“Minum obatmu” ucap Alana, dia meraih botol obat diatas meja dan mengarahkannya pada Alesio“Tanganku tidak berguna” Ucap Alesio“Hah?”“Masukan obatnya” Ucap Alesio menatap Alana kemudian membuka mulutnya, salah satu matanya mengerling nakal membuat Alana sedikit syok. Dasar Casanova menyebalkan!“Tanganmu masih utuh” Decak Alana. Dia hendak meraih tangan kanan Alesio namun pria itu menepisnya“Suapi aku kalau tidak, aku tidak akan minum obatnya” Desak Alesio“Ck, Buka mulutmu” Alana kembali berdecakAlesio membuka mulutnya patuh sesuai permintaan Alana. Alana mengambil obat dari dalam botol dan memegangnya di telapak tangannya. Dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, Alana memegang obat itu dan memasukkannya ke dalam mulut Alesio.Alesio menahan pergelangan tangan Alana, matanya tidak lepas dari wajah Alana yang penuh dengan ketenangan. Mulutnya
“Ale?” Suara Alana terdengar mengantuk. Matanya terbuka sayu, menatap Alesio yang duduk di pinggir ranjang sambil menatapnya lekat. Pria itu mengenakan kaos hitam dan celana panjang dengan warna senada Alana tidak tahu jam berapa saat ini, cahaya lampu tidur menerangi kamar dengan samar-samar, membuat mata biru Alesio terlihat cerah dan menakjubkan di tengah kegelapan malam. “Aku pergi” Ucapnya sebelum mendaratkan bibirnya di bibir Alana Alana menatap kepergian Alesio dalam diam. Pikirannya masih belum terjaga, dia membutuhkan tidur lagi. Sebuah pesawat pribadi sudah mendarat di landasan. Pintu pesawat itu terbuka. Seorang pria dengan wajah jelmaan dewa yang sempurna terlihat keluar dari pesawat. Kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya, membingkai wajah tampan itu “Selamat datang Tuan Alesio” Sapaan serentak terdengar Alesio mengangguk acuh, dia berjalan menuju mobil hitam dengan pengawalan disisi kiri dan kanan hingga tiba pada sebuah tempat dengan penjagaan berlapis. Den
Alana menggoyangkan gelas mocca-lattenya sambil melamun. Sampai seorang wanita elegan muncul tiba-tiba di ambang pintu. Wanita itu berjalan kearahnya dengan senyum menyeringai lalu tak lama beberapa pengunjung yang ada di café itu diminta keluar oleh petugas café menyisakan Alana dan wanita didepannyaAlana melirik kesekitar, suasana yang sepi, seolah sempurna untuk melakukan kejahatan “Ingin menculikku atau membuatku kecelakaan lagi?” Tanya Alana dengan satu alis terangkat ketika Yulina baru duduk didepannya.Yulina tersenyum sinis “Kamu tidak punya bukti, Alana”Alana tersenyum tipis, kembali menyesap kopinya “Jadi bisa cepat katakan alasanmu mengajak bertemu? Kamu taukan aku sedang sibuk dengan perusahaan”Tangan Yulina mengepal kesal lalu terkekeh pelan “Alana.. Alana… sampai kapan kamu akan senaif ini?”Alana menatap Yulina dengan tajam, mencoba membaca ekspresi ibu tirinya i
California, USAAlesio berada di perusahaan utama Kingston, mengurus lembaran kertas bernilai jutaan dollar didepannya, membubuhkan tanda tangannya pada kertas putih itu.“Tuan Alesio”“Kenapa?” Tanya Alesio tanpa menatap Markus yang masuk kedalam ruang kerjanya.“Pengawal Zeo yang ditugaskan menjaga Nyonya melaporkan jika Nyonya menggali makam ibunya” Lapor MarkusGerakan Alesio terhenti, tatapannya kini fokus pada Markus sepenuhnya “Alana sudah tahu peti itu kosong?”“Sudah Tuan”“Bagaimana dia bereaksi?" tanya Alesio, suaranya terdengar serius.Markus menggeleng. "Zeo belum memberikan laporan lebih lanjut, Tuan. Tapi, sepertinya nyonya dalam kondisi yang tidak stabil.""Kau kembalilah ke Indonesia. Perketat keamanan Alana dan pastikan tidak ada yang menyakitinya lalu awasi segala pergerakan Yulina, cari tahu apakah wanita itu berhubungan dengan Clark at
Yulina menatap layar handphone dengan wajah pucat dan matanya membelalak kaget. Hatinya berdegup kencang, merasa terkepung oleh ancaman Alana yang tak terduga ini.“Selain menjadi selingkuhan papa, kamu juga berselingkuh dengan pria lain, astaga..” Ucap Alana dengan ekspresi syok yang dibuat-buat"Alana!!" ucap Yulina dengan suara gemetar, mencoba meredakan ketegangan yang terasa semakin memuncak. "Akan kubunuh kau!."Alana tersenyum semakin lebar “Oh lakukan saja, tapi kupastikan namamu akan terpampang disemua laman berita sebagai wanita murahan, Ohya bukankah pria ini salah satu letnan angkatan darat… kudengar istrinya orang yang lebih berpengaruh” Kekeh Alana. Ekspresi Yulina membuat Alana semakin senang“Jadi bagaimana jika kita akhiri transaksi disini. Katakan dimana mayat mamaku dan kupastikan nama baikmu bersih dan tenang saja Henry akan tetap menjadi wakil direktur” Ucap Alana panjangYulina tidak merespon namun melihat ekspresi dan wajah pucat Yulina membuat Alana puas “Kamu
“Alana..” Panggil HenryAlana tak bergeming namun dia jelas menangkap sosok Henry dan Linda yang berdiri tak jauh dibelakangnya “Bisakah kamu pergi? aku tidak ingin berdebat dihari seperti ini” Ucap Alana“Maafkan aku” Ucap Henry. Alana melirik sekilas sebelum kembali fokus pada makam didepannya“Kali ini apa lagi yang kamu rencakan?” Alana bertanya sinis“Kak Ana” Linda mengambil alih “Maaf untuk kesalahan mama dan papa. Aku tahu mereka sudah keterlaluan, tapi bisakah kak Ana memaafkan Kak Henry. Aku tidak memiliki siapapun selain kak Henry sekarang” Ucap LindaAlana menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya berdiri. Matanya terus tertuju pada batu nisan yang megah, di mana nama "Saras Wijaya" terpahat dengan indah di permukaannya. Dia menatap tulisan nama itu, sebuah nama yang begitu berarti dalam kehidupannya, dan dia merasa sebuah kehangatan menyelin
Alesio bersandar dipinggir kabin kapal. Matanya menatap pada kegelapan tak berujung didepannya. Dengan kaos hitam yang meletak ditubuhnya tidak membuat Alesio kedinginan karena angin laut tetapi justru sebaliknya, Alesio merasakan kenyamanan, seolah angin itu memeluknya “Sejak kapan kau melankonis begini?” tanya seorang pria bernetra hijau yang kini berusia 50-an Alesio tersenyum tipis “Sejak menikah” Jawabnya "Apa aku harus memberimu beberapa nasihat tentang bagaimana menjalani pernikahan yang bahagia?" Ucap Max “Ayolah, kau tidak akan paham karena belum menikah” Max tertawa melihat reaksi Alesio. Dia tidak tersinggung dengan ucapan Alesio karena itulah kenyataannya, Max tidak tertarik dengan romansa bernama ‘cinta’ baginya perasaan itu hanyalah semu sejak hubungannya dengan Erika Tylor kandas. "Bajingan kecil ini. Jadi bagaimana rasanya menikah? sudah hampir setahun bukan?" Tanya Max memastikan Alesio menggeleng “Baru delapan bulan lewat” “Kau bahagia?” Tanya Max sambil menat
Alesio membuka pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Satu-satunya hal yang dia nantikan adalah melihat wajah Alana lagi. Langkahnya berat saat dia berjalan ke kamar, di mana Alana biasanya berada. Ketika dia memasuki kamar, dia melihat bayangan Alana tertidur di tempat tidur. Wajahnya yang tenang dan damai memantulkan cahaya redup dari lampu tidur yang berdekatan.Hati Alesio berdesir. Debaran kuat menghantam dadanya saat dia mendekati tempat tidur. Dia tidak bisa menahan senyuman saat melihat Alana tertidur dengan nyenyak. Meskipun matanya nampak membengkak tetapi wajah Alana tetap cantik dan terlihat semakin imut.Alesio duduk di tepi tempat tidur, mengamati wajah Alana dengan penuh kasih sayang. Dia ingin sekali memeluknya, merasakan hangatnya tubuhnya, tetapi dia takut akan membangunkannya. Sebaliknya, dia memilih untuk duduk di sana dalam diam, menikmati keindahan Alana yang terlelap.Sampai akhirnya Alesio tidak bisa menahan diri, dia ikut masuk ke da
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu