Terima kasih. Semoga suka. See Tomorrow. Hehhe
Amira tidak pernah tahu pengeluaran uang pribadi Wijaya. Wanita itu hanya mengatur dan mengetahui tentang Perusahaan. Dia hanya mendapatkan uang secara langsung dari suaminya yang diisi di rekeningnya. Saldo wanita itu benar-benar membengkak.“Berapa jumlah saldo ku sekarang? Sudah lama tidak mengeceknya.” Amira tersenyum. Dia membuka aplikasi bankingnya dari ponsel.“Hah!” Amira terkejut dengan saldo yang penuh. Dia bahkan tidak tahu bahwa dirinya memiliki lebih dari satu aku rekening. Wijaya membuat semuanya berbeda. Gaji sebagai sekretaris, asisten pribadi, ibu susu Keano dan jatah sebagai istri sehingga wanita itu memiliki banyak sumber dana.“Aku mau pergi ke bank untuk melihat berapa dia membayarku?” tanya Amira pada dirinya sendiri.“Apa bisa dilihat dari sini ya? Transaksi dan sumber dana.” Amira mencoba melakukan pengecekan melalaui ponsel.“Terbatas. Wijaya mengirimkan uang tidak tentu waktu. Hm.” Amira terlihat berpikir.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Wijaya.“Uangku banyak.
Andika berada di ruang kerja. Pria itu tidak pulang karena terlalu banyak pekerjaan. Dia harus membayar kerugian hotel yang digunakan unutk pesta pernikahan mereka.“Kenapa menikah dengan Cantik menjadi sial? Di acara pesta pernikahan terjadi kebakaran dan aku harus menanggung kerugian yang tidak sedikit.” Andika benar-benar malas untuk pulang ke rumah.“Ketika bersama Amira. Aku lebih bahagia. Pesta yang sederhana, tetapi sangat tenang dan aman. Kami berdua memiliki Tabungan untuk kehidupan pernikahan tanpa bergantung pada orang tua.” Andika tersenyum mengingat pernikahan dirinya dan Amira.“Semua ini gara-gara mama sehingga Amira kehilangan anak kami. Dia harus aku ceraikan dan terusir dari rumah. Aku sangat menyesal. Bersama kamu jauh bahagia, Amira. Kamu adalah wanita yang aku cintai dan sayangi. Bisakah kita kembali lagi?” Andika tidak peduli dengan waktu yang terus berputar hingga jam makan malam.“Andika.” Cantika berdiri di depan pintu dan menatap tajam pada suaminya yang duduk
Luna tiba di bandara. Wanita itu terlihat tersenyum ketika menginjakkan kaki di lantai.“Aku bebas. Aku akan kembali ketika waktunya tiba. Nikmatilah, Amira.” Luna memakai kacamata dan berjalan santai keluar dari bandara.“Silakan, Bu.” Seorang pria menunggu di depan mobil. Dia membuka pintu untuk Luna.“Terima kasih.” Luna duduk di kursi belakang. Dia benar-benar berharap hidup mewah kembali seperti sebelum ada masalah dengan Wijaya Kusuma.“Saya akan mengantar Anda ke villa,” ucap sopir menutup pintu.“Apa? Aku tinggal di apartemen tengah kota yang dekat dengan Perusahaan Modeling.” Luna melihat sopir yang sudah duduk di balik kemudi.“Maaf, Bu. Pak Wijaya telah mempersiapkan semuanya untuk Anda.” Sopir menyalakan mesin mobil. Dia meninggalakn bandara dan menuju villa yang cukup jauh dari pusat kota.“Hentikan mobil. Aku mau pergi ke apartemen milikku,” tegas Luna. Sopir tidak peduli. Dia terus mengendarai mobil.“Apa kamu benar anak buah Wijaya?” tanya Luna.“Ya. Saya diperintah unt
Wijaya memeriksa rekaman cctv dan mendapatkan bahwa Amira berada di ruang kerjanya. Pria itu bisa melihat bahwa sang istri duduk di kursi dan membuka computer.“Amira. Dia tidak sepolos yang aku kira.” Wijaya beranjak dari kursi.“Apa Anda mau pulang?” tanya Jack.“Ya. Amira membongkar komputerku. Aku yakin wanita itu mencurigai setiap pergerakan diriku.” Wijaya keluar dari rumah sakit. Dia bertemu dengan dokter Ibra di koridor rumah sakit.“Wijaya. Benar kan pria yang kamu kirim kemari adalah anak buah kamu?” Ibra berdiri di depan Wijaya.“Ya. Kamu harus ikut mengawasi dia. Pastikan Leon sembuh dan sehat seperti sedia kala,” tegas Wijaya.“Apa yang terjadi, Jaya? Apa yang sedang kamu lakukan? Kamu benar-benar masih sangat misterius.” Dokter Ibra menatap Wijay. Dia tahu bahwa luka Leoan sangat serius. Pria itu bahkan memiliki luka tembakan dan juga gigitan hewan buas serta ada benturan.“Ada apa dengan kamu, Ibra? Kamu tahu kan bahwa aku tidak akan melakukan segala sesuatu yang tidak m
Luna membuka mata. Wanita itu tidur dengan sangat lelap karena tubuhnya lelah setelah melakukan perjalanan yang panjang beda negara.“Sunyi sekali.” Luna memilih kamar paling atas. Dia bisa melihat pemandangan yang indah.“Nyaman sekali. Kadang-kadang aku memang butuh tempat untuk menyendiri. Beristirahat dari kesibukan dunia dan lelahnya bekerja.” Luna beranjak dari kasur dan membuka jendela.“Sudah sangat terang. Matahari saja sudah tinggi. Pantas saja perutku lapar.” Luna ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan membuang racun yang ada di dalam tubuhnya.Luna mengenakan mini dress yang seksi berwarna mewah menyala. Wanita itu keluar dari kamar dan menuju ruang makan.“Bibi,” sapa Luna melihat meja makan yang kosong, Tidak ada makanan atau pun minuman yang tersaji untuk sarapan. “Bibi!” teriak Luna, tetapi tetap tidak ada jawaban. Wanita itu benar-benar ditinggal sendiri.“Sial. Kemana wanita tua semalam?” tanya Luna berkeliling. Wanita itu pun pergi ke dapur dan membuka lemari penyi
Cantika benar-benar gelisah. Wanita itu sudah sering berhubungan intim dengan Andika. Jauh sebelum mereka menikah dan dia masih juga belum hamil.“Siapa yang tidak subur? Aku atau Andika?” Cantika berada di dalam kamar mandi. Wanita itu baru saja kedatangan tamu bulanannya dan itu berarti dia belum hamil. “Amira pernah hamil dengan Andika. Itu artinya suamiku sehat, tetapi kenapa aku belum hamil? Apa aku harus periksa ke dokter kandungan?” Cantika kesal melihat cairan merah yang telah membasahi celanannya. “Aku harus bertemu dengan dokter kandungan di rumah sakit terbaik, tetapi tidak boleh dokter Ibra.” Cantika segera mandi dan berganti pakaian.“Aku pergi ke luar kota saja.” Cantika keluar dari kamar.“Gawat jika mama Andika bertanya tentang kehamilah.” Cantika melihat Marni yang berjalan menujunya. “Cantika, kamu mau kemana?” tanya Marni melihat Cantika menuruni tangga.“Mama. Aku harus ke luar kota karena ada urusan bisnis. Papa baru menghubungiku.” Cantika tersenyum. Dia memega
Wijaya yang duduk di balik meja kerja mendapatkan laporan bahwa Cantika melakukan perjalanan dan pergi bertemu dengan dokter spesialis kandungan. Pria itu juga menerima kabar tentang Luna yang mau pergi meninggalkan villa.“Aku akan biarkan kamu pergi, Luna. Nikmati perjalanan yang mengerikan dan itu bukan salahku. Aku sudah berikan tempat tinggal yang aman di villa itu.” Wijaya tersenyum.“Baiklah. Aku tunggu kabar hasil pemeriksaan Cantika.” Wijaya terus memantau orang-orang yang telah menyakiti Amira. Dia memang bersyukur dengan perceraian Andika, tetapi pria itu tidak ingin istrinya terluka.“Amira. Orang-orang yang jahat padamu akan mendapatkan balasan setimpal. Mereka tidak akan mendapatkan kematian dengan mudah, tetapi juga kehidupan yang menakutkan.” Wijaya duduk di kursi kerjanya. Dia ditemani oleh Dody yang kembali bekerja karena sang bos yang masih belum mendapatkan penggantinya.“Maaf, Pak. Apa kita perlu mencari sekretaris baru?” tanya Dody.“Untuk apa? Aku punya kamu dan
Amira berdiri di depan pintu pagar. Dia melihat kepergian Kristian. Wanita itu cukup bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya dan adik kelasnya di masa kuliah.“Aku memang merasa nyaman di dekat kamu, Tian. Hanya saja tidak pernah berpikir untuk kita bersama.” Amira masuk ke dalam halaman rumah. Dia mengendarai motor untuk kembali.“Aku benar-benar khawatir. Apa Pak Wijaya akan marah?” tanya seorang pengawal pada rekannya.“Aku tidak tahu. Pria itu tadi memeluk dan mencium Nyonya.” Dua pengawal saling lihat. Mereka benar-benar khawatir aka nada perang dunia. Wijaya adalah pria yang posesif dan pencemburu.Amira masuk ke dalam rumah. Dia pergi ke kamar Keano yang masih tidur siang. Wanita itu bertemu dengan bibi yang menemanik putra tercinta Wijaya.“Anda bertemu dengan siapa, Non?” tanya bibi.“Kristian,” jawab Amira duduk di sofa. “Non tidak boleh dekat-dekat pria mana pun. Pak Wijaya tidak suka,” ucap bibi.“Iya. Aku tadi hanya mau bertemu dengannya saja, tetapi tidak tahu bahwa
Amira berada di dalam kamar dan bersiap untuk tidur. Wanita itu baru saja akan mematikan ponsel dan melihat panggilan dari Wijaya.“Wijaya.” Amira segera menerim panggilan dari suaminya.“Halo, Sayang.” Wijaya tersenyum pada Amira yang terlihat di layar ponsel.“Halo, Sayang. Bagaimana perkerjaan di sana? Apa kamu lelah?” tanya Amira.“Aku tidak lelah, tetapi tersiksa karena merindukan kamu,” jawab Wijaya.“Apa kamu akan tidur?” Wijaya melihat yang istri yang sudah mengenakan piyama.“Aku sedang bersiap untuk tidur,” ucap Amira merebahkan tubuhnya di kasur.“Apa kamu menggodaku?” tanya Wijaya.“Tidak, Sayang. Kamu terlihat sedang bekerja,” jawab Amira.“Ya. Aku tahu kamu akan tidur jadi dengan cepat menghubungi istriku tercinta. Bagaimana hari ini?” Wijaya tersenyum.“Hari ini menyenangkan. Aku menemani anak-anak Latihan berkuda dan memanah. Mereka benar-benar luar biasa. Aku sangat bangga.” Amira terlihat bersemangat menceritakaan kebersamaanya dengan Keano dan Devano. Dia tidak memb
Amira yang menyadari kedua putra yang masih menunggu dirinya segera menepi. Dia tidak butuh lama untuk memuaskan diri berkuda. Wanita itu merasa tidak muda lagi.“Ini menyenangkan.” Amira turun dari kuda dengan bantuan Leon.“Terima kasih,” ucap Amira.“Apa sudah selesai, Ma?” tanya Keano memegang tangan Amira.“Tentu saja, Sayang. Mama hanya perlu naik kuda dan menungganginya. Itu cukup.” Amira mengusap kepala dua putranya yang sudah memiliki postur tubuh tinggi di usia yang masih sangat muda.“Kalian berdua yang harus banyak Latihan karena akan mengikuti lombat,” ucap Amira.“Baik, Ma. Kami akan memperlihatkan penampilan terbaik di depan, Mama.” Keano sudah melompat ke atas kuda. “Wah. Keren.” Amira terkejut melihat gerakan lincah dan gesit dari Keano dan Devano.“Luar biasa. Anak Mama memang hebat.” Amira bertepuk tangan. Dia benar-benar kagum melihat kedua putranya. Wanita itu tidak pernah mengikuti Keano dan Devano ketika Latihan di luar rumah. Dia harus tetap bersama anak kembar
Wijaya telah terbang ke luar negeri. Pria itu benar-benar harus meninggalkan anak istrinya karena pertemuan yang tidak bisa diwakilkan. Dia sudah lama tidak pertemu dengan para pendukungnya sehingga dia tetap bisa terus berada pada puncak kesuksesan. Bisnis legal dan illegal dijalaninya.“Pastikan Leon tetap di rumah bersama anak dan istriku,” tegas Wijaya.“Iya, Pak. Anak-anak akan terus berada dalam pengawasan dan penjagaan,” ucap Jack.“Beberapa tahun ini hidup kita terlalu tenang. Jadi, mulai tingkatkan kembali kewaspadaan. Mungkin musuh dari masa lalu masih mencari kesempatan untuk menyerang balik,” jelas Wijaya.“Pasti, Pak.” Jack mengangguk.Amira selalu senang memasak. Dia dibantu para pelayan membuat cemilan sehat untuk anak-anaknya. Wanita itu tidak bisa hanya diam saja.“Nyonya, Anda dilarang lelah.” Leon menyusul ke dapur. Pria itu benar-benar mendapatkan tugas yang berat yaitu menjaga istri Wijaya Kusuma.“Aku tidak lelah, Leon. Aku biasa melakukan ini.” Amira tersenyum
Cantika meringkuk di atas kasur lusuh. Dia kedinginan karena curah hujan yang cukup tinggi. Wanita itu tidak memiliki selimut.“Dingin sekali. Tubuhku panas dan sakit. Luka ini akan infeksi jika tidak diobati.” Cantika beranjak dari kasur dan berusaha membuka pintu, tetapi terkunci.“Apa?” Cantika kembali ke kasur dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya.“Gudang ini sangat pengap. Bagaimana caranya aku keluar?” tanya Cantika yang mulai menangis. “Ma, Pa. Tolong aku.” Cantika terisak seorang diri.Andika mengaktifan ponsel Cantika. Dia melihat pesan dari Ranika dan beberapa panggilan yang tidak terjawab.“Aku akan meminta kembali milikku.” Andika tersenyum. Dia menghubungi ulang Ranika.“Cantika, di mana kamu?” tanya Ranika gelisah karena putrinya belum juga pulang dan hari sudah sangat laru serta hujan lebar.“Di rumahku,” jawab Andika.“Apa?” Ranika terkejut mendengarkan suara seorang pria yang tidak asing.“Siapa kamu?” tanya Ranika.“Apa Anda tidak mengenali saya lagi? Berapa tahun t
Pria yang marah dan terluka benar-benar menjadi sangat kejam. Tidak ada perasaan sama sekali. Dia menyiksa wanita dengan menggila.“Aku sangat sakit, Cantika. Kamu ditolong, tetapi tidak sadar diri. Aku dan Amira sudah sangat baik padamu di masa lalu.” Andika menggendong tubuh Cantika yang penuh luka dan memasukan ke dalam bak mandi yang terisi penuh air sabun.“Aaarhh!” Cantika tersadar karena rasa perih pada luka-luka tubuhnya.“Hah!” Wanita itu benar-benar terkejut mendapatkan dirinya yang sudah berada di dalam bak mandi.“Andika, aku mohon. Lepaskan aku. Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan.” Tangan gemetar Cantika memegang tepi bak mandi yang licin. Tubuhnya mulai menggigil karena kesakitan dan kedinginan.“Aku akan mati,” ucap Cantika.“Tidak, Cantika. Kamu tidak boleh mati dengan mudah.” Andika menarik tubuh Cantika keluar dari bak dan meletakkan dia atas lantai yang basah serta dingin. Pria itu membungkus tubuh mantan istrinya dengan handuk.“Keringkan tubuh kamu!” An
Cantika terpaksa mengikuti kemauan Andika karena nyawa wanita itu dalam bahaya. Dia pun pergi ke rumah sang mantan suami di bawah ancaman pisau.“Kita sampai,” ucap Cantika.“Kamu juga harus ikut turun.” Andika mengambil kunci mobil dan Cantika. Pria itu keluar dari mobil dengan senyuman puas. “Andika,” teriak Cantika. Wanita itu benar-benar takut masuk ke rumah Andika. Dia pernah disiksa dan hampir mati oleh mantan suaminya.“Kenapa Wijaya tidak memenjarakan kamu?” tanya Cantika dengan nada tinggi sehingga Andika menghentikan langkah kaki dan memutar tubuh mendekati mantan istrinya.“Karena aku adalah papa kandung Devano sama seperti Luna yang ibu kandung Keano,” jawab Andika tersenyum. “Apa maksud kamu?” Cantika bingung.“Wijaya dan Amira tidak mau anak-anak mereka memiliki orang tua yang di penjara,” jelas Andika. “Apa? Bukankah kalian tidak akan pernah bisa mendapatkan Devano dan Keano?” Cantika masih bertahan di dalam mobil. Dia tidak bisa pergi kemana pun. “Tapi darah kami me
Amira pergi ke kamar mandi. Wanita itu berdiri di depan cermin untuk merapikan diri sebelum pulang ke rumah.“Amira,” sapa seorang wanita cantik dengan wajah yang tidak Indonesia lagi..“Ya.” Mahira melihat wanita asing yang tidak dikenalnya dari pantulan cermin kamar mandi.“Maaf, apa aku mengenal Anda?” tanya Amira dengan senyuman manisnya. Dia memutar tubuh menghadap Cantika. Wanita itu selalu tampil elegan karena sudah terbiasa bertemu banyak orang. Pengalaman menjadi sekretaris menjadikannya sangat percaya diri.“Tidak.” Cantika terlihat gugup.“Aku rasa juga tidak, tetapi pasti Anda mengenal saya karena suamiku yang terkenal yaitu Wijaya Kusuma.” Amira tampak bangga dengan suaminya tercinta.“Aku dengar kamu tidak pernah keluar rumah. Apa kamu tidak bosan terkurung di dalam rumah mewah itu?” tanya Cantika.“Kenapa aku harus bosan. Rumahku bagaikan di syurka. Apa pun yang aku inginkan langsung tersedia. Aku tidak susah-susah berbelanja. Jadi, apa lagi yang aku cari di luar?” Amira
Cantika yang tahu bahwa Wijaya dan Amira ke sekolah pun ikut serta. Dia menjadi wakil wali dari seorang murid yang satu kelas dengan Devano. Wanita itu benar-benar tidak menyerah untuk mendapatkan perhatian papa Keano.“Pa, Ma. Kita pergi ke ruangan pertemuan.” Devano memegang tangan Wijaya.“Ayo, Sayang.” Amira terus menggandeng Keano. Mereka berjalan bersama masuk ke dalam aula pertemuan.“Pak Wijaya dan ibu Amira. Ini adalah kursi Anda berdua.” Guru mengantarkan Wijaya dan Amira ke kursi paling depan yang telah disiapkan.“Terima kasih,” ucap Amira. “Apa anak-anak boleh bersama kami?” tanya Amira.“Tentu saja, Bu. Anak-anak memang duduk bersama orang tua mereka,” jawab guru.“Oh, syukurlah.” Amira tersenyum. Dia tahu dua putranya pasti tidak mau jauh darinya.Semua orang duduk di kursi masing-masing bersama anak mereka. Cantika yang tahu lokasi Wijaya pun mendapatkan tempat yang dekat dari pria itu. “Ibu Cantika, kursi Anda.” Guru mengantarkan Cantika yang menggandeng seorang anak
Pagi hari Amira berdandan cantik dan rapi. Wijaya memperhatikan istrinya yang mengenakan kemeja dan celana panjang. Rambut panjang digelung. Waniat itu benar-benar terlihat kembali muda seperti akan bekerja menjadi seorang sekretaris.“Sayang, kamu mau kemana?” tanya Wijaya yang tidak bisa menahan diri lagi.“Aku akan menemani Keano dan Devano ke sekolah. Ada rapat orang tua,” jawab Amira.“Kenapa aku tidak tahu? Jack dan Leon tidak memberikan laporan bahwa ada undangan orang tua.” Wijaya terus memperhatikan Amira. “Coba kamu tanya.” Amira tersenyum. “Gila. Istriku yang cantik akan keluar rumah. Dia bisa saja diculik para pria di luar sana.” Wijaya segera menghubungi Jack. “Halo, Bos.” Jack menerima panggilan dari Wijaya. “Apa hari ini ada pertemuan orang tua?” tanya Wijaya.“Iya, Bos. Keano sendiri yang mengambil undangan. Dia mau salah satu dari orang tuanya yang pergi,” jelas Jack.“Keano benar-benar bertindak sesuka dia.” Wijaya memutuskan panggilan.“Ada apa, Sayang? Keano ben