Terima kasih atas hadianya. Semoga suka dengan cerita ini. See Soon.
Jack melakukan perjalanan dengan jalur cepat. Pria itu menggunakan pesawat pribadi milik Wijaya sehingga dengan mudah melewati jalur. Dia pergi secara terbuka dengan biaya yang sangat mahla sehingga tiba lebih awal dari perjalanan biasa. “Aku harap kamu selamat.” Jack benar-benar tidak tenang. Pria itu juga sudah menyimpan dendam dan ingin membalasnya, tetapi mereka butuh waktu dan persetujuan dari Wijaya Kusuma.Jack tiba di pulau tempat Leon dirawat dengan alat seadanya. Pria itu tidak bisa lagi menggunakan hellikopter karena akan terlalu mencolok sehingga dia melanjutkan perjalanan dengan kapan cepat dan harus membayar mahal.“Silakan. Kami siap mengantar Anda sampai tujuan.” Seorang pria menyambut Jack dengan mobil jeep.“Terima kasih.” Jack segera masuk ke dalam mobil. Dia mendapatkan pelayan terbaik karena Wijaya membayar sangat mahal.Mobil Jeep membawa Jack menuju rumah sakit yang sederhana dengan peralatan yang tidak terlalu lengkap. Itu membuat Leon kesulitan dalam pemulihan
Amira tidak pernah tahu pengeluaran uang pribadi Wijaya. Wanita itu hanya mengatur dan mengetahui tentang Perusahaan. Dia hanya mendapatkan uang secara langsung dari suaminya yang diisi di rekeningnya. Saldo wanita itu benar-benar membengkak.“Berapa jumlah saldo ku sekarang? Sudah lama tidak mengeceknya.” Amira tersenyum. Dia membuka aplikasi bankingnya dari ponsel.“Hah!” Amira terkejut dengan saldo yang penuh. Dia bahkan tidak tahu bahwa dirinya memiliki lebih dari satu aku rekening. Wijaya membuat semuanya berbeda. Gaji sebagai sekretaris, asisten pribadi, ibu susu Keano dan jatah sebagai istri sehingga wanita itu memiliki banyak sumber dana.“Aku mau pergi ke bank untuk melihat berapa dia membayarku?” tanya Amira pada dirinya sendiri.“Apa bisa dilihat dari sini ya? Transaksi dan sumber dana.” Amira mencoba melakukan pengecekan melalaui ponsel.“Terbatas. Wijaya mengirimkan uang tidak tentu waktu. Hm.” Amira terlihat berpikir.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Wijaya.“Uangku banyak.
Andika berada di ruang kerja. Pria itu tidak pulang karena terlalu banyak pekerjaan. Dia harus membayar kerugian hotel yang digunakan unutk pesta pernikahan mereka.“Kenapa menikah dengan Cantik menjadi sial? Di acara pesta pernikahan terjadi kebakaran dan aku harus menanggung kerugian yang tidak sedikit.” Andika benar-benar malas untuk pulang ke rumah.“Ketika bersama Amira. Aku lebih bahagia. Pesta yang sederhana, tetapi sangat tenang dan aman. Kami berdua memiliki Tabungan untuk kehidupan pernikahan tanpa bergantung pada orang tua.” Andika tersenyum mengingat pernikahan dirinya dan Amira.“Semua ini gara-gara mama sehingga Amira kehilangan anak kami. Dia harus aku ceraikan dan terusir dari rumah. Aku sangat menyesal. Bersama kamu jauh bahagia, Amira. Kamu adalah wanita yang aku cintai dan sayangi. Bisakah kita kembali lagi?” Andika tidak peduli dengan waktu yang terus berputar hingga jam makan malam.“Andika.” Cantika berdiri di depan pintu dan menatap tajam pada suaminya yang duduk
Luna tiba di bandara. Wanita itu terlihat tersenyum ketika menginjakkan kaki di lantai.“Aku bebas. Aku akan kembali ketika waktunya tiba. Nikmatilah, Amira.” Luna memakai kacamata dan berjalan santai keluar dari bandara.“Silakan, Bu.” Seorang pria menunggu di depan mobil. Dia membuka pintu untuk Luna.“Terima kasih.” Luna duduk di kursi belakang. Dia benar-benar berharap hidup mewah kembali seperti sebelum ada masalah dengan Wijaya Kusuma.“Saya akan mengantar Anda ke villa,” ucap sopir menutup pintu.“Apa? Aku tinggal di apartemen tengah kota yang dekat dengan Perusahaan Modeling.” Luna melihat sopir yang sudah duduk di balik kemudi.“Maaf, Bu. Pak Wijaya telah mempersiapkan semuanya untuk Anda.” Sopir menyalakan mesin mobil. Dia meninggalakn bandara dan menuju villa yang cukup jauh dari pusat kota.“Hentikan mobil. Aku mau pergi ke apartemen milikku,” tegas Luna. Sopir tidak peduli. Dia terus mengendarai mobil.“Apa kamu benar anak buah Wijaya?” tanya Luna.“Ya. Saya diperintah unt
Wijaya memeriksa rekaman cctv dan mendapatkan bahwa Amira berada di ruang kerjanya. Pria itu bisa melihat bahwa sang istri duduk di kursi dan membuka computer.“Amira. Dia tidak sepolos yang aku kira.” Wijaya beranjak dari kursi.“Apa Anda mau pulang?” tanya Jack.“Ya. Amira membongkar komputerku. Aku yakin wanita itu mencurigai setiap pergerakan diriku.” Wijaya keluar dari rumah sakit. Dia bertemu dengan dokter Ibra di koridor rumah sakit.“Wijaya. Benar kan pria yang kamu kirim kemari adalah anak buah kamu?” Ibra berdiri di depan Wijaya.“Ya. Kamu harus ikut mengawasi dia. Pastikan Leon sembuh dan sehat seperti sedia kala,” tegas Wijaya.“Apa yang terjadi, Jaya? Apa yang sedang kamu lakukan? Kamu benar-benar masih sangat misterius.” Dokter Ibra menatap Wijay. Dia tahu bahwa luka Leoan sangat serius. Pria itu bahkan memiliki luka tembakan dan juga gigitan hewan buas serta ada benturan.“Ada apa dengan kamu, Ibra? Kamu tahu kan bahwa aku tidak akan melakukan segala sesuatu yang tidak m
Luna membuka mata. Wanita itu tidur dengan sangat lelap karena tubuhnya lelah setelah melakukan perjalanan yang panjang beda negara.“Sunyi sekali.” Luna memilih kamar paling atas. Dia bisa melihat pemandangan yang indah.“Nyaman sekali. Kadang-kadang aku memang butuh tempat untuk menyendiri. Beristirahat dari kesibukan dunia dan lelahnya bekerja.” Luna beranjak dari kasur dan membuka jendela.“Sudah sangat terang. Matahari saja sudah tinggi. Pantas saja perutku lapar.” Luna ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan membuang racun yang ada di dalam tubuhnya.Luna mengenakan mini dress yang seksi berwarna mewah menyala. Wanita itu keluar dari kamar dan menuju ruang makan.“Bibi,” sapa Luna melihat meja makan yang kosong, Tidak ada makanan atau pun minuman yang tersaji untuk sarapan. “Bibi!” teriak Luna, tetapi tetap tidak ada jawaban. Wanita itu benar-benar ditinggal sendiri.“Sial. Kemana wanita tua semalam?” tanya Luna berkeliling. Wanita itu pun pergi ke dapur dan membuka lemari penyi
Cantika benar-benar gelisah. Wanita itu sudah sering berhubungan intim dengan Andika. Jauh sebelum mereka menikah dan dia masih juga belum hamil.“Siapa yang tidak subur? Aku atau Andika?” Cantika berada di dalam kamar mandi. Wanita itu baru saja kedatangan tamu bulanannya dan itu berarti dia belum hamil. “Amira pernah hamil dengan Andika. Itu artinya suamiku sehat, tetapi kenapa aku belum hamil? Apa aku harus periksa ke dokter kandungan?” Cantika kesal melihat cairan merah yang telah membasahi celanannya. “Aku harus bertemu dengan dokter kandungan di rumah sakit terbaik, tetapi tidak boleh dokter Ibra.” Cantika segera mandi dan berganti pakaian.“Aku pergi ke luar kota saja.” Cantika keluar dari kamar.“Gawat jika mama Andika bertanya tentang kehamilah.” Cantika melihat Marni yang berjalan menujunya. “Cantika, kamu mau kemana?” tanya Marni melihat Cantika menuruni tangga.“Mama. Aku harus ke luar kota karena ada urusan bisnis. Papa baru menghubungiku.” Cantika tersenyum. Dia memega
Wijaya yang duduk di balik meja kerja mendapatkan laporan bahwa Cantika melakukan perjalanan dan pergi bertemu dengan dokter spesialis kandungan. Pria itu juga menerima kabar tentang Luna yang mau pergi meninggalkan villa.“Aku akan biarkan kamu pergi, Luna. Nikmati perjalanan yang mengerikan dan itu bukan salahku. Aku sudah berikan tempat tinggal yang aman di villa itu.” Wijaya tersenyum.“Baiklah. Aku tunggu kabar hasil pemeriksaan Cantika.” Wijaya terus memantau orang-orang yang telah menyakiti Amira. Dia memang bersyukur dengan perceraian Andika, tetapi pria itu tidak ingin istrinya terluka.“Amira. Orang-orang yang jahat padamu akan mendapatkan balasan setimpal. Mereka tidak akan mendapatkan kematian dengan mudah, tetapi juga kehidupan yang menakutkan.” Wijaya duduk di kursi kerjanya. Dia ditemani oleh Dody yang kembali bekerja karena sang bos yang masih belum mendapatkan penggantinya.“Maaf, Pak. Apa kita perlu mencari sekretaris baru?” tanya Dody.“Untuk apa? Aku punya kamu dan
Dokter Ibra dan tim sudah tiba di rumah. Mereka mengejutkan Amira yang masih terkurung di ruang tengah. Wanita itu segera beranjak dari sofa.“Siapa?” tanya Amira.“Dokter Ibra.” Mahira bingung dengan kedatangan dokter Ibra di malam hari.“Ada apa ini?” Mahira melihat pelayan wanita yang membukakan pintu.“Di mana Wijaya?” tanya dokter Ibra.“Apa? Apa maksud kamu menanyakan Wijaya?” Amira memegang tangan dokter Ibra. Wanita itu heran karena teman Wijaya memawa tim dokter dengan perlengkapan medis. “Wijaya….” Dokter Ibra menatap mata Amira yang sudah bengkak dan wajahnya sembab. Itu menjelaskan bahwa istri dari Wijaya Kusuma sudah nangis sepanjang malam.“Ayo masuk dan duduk.” Dokter Ibra menarik tangan Amira duduk di sofa. Dia harus menenankan wanita yang bergitu trauma dengan kehilangan.“Siapa yang sakit? Apa Devano terluka?” tanya Amira yang terus menangis dan terisak.“Aku tidak tahu, Amira. Wijaya tidak bisa dihubungi. Kami hanya mendapatkan kiriman symbol bahaya,” jelas dokter I
Andika tidak membangunkan Cantika. Dia segera mematikan tv dan beganti pakaian. Pria itu keluar dari rumah dengan mengendarai mobilnya. Cuaca yang buruk membuat semua penerbangan ditunda. Mereka hanya bisa bepergian menggunakan jalur darat dengan waktu tempuh yang lebih lama.Wijaya yang terus mengawasi penerbangan Devano dengan cepat mengetahu kabar kecelakaan. Ada dua orang anak buahnya yang ikut dalam pesawat. Pria itu dengan cepat pergi ke lokasi dengan mobil terbaiknya bersama Jack dan orang-orang kepercayaan. Dia jauh lebih khawatir akan keselamatan putra Amira karena telah berjanji akan membawa pulang bayi tampan itu kepada sang ibu.“Kamu harus selamat, Devano. Aku tidak mau melihat Amira menangis dan terpuruk lagi.” Wijaya tidak tenang berada di dalam mobil. “Pak, sebaiknya Anda menghubungi Nyonya,” ucap Jack. “Benar.” Wijaya mencari ponsel yang berada di dalam tas. Pria itu melihat ada banyak panggilan tidak terjawab dari Amira.“Ah sial. Ponselku diam. Amira pasti sudah m
Anto dan rombongan tiba di bandara. Mereka terbang dengan pesawat malam agar pergerakan tidak terlalu terlihat.“Hm.” Sulas memperhatikan Devano yang terus terlelap. Bayi itu benar-benar tenang ketika melakukan perjalanan. Dia sudah terbiasa dan merasa nyaman dalam pelukan pengasuhnya.“Kenapa?” tanya Anto yang selalu berada di sisi Sulas.“Aku sudah sayang dan jatuh cinta pada Devano,” jawab Sulas dengan wajah sedihnya. Wanita itu benar-benar tidak rela memberikan Devano kepada Cantika. Dia takut bayi tampan dan sehat akan mendapatkan siksaan dari perempuan yang tega memisahkan seorang anak dari ibunya.“Aku akan meminta Ibu Cantika menjadikan kamu pengasuh Devano. Bagaimana? Apa kamu mau?” Anto mencium dahi Sulas.“Mau,” ucap Sulas cepat dengan senyuman lebar.“Aku akan mengusahakannya.” Anto merangkul Sulas.Pesawat terus berada di udara. Para penumpang terlelap. Cuaca cukup burung di langit. Hujan lebat dan petir kilat menjambar dengan kuat.“Ada apa ini?” Para penumpang yang sedan
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?