"Tunggu di sini."
"Ya?"
"Miss, Hills. Ada satu perintah yang aku ingin untuk Anda lakukan sekarang. Ini sangat penting jadi, dengarkan baik-baik."
Killian menarik satu kursi dan mendorong Selena hingga terduduk.
"Duduk saja di sini, dan jangan pergi ke mana pun kecuali atas seijinku," ujarnya, bahkan sampai mengetuk-ngetuk permukaan meja restoran untuk lebih memberi penekanan. "Ingat, harus atas seijinku."
"Tapi, Sir. Kenapa saya harus-"
"Ke mana pun Anda berniat untuk pergi, meski itu hanya sebentar atau bahkan sekedar mengambil tisu sekali pun, harus atas sepengetahuanku."
Ha?
"Sementara itu, silakan pesan menu makan siang apa pun yang Anda inginkan," sambungnya lagi, kali ini sembari meraih buku menu dan menyodorkannya ke depan Selena. "Aku yang akan bayar semuanya. Paham?"
Jawaban yang paling
"Apa kamu sudah gila?" "Diamlah!" "Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?" "Sudah aku katakan, diamlah!" Ayik menatap sosok lelaki yang sekarang sedang gusar sendiri itu dengan raut wajah kebingungan. Tadi dia sudah akan menikmati jatah makan siangnya, tapi Killian sudah terburu datang. Lelaki tampan berambut hitam itu menerobos masuk ke ruang kerjanya begitu saja dan langsung mengomel-omel tidak jelas soal hal yang sama sekali tidak Ayik mengerti. "Seharusnya dia kan, bisa berpura-pura tidak lihat!" Lalu .... "Soal begitu saja dibesar-besarkan. Sebenarnya, apa maunya?" Kemudian .... "Kenapa ribet sekali, sih? Tinggal berkata iya saja, kok. Cih!" Ingin mencoba mengerti, tapi bagaimana caranya? Ayik bisa apa, ka
Apakah dia sudah gila?"Ini berkas yang Anda minta, Miss.""Silakan taruh saja, terima kasih."Selena hanya memberikan lirikan sekilas dan senyuman tipis kepada seorang lelaki, staf dari departemen ATF yang membawakan data yang dia perlukan, sebelum akhirnya kembali sibuk dengan laptop dan teleponnya."Bukankah Anda belum lama bekerja di sini? Kelihatannya sudah sangat sibuk, ya?" tanya staf itu lagi, terlihat masih berusaha mengobrol, tapi hanya mendapatkan senyuman sekilas karena setelah itu Selena akhirnya kembali sibuk dengan panggilan telepon yang harus dia buat."Right, Mr Nelson. We apologize for the inconvenience. Mr Ardhana will reschedule the meeting with you next week. Yes, Sir. I will get back to you asap. What? My name? Oh, it's Selena Hills. Yes, my pleasure, Sir. Thank you."*(Betul, Tuan Nelson. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya. Tuan Ardhana akan men
"Miss Hills, apakah Anda sudah selesai mengatur jadwalku?" "Sedang saya kerjakan, Sir—" "Kenapa lama sekali? Bukankah aku sudah memberikan tugas itu kepadamu sejak kemarin?" "Saya sudah berhasil mengatur ulang paling tidak tiga belas pertemuan Anda untuk tiga hari ke depan dan—" "Miss Hills, aku akan bepergian selama satu minggu penuh jadi, bagaimana bisa Anda hanya mengatur ulang jadwalku selama tiga hari ke depan?" Selena melongo mendengarnya. "Tapi, Sir. Anda tidak mengatakan kalau—" "Hasil audit dari proyek superblock Crescent Hotel tidak terlalu menggembirakan jadi, aku harus melakukan tinjauan langsung ke lokasi paling tidak selama seminggu. Kenapa soal seperti itu saja Anda tidak bisa mengerti, Miss Hills? Apakah Anda selalu meminta untuk dijelaskan semuanya baru bisa paham? Memangnya, Anda tidak bisa memikirkannya sendiri?"
Ardhana CorporationKeesokan harinyaSebuah mobil sedan mewah berwarna putih dengan aksen warna gold yang semakin memberikan kesan glamor, meluncur mulus sebelum akhirnya berhenti di depan lobi gedung Ardhana.Bahkan sebelum penumpang mobil tersebut turun, kedua staf yang bertugas untuk menyambut para tamu sudah langsung bertukar pandang, menggeleng, dan menghela napas panjang.Mereka sudah hapal betul siapa yang datang dengan menggunakan mobil yang begitu terlihat dari kalangan jetset tersebut."Selamat pagi, Nona Harron," sapa salah satu petugas dengan ramah, sementara di sebelah sana rekan kerjanya masih bisa menyempatkan diri untuk memutar mata sebelum ikut-ikutan memasang senyuman untuk keperluan kerja. "Apakah ada yang bisa kami bantu? Silakan sebutkan keperluan Anda."Seperti biasa, Charlotte tidak merasa perlu untuk menanggapi sapaan tersebut. Baginya, balas menyap
Apakah dia sedang bermimpi? Selena merasa ada seseorang yang merangkul pinggangnya dengan hati-hati, juga menyibakkan rambutnya, membelai pipinya lembut, lantas mengecup dahinya. Siapa? Rasanya juga seperti ada seseorang yang ikut berbaring di belakangnya, memeluknya erat seolah dia sebuah guling yang nyaman. Dia juga merasakan hembusan udara hangat di tengkuk, seakan ada seseorang yang tengah menunduk di sana, menghirup aroma tubuhnya, sambil bernapas dengan perlahan. Terakhir, perempuan itu merasakan ciuman di puncak kepalanya. Mungkinkah ini sekedar khayalannya? Ah, entahlah. Namun yang jelas, perasaan nyaman kini begitu menguasai diri Selena. Seolah ada sesuatu yang hangat yang membungkus dan menyelimutinya, membuatnya merasa begitu aman. Kalau ini hanya sekedar mimpi, biarlah. Selena bahkan merasa tidak keberatan ketika
Sementara itu, saat ini jam tangan Ashin sudah menunjukkan pukul 19:30 Waktu yang sudah cukup larut, tapi lelaki itu nyatanya masih berada di ruang kerjanya dengan tampang yang tidak karuan. Menghela napas beberapa kali dan menyugar rambut, Ashin merasa tidak tahan lagi dan akhirnya hilir mudik sambil bergumam sendiri. "Dasar orang-orang itu. Tidak bisakah mereka menjaga mulut dan tidak membicarakan soal pekerjaan sambil berjalan-jalan di area lobi tamu?" Rasanya kesal sekali. Ashin sudah begitu bersusah payah untuk bisa menghadapi Charlotte tanpa membocorkan soal kepergian Killian ke Dubai sedikit pun. Namun siapa sangka, kalau perempuan itu justru tidak sengaja mendengarkannya lewat beberapa staf eksekutif yang sedang membicarakan hal tersebut sambil melintas di area lobi. "Dan sialnya, aku tidak segera mengetahui soal itu
"Seperti yang Anda lihat, Sir. Saya sudah bertunangan."Nyaris lima jam sudah berlalu sejak Killian mendengarkan pernyataan tersebut dan selama lima jam itu pulalah suara Selena terus saja mendengung di dalam pikirannya.Tunangan. Sekretarisnya itu sudah memiliki tunangan.Lalu, memangnya kenapa?Apa hubungannya dengan dia? Toh, mereka tidak memiliki hubungan apa pun selain sebagai atasan dan pegawainya kan? Jadi, bukankah seharusnya tidak ada masalah?Seharusnya, sih, tapi nyatanya sakit yang Killian rasakan di dadanya ini tidak juga kunjung reda."Apa aku sedang sakit?" gumamnya, meraba-raba dadanya sendiri seolah mencoba menemukan luka yang menjadi sumber dari rasa sakitnya. "Jangan-jangan, aku kena penyakit jantung?"Bahkan sebelum selesai mengatakannya pun, Killian sudah merasa kalau pemikirannya tadi itu begitu konyol.
Sebenarnya, bagaimana semua ini bermula?Bukankah tadi dia pergi ke taman hotel ini demi mencari udara segar agar bisa menenangkan pikiran dan perasaannya?Lalu, kenapa sekarang malah—"Sir, tunggu—" Selena mendesah begitu keras ketika jemari Killian bermain di area paling privasinya, sementara lelaki itu menghujani rahang dan lehernya dengan ciuman basah. "Ini—" Selena mengerang. "Kita masih ada di tam—"Menunduk, perempuan itu lantas membungkam jeritannya di bahu Killian ketika jumlah jari yang memasuki miliknya kini bertambah."Sir," ujarnya sambil terengah dan dahi yang dipenuhi oleh keringat. "Tolong—""Ya, Miss Hills?" sahut Killian dengan nada menggeram. "Katakan apa yang Anda inginkan, asal jangan memintaku untuk berhenti sebab aku tidak bisa."Napas Selena terasa bergetar ketika untuk sesaat mereka b