Gadis itu tampak sangat senang dengan sanjungan yang kulontarkan padanya. Tampangnya yang judes itu berubah menjadi senang dengan diwarnai segaris kebanggaan yang begitu tinggi.
"Hahahaha, orang bodoh sekali pun akan menyadari betapa beraninya Aku. Well, mau bagaimana lagi, keberadaanku memang tidak bisa disamarkan." Dia malah memuji dirinya sendiri dengan sangat percaya diri. Sungguh kepercayadiriannya patut untuk diapresiasi."Kau benar, Aku harus banyak belajar padamu," timpalku yang masih mengikuti alur, dan tentunya berusaha menarik simpati gadis itu agar di kemudian hari ia mau dengan suka rela membantuku mengejar Reynold.Ia lalu melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan senyum penuh kemenangan. "Well, lagi pula sebagai mahasiswi baru seharusnya Kau menyadari bahwa Kau memerlukan seseorang untuk membantumu beradaptasi ... Karena Aku adalah orang baik, jadi tak ada pilihan lain bagiku selain membantumu!" tuturnya."Berhasil!" Jelas, mendengar ungkapan sok itu aku sangat senang karna dengan begitu aku memiliki seorang pendukung."Well, Viona, tadi Kau sepertinya ada urusan denganku? Ngomong-ngomong, ada apa ya?" tanyaku sok polos, tak mengerti dengan sindirannya padaku sebelumnya.Viona menampakkan senyum sinisnya kembali sembari memandang ke arahku. "Seperti yang kukatakan sebelumnya, berani sekali Kau sedekat itu dengan Rey!""Hah?" Aku hanya memiringkan kepalaku seakan menunjukkan bahwa aku masih tidak mengerti dengan maksud perkataannya.Gadis itu menghela napas panjang sembari sedikit menggelengkan kepala. "Hah~ Wajar sih jika Kau tidak tahu betapa berbahayanya dekat-dekat dengan Reynold Clifford," ungkapnya."Em, sebelum itu Aku ingin meluruskan, sebenarnya Aku tidak bermaksud dekat-dekat dengan Reynold. Aku kan mahasiswi baru, tadi hanya dia teman sekelas yang masih tersisa, jadi Aku pun mengikutinya, dan dia juga tidak keberatan, jadi ya Aku tidak punya pilihan," Aku menuturkan apa yang terjadi, meski aku sedikit berbohong mengenai maksud dan tujuanku mengikutinya."Hm, benar, dan itu sungguh masuk akal ... Tapi lain kali Kau jangan bertingkah sok akrab seperti itu pada Reynold, atau Kau akan mendapat masalah!" Gadis itu memperingatkanku dengan penuh penekanan seakan hal itu benar-benar sangat serius.Aku terdiam, dalam pikiranku, aku terpikir mengenai apa yang diperingatkan Reynold padaku sebelum aku duduk di sampingnya tadi. "Hm, menarik, dia menyadari hal itu sehingga dia sempat memperingatkanku, apakah itu artinya dia ingin ... melindungiku?"Hal itu membuatku teringat akan apa yang dia lakukan saat pertama kali aku bertemu dengannya ketika sedang mengobservasinya beberapa hari yang lalu. Dia mengantarku sampai ke lapangan dan saat itu aku awalnya sempat mengira bahwa dia mengantarku karena dia hanya ingin memastikan bahwa aku benar-benar sampai ke tempat itu dengan selamat. Namun aku menepisnya, karena ketika aku hendak kembali aku bisa merasakan bahwa pemuda itu mengikutiku di belakangku sehingga hal itu membuatku terpikir bahwa sebenarnya dia hanya mencurigaiku."Apa itu artinya pemikiran pertamaku tidak sepenuhnya salah? Apakah itu artinya diam-diam dia adalah orang yang begitu perhatian?" pikirku lagi, merenungkan kembali apa yang kutahu mengenai pemuda datar nan dingin itu."Oi, Kau dengar tidak?!" Sentakan gadis itu membuatku tersadar dari lamunanku.Sontak aku langsung menggelengkan kepala untuk menyatukan kembali semua pikiranku ke kenyataan. "Ah, ya, ya! Kenapa memangnya? Kenapa dekat dengan Reynold sangat berbahaya?" Aku langsung bertanya meski aku tidak mendengarkan apa yang sebelumnya Viona ceritakan di saat aku sedang melamun.Viona menggelengkan kepala sejenak sebelum akhirnya menjawab apa yang kutanyakan padanya. "Baiklah, akan kuulangi. Kau tahu kan bahwa Reynold itu adalah putra dari Michael Clifford, seorang detektif swasta jenius yang belakangan ini sedang naik daun itu?""Em, benarkah? Aku tahu Michael Clifford, tapi Aku tidak tahu putranya," jawabku dengan polosnya."Ck, ck, ck, Kau ini ternyata kurang update sekali ya, apakah Kau tidak terpikirkan mengenai hal itu setelah mengetahui nama belakang Reynold, hah? Orang bodoh juga pasti akan bertanya-tanya setelah mendengar nama belakangnya itu!" komentarnya dengan mengeluarkan perkataan yang tajam dan raut wajah yang sungguh tidak mengenakkan itu.Melihat dan mendengar bagaimana caranya berkomunikasi, aku sangat yakin gadis ini pasti tidak memiliki teman. "Ya, pantas saja sekarang dia tidak berkeliaran bersama satu atau dua orang teman," pikirku, menyadari hal itu."Hehehe, ya, bagaimana ya ..." Aku hanya cengengesan sebagai bentuk reaksiku terhadap apa yang dikatakannya."Ah, sudahlah, langsung saja pada intinya! Berada di dekatnya berbahaya karena bisa jadi Kau menjadi incaran musuh dari ayahnya itu, dan bahaya lainnya adalah Kau mungkin akan ditindas oleh para penggemar Reynold yang merasa tidak suka dengan kedekatan yang tak bisa mereka dapatkan!" Viona menuturkan dengan berapi-api."Hm, begitu, Baiklah ... Untuk alasan pertama, itu terdengar tidak masuk akal, itu seperti alasan yang dibuat-buat karena kupikir musuh ayahnya Reynold tidak akan berbuat sebodoh itu mengganggu orang yang tidak terlibat apa pun karena itu bisa menarik perhatian dan tentu itu sungguh tidak baik bagi urusan mereka." Aku menyampaikan protesku pada alasan yang pertama karena itu sungguh menggangguku yang notabenenya sangat tahu apa yang dipikirkan musuh-musuh Michael Clifford."Yap, Aku juga berpikir begitu, bagaimana pun Kita adalah mahasiswa kriminologi, mana mungkin Kita berpikir sedangkal itu, tapi kenyataannya rumor seperti itu tetap saja masih beredar di kalangan orang-orang awam itu ... Well, Aku hanya mengatakan sebagian kecil hal yang harus diwaspadai," timpalnya dengan serius sehingga aku pikir dia memang cukup pintar untuk tidak termakan omongan orang begitu saja."Hoo, begitu ... Terus untuk alasan kedua? Bagaimana dengan kekasihnya? Bukannya orang yang seharusnya dirundung oleh gadis-gadis itu adalah kekasihnya itu?" tanyaku makin jauh."Itu pengecualian, tidak ada yang berani melawan gadis itu, dia putri seorang pejabat, selain itu, dia cantik, pintar, primadona kampus, pokoknya terlalu sempurna sehingga membuat siapa pun tak ada yang berani menyinggungnya, bahkan tak ada yang berani menggoda Reynold ketika gadis itu berada di sekitarnya," tuturnya lagi."Ah, ya, pantas saja saat gadis itu datang tak ada yang berani memperhatikan mereka lama-lama," timpalku mengatakan apa yang kulihat sebelum akhirnya mereka berdua pergi."Nah ya, seperti itu! Bagaimana? Sekarang Kau mengerti?" tanyanya memastikan.Aku hanya mengangguk dengan pelan, mengiyakannya. "Terima kasih, telah memberitahuku, Aku sangat menghargai itu, Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku di masa depan jika Kau tidak memberitahuku sejak awal," ucapku sambil memasang senyum terbaikku pada gadis itu.Gadis itu terdiam sejenak, lalu tiba-tiba menarik kedua ujung bibirnya sehingga tampaklah wajahnya dihiasi senyum lebarnya yang tampak sangat tulus."Well, Aku memang penyelamat!" ujarnya dengan sangat bersemangat."Aku Bella Valentine! Salam kenal!" Sambil menyodorkan tanganku, aku memperkenalkan diri pada gadis itu."Hahahaha, bodoh, Kita sudah saling tahu nama, untuk apa -""Kita belum berkenalan dengan benar!" Aku menyela perkataan Viona dengan riang.Meski tampak merasa gengsi, ia pun tetap meraih jabat tanganku. "Aku Viona Jackline," ucapnya dengan percaya diri.Setelah itu kami pun berbincang sebentar sebelum akhirnya pergi untuk mengikuti perkuliahan selanjutnya.***Akhirnya serangkaian perkuliahan hari ini pun selesai. Tepat pukul 5 sore, perkuliahan terakhir pun selesai. Aku memang tidak pernah merasakan bangku kuliah sebelumnya, tapi perasaan berakhirnya sesuatu itu sangatlah melegakan sehingga membuatku tidak sabar untuk kembali pulang.Kini aku sedang berada dalam perjalanan pulang. Sama halnya seperti berangkat, pulang pun aku juga berjalan kaki karena Chris memang menginginkan ini. Ia menginginkan Bella Valentine seperti ini, sebagaimana yang ia tulis dalam rincian data mengenai gadis yang bernama Bella Valentine.Di tengah perjalanan, aku memutuskan untuk menikmati secangkir kopi di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari apartemen tempatku tinggal.Setelah mengambil pesananku, aku langsung mengambil sebuah tempat duduk di dekat jendela. Sambil menikmati kopi panasku, pikiranku terus bekerja memikirkan hal-hal yang kulalui selama seharian ini. Otakku yang terasa berat ini kian lama, kian enteng seiring dengan tiap tegukan kopi panas yang meluncur melewati tenggorokan sehingga hal itu sangat berpengaruh pada suasana hatiku yang kini sudah merasa sedikit santai."Memang tidak salah Aku mengunjungi kedai kopi ini," pikirku yang tanpa sadar tersenyum sembari memandangi kopiku yang kini tersisa setengah cangkir lagi."Kau tampak sangat senang ... Baby." Terdengar suara seseorang di belakangku yang sungguh sangat aku tahu suara siapakah itu.Aku tidak menoleh dan tidak pula menimpalinya. Aku hanya diam, menunggunya menyampaikan maksud dan tujuannya."Kau sangat cantik hari ini," ucapnya lagi.Tentu aku tetap tidak menimpalinya, dan kembali melanjutkan acara menikmati kopi itu, meski kini suasa hatiku kembali buruk."Aku hanya ingin memperingatimu, jangan sampai Kau goyah, dan mengecewakanku! Camkan itu!" pungkasnya dengan nada suara yang lembut, tapi penuh penekanan.Setelah itu terdengar suara gesekan kursi di belakangku dan tak lama kemudian tampak dua orang pria bertopi berjalan melewati mejaku. Orang yang berjalan di depan berhenti sejenak. Ia sedikit menoleh padaku sembari memasang senyum indah menyebalkannya padaku. "Nona." sambil menyapaku, ia mengangguk kecil dan setelah itu mengedipkan sebelah matanya.Aku diam tanpa ekspresi sebagai respons dari sapaan itu.Tak memedulikan balasan tak bersahabatku, pria itu dan pria yang berjalan di belakangnya pun kembali berjalan ke luar kedai kopi.Setelah kepergian kedua orang itu, aku langsung menghabiskan sisa kopiku, kemudian bergegas pulang karena merasa sudah tidak nyaman setelah melihat pria itu."Chris ... Sedang apa dia dan anak buahnya di sini? Apakah pertemuan tadi hanyalah sebuah kebetulan? Apakah dia curiga bahwa Aku sudah melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan sehingga ia ingin mengintimidasiku dengan cara memperingatkanku secara langsung seperti tadi?" pikirku sembari mempercepat langkahku menuju ke tempat tinggalku.DUG!Aku langsung masuk ke dalam apartemenku dan setelah itu mengunci pintunya rapat-rapat. Melihat Chris barusan, membuatku sedikit khawatir dan tentunya dengan melihatnya juga membuat suasana hatiku menjadi buruk."Akhirnya Aku sendirian," gumamku yang seketika merasa begitu lega berada sendirian di rumah.Drrrttt ...Drrrttt ...Drrrttt ...Tak lama, ponselku berdering, dan seperti yang kupikirkan, panggilan itu benar-benar dari Chris.Aku terpaku sejenak memandangi layar ponsel karena hal itu membuatku khawatir dengan hal apa yang akan pria brengsek itu bicarakan padaku.Namun karena aku tidak bisa mengabaikan panggilan itu, dengan sangat berat hari aku pun menerima panggilannya."Bicaralah!" Seperti biasa, aku menjawab panggilannya dengan ketus."Hai Baby ... Kenapa? Kenapa Kau terdengar tidak santai seperti itu, hm? Santai saja, Aku tidak menggigit kok, kecuali jika Kau menginginkannya, hehehe." Chris berkata normal seakan tak ada apa-apa sehingga kukira kali ini dia tidak menda
Sungguh aku merasa bahwa hari ini adalah hari keberuntunganku. Selain karena bisa berbincang sebentar dengan Reynold meski pembicaraan itu sangat absurt sekali, aku juga satu kelompok dengannya dalam sebuah tugas kelompok yang memiliki jangka waktu pengerjaan satu bulan. Satu bulan waktu yang sangat lama, tapi mengingat pertemuan untuk mengerjakan tugas itu tidak mungkin satu bulan penuh, jadi bisa diestimasikan waktu pertemuan itu minimal satu kali dalam satu minggu, atau empat kali dalam satu bulan. Itu artinya, tiap minggu aku memiliki kesempatan untuk menarik perhatian Reynold, dan tentu saja, aku tidak boleh menyia-nyiakan hal itu. "Yap, hanya pada waktu kerja kelompok saja Aku bisa berusaha mendekatinya tanpa takut diganggu oleh hal-hal payah seperti diintimidasi oleh para penggemarnya karena mengerjakan tugas adalah sebuah kewajiban ... Hah~ aku tidak menyangka kesempatan seperti ini datang di saat Aku hampir saja putus asa~" pikirku sembari melangkah dengan perasaan ringan me
POV Wendy.Akhirnya aku bisa mendapatkan buku yang kuinginkan. Setelah berhasil mendapatkan sisa uang yang kuperlukan, aku kembali ke toko buku untuk membayar buku itu."Dapatkan Hatinya!" Itulah judul yang tertera di sampul buku berwarna merah muda di tanganku ini.Aku sungguh tidak sabar untuk membaca lebih lanjut buku ini karena entah mengapa setelah membaca blurp menjanjikan yang tertera di belakang bukunya, aku merasa bahwa mungkin buku ini bisa membantuku untuk menghadapi Reynold."Tunggu dulu, orang yang Aku pinjami uang itu ... Siapa dia?" Mendadak, di tengah perjalanan pulang, aku baru saja terpikirkan hal penting yang seharusnya kutanyakan pada si pemuda yang kupinjami uangnya sejak awal.Aku menghentikan langkahku, dan langsung berbalik, berlari kembali menuju halte tempat aku meninggalkan pemuda itu sebelumnya."Bagaimana bisa Aku melupakan hal penting seperti itu!" gerutuku.***"Hah ... hah ..." Aku berusaha mengatur napasku ketika akhirnya aku sampai di halte tadi setel
Sementara itu, Viona yang baru saja sampai di perpustakaan setelah selesai sarapan pagi di kantin, langsung mencari keberadaan Wendy yang tertidur di sebuah tempat yang ada di sana. "Ck, gadis itu, padahal Aku sudah bilang akan menyusul ke sini, tapi dia tidak mengabarkan di mana tempat ia duduk sekarang," gumam Viona yang sebenarnya sedikit kesal karena tak menemukan keberadaan Wendy di perpustakaan yang terbilang cukup luas itu.Matanya terus menelisik tiap sudut ruangan, hingga akhirnya pencariannya itu terhenti ketika ia melihat sosok Wendy yang masih tertidur itu. Namun, ia tidak mendekat padanya karena selain Wendy, ia juga melihat sosok lain yang juga sedang berada di sana, dan itu sungguh membuatnya terkejut."Re ... Reynold!" ia menggumamkan nama itu setelah ia memastikan bahwa orang yang duduk berhadapan dengan Wendy adalah pemuda dingin itu.Mengetahui hal itu, Viona langsung bersembunyi, memutuskan untuk mengamati terlebih dahulu mengenai apa yang akan terjadi."Sedang ap
Ketiga pria itu kini sedang berada di ruangan perkuliahan yang Martin maksud. Terasa di dalam sana suasana menjadi sangat serius setelah Martin membuka pembicaraan serius yang membuatnya mengundang ayah dan anak itu untuk menemuinya."Aku sudah mendapatkannya!" ungkap Martin sambil memasang tampang seriusnya.Ia pun mengeluarkan dua buah undangan dari tas jinjing yang dibawanya. Michael pun tersenyum dengan sangat lebar melihat lembar undangan ditangan Martin itu. Ia mengambil undangan itu dan membacanya dengan seksama, serta dengan perasaan riang."Hahahaha, Kau memang sangat bisa diandalkan, Martin! Terima kasih, terima kasih!" ucapnya sambil tertawa dengan keras."Well, Kau sudah membantu banyak orang dan Aku akan sangat tersanjung bisa membantumu," timpal Martin yang juga sangat tersanjung dengan pujian dari seorang Michael Clifford.Reynold yang tak tahu apa-apa mengenai apa maksud dari undangan itu dan apa juga korelasinya dengan dirinya itu pun a
POV Wendy.Keesokan harinya. Seperti biasa aku pergi ke kampus untuk menjalankan tugasku sebagai seorang mahasiswi. Jujur saja sepanjang perjalanan ke kampus, aku terus terpikirkan mengenai pertemuanku dengan Chris semalam. Pria itu tinggal di apartemenku sampai tengah malam, sampai seorang bawahan yang bersamanya waktu di kedai kopi itu menjemputnya, dan setelah itu mereka pergi entah kemana."Kukira tugasku sebagai eksekutor akan diliburkan sampai misiku yang ini selesai," gumamku sembari memandang langit pagi yang tampak sejuk itu."Well, tak apa, lagi pula misi Reynold ini tidak terlalu terburu-buru, dan lagi tugas sampingan ini jauh lebih mudah karena tak bertele-tele sehingga Aku bisa menyelesaikannya hanya dalam waktu semalam saja," pikirku."Hah~" Aku hanya menghela napas memikirkan tugasku yang bukannya berkurang, malah bertambah."Ferry Rewise ... setelah kubaca sekilas file dari Chris, kupikir pengusaha itu sepertinya terlalu mudah untuk diatasi," sambungku.Tak lama, aku
Setelah gagal melancarkan aksiku dan Viona kemarin. Hari ini aku sudah sangat bertekad untuk melakukan sesuatu. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi, aku sudah bangun dan sedang berdandan demi menjalankan misiku untuk mencari tahu mengenai apa yang sebenarnya Reynold lakukan di pagi hari yang membuatnya bolos tiap perkuliahan yang dimulai pukul 7. "Aku tidak akan membiarkanmu lolos kali ini, Reynold Clifford!" gumamku sembari memandang tajam bayangan diriku di cermin setelah aku selesai berdandan.Kali ini aku menyamar sedernaha sebagai orang lain, bukan sebagai Wendy Medeline, ataupun sebagai Bella Valentine, agar kalau pun Reynold melihatku, dia tidak akan mengenaliku.Mengenai perkuliahan, hari ini aku berencana untuk absen. Aku sudah mengabari pada Viona bahwa aku sedang sakit sehingga aku tidak masuk perkuliahan, jadi kupikir semuanya aman, aku tidak berburu dengan waktu untuk memata-matai Reynold seharian penuh ini.Kukenakan kaca mata hitamku, dan setelah itu aku pun
Aku masih setia mengamati sepasang kekasih itu. Sudah sekitar 15 menit mereka hanya berbincang, atau lebih tepatnya gadis itu yang berbincang dengan panjang lebar dengan direspons oleh Reynold hanya dengan anggukan kecil, dan sesekali berkata dengan singkat.Mereka hanya berduaan saja, tapi entah mengapa melihat mereka seperti ada yang kurang. Tampak seperti mereka kurang berkomunikasi dua arah karena gadis itu seperti mendominasi percakapan mereka. Aku tidak tahu apakah itu karena Reynold yang kurang komunikatif, ataukah karena memang wanita itu terlalu mendominasi, tetapi harus kuakui gaya berpacaran mereka cukup unik."Hm, kalau tidak salah Viona pernah memberitahuku kalau gadis itu bernama Lisa ... Tunggu, Lisa siapa? Aku lupa nama belakangnya!" pikirku yang tiba-tiba saja terpikir akan hal itu.Di tengah pikiranku yang sedang mengingat-ingat nama belakang gadis itu, tanpa terduga Reynold melakukan sebuah pergerakan. Ia terlihat mengeluarkan sebuah amplop hitam dari tasnya, lalu m
POV Wendy. "Misi apa yang akan pria itu berikan dengan membuat kita bertiga berkumpul seperti ini?" pikirku sembari menatap sosok Chris yang tengah duduk sembari menatap kami bertiga dengan serius. "Si bajingan Vincent kemarin buka mulut. Dia terus mengoceh, sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ada hal serius yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan, dan itu berhubungan Coltello. Mau tidak mau organisasi akan terlibat dalam sebuah perang antar organisasi kecil dan itu tidak bisa dihindari!" Chris mulai menuturkan hal yang menjadi penyebab yang sepertinya membuat pikirannya terganggu. Mendengar hal itu, sontak saja semua orang terlihat semakin serius. "Dia tidak mengatakan detailnya, tetapi itu berhubungan dengan tuan Jimmy Heartnewt. Dia hanya bilang bahwa dengan adanya pejabat itu di sisi mereka, maka Coltello pasti tidak akan baik-baik saja!" Chris melanjutkan perkataannya. Pria itu, melirik ke arahku, kemudian berkata, "Wendy, kuperintahkan Kau untuk mengawasi
Michael memandang Hilde dengan perasaan penuh antusias, benar-benar ingin segera mengetahui apa yang hendak tante girang itu bicarakan dengannya, di samping dia ingin 'benda' yang ada padanya. Sedangkan wanita itu tampak tertunduk sedih di samping pria itu sembari memainkan tangannya. "Hm? Nyonya Hilde, mengapa Anda hanya diam saja?" tanya Michael sambil memasang senyumnya yang menawan. Hilde dengan ragu melirik pria rupawan itu. "Tuan Clifford, Saya merasa ketakutan," ucapnya dengan suara yang bergetar. "Well, itulah yang seharusnya Anda rasakan. Anda baru saja menjadi target pembunuhan, tentu saja hal semacam itulah yang harus Anda rasakan," ujar pria itu. Hilde langsung berdiri tanpa mengalihkan pandangannya dari Michael, lalu berkata dengan menggebu-gebu, "Tuan, Anda sudah menyelamatkan nyawa Saya malam itu. Saya yakin Anda bisa-" "Sejujurnya, Nyonya Hilde, yang Saya lakukan hanyalah menangguhkan waktu pembunuhan Anda. Anda berhasil lolos malam itu, bukan berarti Anda
"Well, Rey, Rob, tunggu sebentar ya! Sebentar lagi kelasku selesai," seru Martin. "Baik, ayah mertua!" timpal Robert dengan bersemangat, berbanding terbalik dengan Reynold yang hanya merespons dengan sebuah anggukan malas. Martin tersenyum, lalu kembali ke dalam kelas, melanjutkan perkuliahannya. Tinggallah kedua pemuda itu sendiri. "Sebenarnya untuk apa Kau menemui Pak Martin?" Reynold yang masih penasaran, menanyakan hal yang menurutnya ganjil itu. "Eh? Aku hanya datang untuk kunjungan rutinku. Takada masalah mengenai itu, kan?" jawab Robert dengan santainya. "Kunjungan rutin apa?" Reynold bertanya makin jauh. "Itu bukan urusanmu~" timpal lawan bicaranya yang terlihat seperti sedang menjahilinya. Mendengar respons itu, Reynold tidak memperpanjangnya lagi karena sejujurnya ia cukup kesal mendengar bagaimana pemuda itu menjawab tiap pertanyaannya. "Tapi ada satu hal pasti yang menjadi urusanmu, yaitu uruslah kekasihmu sendiri, dan jauh-jauhlah dari Bella!" Pemuda it
Beberapa saat kemudian, kami sudah berada di depan pintu masuk gedung aprtement-ku. "Terima kasih, Rey!" ucapku dengan riang gembira. Reynold hanya memandang dengan malas padaku. Aku memeluk erat boneka unicorn pemberian darinya sembari cengengesan. "Terima kasih juga bonekana ... Aku sangat menyukainya," ungkapku. "Aku tidak sengaja memberikannya-" "Aku akan menamainya ReyBell!" selaku, langsung memberitahukan nama boneka pemberiannya. "Hm, Reynold Bella, kah? Dasar gadis aneh!" gumamnya sembari menyalakan kembali motornya, sepertinya ia bersiap untuk pergi. Aku menghadapkan kepala boneka itu pada Reynold, seraya berkata dengan nada jahil, "Reybell, ayo katakan sesuatu pada Papa!" Reynold langsung menoleh padaku dengan tampang terkejut. "Papa, hati-hati di jalan ... sampai jumpa lagi!" Aku mengubah suaraku sembari mengerak-gerakkan kaki depan boneka unicorn itu seakan dia sedang melambai pada pemuda yang sudah memberikan boneka ini padaku. "Dasar gadis aneh!" guma
Belum sempat aku menjawab apa yang ditanyakannya, Reynold menghentikan laju motornya di depan sebuah kedai makanan sederhana. "Em, Rey?" Aku memanggilnya dengan heran. "Turunlah!" serunya. Aku pun melakukan apa yang diserukannya dengan tampang bingung. "Kenapa Kita berhenti di sini?" tanyaku. Pemuda itu menurunkan standar motornya, lalu turun dari motornya, dan setelah itu melengos pergi menuju ke pintu masuk kedai seraya berkata, "Aku lapar!" "Hah? Apa? Eh, tunggu Aku!" Takingin tertinggal olehnya, aku berlari kecil untuk mengejarnya. *** Kini kami duduk berhadapan di dalam kedai itu. Makanan sudah dipesan dan kami hanya tinggal menunggu pesanan kami datang. Ini pertama kalinya aku dan Reynold makan berdua seperti ini. Sejujurnya entah mengapa aku merasa gugup, karena kami benar-benar tidak melakukan apa-apa, hanya duduk diam saling menatap. Pemuda itu bahkan tidak memainkan ponselnya dan ia hanya memandangi sekitar dan sesekali memandang ke arahku dengan tampang
"Aku akan tahu rahasia Reynold! Aku harus berjuang!" pikirku dengan rasa begitu antusias mengikuti langkah targetku ini. Pintu geser kaca otomatis pun langsung terbuka ketika kaki kami menyentuh lantai di depannya. "WOAH ...." Aku memasang tampang bodoh seperti anak kecil yang baru pertama kali masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan berbagai macam game arcade di dalamnya. Aku langsung beralih pada Reynold dengan antusias, seraya bertanya sambil menarik-narik bajunya, "Rey, Rey! Mau main yang mana dulu ini?" Pemuda itu menoleh padaku dengan malas, lalu berjalan begitu saja menuju ke tempat pembelian koin. "Kau yang pilih!" tegasnya setelah ia membeli koin yang cukup banyak. "Eh? Baiklah!" timpalku dengan bersemangat. Kuedarkan pandanganku untuk mencari mesin permainan yang terlihat menarik untuk pertandingan kami. "Ayo Kita main itu!" Aku menunjuk sebuah mesin game arcade Tekken yang terlihat masih baru tak jauh dari tempat kami berdiri. "Hm." Reynold hanya m
POV Wendy. Kedua mataku terbelalak melihat pemandangan mengejutkan itu. Setelah mencari pemuda itu selama satu setengah jam, akhirnya Aku menemukannya dalam situasi yang membuatku takhabis pikir. Sebuah situasi di mana Reynold terlihat bahagia bercanda dan beberapa kali ia juga tertawa dengan gadis kecil yang terlihat seperti berumur 7 tahunan di punggungnya itu. "Bocah cilik itu siapanya Reynold?" gumamku yang masih tak percaya dengan apa yang kulihat. "Reynold! Luna!" Seorang wanita berlari kecil sambil memanggil mereka. Pemuda dan bocah cilik itu menoleh pada wanita itu. Seorang wanita dewasa yang terlihat manis dan terlihat menenteng kantong kresek. Bocah itu terlihat antusias dan Reynold pun berjalan mendekat pada wanita itu sambil menggendong gadis cilik yang sepertinya bernama Luna itu. Mereka bertiga terlihat bercengkerama bersama dengan menampakkan senyum lepas satu sama lain sehingga mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia. "Aku tida
Michael tengah duduk di depan seorang pria bermantel biru khas seragam kepolisian. Mereka duduk berhadapan dengan tampang si pria dari kepolisian itu terlihat kesal. Sedangkan Michael terlihat begitu santai, takpeduli dengan tampang kesal pria itu. "Jadi, Kau tetap takingin menyerahkan benda yang Kau dapatkan itu?" tanya pria itu dengan gigi bergemertak seakan sedang menahan kekesalannya. "Yaps! Aku berhak menolak karena itu adalah properti pribadiku. Kau ini polisi, pasti Kau sangat tahu hak-hak warga negara bukan?" jawab Michael dengan tenang. "Tuan Michael Clifford, Aku rasa itu bukan benda milikmu, jadi kami berhak untuk mengambilnya demi kepentingan negara!" Polisi itu menyanggah apa yang dikatakan pria yang tampak menyebalkan dengan seringainya yang tiba-tiba saja tampak semenjak mereka bertemu. Michael menghela napas, lalu sidekap di pahanya, lalu berkata, "Kau sepertinya lupa dengan tujuanmu sejak awal. Semenjak Kau datang Kau hanya membicarakan 'benda itu.' Well, Kau
Reynold sudah tidak terlihat lagi. Dia berlari dengan sangat cepat. Wendy tidak mengira pemuda itu bisa berlari secepat itu, bahkan ia bisa membuat seorang eksekutor seperti dirinya kehilangan jejak. "Well, sebenarnya dia tidak berlari secepat itu, tetapi ia menggunakan keadaan sekitarnya yang cukup ramai untuk menyamarkan jejaknya," pikir wanita itu, masih tetap berlari untuk mencari sosok jangkung pemuda menawan itu. "Pemuda itu benar-benar selalu melampaui ekspetasiku." Wendy tersenyum mengingat betapa menariknya target yang harus ia dapatkan itu. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat seakan memvisualkan bagaimana sangat bersemangatnya ia saat ini. "Aku tidak boleh menyerah! Aku harus menemukannya!" ucap wanita itu dengan begitu bersemangat. *** Sementara itu di sisi Chris. Pria casanova itu tampak sedang duduk di meja kerjanya sembari memandangi ponselnya lekat-lekat seakan ia sedang mempelajari sesuatu dari sana. "Hm, sepertinya wanita itu sedang bersenang-senang," guma