“Alana..” Panggil Henry
Alana tak bergeming namun dia jelas menangkap sosok Henry dan Linda yang berdiri tak jauh dibelakangnya “Bisakah kamu pergi? aku tidak ingin berdebat dihari seperti ini” Ucap Alana
“Maafkan aku” Ucap Henry. Alana melirik sekilas sebelum kembali fokus pada makam didepannya
“Kali ini apa lagi yang kamu rencakan?” Alana bertanya sinis
“Kak Ana” Linda mengambil alih “Maaf untuk kesalahan mama dan papa. Aku tahu mereka sudah keterlaluan, tapi bisakah kak Ana memaafkan Kak Henry. Aku tidak memiliki siapapun selain kak Henry sekarang” Ucap Linda
Alana menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya berdiri. Matanya terus tertuju pada batu nisan yang megah, di mana nama "Saras Wijaya" terpahat dengan indah di permukaannya. Dia menatap tulisan nama itu, sebuah nama yang begitu berarti dalam kehidupannya, dan dia merasa sebuah kehangatan menyelin
Alesio bersandar dipinggir kabin kapal. Matanya menatap pada kegelapan tak berujung didepannya. Dengan kaos hitam yang meletak ditubuhnya tidak membuat Alesio kedinginan karena angin laut tetapi justru sebaliknya, Alesio merasakan kenyamanan, seolah angin itu memeluknya “Sejak kapan kau melankonis begini?” tanya seorang pria bernetra hijau yang kini berusia 50-an Alesio tersenyum tipis “Sejak menikah” Jawabnya "Apa aku harus memberimu beberapa nasihat tentang bagaimana menjalani pernikahan yang bahagia?" Ucap Max “Ayolah, kau tidak akan paham karena belum menikah” Max tertawa melihat reaksi Alesio. Dia tidak tersinggung dengan ucapan Alesio karena itulah kenyataannya, Max tidak tertarik dengan romansa bernama ‘cinta’ baginya perasaan itu hanyalah semu sejak hubungannya dengan Erika Tylor kandas. "Bajingan kecil ini. Jadi bagaimana rasanya menikah? sudah hampir setahun bukan?" Tanya Max memastikan Alesio menggeleng “Baru delapan bulan lewat” “Kau bahagia?” Tanya Max sambil menat
Alesio membuka pintu apartemen dengan hati yang berdebar. Satu-satunya hal yang dia nantikan adalah melihat wajah Alana lagi. Langkahnya berat saat dia berjalan ke kamar, di mana Alana biasanya berada. Ketika dia memasuki kamar, dia melihat bayangan Alana tertidur di tempat tidur. Wajahnya yang tenang dan damai memantulkan cahaya redup dari lampu tidur yang berdekatan.Hati Alesio berdesir. Debaran kuat menghantam dadanya saat dia mendekati tempat tidur. Dia tidak bisa menahan senyuman saat melihat Alana tertidur dengan nyenyak. Meskipun matanya nampak membengkak tetapi wajah Alana tetap cantik dan terlihat semakin imut.Alesio duduk di tepi tempat tidur, mengamati wajah Alana dengan penuh kasih sayang. Dia ingin sekali memeluknya, merasakan hangatnya tubuhnya, tetapi dia takut akan membangunkannya. Sebaliknya, dia memilih untuk duduk di sana dalam diam, menikmati keindahan Alana yang terlelap.Sampai akhirnya Alesio tidak bisa menahan diri, dia ikut masuk ke da
Alesio membiarkan Alana turun dari ranjang. Tatapan elangnya yang tajam, tak pernah lepas dari gerakan Alana. Satu tangannya menopang kepalanya dengan anggun, sementara matanya terus memperhatikan setiap langkah Alana sampai tubuh Alana menghilang dibalik pintu kamar mandi.Alesio bersandar sambil terkekeh pelan, mengingat percintaanya semalam sungguh membuat Alesio senang. Bisakah dia terus melakukannya? Alesio ingin terus menghujami Alana. Rasanya dia sudah kecanduan dan sulit lepasPintu kamar mandi kembali terbuka, Alesio menoleh, kembali menatap Alana dengan posisi yang sama. Wanita itu keluar dengan bathrob putih miliknya"Ada apa yang kau cari?" suaranya terdengar tenang, tapi isinya penuh dengan otoritas.Alana menoleh ke arah Alesio dengan ekspresi kebingungan yang terpancar jelas di wajahnya. "Handphoneku. Aku mau belanja hari ini" jawabnya cepat sambil tetap mencari handphonenya yang entah bagaimana tiba-tiba menghilang.“Belanja?
Ting.Dentingan handphone Alesio berbunyi, memecah kesunyian ruangan kerja Alesio. Pria itu meraihnya dengan gerakan cepat, dan saat layar menyala, matanya langsung tertuju pada sebuah foto dengan pesan yang masuk setelahnya.Foto itu memperlihatkan seorang pria yang tidak asing bagi Alesio. Pandangan tajamnya menembus layar, menatap foto dengan ekspresi yang gelap."Dia milikmu? Kau yakin?" pesan yang menyertai foto itu membuat Alesio mengerang dalam hati. Ketegangan langsung mencengkeram dirinya, mengubahnya menjadi pria yang penuh dengan kegelisahan."F*ck!" desis Alesio dengan geraman yang terdengar samar. Tangannya menggenggam handphone dengan erat, dan urat-urat di tangannya menonjol dengan jelas akibat ketegangan yang dirasakannya.Tanpa ragu, dia menelpon Alana “Halo?” Suara Alana disebrang sana membuat Alesio menghela napas, menetralkan kegilaannya yang akan lepas"Pulang sekarang!" desaknya dengan suara tegas, tanpa mem
“Setelah membuatku merasakan hal seperti ini, kau menolakku?” desis Alesio dengan nada mengejek, senyumnya mengisyaratkan kepuasannya yang bercampur dengan kegagalan Alana. “Oh Alana sayang, kau benar-benar menggali titik kesabaranku.” Sambungnya dengan nada menggantung“Perasaanku padamu sudah hilang” Alana mengaku dengan bebas di hadapannya.Alesio hanya tertawa rendah, matanya yang tajam menyapu wajah Alana. Tanpa ampun, dia menarik tubuh Alana lebih dekat ke tubuhnya, menghimpitnya dalam dekapan hangatnya.“Sayang sekali, aku justru semakin tertarik untuk mengambilnya kembali” katanya dengan nada yang merendahkan, membenamkan wajahnya di leher Alana."Jangan egois Alesio. Seperti katamu, hubungan kita adalah bisnis" ujar Alana dengan tajam, menunjukkan ketegasannya."Persetan" gumam Alesio, matanya menyipit dalam ekspresi kesal, tetapi dia tidak melepaskan cengkramannya pada Alana. Sebalikny
//……Playlist red velvet : phscyo….//Suara bantingan kembali terdengar, Alana menghela napas, entah apa yang pria itu hancurkan dia tidak khawatir, lagipula semua yang ada diapartemen itu milik Alesio.Alana berjalan menjauhi kamar, mengabaikan Alesio yang mengamuk di dalam, bukannya Alana tidak peduli namun pikirannya sedang kalut karena ucapan Clark dan Alesio yang tidak mau membuka diri padanya.Alana berjalan ke ruang tamu, tumpukan belanjaanya masih tersusun rapi diatas meja. Mau tak mau Alana meraih tumpukan paperbag itu lalu berjalan kembali ke kamar.Begitu pintu terbuka Alana bisa melihat kondisi kamar yang berantakan. Meja nakas yang hancur dan terbalik, cermin full body yang pecah membuat potongan-potongan kaca berserakan di lantai, serta beberapa barang lain yang tercecer di sekitar kamar.“Jangan kesini” Ucap Alesio, duduk di ujung tempat tidur sambil memandang hampa ke arahnya.Alana mendengus,
"Pagi, Amour"Alana terbangun dalam pelukan Alesio. Pria itu menyapanya dengan suara hangat sambil memberikan kecupan ringan pada bibirnya“Pagi” Balas Alana“Bagaimana tidurmu?” tanya AlesioAlana mengernyitkan kening, heran dengan pertanyaan Alesio yang agak berbeda dari biasanya namun Alana tetap menjawab “Nyenyak” Jawab Alana yang membuat senyum lebar Alesio tersungging“Kamu melakukan sesuatu saat aku tidur?” Todong AlanaAlesio nampak tersentak sejenak sebelum menggeleng “Tidak” jawabnyaAlana mencibir, tidak sepenuhnya yakin dengan jawaban singkat Alesio. "Kamu tidak membiusku dan melecehkanku kan?" ujarnya, mencoba membaca ekspresi Alesio. Bagaimanapun Alana punya pengalaman buruk tentang hal itu, terlebih Alesio-lah orang yang dulu sering melakukan itu.Alesio menggeleng mantap, meskipun matanya terlihat agak gelisah. "Tidak ada yang disembunyikan, Alana. Aku hanya ingin pastikan kamu tidur nyenyak" ujarnya, mencoba memberikan penjelasan sederhana.Namun, Alana masih merasa a
‘Rapat pemegang saham sepakat mengambil alih hak keluarga atas perusahaan Dirgantara yang semua berada di tangan ahli waris Henry Fernandes Dirgantara beralih pada Alana Claira Kingston, investor baru perusahaan Dirgantara dengan kepemilikan saham 43 persen sebagai pemegang saham terbesar’Brak“ARGH!! Sialan!” Yulina membanting remot tv dengan kuat“Ma” panggil HenryYulina menatap anak sulungnya lalu melangkah maju dengan geram, tangannya gemetar karena amarah yang meluap-luap.Plak“Anak bodoh!” maki Yulina “kenapa kau membiarkan Alana?! Semua itu milikmu Henry!” tekan YulinaMata Henry terpaku pada Yulina yang tengah menyorot dalam kemarahan. Dia merasakan pukulan yang begitu dalam ketika Yulina menatapnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan."Maafkan aku, ma" gumam Henry, suaranya hampir terdengar tercekat oleh penyesalan. "Aku tidak bisa melawannya."Yulina menatapnya dengan tatapan tak percaya. "Tidak bisa melawannya?" ulangnya dengan nada yang tajam. "Apa maksudmu, Henry? Ka
Alesio melingkarkan tangannya di pinggang ramping Alana dan mengelusnya pelan, bibir pria itu menicum leher putih Alana yang terekspos.Alana tersentak, dia melirik Alesio yang masih setia menciumi lehernya.“Kamu ini sedang apa sih?” tanyanya“kau wangi” Ucap Alesio. Pria itu menggigit leher Alana membuat gadis itu kaget.“Bisa kamu hentikan, aku sedang memasak”Alesio tidak menggubris ucapan Alana, pria itu masih menciumi lehernya, menikmati aroma yang mampu membuat Alesio kecanduan.Alana merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini, merasakan ketidaknyamanan dan kebingungan mencampuradukkan perasaannya.“Tolong, Alesio” desisnya lagi, mencoba untuk meminta dengan lebih tegas agar Alesio menghentikan tindakannya. Tetapi dia juga merasa sulit untuk menolaknya sepenuhnya, terpesona oleh keintiman yang mereka bagikan.“Ini hukuman mu karena memasak di rumahku” Ucapny
“KAKEKKKK!” Alana berteriak keras begitu melihat Kakek Igrit sedang berdiri memandangi pohon mahoni di samping rumah.Kakek Igrit memalingkan pandangannya dari pohon yang dia amati dengan penuh konsentrasi. Senyum hangat terukir di wajahnya ketika melihat Alana mendekatinya dengan cepat.“Di mana Alesio, Nak?” tanyanya dengan suara lembut, matanya memancarkan kekhawatiran.Alana menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Dia sedang ada urusan, Kakek” ucapnya tanpa raguKakek Igrit mengangguk mengerti, tetapi matanya tetap penuh dengan rasa ingin tahu. “Baiklah, Nak” katanya dengan lembut, sebelum melangkah menuju pintu masuk rumah dengan langkah perlahan. Alana mengikuti di belakangnya, merasa lega bahwa dia memiliki seseorang yang selalu memahami dan peduli padanya.“Bagaimana kondisi perusahaan?” tanya kakek Igrit, berubah dari kekhawatiran pribadi
Alesio meloncat keluar dari mobil mewah dengan wajah yang penuh kemarahan. "Keluar!" teriaknya, suaranya gemetar oleh kemarahan.Diana keluar dari rumah dengan wajah sumringah, dia senang Alesio menemuinya “Al, aku merindu- Akh” Diana memekikAlesio menarik tangan Diana dan mencekik leher wanita itu, bahkan dengan mudahnya sedikit mengangkat tubuh Diana hingga tak menampak pada tanah“Alesio” Clark berteriak.Alesio cukup kaget melihat Clark yang keluar dari rumah Diana. Dia mendekat pada Alesio, meraih tangan Alesio yang bahkan kaku untuk ditarikAlesio tenggelam dalam lautan pikirannya yang gelap, tak terganggu oleh kehadiran Clark yang mencoba memanggilnya. Satu-satunya fokusnya adalah memadamkan nyala kebencian yang berkobar di dalam dirinya, kebencian yang diarahkan kepada Diana, sosok yang dianggapnya sebagai biang keladi dari kepergian Alana."ALESIO!" Clark berteriak, mencoba memperoleh perhatian pria it
“Aku hamil anak Alesio”Alana mengulas senyum tipis sambil menatap wanita cantik berambut blonde didepannya“Benarkah? Kau yakin itu miliknya?” Tanya Alana, dia meletakkan tangannya dan menopang dagu, menatap Diana dengan senyum tipis"Ya, aku yakin, memangnya siapa lagi pria yang menyentuhku selain Al" Diana menjawab dengan percaya diri, sambil menggerakkan rambutnya yang tergerai lembut ke belakang telingaAlana menganggukan kepalanya“Selamat” Ucap Alana yang membuat Diana terpaku, dia tidak menyangka dengan respon yang diberikan Alana“Kau tidak marah?” Tanya Diana. Seharusnya Alana marah padanya lalu dia akan menjatuhkan diri hingga menyebabkan keguguran untuk meraih simpati publik namun Alana justru hanya menggelengkan kepala ringan“Untuk apa aku marah? Buang-buang tenaga” Ucap Alana, tangannya meraih gelas dan menyesap kopi didalamnya“Ke-kenapa?” tanya Diana meminta penjelasan lebih lanjut“Aku sudah memutuskan untuk fokus pada masa depan, bukan untuk menghabiskan energi untu
Candu.Setidaknya itulah yang Alesio rasakan ketika bercinta dengan Alana. Alesio tidak peduli dengan tanggapan jika dia dikatakan hypersex, tapi saat ini Alesio memang ingin terus melakukannya dengan Alana.. lagi dan lagi.Mereka seperti magnet yang saling tarik-menarik, tak bisa lepas satu sama lain. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan setiap gerakan terasa seperti keajaiban yang mereka ciptakan bersama. Mereka saling memenuhi kebutuhan satu sama lain, menggali keintiman yang mendalam di antara mereka.“You’re so beautiful, Amour” bisiknya parau di telinga Alana. Bibirnya menyisir lembut leher Alana serta memberikan kiss mark sebagai tanda kepemilikannya.Tangan Alesio kemudian bergerak turun ke payudara dan perut Alana, lalu beralih pada pangkal paha Alana yang memang tidak menggunakan apapun. Kondisi keduanya sama-sama telanjang, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh keduanya.Alana merespon dengan desahan kecil yang terputu
“Aku tidak tertarik pada mereka, Ale. Aku bukan dirimu yang suka berganti-ganti pasang di tiap club malam”Alesio membatu, seharusnya yang dia khawatirkan bukan Alana tertarik pada Grey namun apa yang akan Ezel ucapkan pada Alana.“Berniat menjelaskan… Alesio Kingston” Ucap Alana dengan senyum lebar sambil mengarahkan pistolnya pada dada AlesioAlesio menahan pistol itu dengan jari telunjuknya “Sepat sekali senjata ini terarah padaku” Kekeh AlesioAlana tetap tenang, senyumnya tidak luntur sedikit pun. "Kau tahu, Ale, kadang-kadang aku merasa ragu dengan dirimu” Ucap Alana membuat pandangan Alesio menajam“Jangan Denial Alana” Desisnya. Matanya menatap tajam Alana yang kini memegang senjata di depannya. "Aku tahu aku punya kesalahan, tapi ini tidak benar-benar relevan sekarang. Kau sendiri juga sudah tahu bagaimana aku di masa lalu."Alana hanya tertawa, senyumnya terlihat mengejek
Suara tembakan terus menggema dalam ruang tembak. Begitu peluru habis Alana langsung mengisi ulang magazen pistolnya dengan cekatan, gerakan-gerakan yang semakin mantap dan terampil. Dia menjadi semakin percaya diri dengan setiap tembakan yang dia lakukan, dan itu memacu adrenalinnya.Setiap kali dia menarik pelatuk, dia merasakan getaran yang menyebar ke tangannya, tetapi sensasi itu tidak lagi membuatnya takut. Sebaliknya, itu membuatnya merasa hidup, seperti menguasai kekuatan yang sebelumnya tidak pernah dia sadari.Alana terus berlatih dengan tekun, menyesuaikan posisi dan sikapnya dengan saran-saran dari Alesio. Dia seperti tenggelam dalam latihan, seolah-olah dunia di sekitarnya lenyap dan satu-satunya yang ada hanyalah dia dan senjatanya.“Hei”Dor.Alana melotot, dia nyaris menembak seorang pria tampan yang tadi menyentuh pundaknya “Maaf, maafkan aku, aku tidak sengaja”Alana menahan napasnya, jantungnya berd
Suara tembakan nyaring menggema di koridor-koridor yang gelap, menambah ketegangan di udara. Ketika mereka melangkah lebih jauh, Alana merasa seolah-olah dia masuk ke dalam dunia gelap yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.Dia mencoba untuk tetap tenang, berusaha mempertahankan keberaniannya meskipun hatinya berdegup kencang.“Gugup?” tanya Alesio membuat Alana mengangguk kaku.Bagaimana Alana tidak gugup jika tanpa persiapan apa pun, Alesio membawanya ke tempat yang disebutnya sebagai markas Siegel.“Tenang saja, mereka tidak berbahaya” kata Alesio, mencoba menenangkan Alana.Alana berdecak dalam hati. Bagaimana dia bisa merasa tenang jika sekitarnya dipenuhi oleh para penjaga berseragam yang terlihat menakutkan? Beberapa dari mereka memiliki tato dan bekas luka di wajah, dan tubuh besar yang berotot membuat mereka terlihat sangat intimidatif. Alana mencoba untuk menyembunyikan rasa ketidaknyamanannya, tetapi mata Alesi
Alana menggeliat saat merasakan geli diwajahnya akibat sebuah tangan yang terus bermain pada pipinya. Alana perlahan membuka mata dan mendapati mata biru menatapnya lembut disertai senyuman“Selamat pagi, Amour” Sapa Alesio sambil memberikan kecupan ringan pada bibir Alana“Hmm” Alana bergumam, tubuhnya terlalu lelah akibat dirinya yang terus bergumul dalam malam panas dengan pria yang staminanya tak pernah habis itu.“Ayo mandi lalu makan, aku sudah membuatkanmu makanan” desak Alesio dengan lembut“Bawakan ke sini” Ucap Alana dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.“Mandi dulu” Ajak Alesio“Tidak mau. Bawakan saja makanannya”“Oke, tunggu sebentar” jawab Alesio patuh sebelum meninggalkan kamar ituSetelah Alesio pergi, Alana membuka mata, merenggangkan tubuhnya dari tempat tidur. Dia beranjak menuju kamar mandi, tak lupa mengunci pintu