Isha tampak terkejut dengan apa yang dikatakan Danish. Kalimat itu bak petir yang menyambar di siang bolong. Selama ini tidak terbayangkan di pikiran Isha jika Abra akan selingkuh darinya. “Dengan siapa dia selingkuh?” “Salah satu karyawan IZIO juga.” Selama ini Isha tidak tahu sama sekali jika selama di kantor, Abra menjalin hubungan dengan teman sekantornya. “Karyawan IZIO? Siapa?” “Namanya Lidia.” Nama itu jelas tak asing di telinga Isha. Dia jelas mengenal wanita tersebut. Karena Isha mengenal wanita tersebut. Jelas itu membuat hatinya terluka. “Apa kamu yakin jika Kak Lidia berselingkuh dengan Kak Abra?” Isha menatap lekat wajah Danish. Memastikan apa yang diucapkan Danish. Dia tahu betul siapa Lidia. Jadi dia ragu jika Lidia yang disebut Danish sebagai wanita yang menjadi selingkuhan Abra. “Dari informasi Dino, Lidia sering sekali datang ke penjara. Jika tidak ada hubungan khusus, pastinya tidak mungkin dia datang ke sana secara rutin.” Hati Isha hancur sekali. Mendenga
Isha membulatkan matanya. Bisa-bisanya Danish bertanya hal itu. Padahal dari penjelasan Lidia saja sudah jelas Lidia tidak memiliki hubungan spesial dengan Abra. “Pak Danish sedang berpikir jika saya punya hubungan spesial dengan Abra?” Lidia menatap Danish. Sejak awal dia menduga jika pertanyaan itu akan dilontarkan. Namun, tidak menyangka jika Danish yang akan melontarkannya. “Saya tidak ada hubungan apa-apa dengan Abra. Saya menjenguknya karena kasihan dengannya. Isha jarang ke sana, sedangkan dia tidak punya siapa-siapa lagi. Saya juga tidak ke sana sendiri. Suami saya sendiri yang mengantarkan ke sana.” Lidia menatap suaminya. Memberikan isyarat pada Danish. Isha semakin malu ketika Lidia menjelaskan hal itu. Malu karena dirinya memang jarang sekali menjenguk Abra. Justru Lidia yang temannya yang menjenguk. Danish mengalihkan pandangan ke arah suami Lidia. “Lidia pergi dengan saya, Pak. Walaupun saya tidak ikut masuk, saya tetap ada di sana. Sekali pun tidak bisa mengantar ke
“Bersiaplah.”Baru juga Isha sampai rumah. Sudah mendapatkan perintah Danish. Itu jelas membuat Isha bingung. “Memang kita mau ke mana?”“Ke Bali.”“Mau apa?” Danish mengembuskan napasnya kesal. Kenapa harus Isha bertanya seperti itu. Padahal harusnya Isha mengerti.“Main bola.”“Jauh sekali main bola sampai ke sana? Apa tidak ada lapangan yang lebih dekat?”Danish benar-benar merasa harus banyak bersabar. Karena ternyata Isha tidak mengerti kode yang diberikan.“Iya, di sini tidak ada lapangan.”Isha merasa heran. Padahal main di sini banyak lapangan. Namun, ternyata justru Danish mau ke Bali.“Cepatlah bersiap.”Isha hanya mencebikkan bibirnya saja ketika diberikan perintah oleh Danish. Namun, tetap pergi untuk bersiap. Tak mau sampai Danish marah. Karena ke Bali, Isha memilih mengambil membawa baju renang. Sudah pasti jika di sana nanti dia akan berenang.“Berapa hari kita di sana?” Sambil merapikan barang-barang miliknya, Isha menatap Danish.“Seminggu.” “Apa?” Isha langsung mem
Isha membungkukkan wajahnya. Kemudian berbisik pada Danish. “Peraturan ketiga dilarang menutup mata saat melakukan hubungan intim. Agar tidak membayangkan orang lain saat melakukannya.” Isha mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh Danish pertama kali mereka melakukan hubungan intim.Danish langsung mengulas senyumnya. Ternyata dia termakan omongan sendiri. Peraturan itu dibuatnya sendiri dan dilanggarnya sendiri.Isha mendaratkan kecupan di leher Danish seraya berangsur ke wajah. Tepat di depan wajah sang suami, Isha menatap sang suami. Senyum manis, menghiasi wajahnya.“Aku akan menatapmu.” Danish mengucapkan dengan penuh keyakinan.Mendapati jawaban itu, Isha segera menegakkan kembali tubuhnya. Kemudian mengayunkan tubuhnya. Membuat irama tubuh untuk mencari kenikmatan.Danish benar-benar dibuat gila oleh sang istri. Tak terbayang jika kenikmatan yang akan didapat kali ini berlipat-lipat kali dari biasanya. Melihat sang istri dari bawah sedang membuat irama tubuh, Danish merasa
Isha hanya bisa mengembuskan napas. Niatnya datang ke Bali memang untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, bukan berarti terus-terusan berada di ranjang.“Bagaimana jika kita jalan-jalan dulu? Baru nanti kita melakukannya lagi.” Isha berusaha untuk membujuk Danish.Danish menimbang permintaan Isha itu. Lagi pula nanti mereka bisa melakukannya lagi saat malam. Tidak harus hari ini.“Baiklah.” Akhirnya Danish setuju.Isha langsung berbinar ketika mendapati jawaban Danish. Rasanya tidak sabar untuk berjalan-jalan ke pantai.“Tapi, ingat. Jangan kelelahan. Aku tidak mau sampai malam ini gagal.” Melihat istrinya yang berbinar, Danish tak tinggal diam. Dia langsung memberikan peringatan pada Isha.“Baiklah.” Isha memilih mengiyakan saja. Masalah nanti lelah, dia akan pikirkan nanti.Mereka melanjutkan kembali sarapan. Isha tidak berenang. Dia hanya menikmati sarapan dan berfoto ria. Mengabadikan momen.Tepat jam sembilan, mereka berdua ke pantai. Isha begitu senang sekali karena pemandanga
Danish mengulas senyum manisnya. Dia ragu untuk mengatakan sebenarnya. Padahal Isha sudah berharap lebih jika dirinya yang menyiapkan semuanya.“Bukan.” Danish menggeleng. Tak mau berbohong pada Isha.“Pak Dino yang siapkan?” tanya Isha memastikan.“Iya.” Danish tertawa.Isha ikut tertawa. Tak masalah siapa yang menyiapkan. Yang jelas dia menikmati bersama Danish.“Ayo.” Danish mengulurkan tangannya. Mengajak Isha untuk ke meja yang sudah disiapkan.Isha mengikuti Danish menuju ke meja yang sudah disiapkan. Lilin-lilin yang menghiasi sekeliling mempercantik dekorasi. Meja makan pun dihiasi juga dengan lilin-lilin. Membuat suasana menjadi romantis.Danish menarikkan kursi dan mempersilakan Isha untuk duduk. Sikap manis Danish itu membuat Isha langsung tersenyum. Selama di Bali, Danish memang bersikap manis sekali.Setelah memastikan jika Isha duduk manis, Danihs segera duduk di kursi yang berseberangan dengan Isha. Baru saja mereka duduk, pemain musik mendekat. Memainkan alat musik da
“Menurutmu aku mau apa?” Danish menyeringai. Di dalam otaknya sudah dipenuhi akal bulus.“Jangan macam-macam!” Isha memberikan peringatan pada Danish.“Hanya satu macam.” Danish menerobos masuk seraya mendorong tubuh Isha.Isha hanya pasrah ketika sang suami ikut masuk.Danish segera menyalakan air hangat di dalam bathtub. Kemudian memasukan bath foam untuk membuat busa di bathtub.Isha memilih membersihkan wajahnya sebelum mandi. Membiarkan Danish menyiapkan tempat untuk berendam.Saat busa sudah memenuhi bathtub, Danish segera membuka satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhnya. Kemudian masuk ke dalam bathtub. Air hangat yang menerpa tubuhnya membuat tubuhnya sedikit rileks.Isha yang sudah selesai membersihkan wajah segera berbalik. Hal pertama yang dilihatnya adalah Danish yang sudah masuk ke dalam bathtub.“Ke marilah,” pinta Danish seraya memberikan isyarat tangan.Isha ragu, tetapi percuma menolak Danish. Suaminya itu tidak akan diam saja. Sebelum Danish yang menariknya, leb
Ina kembali ke toko setelah menjenguk Abra. Dia sebenarnya ingin segera pulang, tetapi mau bagaimana lagi, Isha memintanya untuk kembali karena ada barang yang akan datang nanti.“Kamu sudah kembali, Na?” Isha berbinar ketika melihat Ina datang. Dia sedang mengecek barang datang. Jadi cukup sibuk sekali.“Iya, sini aku bantu.” Ina pun segera membantu Isha.Mereka berdua mengerjakan pekerjaan bersama-sama. Karena dikerjakan bersama-sama tentu saja selesai lebih cepat.“Akhirnya selesai juga.” Isha mendudukkan tubuhnya di kursi. Tubuhnya cukup lelah sekali.Ina pun juga ikut duduk. Baru juga tadi dia sampai, sudah langsung disuguhi pekerjaan. Alhasil dia kelelahan sekarang.“Sha, aku sampai lupa mau bilang sesuatu.” Ina teringat dengan pesan Abra tadi.“Apa?” tanya Isha menatap Ina.“Kak Abra meminta tolong untuk menjual mobil lamanya. Dia meminta kamu pulang ke rumah kalian dan mengambil dokumennya.”Isha sadar jika yang tersisa dari Abra adalah mobil lamanya. Mobil barunya sudah disit