Terima kasih. Semoga suka.
Luna membuka mata. Wanita itu tidur dengan sangat lelap karena tubuhnya lelah setelah melakukan perjalanan yang panjang beda negara.“Sunyi sekali.” Luna memilih kamar paling atas. Dia bisa melihat pemandangan yang indah.“Nyaman sekali. Kadang-kadang aku memang butuh tempat untuk menyendiri. Beristirahat dari kesibukan dunia dan lelahnya bekerja.” Luna beranjak dari kasur dan membuka jendela.“Sudah sangat terang. Matahari saja sudah tinggi. Pantas saja perutku lapar.” Luna ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan membuang racun yang ada di dalam tubuhnya.Luna mengenakan mini dress yang seksi berwarna mewah menyala. Wanita itu keluar dari kamar dan menuju ruang makan.“Bibi,” sapa Luna melihat meja makan yang kosong, Tidak ada makanan atau pun minuman yang tersaji untuk sarapan. “Bibi!” teriak Luna, tetapi tetap tidak ada jawaban. Wanita itu benar-benar ditinggal sendiri.“Sial. Kemana wanita tua semalam?” tanya Luna berkeliling. Wanita itu pun pergi ke dapur dan membuka lemari penyi
Cantika benar-benar gelisah. Wanita itu sudah sering berhubungan intim dengan Andika. Jauh sebelum mereka menikah dan dia masih juga belum hamil.“Siapa yang tidak subur? Aku atau Andika?” Cantika berada di dalam kamar mandi. Wanita itu baru saja kedatangan tamu bulanannya dan itu berarti dia belum hamil. “Amira pernah hamil dengan Andika. Itu artinya suamiku sehat, tetapi kenapa aku belum hamil? Apa aku harus periksa ke dokter kandungan?” Cantika kesal melihat cairan merah yang telah membasahi celanannya. “Aku harus bertemu dengan dokter kandungan di rumah sakit terbaik, tetapi tidak boleh dokter Ibra.” Cantika segera mandi dan berganti pakaian.“Aku pergi ke luar kota saja.” Cantika keluar dari kamar.“Gawat jika mama Andika bertanya tentang kehamilah.” Cantika melihat Marni yang berjalan menujunya. “Cantika, kamu mau kemana?” tanya Marni melihat Cantika menuruni tangga.“Mama. Aku harus ke luar kota karena ada urusan bisnis. Papa baru menghubungiku.” Cantika tersenyum. Dia memega
Wijaya yang duduk di balik meja kerja mendapatkan laporan bahwa Cantika melakukan perjalanan dan pergi bertemu dengan dokter spesialis kandungan. Pria itu juga menerima kabar tentang Luna yang mau pergi meninggalkan villa.“Aku akan biarkan kamu pergi, Luna. Nikmati perjalanan yang mengerikan dan itu bukan salahku. Aku sudah berikan tempat tinggal yang aman di villa itu.” Wijaya tersenyum.“Baiklah. Aku tunggu kabar hasil pemeriksaan Cantika.” Wijaya terus memantau orang-orang yang telah menyakiti Amira. Dia memang bersyukur dengan perceraian Andika, tetapi pria itu tidak ingin istrinya terluka.“Amira. Orang-orang yang jahat padamu akan mendapatkan balasan setimpal. Mereka tidak akan mendapatkan kematian dengan mudah, tetapi juga kehidupan yang menakutkan.” Wijaya duduk di kursi kerjanya. Dia ditemani oleh Dody yang kembali bekerja karena sang bos yang masih belum mendapatkan penggantinya.“Maaf, Pak. Apa kita perlu mencari sekretaris baru?” tanya Dody.“Untuk apa? Aku punya kamu dan
Amira berdiri di depan pintu pagar. Dia melihat kepergian Kristian. Wanita itu cukup bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya dan adik kelasnya di masa kuliah.“Aku memang merasa nyaman di dekat kamu, Tian. Hanya saja tidak pernah berpikir untuk kita bersama.” Amira masuk ke dalam halaman rumah. Dia mengendarai motor untuk kembali.“Aku benar-benar khawatir. Apa Pak Wijaya akan marah?” tanya seorang pengawal pada rekannya.“Aku tidak tahu. Pria itu tadi memeluk dan mencium Nyonya.” Dua pengawal saling lihat. Mereka benar-benar khawatir aka nada perang dunia. Wijaya adalah pria yang posesif dan pencemburu.Amira masuk ke dalam rumah. Dia pergi ke kamar Keano yang masih tidur siang. Wanita itu bertemu dengan bibi yang menemanik putra tercinta Wijaya.“Anda bertemu dengan siapa, Non?” tanya bibi.“Kristian,” jawab Amira duduk di sofa. “Non tidak boleh dekat-dekat pria mana pun. Pak Wijaya tidak suka,” ucap bibi.“Iya. Aku tadi hanya mau bertemu dengannya saja, tetapi tidak tahu bahwa
Pria itu duduk di sofa ruang tamu. Dia menunggu kedatangan Amira dengan rasa cemburu, tetapi berusaha menenangkan diri. “Wijaya.” Amira berlari masuk ke dalam rumah. Dia melihat pria itu sudah berdiri tegak di depannya.“Maafkan aku.” Amira langsung memeluk Wijaya. Wanita itu mulai mengerti cara menenangkan suaminya.“Apa kamu melakukan kesalahan?” tanya Wijaya membelai rambut Amira yang tergerai.“Ya. Aku bertemu dengan Kristian. Aku mengatakan padanya bahwa kita sudah menikah,” jelas Amira mendongak dan menatap Wijaya dengan tatapan manja.“Apa?” Wijaya terkejut dengan ucapan Amira. Dia tidak menyangka bahwa wanita itu mengakui pernikahannya kepada Kristian. Itu jelas telah menolak secara langsung.“Ya.” Amira mengangguk dengan bibir cemberut.“Mm.” Wijaya langsung melahap bibir Amira dengan penuh gairah. Rasa marahnya langsung hilang setelah mendengar bahwa istrinya mengakui pernikahan mereka. Ada rasa bahagia yang tidak bisa diungkapkan. Apalagi dikatakan kepada Kristian yang jela
Leon membuka matanya. Pria itu memperhatikan sekeliling. Dia baru sadar dari tidurnya yang panjang. Pria itu melihat Jack yang dengan setia menemaniknya sepanjang waktu. “Jack,” sapa Leon pada Jack yang bekerja dengan komputernya. “Leon.” Jack segera beranjak dari sofa dan mendekati Leon. “Apa kabar kawan?” Jack tersenyum bahagia. Dia memegang tangan Leon. Sahabat yang masih belum bisa bergerak. “Terima kasih telah menyelamatkanku,” ucap Leon yang tahu jelas bahwa dirinya terluka parah. “Bukan aku yang menyelamatkan kamu, tetapi Pak Wijaya. Bos mengeluarkan banyak uang untuk bisa membawa kamu keluar dari pulang berbahaya itu,” jelas Jack. “Apa bos sangat ingin mendengarkan semua informasi langsung dariku?” Leon tersenyum. “Bos lebih peduli padamu dari pada informasi itu.” Jack menatap Leon. Dia sangat ingin memeluk sahabatnya, tetapi tidak bisa karena pria itu masih dalam pemulihan. “Aku akan panggilkan dokter.” Jack menekan tombol yang ada di samping tempat tidur Leon. Tidak
Wijaya duduk sangat menempel pada Amira. Pria itu menjaga istrinya agar tidak mendekat dengan pria lain. Dia benar-benar tidak ingin membuat masalah dengan daya tarik dari ibu susu Keano.“Jack, makanlah. Apa kamu tidak suka kue keju?” tanya Amira.“Apa? Suka.” Jack gugup. Dia khawatir salah bicara. Mereka benar-benar tidak pernah dekat dengan wanita mana pun. Apalagi diperhatikan dengan penuh kasih sayang dan ketulusan seperti yang dilakukan oleh Amira. Perempuan yang terbiasa hidup berbagi dengan keluarganya di panti asuhan.“Bos.” Jack melihat pada Wijaya.“Aku akan membukanya.” Amira menyingkirkan tangan Wijaya yang merangkulnya. Dia turun dari sofa dan duduk di lantai. Wanita itu membuka tas bekal dan menata di atas meja.“Ini Kue keju, salad buah dan bubur.” Amira tersenyum.“Hah!” Wijaya terkejut. Dia tidak tahu entah kapan wanita itu menyiapkan semuannya.“Aku membawa tiga sendok. Makalah!” Amira memberikan sendok kepada Jack. Pria itu melihat pada Wijaya. Dia tidak berani berg
Sebuah mobil berhenti di depan Luna. Seorang pria membuka pintu dan tersenyum pada mantan istri Wijaya Kusuma.“Apa Anda Ibu Luna?” tanya pria itu.“Ya. Siapa yang mengirim kamu?” Luna balik bertanya.“Bella,” jawab pria itu.“Oh.” Luna masuk ke dalam mobil. Pria itu tersenyum. Dia mengambil koper dan dimasukan ke dalam bagasi.“Apa Anda sudah siap?” tanya pria itu.“Ya.” Luna terlihat bahagia karena bisa lari dari vila jelek milik Wijaya.“Anda mau pergi kemana?” tanya sopir.“Bawa aku ke apartemen atau hotel yang paling dekat di sini,” jawab Luna.“Apa Anda masih belum punya tujuan?” tanya sopir lagi.“Aku sudah berusaha menghubungi teman-temanku, tetapi tidak ada satu pun yang terhubung,” jawab Luna.“Apa Anda punya uang untuk masuk hotel?” Sopir melihat Luna dari kaca dashboard.“Aku akan menggunakan kartu,” ucap Luna.“Sekarang kita di mana?” tanya Luna.“Hotel,” jawab sopir menghentikan mobilnya.“Anda bisa turun.” Sopir membuka pintu. Dia mengeluarkan koper milik Luna.“Ini hot
Wijaya bekerja di rumah. Pria itu hanya pergi ke kantor ketika benar-benar terdesak dan penting. Lelaki yang sudah menjadi bos besar sejak lama itu tidak mau berpisah dengan sang istri yang hamil besar. Dia ingin terus memantau Amira selama dua puluh empat jam. Memastikan bahwa orang-orang yang dicintai dan dikasihinya aman.“Pak, ada pesan dari keluarga Radit.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa yang dia inginkan?” tanya Wijaya melihat pada Jack.“Cantika dan keluarga mau bertemu Anda untuk mengucapkan terima kasih,” jawab Jack.“Apa mereka sudah di Indonesia?” Wijaya memicingkan matanya.“Sudah, Bos. Semalam mereka tiba di Indonesia dan hari ini mengirim pesan,” jelas Jack.“Aku tidak butuh ucapan terima kasih. Mereka hanya perlu menghancurkan Perusahaan Andika dan memberikan kepadaku,” tegas Wijaya.“Baik, Pak. Akan saya sampaikan.” Jack segera membalas pesan Radit.“Aku beri waktu dua minggu paling lambat. Sebelum Amira melahirkan. Jika terlambat, aku sendiri yang akan bergerak da
Cantika duduk di kursi roda. Dia menatap keluar jendela. Wanita itu masih di luar negeri. Dia mendapatkan bantuan dari Wijaya dalam proses pengobatan dan sembunyi dari Andika yang mengira istrinya telah meninggal dunia.“Apa kamu sudah siap pulang?” tanya Ranika.“Ma, aku tidak menyangka Andika sangat jahat. Padahal dia begitu lembut dan peduli padaku.” Cantika memegang tangan Ranika. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca.“Pria jahat memang begitu. Mereka terlihat baik dan peduli. Padahal ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan akan menjadi berbeda.” Ranika memeluk Cantika.“Tidak disangka Wijaya yang tidak pernah tersenyum adalah pria paling baik. Dia benar-benar meratukan Amira. Aku sangat menginginkan pria seperti itu.” Cantika tersenyum.“Ya, tetapi tidak mungkin mendapatkan Wijaya. Dia sangat mencintai Amira. Pria itu melindungi istrinya dengan luar biasa. Amira bahkan tidak pernah keluar rumah,” jelas Ranika.“Ya. Itulah ratu sesungguhnya. Selalu berada di dalam istana yang
Wijaya lebih sering berada di rumah. Pria itu pun tidak pergi ke kantor karena sangat bahagia. Dia bekerja secara online agar bisa menemani istrinya yang manja. Bermain bersama Devano dan Keano ketika keduanya selesai belajar dan belatih. “Sayang, kamu tidak boleh lelah. Jangan ke dapur. Apalagi beres-beres rumah hingga memindahkan dan mengangkat barang berat atau pun ringan,” tegas Wijaya.“Kenapa?” tanya Amira.“Karena kamu sedang hamil. Ingat di sini ada dua calon anak kita.” Wijaya mengusap perut Amira.“Aku tidak akan pergi ke kantor,” ucap Wijaya.“Pergilah. Aku pasti bisa jaga diri. Kamu tidak usah khawatir.” Amira tersenyum.“Hari ini aku akan terus bersama kamu dan anak-anak. Oh ya. Jangan gendong Devano dan Keano lagi.” Wijaya menatap Amira.“Ya, tetapi mereka sering berlari dan menerkamku.” Amira tersenyum. “Aku akan melarang mereka dan menjelaskan bahwa kamu sedang hami adik kecil.” Wijaya mencubit hidup Amira.“Baiklah.” Amira mengangguk. Wanita itu tidak bisa rebahan se
Mahir berdandan di depan cermin. Wanita itu tampil cantik dengan gaun putih yang lembut. Rambut panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai merewati pundaknya. “Sayang, apa kamu mau pergi?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Mau pergi kemana?” Amira balik bertanya karena wanita benar-benar tidak pernah keluar dari rumah sejak kejadian yang membahayakan nyawa mereka. Anak-anak pun mendapatkan Pendidikan dan pengajaran di rumah saja.“Tidak biasanya kamu berdandan cantik dan seksi. Apa kamu menggodaku yang mau pergi kerja ini?” Wijaya mencium pundak dan leher Amira yang terbuka.“Tidak. Aku sedang suka berdandan. Ada banyak baju baru di lemari yang belum pernah dikenakan. Aku punya banyak waktu untuk merawat diri karena anak-anak sibuk dengan tugas mereka setiap hari. Jadi, aku mencobanya,” jelas Amira. “Bagus, Sayang. Istri Wijaya memang harus tampil cantik dan sehat serta bahagia.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Aku sangat bahagia. Hidupku kini sempurna bersama kam
Andika benar-benar sedang berada di atas angin. Dia tidak peduli dengan dua wanita yang saling serang karena memperebutkan dirinya.“Pak Andika.” Siska berdiri di depan Andika yang tampak sibuk.“Ada apa?” Andika tidak melihat sama sekali kepada Siska. Dia sedang memeriksa berkas dan memberikan tanda tangan.“Pelayan Anda menyerang saya,” ucap Siska.“Apa?” Andika mengangkat kepala dan melihat pada Siska. “Apa kamu terluka?” tanya Andika memperhatikan Siska yang semakin seksi.“Tidak. Aku berhasil menghindar,” jawab Siska.“Bagus. Aku sudah memecat Dena. Kamu tidak usah khawatir lagi,” ucap Andika tersenyum.“Terima kasih, Pak.” Siska mendekat dan memijat pundak Andika. Wanita itu merasa menang karena bosnya telah memecat Dena yang tidak ada kontribusi sama sekali. “Apa Anda akan makan malam di luar?” tanya Siska.“Tidak. Hari ini Dena pamit pulang. Jadi, kami akan makan malam perpisahan,” jawab Andika.“Aku juga meminta sopir untuk mengantarnya pulang. Kasian dia sendirian,” lanjut
Wijaya pergi ke penjara. Pria itu sudah lama tidak mengunjungi orang tua Luna. "Kenapa Anda pergi ke penjara yang kotor, Bos?" tanya Jack mengikuti Wijaya. "Aku hanya mau memastikan keinginan terakhir Lucas dan istrinya," jawab Wijaya. "Baik, Bos." Jack membuka pintu pertama penjara Unu Wijaya. "Pak Wijaya." Leon berdiri di depan pintu. Dia menyambut kedatangan Wijaya. "Kenapa kamu memilih tinggal di sini?" tanya Wijaya kepada Leon. "Ini adalah tempat terbaik untuk bekerja, Bos." Leon tersenyum. Dia senang bisa melihat Wijaya."Terserah kamu." Wijaya menepuk pundak Leon dan melewati pria itu. "Jika kamu mau balas dendam ke pulau. Kamu bebas pergi dan membawa anak buah," ucap Wijaya berlalu.“Aku tidak tertarik, Bos.” Leon tidak menyimpan dendam sama sekali. Baginya itu adalah resiko dari tugas yang dijalankannya.“Kenapa?” tanya Wijaya menghentikan langkah kaki dan menoleh pada Leon.“Tidak apa, Bos. Itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja. Em, biaya juga.” Leon tersenyum
Dena telah mempersiapkan makan malam untuk Andika. Wanita itu masih berharap dinikahi Andika, tetapi belum juga ada kepastian. “Kenapa Pak Andika masih belum menikahiku?” tanya Dena pada diri sendiri. Dia berdiri di depan cermin melihat tubuhnya yang seksi.“Tubuhku jauh lebih seksi dari pada wanita tadi yang kurus krempeng.” Dena tersenyum menganggumi tubuh sendiri.“Tidak mungkin Pak Andika tergoda dengan sekretarisnya. Tubuhku lebih mirip dengan ibu Amira. Montok dan padat berisi.” Dena berputar di depan cermin.“Aku mendapatkan gaji yang cukup tinggi selama di rumah ini. Tidak masalah hanya menjadi teman tidur Pak Andika. Aku tidak rugi juga. Dia tampandan kaya.” Dena benar-benar menikmati hidup sebagai simpanan Andika.“Kenapa Pak Andika belum juga pulang?” Dena melihat ke luar jendela dan belum ada mobil Andika. “Apa Pak Andika membohongiku.” Dena menerima pesan dari nomor ponsel Andika. “Pak Andika.” Dena sangat senang dan segera membuka pesan.“Apa?” Dena terkejut karena pe
Amira duduk santai memperhatikan dua putranya yang sedang belajar banyak hal di taman. Wijaya memanggil pengajar dalam segala bidang untuk melihat minat dan bakat dua anaknya agar bisa diarahkan.“Nyonya, apa Anda butuh sesuatu?” tanya bibi.“Ya. Aku mau jus Alpukat,” jawab Amira.“Apa?” Bibi terkejut karena Amira sudah minum tiga gelas besar jus buah bergantian.“Nyonya, apa perut Anda tidak apa-apa?” Bibi memperhatikan Amira.“Kenapa dengan perutku?” Amira mengusap perutnya yang rata.“Aku tidak sedang sakit atau pun gembung.” Amira tersenyum dan menatap bibi.“Anda minum jus buah dan makan banyak buah.” Bibi melihat piring buah yang telah kosong.“Akhir-akhir ini aku suka sekali buah-buahan dan daging. Ah ya. Menu makan malam harus sea food.” Amira tersenyum lebar.“Aku sudah mencatatnya.” Amira memberikan selembar kertas kepada bibi.“Ini makanan yang mau aku makan,” ucap Amira.“Baik, Nyonya.” Bibi membaca kertas dengan tulisan tangan yang sangat rapi.“Ini masakan restaurant. Tid
Amira masih berada di atas kasur dalam pelukan Wijaya. Wanita itu sangat lelah setelah bercinta cukup panjang dan penuh gairah bersama sang suami. “Pukul berapa sekarang?” tanya Amira membuka mata dan melihat ruang kamar yang masih gelap karena semua gorden tertutup rapat.“Tidak usah tanyakan waktu. Tidurlah. Tidak ada yang melarang atau menganggu kamu,” bisik Wijaya memeluk erat tubuh Amira. “Sayang, anak-anak pasti sudah bangun,” ucap Amira mendongak. “Istriku tercinta. Apa kamu lupa? Devano dan Keano harus mulai mandiri. Mereka sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin Perusahaan. Kamu harus mulai belajar melepaskan mereka,” jelas Wijaya.“Apa?” Amira terkejut dengan ucapan Wijaya.“Kita tidak boleh memanjakan mereka lagi. Seseorang yang sukses harus dimulai dengan hidup disiplin dan mandiri. Ingat, kamu sedang program hamil. Kita akan memiliki sepasang bayi kembar.” Wijaya tersenyum. “Sayang, anak-anak masih kecil. Mereka termasuk bayi.” Amira menatap Wijaya. “Susah di waktu