ayahnya, apa lagi kalau dia tahu bahwa wanita yang dicintai oleh putranya akan menghabisi putera satu-satunya itu, hehehe, Aku tidak sabar menunggu saat itu tiba!" sambungnya yang tampak sangat bersemangat seakan ia sedang membayangkan hal yang ia inginkan itu terjadi di masa depan. “Berapa lama waktuku untuk menyelesaikan misi ini?” Wendy ingin memastikan terlebih dahulu karena ia tahu sendiri bahwa misi itu bukanlah hal yang mudah baginya yang hanyalah seorang eksekutor itu. “Well, karena Aku tahu misi ini sangat sulit jadi estimasi yang kuberikan padamu maksimal satu semester.” Chris berkata dengan mantap. “Tunggu dulu! Itu waktu yang sangat lama, bagaimana jika Michael Clifford menyebarkan rahasia organisasi dalam jangka waktu itu? Bukan itu sangat berbahaya?” Wendy sejujurnya sangat terkejut mengetahui hal itu, ia berpikir bahwa apa yang dipikirkan Chris terkesan seperti bermain-main saja tanpa pemikiran yang matang. Chris tertawa, sambil menggeleng kecil ia memeriksa ponselnya, dan tanpa memperlihatkan apa yang sedang dilihatnya itu, ia berkata, “Dia tidak akan melakukan apa pun pada rahasia organisasi yang hanya setengah-setengah itu.” Wendy hanya mengerutkan keningnya seakan menunjukkan bahwa dirinya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Chris, karena setahunya Michel Clifford memiliki semua yang dibutuhkan untuk melawan organisasi. "Lantas bagaimana dengan balas dendam? Bukannya dengan begitu dia akan membalas dendam pada Kita karena telah membunuh putranya? Kita semua tahu bahwa pria itu sangat jenius, Aku yakin jika dia memiliki motivasi seperti itu maka kejeniusannya akan semakin menjadi dan mungkin malah akan membuatnya semakin mudah menemukan cara untuk menjatuhkan Kita?" Wendy semakin kritis karena ia mendapati berbagai celah dari misi yang Chris berikan padanya. Mendengar sanggahan itu, Chris tersenyum miring sembari memandang rendah Wendy. "Jangan Kau pertanyakan itu! Tugasmu hanyalah melakukan apa yang kuperintahkan padamu!" ujarnya dengan dingin. Wendy terdiam, tak berani membantah lagi. Ia menundukkan kepalanya dan pandangannya beralih kembali memandangi foto targetnya yang merupakan seorang pemuda rupawan berumur 20 tahun. Pemuda yang memiliki postur tinggi tegap dengan potongan rambut rapi berwarna coklat dan sorot mata oranyenya yang tegas membuatnya terlihat sangat maskulin. "Pemuda ini sangat tampan," komentar Wendy setelah ia selesai mempelajari rupa targetnya. Chris yang mendengar pujian dari mulut Wendy itu langsung beralih dari ponselnya, lalu memprotes pujian itu, "Hey! Kau tidak pernah sekali pun memuji ketampananku!" Wendy hanya melirik sejenak pada atasannya itu, lalu kembali beralih pada potret targetnya. "Karena tampang mu biasa saja!" jawab Wendy sembari menatap sinis Chris. "Waw, perkataanmu menusuk sekali!" ujar Chris. "Hm, satu hal lagi yang tidak kumengerti," ucap Wendy. "Apa Baby?" tanya Chris penasaran sembari mengangkat alisnya. "Mengapa Kau memberikan misi ini padaku? Bukannya banyak anggota lain yang lebih berpengalaman untuk menggoda seorang pria?" tanya Wendy yang sangat penasaran pada atasannya itu, karena ia tahu sendiri bahwa dirinya tidak hebat dalam hal goda menggoda, apa lagi sampai menaklukan hati targetnya. "Well, karena target kali ini berbeda, dia pemuda yang sangat sulit didekati," jawab Chris. "Justru itu, bukannya lebih baik anggota yang sudah terbiasa menghadapi hal seperti itu saja yang mendapat misi ini?" Wendy masih berusaha mendesak Chris untuk memberitahu alasannya memilih dirinya untuk menyelesaikan misi itu. "Sudah kubilang pemuda ini sangat sulit untuk didekati, ia memiliki selera yang berbeda dari kebanyakan pemuda lain," jawab Chris. "Tapi-" "Kau lakukan saja tugasmu! Atau Kau benar-benar akan mendapat hukuman dariku yang akan membuatmu menangis dan berharap tidak pernah dilahirkan ke dunia!" Chris menyela perkataan Wendy dengan wajah yang sangat serius dan menyeramkan. Wendy tertegun mendengar ancaman itu, ia tidak berani untuk berbicara lagi apa lagi setelah melihat perubahan ekspresi atasannya itu. Masih menatap tajam wanita itu, Chris kembali berkata, “Kau adalah orang yang juga sulit didekati dan tak mudah terbawa suasana, Aku memberikan misi ini padamu karena Aku yakin Kau akan melakukannya tanpa perasaan.” Wendy tersentak mendengar perkataan terakhir Chris yang terdengar sangat serius itu. "Well, kalau begitu Aku akan mempelajari dulu semua informasi ini," ucapnya kemudian sembari menatap wajah Chris yang terlihat dingin yang mengandung kemarahan di dalamnya. "Moodnya berubah sangat cepat, Aku harus segera pergi sebelum hal buruk terjadi!" pikirnya yang sudah merasakan suasana yang begitu mencekam di ruangan tempat ia berada saat ini. "Aku permisi, selamat siang!" ucapnya berpamitan pada atasannya yang terlihat sangat kesal itu. Chris tidak menjawab, ia masih sibuk memandangi Wendy yang hendak meninggalkan ruangannya. JGLEK! Saat pintu sudah terbuka dan Wendy hendak menarik pintunya agar ia bisa keluar, tiba-tiba dengan cepat tangan Chris langsung mendorong pintu itu sehingga pintu tertutup kembali dengan sangat keras sebelum Wendy sempat keluar. Jelas saja Wendy sangat terkejut dengan tingkah Chris yang tiba-tiba itu. Ia kemudian menoleh pada Chris yang tengah menghalanginya untuk keluar. Tanpa berkata apapun, tangan Chris beralih pada pinggang gadis mungil itu dan kemudian menariknya mendekat padanya. "A ... apa-apaan ini?" tanya Wendy yang berusaha tetap tenang meski sebenarnya ia kaget setengah mati dengan apa yang dilakukan pria itu. Tanpa menghiraukan pertanyaan Wendy, wajah pria tampan itu malah mendekat pada wajahnya, lalu berhenti untuk berkata sesuatu, "Apakah lipstik yang Kau pakai itu memiliki rasa?" tanyanya sembari memandangi bibir Wendy yang lembut itu dengan sangat serius. "Apa maksudmu?" tanya Wendy yang sekarang mulai merasa terancam. "JAWAB AKU?!" bentak Chris yang terdengar sangat marah. "I ... iya," jawab Wendy dengan keringat yang bercucuran di keningnya. Mendengar jawabannya itu, ia kemudian mendekatkan bibirnya dengan bibir mungil Wendy seraya berkata, "Kalau begitu Aku sangat ingin merasakannya, Baby." Mengetahui bahwa sepertinya Chris akan menciumnya, Wendy hanya pasrah dan langsung memejamkan mata, tidak ingin melihat apa yang hendak dia lakukan padanya. Namun, sudah cukup lama ia menutup mata, ia tidak merasakan bibir pria kurang ajar itu mendarat di bibirnya. Wendy akhirnya membuka matanya dan mendapati ternyata pria itu hanya memandanginya dari jarak yang sangat dekat. "Apa? Kau berharap Aku akan mencium bibirmu yang menggoda itu?" tanya Chris setelah ia melihat Wendy membuka matanya dan terlihat sangat heran. Wendy tidak menjawab, ia tidak ingin mood pria kurang ajar ini kembali buruk. "Mood orang ini kembali lagi," pikir Wendy setelah melihat raut wajah Chris yang kembali seperti semula. "Baby, Kau jangan malah jatuh hati pada pemuda itu ya!" seru Chris sembari mengusap keringat yang membasahi kening Wendy dan kemudian menjilat jemarinya yang basah oleh keringatnya. "Atau Aku akan langsung turun tangan dan membunuh pemuda itu dengan tanganku sendiri, lalu Aku akan menghukummu, dan Kau pasti tidak akan bisa membayangkan hukuman apa yang kumaksud ini!" sambungnya sembari menatap tajam mata Wendy seakan mengatakan bahwa ia tidak main-main dengan apa yang dikatakannya. Wendy hanya mengangguk, ia tak sanggup berkata ketika melihat Chris berada pada mode menyeramkan seperti ini. "Bagus, itu jawaban yang kuinginkan," ucap Chris sembari mengelus pipi Wendy dengan jemarinya. "Nah, kau boleh pergi sekarang," sambungnya sembari melepaskan tangannya dari pinggang Wendy. Setelah terbebas dari cengkraman pria menyeramkan itu, Wendy langsung berbalik dan bergegas keluar dari ruangan Chris. "Aarrgghh...Sialan! Pria itu memang suka seenaknya! Aku ingin sekali menghabisinya!" teriak Wendy dalam hati yang sebenarnya sungguh sangat geregetan dengan tingkah Chris.Sepulangnya dari kantor Chris, Wendy langsung mengurung diri di ruang kerjanya yang sangat dipenuhi oleh kertas-kertas dan benang-benang merah yang ditempel di dindingnya. Kertas-kertas itu merupakan berkas-berkas mengenai target-targetnya dan benang merah berfungsi sebagai penghubung antara target dengan hal-hal lainnya. Selain itu di ruang kerjanya terdapat beberapa senjata seperti pistol, katana, pisau, dan lain sebagainya yang tersimpan rapi dalam lemari kaca, sungguh ruangan yang sangat menggambarkan sekali seorang eksekutor.Wendy duduk di kursi kebesarannya sembari membuka lembar demi lembar berkas informasi tentang targetnya kali ini, Reynold Clifford.Wendy sangat sulit sekali untuk fokus mempelajari berkas informasi targetnya, karena matanya selalu teralihkan pada potret targetnya yang sangat menawan itu. Merasa terganggu dengan foto itu, ia lalu berdiri dan menghampiri tembok yang masih memiliki ruang kosong dan menempelkan foto targetnya itu di sana."Bagaimana cara untuk
"Kenapa orang ini malah jadi mengikutiku?" pikir Wendy sembari melirik Reynold yang pada akhirnya malah ikut berjalan bersamanya menuju sebuah lapangan di dekat rumahnya."Nah Kita sudah sampai, Kau tadi bilang akan mengelilingi lapangan ini bukan?" tanya Reynold pada Wendy.Lapangan yang berada dekat dengan rumah Reynold itu saat ini terlihat tidak terlalu ramai, ada beberapa orang yang tengah duduk-duduk bercengkerama di lapangan, joging, atau hanya berjalan-jalan saja di sana. Lapangan yang ternyata tidak sepi itu membuat Reynold merasa lega, karena ia akhirnya bisa pergi dengan tenang."Di sini sepertinya tidak terlalu sepi, jadi Aku pulang ya," ucap Reynold yang langsung bergegas meninggalkan Wendy di lapangan.Wendy hanya diam melihat punggung Reynold yang kian lama kian menjauh, ia benar-benar tidak mengerti alasan mengapa Reynold ikut bersamanya ke lapangan dan tiba-tiba meninggalkannya sendirian di sana."Tunggu dulu! Apakah itu maksudnya dia hanya ingin memastikan Aku aman s
Beberapa hari kemudian.Hari ini adalah hari pertama Wendy masuk ke kampus yang sama dengan Reynold. Ia berdandan sangat natural seperti mahasiswi normal pada umumnya dengan tubuhnya yang tidak terlalu tinggi dan wajahnya yang tidak boros membuat sosoknya bisa berbaur dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya. Selain itu, ia juga berangkat ke sekolah menggunakan kendaraan umum, menggendong tas yang berisi buku-buku mata kuliah hari ini, tersenyum ramah pada pak satpam yang berjaga di pos satpam universitas, pokonya ia benar-benar sudah seperti mahasiswi ramah normal yang datang ke kampus untuk menuntut ilmu.Beberapa hari sebelum memulai misinya di kampus ini, Wendy mendapatkan beberapa rincian mengenai identitas yang akan ia gunakan dalam misi ini dari Chris. Ia akan menggunakan identitas Bella Valentine untuk menutupi identitas alinya. Chris benar-benar menuliskan semua rinciannya dengan sangat detail, termasuk dengan kepribadian, dandanan, serta gaya berpakaian yang harus Wendy gunakan
Karena di hari pertama perkuliahan tidak ada penyampaian materi perkuliahan, setelah selesai mengabsen dan memberi sedikit pengarahan, serta sesi tanya jawab, Martin pun akhirnya mengakhiri kelas.Semua mahasiswa dan mahasiswi pergi meninggalkan kelas, terkecuali Wendy, karena ia diminta Martin untuk jangan dulu meninggalkan ruangan. Oleh karena itu, Wendy hanya duduk manis di tempat duduknya melihat satu persatu teman kelas melewati pintu.Ia lalu mengalihkan pandangannya pada DPA-nya yang tampak sedang sibuk memeriksa ponselnya sembari menunggu semua orang meninggalkan kelas. "Hm, apa saja yang ingin dia bicarakan denganku ya?" pikir Wendy.Ting!Tiba-tiba ponsel Wendy berdering, pertanda sebuah pesan singkat baru saja terkirim padanya.Menyadari hal itu, Wendy langsung mengambil ponselnya untuk mengetahui siapakah si pengirim pesan itu.Setelah memastikannya seketika wajah manis gadis itu tertekuk, tampak sekali raut wajahnya sangat tidak senang dengan apa yang dibacanya."Semangat
POV Wendy.Aku sudah cukup lama berdiri di sini, berusaha menguping pembicaraan kedua pria itu di dalam sana. Namun sayang sekali aku tidak bisa mendengar dengan jelas mengenai apa yang sedang mereka bicarakan karena situasi di sekitarku yang begitu riuh, ditambah lagi baik suara Reynold maupun Martin, keduanya terdengar sangat pelan sehingga hal itu membuatku terpikir bahwa di dalam sana mereka benar-benar sedang membicarakan sesuatu yang sangat serius."Apakah mereka benar-benar mencurigaiku sehingga mereka mengikatkan kewaspadaan mereka?" pikirku, memikirkan kemungkinan terburuk itu."Hm, tapi jika demikian, mengapa Martin mencurigaiku? Dia hanya seorang dosen yang tak ada sangkut-pautnya dengan organisasi, dia murni orang luar yang seharusnya tidak ada keterkaitan apa-apa sehingga seharusnya dia bukanlah ancaman ... Seharusnya yang aku khawatirkan adalah Reynold, dia pasti tahu sesuatu mengenai kasus pembunuhan si brengsek itu dari ayahnya, mungkin saja dia saat ini sedang meningk
Gadis itu tampak sangat senang dengan sanjungan yang kulontarkan padanya. Tampangnya yang judes itu berubah menjadi senang dengan diwarnai segaris kebanggaan yang begitu tinggi."Hahahaha, orang bodoh sekali pun akan menyadari betapa beraninya Aku. Well, mau bagaimana lagi, keberadaanku memang tidak bisa disamarkan." Dia malah memuji dirinya sendiri dengan sangat percaya diri. Sungguh kepercayadiriannya patut untuk diapresiasi."Kau benar, Aku harus banyak belajar padamu," timpalku yang masih mengikuti alur, dan tentunya berusaha menarik simpati gadis itu agar di kemudian hari ia mau dengan suka rela membantuku mengejar Reynold.Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan senyum penuh kemenangan. "Well, lagi pula sebagai mahasiswi baru seharusnya Kau menyadari bahwa Kau memerlukan seseorang untuk membantumu beradaptasi ... Karena Aku adalah orang baik, jadi tak ada pilihan lain bagiku selain membantumu!" tuturnya."Berhasil!" Jelas, mendengar ungkapan sok itu aku sangat se
DUG!Aku langsung masuk ke dalam apartemenku dan setelah itu mengunci pintunya rapat-rapat. Melihat Chris barusan, membuatku sedikit khawatir dan tentunya dengan melihatnya juga membuat suasana hatiku menjadi buruk."Akhirnya Aku sendirian," gumamku yang seketika merasa begitu lega berada sendirian di rumah.Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...Tak lama, ponselku berdering, dan seperti yang kupikirkan, panggilan itu benar-benar dari Chris.Aku terpaku sejenak memandangi layar ponsel karena hal itu membuatku khawatir dengan hal apa yang akan pria brengsek itu bicarakan padaku.Namun karena aku tidak bisa mengabaikan panggilan itu, dengan sangat berat hari aku pun menerima panggilannya."Bicaralah!" Seperti biasa, aku menjawab panggilannya dengan ketus."Hai Baby ... Kenapa? Kenapa Kau terdengar tidak santai seperti itu, hm? Santai saja, Aku tidak menggigit kok, kecuali jika Kau menginginkannya, hehehe." Chris berkata normal seakan tak ada apa-apa sehingga kukira kali ini dia tidak menda
Sungguh aku merasa bahwa hari ini adalah hari keberuntunganku. Selain karena bisa berbincang sebentar dengan Reynold meski pembicaraan itu sangat absurt sekali, aku juga satu kelompok dengannya dalam sebuah tugas kelompok yang memiliki jangka waktu pengerjaan satu bulan. Satu bulan waktu yang sangat lama, tapi mengingat pertemuan untuk mengerjakan tugas itu tidak mungkin satu bulan penuh, jadi bisa diestimasikan waktu pertemuan itu minimal satu kali dalam satu minggu, atau empat kali dalam satu bulan. Itu artinya, tiap minggu aku memiliki kesempatan untuk menarik perhatian Reynold, dan tentu saja, aku tidak boleh menyia-nyiakan hal itu. "Yap, hanya pada waktu kerja kelompok saja Aku bisa berusaha mendekatinya tanpa takut diganggu oleh hal-hal payah seperti diintimidasi oleh para penggemarnya karena mengerjakan tugas adalah sebuah kewajiban ... Hah~ aku tidak menyangka kesempatan seperti ini datang di saat Aku hampir saja putus asa~" pikirku sembari melangkah dengan perasaan ringan me
Saat ini hari sudah sore. Setelah mendapatkan titik lokasi tempat saat ini Hilde dan Michael berada, tanpa menunggu lama, aku pun langsung berangkat menuju ke tempat itu. Beberapa saat kemudian, aku sampai di depan sebuah gang gelap yang di mulut gangnya tampak cukup ramai karena saat ini adalah jam-jam pulang bagi para pekerja kantoran. Mendapati hal itu, aku hanya mengernyitkan dahi, benar-benar tidak habis pikir mengapa Michael membawa Hilde ke tempat seperti itu. "Hm, titik lokasi yang dikirim Chris sudah benar, tetapi aku tidak melihat mereka ... sebenarnya apa yang sedang mereka berdua lakukan di dalam gang itu?" pikirku dengan memusatkan pandanganku pada gang yang berada tepat di depanku. Wajahku sudah kututup oleh masker, jadi dengan begitu penampakkan wajahku bisa sedikit tersamarkan. Aku harus berhati-hati karena mengingat Michael pernah berinteraksi denganku ketika kami berada di pesta Hilde waktu itu. Dia pria jenius, aku yakin hanya dengan sekali lihat saja dia pa
POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi
Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda
"Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma
Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang
"Aku akan tahu rahasia Reynold! Aku harus berjuang!" pikirku dengan rasa begitu antusias mengikuti langkah targetku ini. Pintu geser kaca otomatis pun langsung terbuka ketika kaki kami menyentuh lantai di depannya. "WOAH ...." Aku memasang tampang bodoh seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam game arcade di dalamnya. Aku langsung beralih pada Reynold dengan antusias, seraya bertanya sambil menarik-narik bajunya, "Rey, Rey! Mau main yang mana dulu ini?" Pemuda itu menoleh padaku dengan malas, lalu berjalan begitu saja menuju ke tempat pembelian koin. "Kau yang pilih!" tegasnya setelah ia membeli koin yang cukup banyak. "Eh? Baiklah!" timpalku dengan bersemangat. Kuedarkan pandanganku untuk mencari mesin permainan yang terlihat menarik untuk pertandingan kami. "Ayo Kita main itu!" Aku menunjuk sebuah mesin game arcade Tekken yang terlihat masih baru tak jauh dari tempat kami berdiri. "Hm." Reynold hanya m
POV Wendy. Kedua mataku terbelalak melihat pemandangan mengejutkan itu. Setelah mencari pemuda itu selama satu setengah jam, akhirnya Aku menemukannya dalam situasi yang membuatku takhabis pikir. Sebuah situasi di mana Reynold terlihat bahagia bercanda dan beberapa kali ia juga tertawa dengan gadis kecil yang terlihat seperti berumur 7 tahunan di punggungnya itu. "Bocah cilik itu siapanya Reynold?" gumamku yang masih tak percaya dengan apa yang kulihat. "Reynold! Luna!" Seorang wanita berlari kecil sambil memanggil mereka. Pemuda dan bocah cilik itu menoleh pada wanita itu. Seorang wanita dewasa yang terlihat manis dan terlihat menenteng kantong kresek. Bocah itu terlihat antusias dan Reynold pun berjalan mendekat pada wanita itu sambil menggendong gadis cilik yang sepertinya bernama Luna itu. Mereka bertiga terlihat bercengkerama bersama dengan menampakkan senyum lepas satu sama lain sehingga mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia. "Aku tida
Michael tengah duduk di depan seorang pria bermantel biru khas seragam kepolisian. Mereka duduk berhadapan dengan tampang si pria dari kepolisian itu terlihat kesal. Sedangkan Michael terlihat begitu santai, takpeduli dengan tampang kesal pria itu. "Jadi, Kau tetap takingin menyerahkan benda yang Kau dapatkan itu?" tanya pria itu dengan gigi bergemertak seakan sedang menahan kekesalannya. "Yaps! Aku berhak menolak karena itu adalah properti pribadiku. Kau ini polisi, pasti Kau sangat tahu hak-hak warga negara bukan?" jawab Michael dengan tenang. "Tuan Michael Clifford, Aku rasa itu bukan benda milikmu, jadi kami berhak untuk mengambilnya demi kepentingan negara!" Polisi itu menyanggah apa yang dikatakan pria yang tampak menyebalkan dengan seringainya yang tiba-tiba saja tampak semenjak mereka bertemu. Michael menghela napas, lalu sidekap di pahanya, lalu berkata, "Kau sepertinya lupa dengan tujuanmu sejak awal. Semenjak Kau datang Kau hanya membicarakan 'benda itu.' Well, Kau