Maaf, Kemarin tidak update. Akak sibuk sekali hingga lelah. Terima kasih.
Wijaya masuk sendirian. Bibi dan Keano menunggu di ruang tunggu. Pria itu melihat Amira sudah tertidur kembali setelah diberikan obat. “Amira.” Wijaya mengusap kepala Amira dengan lembut.“Kamu cepat pulih dan kita pulang. Aku tidak akan menyentuh kamu hingga dua bulan ke depan.” Wijaya mencium dahi Amira. Dia duduk di kursi samping. Dia menggenggam jari-jari istrinya.“Tetaplah di rumah sakit. Aku harus membalas dendam atas kematian putri kita.” Wijaya mencium tangan, pipi dan dahi Amira. Dia membawa pulang bibi dan Keano. Meninggalkan Amira dengan penjagaan dan perawatan terbaik.“Pak, bagaimana denga nasi untuk Keano?” tanya bibi duduk di kuris kedua mobil dengan menggendong Keano.“Pihak rumah sakit akan mengaturnya,” jawab Wijaya.“Baik, Pak.” Bibi mengangguk.Wijaya mengantarkan bibi dan Keano hingga tiba di rumah. Pria itu pergi ke Perusahaan. Dia bisa pergi bekerja karena kondisi Amira yang sudah lebih baik.“Selamat siang, Pak.” Semua karyawan terkejut melihat kedatangan Wij
Bella keluar jalan belakang karena menyembunyikan kabar tentang Luna yang dirawat di rumah sakit. Mereka tidak mau ada fans atau wartawan mengetahui tentang keberadaan sang actor.“Akhirnya gedung baru itu digunakan,” ucap perawat melewati Bella.“Pak Wijaya benar-benar sayang dengan sekretarisnya itu.” Dua perawat sedang asyik berbincang. Mereka tidak tahu ada orang asing yang mendengarkan.“Apa? Wijaya?” Bella segera memutar tubuh dan menyusul perawat.“Tunggu!” Bella menahan tangan seorang perawat yang baru dari ruang ICU. “Ada apa, Bu?” tanya perawat. “Apa kalian sedang membicarakan Pak Wijaya dan sekretarisnya bernama Amira?” Bella menatap dua perawat yang tidak menjawat pertanyaanya.“Ehem.” Bella mengeluarkan semua uang yang ada di dompetnya.“Tolong kerjasamanya,” ucap Bella memberikan lembaran merah kepada dua perawat.“Ini sepuluh juta.” Bella memegang tangan seorang perawat.“Iya, Bu. Amira. Dia baru dipindahkan dari ruang ICU,” ucap perawat yang bertugas di ruang ICU seb
“Aku takut.” Amira ragu untuk menancapkan pisau ke perutnya. Dia memejamkan mata. “Mm.” Amira membuka mata karena tangannya tertahan. Wanita itu melihat darah menetes di lantai, tetapi pisau tidak mengenai perutnya.“Wijaya?” Amira terkejut melihat Wijaya menatap tajam padanya dengan tangan berdarah.“Kenapa? Apa kamu mau meninggalkan aku dan Keano?” Wijaya masih menggenggam pisau di tangannya.“Lepaskan!” Amira memukul tangan Wijaya.“Dokter! Suster!” Amira berteriak. Dia sangat khawatir. Wanita itu bahkan takut melihat darah yang terus mengalir dari tangan Wijaya dan menetes pada lantai.“Aku tidak mau menjadi wanita pembawa sial.” Amira menangis. Dia ketakutan melihat Wijaya yang terluka. “Tenanglah, Amira!” teriak Wijaya memeluk Amira yang terlihat histeris. Tubuh wanita itu bergetar. “Aku tidak mau.” Amira menanis. Dia dan Wijaya duduk di lantai. “Kamu bukan pembawa siap, Amira. Kamu adalah kehidupan baru untuk aku dan Keano. Kami membutuhkan kamu.” Amira menguatkan pelukannya
Helicopter mendarat di atap rumah pribadi Wijaya. Pria itu dengan tenang menggendong Amira turun dari kendaraan terbang itu. “Anda sedang sakit.” Amira sangat mengkhawatirkan tangan Wijaya.“Siapa yang membuat aku sakit?” tanya Wijaya.“Maaf.” Amira menunduk. Wanita itu melingkarkan tangan di leher Wijaya yang kekar.“Aku tidak akan memaafkan kamu. Jika masih berpikir untuk pergi dariku,” tegas Wijaya.“Apak amu masih mau meninggalkanku?” tanya Wijaya.“Tidak.” Amira menggeleng.“Janji?” Wijaya menatap Amira dan wanita itu diam.“Kenapa kamu tidak berani untuk berjanji, Amira?” Wijaya membaringkan Amira di kasur.“Aku….” Amira menatap Wijaya.“Aku akan setia, Amira. Kamu adalah istriku satu-satunya.” Wijaya menyentuh pipi Amira dengan lembut.“Berjanjilah untuk terus berada di sisiku, Amira.” Wijaya menatap lekat dan dekat pada Amira.“Ya.” Amira mengangguk.“Itu baru benar.” Wijaya mencium bibir Amira dengan cukup lama. Pria itu sangat merindukan istrinya.“Bagaimana perasaan kamu sa
Wijaya sangat tidak ingin bertemu dengan Luna, tetapi demi memuaskan diri untuk membalas dendam. Dia rela berjalan ke Gedung sebelah. Di mana istri pertamanya mendapatkan perawatan dan bersembunyi darinya.“Dia di lantai paling atas.” Wijaya masuk ke dalam lift. Dia ada yang mampu mencegah pria itu bertindak sesuai keinginannya.Wijaya tiba di depan pintu kamar Luna yang dijaga dua orang pengawal. Wanita itu cukup takut ada fans yang berhasil masuk dengan menyamar menjadi pasien atau petugas.“Pak Wijaya.” Dua penjaga langsung mengenali Wijaya. Mereka segera membuka pintu masuk ke kamar Luna. “Apa patah kaki masih belum cukup?” tanya Wijaya berdiri di belakang Luna yang duduk di tepi kasur dan menghadap ke jendela.“Jaya!” Luna segera menoleh. Dia sangat terkejut melihat pria tampan yang berdiri tegak dengan tangan di dalam saku celana. “Beraninya kamu mengirim orang datang ke kamar Amira!” Wijaya mencekik leher Luan dengan satu tangan.“Aarrgghh!” Luna kesakitan dan kesulitan bernap
Wijaya keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk putih sebatas paha. Rambutnya masih basah. Dia melihat Amira masih duduk di sofa dan melamun. Pria itu tidak bisa menebak apa yang dipikitkan istrinya tercinta. “Apa yang kamu lamunkan, Amira?” tanya Wijaya berdiri di depan Amira. “Tidak ada.” Amira mendongak dan melihat rambut serta tubuh Wijaya yang masih basah. Pria itu memegang handuk lain untuk mengeringkan rambutnya.“Kemarilah!” Amira menarik tangan Wijaya dan mengambil handuk.“Mandi terlalu malam.” Amira mengeringkan rambut Wijaya dengan lembut. Dia bahkan mengusap leher dan tubuh pria itu. “Apa yang kamu lakukan?” Wijaya memegang tangan Amira.“Membantu mengeringkan rambut dan tubuh kamu agar tidak masuk angin. Setelah ini aku akan membungkus luka kamu,” ucap Amira menatan Wijaya.“Kamu sedang tidak berencana untuk melarikan diri kan?” Wijaya memicingkan matanya.“Apa?” Amira terkejut dengan ucapan Wijaya.“Aku mau lari kemana?” tanya Amira melepaskan tangan Wij
Amira membuka mata dan Wijaya tidak lagi di sisinya. Wanita itu segera duduk. Dia melihat segelas susu dan roti bakar di atas meja. Kamar begitu tenang dan sepi. Tidak seorang pun membangunkannya.“Apa dia sudah pergi bekerja?” Amira melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah Sembilan pagi. Wanita itu segera turun dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan air hangat.“Aku sudah berapa hari tidak kerja. Benar-benar wanita pembawa siap.” Amira mengupat dirinya sendiri. Dia berganti pakaian dan sarapan. Wanita itu minum obat khusus yang diberikan dokter agar tidak tetap bisa memberi asi untuk Keano.“Non mau kemana?” tanya bibi.“Keano di mana, Bu?” Amira balik bertanya.“Di taman dengan Pak Wijaya,” jawab bibi.“Pak Wijaya tidak kerja,” ucap Amira.“Sepertinya diserahkan kepada Pak Dody.” Bibi melihat Amira yang sudah pergi ke taman samping.“Kenapa tidak ke kantor?” tanya Amira melihat Wijaya menggendong Keano.“Kamu sudah bangun. Keano belum asi p
“Brak!” Luna melempar makanan yang disajikan oleh pihak rumah sakit untuknya.“Aku tidak mau makan-makanan murahan!” teriak Luna para perawat.“Itu adalah menu dari Pak Wijaya. Jika Anda tidak makan, makan ada lagi yang lain,” ucap perawat. “Apa?” Luna terkejut.“Kami akan membersihkannnya.” Perawat mengambil nampan dan piring yang berserakan di lantai. Seorang lain membersihkan dengan pel. Mereka keluar begitu saja dari kamar Luna. “Wijaya!” Luna berteriak. Wanita itu tidak bisa melakukan apa pun. Bella tidak memiliki izin masuk dan Dira telah dikurung di dalam gudang. “Siapa yang akan menolongku? Mereka hanya memberi aku makan sama dengan pasien biasa. Merawat luka saja.” Luna menghadap ke dinding. Dia benar-benar tidak punya siapa pun yang bisa membantunya keluar dari hukuman Wijaya Kusuma yang sedang marah.“Permisi, ibu Luna.” Seorang pria masuk ke dalam kamar Luna. “Siapa Anda?” tanya Luna.“Saya pengacara. Jika Anda mau bebas hanya ada satu jalan. Menggungat cerai Wijaya.” P
Wijaya berada di perusahaannya. Dia sudah tenang karena telah mendapatkan dan menghancurkan dalang di balik kecelakaan malam itu yang membahayakan nyawa dia dan istrinya.“Selama Amira dan anak-anak tetap di rumah. Mereka pasti aman.” Wijaya menatap layar computer yang memperhatikan aktivitas Amira dan anak-anak mereka.“Permisi, Pak.” Dody masuk ke dalam ruangan Wijaya.“Ada apa?” tanya Wijaya tanpa melihat pada Dody.“Di depan ada Pak Andika dan keluarga,” ucap Dody.“Apa?” Wijaya langsung menutup layar computer dan menatap pada Dody. Dia cukup terkejut mendengarkan nama Andika.“Ya. Pak Andika dan kedua orang tuanya,” ucap Dody.“Kenapa mereka datang ke kantorku?” tanya Wijaya.“Mau bertemu Anda. Apa Anda mau menemui mereka?” Dody tersenyum.“Tentu saja. Aku penasaran. Kenapa datang satu keluarga?” Wijaya seakan bisa menebak tujuan Andika dan pria itu ingin melihat wajah putus asa dari manta suami istri.“Aku akan menemui mereka.” Wijaya beranjak dari kursi kerja dan keluar dari ru
Luwiq mencoba menghubungi nomor anak buah Wijaya. Dia harus bertemu dengan pria itu untuk berdiskusi dan menemukan Solusi.“Halo. Ada apa, Pak Luwiq?” Jack menerima panggilan Luwiq.“Aku mau berbicara dengan Wijaya,” ucap Luwiq.“Urusan Anda dengan Pak Wijaya sudah selesai. Sekarang hanya perlu mengakhiri permainan yang telah dimulai hingga game over.” Jack tersenyum.“Aku mohon. Katakan apa yang harus dilakukan agar dia melepaskan keluargaku?” tanya Luwiq.“Tidak ada yang perlu Anda lakukan. Selamat menikmati pembalasan Tuan Wijaya. Tunggu giliran Anda yang akan diberikan hadiah di akhir babak.” Jack memutuskan panggilan.“Apa? Halo!” Luwiq melihat layar ponsel yang telah mati.“Aku benar-benar telah terjebak di sini. Siapa yang bisa membantuku? Apa masih ada musuh Wijaya yang lain?” tanya Luwiq pada anak buahnya.“Pak Wijaya punya banyak musuh, tetapi mereka tidak akan berani melawan karena sadar diri tidak mampu bersaing dengan Wijaya Kusuma,” jawab asisten Luwiq.“Apa kamu sedang m
Luwiq benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Pria itu mendapatkan kiriman video Luna yang dilecehkan dengan paksa. Adik perempuannya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Menjadi mainan dan budak sex para Black Mamba. “Kak Luwiq. Apa yang kamu lakukan? Kenapa aku harus dihukum seperti ini?” Itu adalah kalimat terakhir dari rekaman video Luna. Dia telah diberitahu bahwa apa yang terjadi padanya adalah akibat dari Luwiq yang menyerang Wijaya.“Wijaya telah melepaskanku, tetapi kenapa Kak Luwiq hadir untuk merusak semuanya? Wijaya pasti akan menjadikan mama dan papa target selanjutnya. Dia selalu membalas musuhnya dengan berlipat lebih sakit.” Luna berada di dalam kamar yang mewah dan bersih. “Aku mau bertemu papa dan mama.” Luna melihat botol kaca berisi minuman mahal.“Aku lelah. Haruskah aku mengakhiri hidup ini dengan bunuh diri?” Luna meringkuk di atas kasur. Tubuhnya sakit dan lelah. Dia bahkan kesulitan untuk bergerak setelah dirajam oleh empat pria sekaligus.“Luna, maafkan aku.
Wijaya pamit pada istrinya yang mengantarkan hingga ke mobil. Pria itu memberikan pelukan dan ciuman di dahi serta mengusap kepala Amira dengan lembut.“Tidak usah menungguku. Tidurlah dengan nyenyak karena anak-anak akan bangun ketika lapar.” Wijaya tersenyum pada Amira. Pria itu cukup tenang karena istrinya sangat betah di rumah bersama anak-anak dan tidak pernah menuntut apa pun. Walaupun dia seorang wanita karier, tetapi rela meninggalkan semua demi keluarga dan sang suami yang mampu memenuhi segalanya.“Aku tidak mau melihat wajah kusam hingga mata panda. Walaupun punya bayi kamu tetap harus cantik dan terawatl, Sayang.” Wijaya memeluk Amira.“Ya. Aku tidak mau kamu melihat wanita lain,” ucap Amira.“Itu tidak mungkin, Sayang. Aku hanya mau istri Wijaya Kusuma semakin cantik dan menawan. Tidak ada wanita lain yang mampu menandinginya,” tegas Wijaya.“Hahaha.” Amira tertawa lepas.“Masuklah,” ucap Wijaya. “Kamu masuk duluan.” Amira membukakan pintu mobil untuk Wijaya.“Jangan laku
Luwiq yang baru tiba di markas benar-benar semakin gelisah karena Wijaya terus mengirimkan foto dan video tentang keluarganya. Pria itu menghancurkan Perusahaan Lucas dengan mudahnya.“Pria ini benar-benar mengerikan. Padahal aku sudah merencanakan ini cukup lama dengan terus mengumpulkan informasi. Ternyata Wijaya sangat misterius dan penuh rahasia.” Luwiq mengepalkan tangannya.“Bos, kita tidak punya kesempatan untuk menculik Non Amira. Wanita itu tidak pernah keluar dari rumahnya,” ucap seorang pria.“Wijaya tahu bahwa dirinya sedang dalam bahaya.” Luwiq menatap pada pria di depannya.“Apa Anda akan datang bertemu dengan Pak Wijaya?” tanya pria itu.“Bertemu atau tidaknya. Dia akan tetap mendapatkan diriku,” jawab Luwiq.“Anda benar. Ini adalah catatan orang-orang yang berurusan dengannya. Mereka hilang tanpa jejak.” Pria itu memberikan berkas kepada Luwiq.“Para wanita itu pernah menyakiti Non Amira,” ucap pria itu lagi.“Wijaya menginginkan aku. Dia bahkan menjadikan orang tua dan
Luwiq tiba di Indonesia. Pria itu menginap di apartemen. Dia merebahkan tubuh di kasur dan mengaktifkan ponsel. “Hah!” Luwiq yang rebahan segera duduk. Dia terkejut mendapatkan foto dan video Luna serta kedua orang tuanya.“Apa yang terjadi?” Luwiq melotot menatap layar ponselnya.“Wijaya!” Luwiq sangat marah. Dia bisa menebak orang yang telah menculik orang tuanya.“Bagaimana dia bisa tahu kalau aku berhubungan dengan papa?” tanya Luwiq pada dirinya sendiri.“Sial!” Luwiq mendapatkan pesan dari Lucas.“Apa yang harus aku lakukan? Dia bahkan telah mengambil Perusahaan papaku. Wijaya ini benar-benar tidak berperasaan. Pria itu bahkan tega menyiksa wanita yang pernah menjadi istrinya.” Luwiq benar-benar gelisah. Dia berani melawan Wijaya, tetapi tidak tahu kemampuan suami dari Amira. Pria kejam yang tidak berperasaan. Balas dendam harus berlipat ganda lebih menyakitkan.“Aku baru saja sampai dan dia hanya memberi waktu satu hari untukku.” Luwiq masih sangat lelah, tetapi dia tidak punya
Wijaya memperhatikan ekspresi terkejut dari Lucas dan Mariama. Anak pertama Lucas dengan istri yang sudah meninggal dan dirahasiakan. “Apa Anda tidak mengenal Luwiq?” tanya Wijaya. “Aku tidak punya masalah dengan Luwiq, tetapi kenapa dia menargetkan aku dan Amira? Pria itu mau membunuhku,” tegas Wijaya.“Siapa Luwiq?” Wijaya menatap Lucas dan Mariama. “Kami tidak tahu siapa Luwiq. Kamu saja yang punya banyak musuh,” ucap Mariama menatap penuh kebencian kepada Wijaya karena telah membuang putrinya.“Anda tidak kenal. Bagaimana dengan Lucas? Apa dia juga tidak kenal?” tanya Wijaya.“Sepertinya, dia anak yang berbakti yang menyayangi saudarinya sehingga melakukan pembalasan dendam padaku. Dia benar-benar tidak mengenal diriku.” Wijaya menarik kursi dan duduk. Dia memperhatikan Lucas dan Mariama yang tergeletak di lantai dengan kaki yang diborgol dengan besi.“Bagaimana kamu bisa tahu tentang Luwiq?” tanya Lucas.“Tentu saja aku mencarinya hingga ke ujung dunia karena dia membahayakan a
Amira selalu bangun lebih awal agar bisa mengurus sendiri suami dan bayinya. Dia membuka mata dan mencium tiga lelakinya. Beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi. Wijaya dengan mudat terbangun setiap ada pergerakan. Pria itu melihat sang istri yang sudah hilang di balik pintu.“Mm.” Wijaya tersenyum. Dia pun menyusul istrinya yang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi.“Aaahh!” Amira terkejut hingga memegang dadanya dan bersender di dinding. Wanita itu menatap pada Wijaya yang tersenyum.“Sayang, kamu mengejutkanku.” Amira menenangkan dirinya.“Kenapa bangun sangat awal?” tanya Wijaya mencuci muka dan menggosok giginya.“Karena aku mau mengurus anak-anak dan suamiku,” jawab Amira yang sudah membasahi diri di bawah shower.“Apa tidak dingin?” Wijaya memeluk Amira dari belakang.“Tidak, Sayang. Suhu airnya tepat.” Amira memutar tubuh dan menghadap Wijaya. Dia mengecup bibir suaminya yang masih terasa mint dari pasta gigi. Wajah pria itu pun harum karena mendapatkan pembersih denga
Luwiq duduk di sebuah café di Italia. Dia menunggu seseorang yang telah janjian dengannya. Pria itu datang seorang diri.“Kenapa kamu mengundangku?” tanya Giorgio yang segera duduk di depan Luwiq.“Kamu kenal mereka kan?” Luwiq memberikan foto Amira dan Wijaya.“Apa kamu bermasalah dengan Wijaya?” tanya Giorgio.“Ya. Dia menghancurkan bisnis keluargaku. Aku ingin balas dendam,” jawab Luwiq.“Kamu mau balas dendam dengan cara bagaimana?” Giogio melihat foto Amira.“Membunuh semua anggota keluarga Wijaya dan mengambil istrinya untukku. Tidak masalah sisa Wijaya.” Luwiq tersenyum.“Balas dendam yang seharusnya kamu lakukan adalah membunuh bisnis Wijaya dan bukan menghancurkan keluarganya.” Giorgio mengepalkan tangannya menutupi rasa marah ketika dia tahu Luwiq ingin memiliki Amira.“Dia sudah menghancurkan kehidupan adikku,” ucap Luwiq.“Siapa adik kamu?” tanya Giorgio.“Luna. Dia adalah adik beda ibu, tetapi aku tetap menyayanginya. Sekarang dia terjebak di Amerika dan aku tidak bisa men