Terima kasih. Semoga suka.
Amira berdiri di depan pintu pagar. Dia melihat kepergian Kristian. Wanita itu cukup bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya dan adik kelasnya di masa kuliah.“Aku memang merasa nyaman di dekat kamu, Tian. Hanya saja tidak pernah berpikir untuk kita bersama.” Amira masuk ke dalam halaman rumah. Dia mengendarai motor untuk kembali.“Aku benar-benar khawatir. Apa Pak Wijaya akan marah?” tanya seorang pengawal pada rekannya.“Aku tidak tahu. Pria itu tadi memeluk dan mencium Nyonya.” Dua pengawal saling lihat. Mereka benar-benar khawatir aka nada perang dunia. Wijaya adalah pria yang posesif dan pencemburu.Amira masuk ke dalam rumah. Dia pergi ke kamar Keano yang masih tidur siang. Wanita itu bertemu dengan bibi yang menemanik putra tercinta Wijaya.“Anda bertemu dengan siapa, Non?” tanya bibi.“Kristian,” jawab Amira duduk di sofa. “Non tidak boleh dekat-dekat pria mana pun. Pak Wijaya tidak suka,” ucap bibi.“Iya. Aku tadi hanya mau bertemu dengannya saja, tetapi tidak tahu bahwa
Pria itu duduk di sofa ruang tamu. Dia menunggu kedatangan Amira dengan rasa cemburu, tetapi berusaha menenangkan diri. “Wijaya.” Amira berlari masuk ke dalam rumah. Dia melihat pria itu sudah berdiri tegak di depannya.“Maafkan aku.” Amira langsung memeluk Wijaya. Wanita itu mulai mengerti cara menenangkan suaminya.“Apa kamu melakukan kesalahan?” tanya Wijaya membelai rambut Amira yang tergerai.“Ya. Aku bertemu dengan Kristian. Aku mengatakan padanya bahwa kita sudah menikah,” jelas Amira mendongak dan menatap Wijaya dengan tatapan manja.“Apa?” Wijaya terkejut dengan ucapan Amira. Dia tidak menyangka bahwa wanita itu mengakui pernikahannya kepada Kristian. Itu jelas telah menolak secara langsung.“Ya.” Amira mengangguk dengan bibir cemberut.“Mm.” Wijaya langsung melahap bibir Amira dengan penuh gairah. Rasa marahnya langsung hilang setelah mendengar bahwa istrinya mengakui pernikahan mereka. Ada rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan. Apalagi dikatakan kepada Kristian yang jela
Leon membuka matanya. Pria itu memperhatikan sekeliling. Dia baru sadar dari tidurnya yang panjang. Pria itu melihat Jack yang dengan setia menemaniknya sepanjang waktu. “Jack,” sapa Leon pada Jack yang bekerja dengan komputernya. “Leon.” Jack segera beranjak dari sofa dan mendekati Leon. “Apa kabar kawan?” Jack tersenyum bahagia. Dia memegang tangan Leon. Sahabat yang masih belum bisa bergerak. “Terima kasih telah menyelamatkanku,” ucap Leon yang tahu jelas bahwa dirinya terluka parah. “Bukan aku yang menyelamatkan kamu, tetapi Pak Wijaya. Bos mengeluarkan banyak uang untuk bisa membawa kamu keluar dari pulang berbahaya itu,” jelas Jack. “Apa bos sangat ingin mendengarkan semua informasi langsung dariku?” Leon tersenyum. “Bos lebih peduli padamu dari pada informasi itu.” Jack menatap Leon. Dia sangat ingin memeluk sahabatnya, tetapi tidak bisa karena pria itu masih dalam pemulihan. “Aku akan panggilkan dokter.” Jack menekan tombol yang ada di samping tempat tidur Leon. Tidak
Wijaya duduk sangat menempel pada Amira. Pria itu menjaga istrinya agar tidak mendekat dengan pria lain. Dia benar-benar tidak ingin membuat masalah dengan daya tarik dari ibu susu Keano.“Jack, makanlah. Apa kamu tidak suka kue keju?” tanya Amira.“Apa? Suka.” Jack gugup. Dia khawatir salah bicara. Mereka benar-benar tidak pernah dekat dengan wanita mana pun. Apalagi diperhatikan dengan penuh kasih sayang dan ketulusan seperti yang dilakukan oleh Amira. Perempuan yang terbiasa hidup berbagi dengan keluarganya di panti asuhan.“Bos.” Jack melihat pada Wijaya.“Aku akan membukanya.” Amira menyingkirkan tangan Wijaya yang merangkulnya. Dia turun dari sofa dan duduk di lantai. Wanita itu membuka tas bekal dan menata di atas meja.“Ini Kue keju, salad buah dan bubur.” Amira tersenyum.“Hah!” Wijaya terkejut. Dia tidak tahu entah kapan wanita itu menyiapkan semuannya.“Aku membawa tiga sendok. Makalah!” Amira memberikan sendok kepada Jack. Pria itu melihat pada Wijaya. Dia tidak berani berg
Sebuah mobil berhenti di depan Luna. Seorang pria membuka pintu dan tersenyum pada mantan istri Wijaya Kusuma.“Apa Anda Ibu Luna?” tanya pria itu.“Ya. Siapa yang mengirim kamu?” Luna balik bertanya.“Bella,” jawab pria itu.“Oh.” Luna masuk ke dalam mobil. Pria itu tersenyum. Dia mengambil koper dan dimasukan ke dalam bagasi.“Apa Anda sudah siap?” tanya pria itu.“Ya.” Luna terlihat bahagia karena bisa lari dari vila jelek milik Wijaya.“Anda mau pergi kemana?” tanya sopir.“Bawa aku ke apartemen atau hotel yang paling dekat di sini,” jawab Luna.“Apa Anda masih belum punya tujuan?” tanya sopir lagi.“Aku sudah berusaha menghubungi teman-temanku, tetapi tidak ada satu pun yang terhubung,” jawab Luna.“Apa Anda punya uang untuk masuk hotel?” Sopir melihat Luna dari kaca dashboard.“Aku akan menggunakan kartu,” ucap Luna.“Sekarang kita di mana?” tanya Luna.“Hotel,” jawab sopir menghentikan mobilnya.“Anda bisa turun.” Sopir membuka pintu. Dia mengeluarkan koper milik Luna.“Ini hot
Cantika kembali lagi ke klinik Dokter Doan. Wanita melakukan pemeriksaan setelah konsultasi.“Harusnya kamu datang dengan suami,” ucap dokter Doan tersenyum pada Cantika yang telah melepas pakaiannya.“Aku mau tahu kondisi tubuhku terlebih dahulu. Jika sudah dipastikan aku sehat dan subur. Barulah aku mengajak Andika,” jelas Cantika.“Kenapa?” tanya dokter Doan.“Karena dia sudah punya anak dengan istri pertamanya,” jawab Cantika.“Oh. Kamu khawatir dengan diri sendiri.” Dokter Doan dibantu asisten mulai melakukan pemeriksaan dan tes pada tubuh Cantika. Mereka fokus pada bagian alat reproduksi.“Bagimana, Dok?” tanya Cantika duduk di kursi ruang tunggu setelah pemeriksaan.“Apa kamu sering minum obat kimia?” Dokter Doan memperhatikan hasil pemeriksaan Cantika.“Iya. Apa itu berpengaruh pada kandung telurku? Apa aku tidak bisa hamil?” Cantika tampak khawatir. Dia benar-benar takut mandul dan tidak bisa melahirkan anak untuk Andika.“Obat apa yang kamu minum? Ini sudah berlebih sehingga
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Semua wanita pasti iri akan posisi Amira. Istri dari Wijaya Kusuma yang kaya raya dan memiliki dua anak kembar. Wanita itu pun dicintai sepenuh hati sehingga dijadikan ratu di rumah yang mewah.“Amira benar-benar beruntung. Semua orang pasti mau menjadi dirinya. Luna yang seorang model yang sangat terkenal saja tidak mampu menaklukkan hati Wijaya Kusuma.” Berita tentang anak dan istri Wijaya tersebar keseluruh dunia. Ada banyak orang yang bingung dengan usia anak yang sama dengan waktu perceraian Amira dengan Andika bagi mereka yang mengetahui.“Wijaya yang beruntung. Amira adalah wanita sempurna. Aku saja yang bodoh sehingga terlambat menyadarinya. Dia telah memberikan segalanya kepadaku.” Andika duduk di sudut ruangan. Pria itu meneguk minuman dengan kadar alcohol cukup tinggi. Dia kesal karena tidak bisa mendekati anak dan istrinya yang berada di atas podium.“Pak Dika. Anda sudah mabuk.” Dena berjongkok di depan Andika.“Amira. Kembalilah kepadaku.” Andika memegang kedua pipi Dena.
Amira tampil cantik dengan gaun birunya. Pilihan Wijaya tidak pernah salah. Pria itu selalu memberi yang terbaik untuk istrinya. Gaun dengan edisi terbatas dan belum dipublikasinya.“Sayang, kamu selalu cantik.” Wijaya memeluk Amira dari belakang. Dia meletakkan dagunya di pundak sang istri yang terbuka.“Terima kasih untuk gaun yang mewah ini,” ucap Amira mencium pipi Wijaya.“Apa kamu suka?” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Tentu saja. Aku sangat suka,” jawab Amira mengecup bibir suaminya. Itu adalah caranya berterima kasih kepada sang suami.“Ada tiga gaun kan?” tanya Wijaya.“Ya. Aku pilih gaun biru di pagi hari dan siang adalah waktu tidur anak-anak,” jelas Amira.“Tidak masalah, Sayang. Ketika anak-anak tidur. Kamu bisa menemaniku,” ucap Wijaya.“Aku harus menemani anak-anak,” tegas Amira.“Sayang, ada bibi dan para pelayan. Kamu tidak usah khawatir. Aku akan meletakkan para penjaga di sekitar mereka,” jelas Wijaya.“Aku butuh kamu terus di sisiku. Apa bisa?” tanya
Andika masuk ke dalam kamar dan melihat Dena yang tampil sangat seksi. Wanita itu hanya mengenakan pakaian dalam saja.“Pak Dika.” Dena pura-pura terkejut. Dia meletakkan tangan di depan dadanya.“Maaf, aku lupa ada kamu di kamar. Aku mau mandi,” ucap Andika.“Tidak apa, Pak. Anda bisa masuk ke kamar mandi.” Dena tersipu.“Ya. Terima kasih. Sekali lagi mohon maaf.” Andika membuka kemeja di depan Dena. Pria itu menampilkan bentuk tubuh sempurna dengan pahatan otot yang seksi. Dia melempar kemeja di keranjang baju kotor.“Ohhh.” Dena menelan ludah. Dia yang masih wanita muda itu benar-benar dengan mudah tergoda dengan tubuh Andika yang memang menjadi dambaan semua wanita. Tampan, tinggi dan seksi dengan usia yang sudah matang serta sangat berpengalaman.“Pak, tubuh Anda sangat bagus,” ucap Dena tanpa malu.“Aku rajin olah raga dengan makanan sesuai dengan pengaturan ahli gizi.” Andika masuk ke dalam kamar mandi. “Ibu Cantika. Suami Anda tampan dan kayar. Tubuhnya seksi menggoda. Aku ben
Cantika memperhatikan dokter muda dan tampan yang mendekat. Pria itu tersenyum ramah pada istri Andika.“Halo, Nyonya Cantika. Apa kabar Anda? Semoga sehat selalu.” Dokter meletakkan perlengkapan medis di atas meja samping tempat tidur. Pria itu membuka kotak dan mengeluarkan jarum suntik serta botol berisi cairan berwarna kuning.“Apa yang mau kamu lakukan?” tanya Cantika khawatir. Dia mulai berpikiran aneh dengan tatapan Andika.“Membuat Anda menjadi lebih tenang dan tidak sakit lagi,” jawab dokter.“Saya tidak sakit,” ucap Cantika mengeliat. Dia sangat ingin lari dan menghindar dari jarum suntik yang akan ditusukan pada lehernya.“Ini memang tidak akan sakit. Anda akan tertidur nyenyak dan bangun dengan kondisi yang sehat,” jelas dokter.“Tidak. Jangan lakukan itu. Kalian mau membunuhku!” teriak Cantika terus berontak.“Diamlah, Cantika!” Andika memegang tubuh Cantika dengan kuat sehingga wanita itu tidak bisa bergerak lagi.“Tidak. Aku mohon, Andika. Jangan sakiti aku lagi. Aku ak
Tidak butuh waktu lama. Wijaya mempersiapkan pesta meriah tanpa harus merepotkan dirinya dan istri. Sebuah Gedung mewah telah dihias sedemikian rupa. Pria itu mengundang semua orang dari lingkungan bisnisnya dan juga para wartawan agar bisa siaran langsung.“Permisi, Nyonya. Pakaian Anda sudah datang,” ucap bibi.“Pakaian apa, Bi? Apa Pak Wijaya beli lagi?” tanya Amira.“Pakaian pesta untuk besok,” jawab bibi.“Pesta?” Amira menatap pada bibi. Dia benar-benar lupa dengan pesta yang dijanjikan Wijaya untuknya dan anak-anak.“Iya, Bu. Besok akan ada pesta besar dan meriah. Pak Wijaya mengundang semua orang untuk hadir dan acara disiarkan langsung melalui stasiun televisi serta jaringan internet. Besok adalah hari khusus untuk keluarga Wijaya Kusuma,” jelas bibi tersenyum bahagia.“Apa?” Amira terkejut.“Aku pikir hanya pesta biasa saja.” Tidak ada yang perlu Amira khawatirkan karena dia tidak memiliki keluarga. Wanita itu tumbuh dan besar di panti asuhan dengan kejam sehingga dia harus l
Wijaya terlihat tersenyum. Pria itu benar-benar merasakan kehidupan yang tenang dan normal. Dia memandangi istrinya yang sedang bersiap untuk tidur. “Ada apa?” tanya Amira.“Apa kamu lupa sesuatu?” Wijaya balik bertanya.“Apa? Aku rasa tidak ada apa pun.” Amira membuka ikatan rambutnya.“Bukankah ada perjanjian diantara kita?” Wijaya menarik pinggang Amira hingga wanita itu jatuh di pangkuannya. “Oh ya. Bagaimana kabar Luna?” tanya Amira memutar tubuh menghadap Wijaya.“Aku harus membayar mahal untuk menebuh Luna. Apa kamu mau melihat laporannya?” Wijaya menatap Amira.“Apa dia sudah berhasil diselamatkan?” Amira melingkarkan tangan di leher Wijaya.“Tentu saja, Sayang. Aku bisa melakukan apa pun dengan mudahnya. Apa kamu tidak percaya?” tanya Wijaya.“Aku percaya. Jadi, apa yang kamu inginkan sebagai ibalannya?” Amira mengecup bibir Wijaya sekilas.“Pesta yang meriah,” ucap Wijaya.“Apa?” Amira bingung.“Pesta apa?” tanya Amira.“Asalkan kamu setuju. Aku akan mengadakan pesta yang s
Andika hanya terdiam. Usahanya mendekati Wijaya gagal. Pria itu benar-benar tidak ada harapan untuk bisa bertemu dengan anak dan mantan istrinya lagi. “Hah!” Andika sangat ingin bertemu dengan Devano. Pria itu tidak tahu lagi rupa dari putranya yang sudah bertambah usia. Bayi sehat yang dibesarkan oleh susu alami langsung dari sumbernya. Hidup di alam yang bebas. “Andika, bagaimana ini? Apa kamu ceraikan Cantika dan segera menikah lagi?” Marni menatap Andika. “Aku tidak tahu lagi, Ma. Itu masih lama sedangkan aku pun tidak pernah jatuh cinta lagi setelah dengan Amira.“Mama yang memaksaku bercerai sehingga aku mendapatkan hukuman ini.” Andika masuk ke dalam mobil dan Marni mengikutinya.“Apa kamu menyalahkan Mama?” tanya Marni duduk di samping Andika.“Ini salah aku sendiri yang mengikuti kemauan Mama,” jawab Andika. “Sekarang Amira menjadi istri Wijaya. Pria paling kaya dan berkuasa di negara ini.” Andika menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kantor Wijaya.Wijaya melihat Andika
Amira melihat ke pintu. Dia tidak juga melihat kedatangan suaminya. Wanita itu heran karena dia tidak bisa menggunakan ponselnnya. Padahal jaringan internet sangat kuat. Kegiatannya seakan dibatasi sehingga hanya bisa mengaskses tertentu saja.“Kenapa dia tidak datang ke kamar anak-anak? Apa tidur di kamar atas?” tanya Amira meletakkan kembali ponsel di atas meja. Dia beranjak dari sofa dan mendekati tempat tidur kedua anaknya. Wanita itu merebahkan diri dan memejamkan matanya.Wijaya bangun lebih awal. Dia mandi dan berpakaian rapi. Pria itu keluar dari kamar dengan tenang dan pergi ke kamar anak-anaknya.“Di mana mereka?” Wijaya melihat kamar yang kosong.“Apa sedang mandi?” tanya Wijaya melepaskan jas di atas sofa. Dia pergi ke kamar mandi yang tertutup. Pria itu bisa mendengarkan canda dan tawa istri serta dua putranya.“Hm. Harusnya aku mandi bersama mereka saja.” Wijaya melepaskan kemeja dan celananya. Dia masuk ke dalam bak mandi.“Sayang.” Amira tersenyum melihat pada Wijaya su
Wijaya berada di ruang kerja yang ada di rumahnya. Pria itu tertidur di sofa hingga Amira pun datang menyusul.“Kenapa belum kembali?” Amira membuka pintu dengan perlahan dan melihat Wijaya rebahan di sofa dengan laptop masih menyala.“Pasti sangat sibuk. Kenapa tidak minta bantuanku?” Amira mengambil laptop Wijaya dan berniat untuk menutupnya.“Apa?” Amira hampir menjatuhkan laptop karena terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tayangan video penyiksaan Luna yang berada di luar negeri.“Tidak.” Amira menggeleng dan terduduk di sofa hingga membangunkan Wijaya. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya melihat computer lipatnya yang berada di pangkuan Amira. Mata wanita itu melotot. “Sayang.” Wijaya segera menarik dan menutup laptop. Meletakakn di atas meja.“Apa itu Luna?” tanya Amira.“Apa kamu melihatnya?” Wijaya balik bertanya. Pria itu segera memeluk Amira.“Kenapa? Kenapa dia begitu? Luna kesakitan.” Amira menangis. Tubuh wanita itu menggigil ketakutan karena Luna digauli dan disiksa oleh ba