"Miss Hills, apakah Anda sudah selesai mengatur jadwalku?"
"Sedang saya kerjakan, Sir—"
"Kenapa lama sekali? Bukankah aku sudah memberikan tugas itu kepadamu sejak kemarin?"
"Saya sudah berhasil mengatur ulang paling tidak tiga belas pertemuan Anda untuk tiga hari ke depan dan—"
"Miss Hills, aku akan bepergian selama satu minggu penuh jadi, bagaimana bisa Anda hanya mengatur ulang jadwalku selama tiga hari ke depan?"
Selena melongo mendengarnya. "Tapi, Sir. Anda tidak mengatakan kalau—"
"Hasil audit dari proyek superblock Crescent Hotel tidak terlalu menggembirakan jadi, aku harus melakukan tinjauan langsung ke lokasi paling tidak selama seminggu. Kenapa soal seperti itu saja Anda tidak bisa mengerti, Miss Hills? Apakah Anda selalu meminta untuk dijelaskan semuanya baru bisa paham? Memangnya, Anda tidak bisa memikirkannya sendiri?"
<
Ardhana CorporationKeesokan harinyaSebuah mobil sedan mewah berwarna putih dengan aksen warna gold yang semakin memberikan kesan glamor, meluncur mulus sebelum akhirnya berhenti di depan lobi gedung Ardhana.Bahkan sebelum penumpang mobil tersebut turun, kedua staf yang bertugas untuk menyambut para tamu sudah langsung bertukar pandang, menggeleng, dan menghela napas panjang.Mereka sudah hapal betul siapa yang datang dengan menggunakan mobil yang begitu terlihat dari kalangan jetset tersebut."Selamat pagi, Nona Harron," sapa salah satu petugas dengan ramah, sementara di sebelah sana rekan kerjanya masih bisa menyempatkan diri untuk memutar mata sebelum ikut-ikutan memasang senyuman untuk keperluan kerja. "Apakah ada yang bisa kami bantu? Silakan sebutkan keperluan Anda."Seperti biasa, Charlotte tidak merasa perlu untuk menanggapi sapaan tersebut. Baginya, balas menyap
Apakah dia sedang bermimpi? Selena merasa ada seseorang yang merangkul pinggangnya dengan hati-hati, juga menyibakkan rambutnya, membelai pipinya lembut, lantas mengecup dahinya. Siapa? Rasanya juga seperti ada seseorang yang ikut berbaring di belakangnya, memeluknya erat seolah dia sebuah guling yang nyaman. Dia juga merasakan hembusan udara hangat di tengkuk, seakan ada seseorang yang tengah menunduk di sana, menghirup aroma tubuhnya, sambil bernapas dengan perlahan. Terakhir, perempuan itu merasakan ciuman di puncak kepalanya. Mungkinkah ini sekedar khayalannya? Ah, entahlah. Namun yang jelas, perasaan nyaman kini begitu menguasai diri Selena. Seolah ada sesuatu yang hangat yang membungkus dan menyelimutinya, membuatnya merasa begitu aman. Kalau ini hanya sekedar mimpi, biarlah. Selena bahkan merasa tidak keberatan ketika
Sementara itu, saat ini jam tangan Ashin sudah menunjukkan pukul 19:30 Waktu yang sudah cukup larut, tapi lelaki itu nyatanya masih berada di ruang kerjanya dengan tampang yang tidak karuan. Menghela napas beberapa kali dan menyugar rambut, Ashin merasa tidak tahan lagi dan akhirnya hilir mudik sambil bergumam sendiri. "Dasar orang-orang itu. Tidak bisakah mereka menjaga mulut dan tidak membicarakan soal pekerjaan sambil berjalan-jalan di area lobi tamu?" Rasanya kesal sekali. Ashin sudah begitu bersusah payah untuk bisa menghadapi Charlotte tanpa membocorkan soal kepergian Killian ke Dubai sedikit pun. Namun siapa sangka, kalau perempuan itu justru tidak sengaja mendengarkannya lewat beberapa staf eksekutif yang sedang membicarakan hal tersebut sambil melintas di area lobi. "Dan sialnya, aku tidak segera mengetahui soal itu
"Seperti yang Anda lihat, Sir. Saya sudah bertunangan."Nyaris lima jam sudah berlalu sejak Killian mendengarkan pernyataan tersebut dan selama lima jam itu pulalah suara Selena terus saja mendengung di dalam pikirannya.Tunangan. Sekretarisnya itu sudah memiliki tunangan.Lalu, memangnya kenapa?Apa hubungannya dengan dia? Toh, mereka tidak memiliki hubungan apa pun selain sebagai atasan dan pegawainya kan? Jadi, bukankah seharusnya tidak ada masalah?Seharusnya, sih, tapi nyatanya sakit yang Killian rasakan di dadanya ini tidak juga kunjung reda."Apa aku sedang sakit?" gumamnya, meraba-raba dadanya sendiri seolah mencoba menemukan luka yang menjadi sumber dari rasa sakitnya. "Jangan-jangan, aku kena penyakit jantung?"Bahkan sebelum selesai mengatakannya pun, Killian sudah merasa kalau pemikirannya tadi itu begitu konyol.
Sebenarnya, bagaimana semua ini bermula?Bukankah tadi dia pergi ke taman hotel ini demi mencari udara segar agar bisa menenangkan pikiran dan perasaannya?Lalu, kenapa sekarang malah—"Sir, tunggu—" Selena mendesah begitu keras ketika jemari Killian bermain di area paling privasinya, sementara lelaki itu menghujani rahang dan lehernya dengan ciuman basah. "Ini—" Selena mengerang. "Kita masih ada di tam—"Menunduk, perempuan itu lantas membungkam jeritannya di bahu Killian ketika jumlah jari yang memasuki miliknya kini bertambah."Sir," ujarnya sambil terengah dan dahi yang dipenuhi oleh keringat. "Tolong—""Ya, Miss Hills?" sahut Killian dengan nada menggeram. "Katakan apa yang Anda inginkan, asal jangan memintaku untuk berhenti sebab aku tidak bisa."Napas Selena terasa bergetar ketika untuk sesaat mereka b
'Kak .... Kakak ada di mana? Kenapa Kakak menghilang begitu lama? Lalu sekarang, siapa yang bisa aku ajak bertukar pendapat? Siapa yang bisa mendengarkan semua keluhanku? Siapa yang selalu bisa memaklumi dan memahamiku?''Kak .... Saat Kakak pergi, Kakak membawa pula semuanya bersama Kakak. Seolah tidak ada apa pun lagi yang tersisa di sini, kecuali kesedihan dan rasa putus asa. Rasanya ... sakit, hingga sekarang pun masih begitu sakit. Bahkan sepertinya semakin lama berjalannya waktu, rasa sakit itu terasa semakin menguat. Seolah ada sebuah pasak besar yang dipukulkan ke dadaku dengan kuat, dan meninggalkan lubang besar yang menganga di sana.''Kak .... Entah berapa kali aku merasa kalau Kakak tidak benar-benar pergi. Seolah Kakak hanya berada di suatu tempat yang andai aku tahu di mana letaknya, maka pasti akan segera kudatangi. Anehkah itu? Aku tahu kalau semua itu hanyalah pemikiran bodohku, tapi setidaknya dengan begitu hatiku bisa menjadi sedikit lebih baik.'
Grand Hyatt Dubai08:55 IANASudah berapa lamakah waktu berlalu sejak dia melihat Selena bersama Andreas?Ah, entahlah. Yang jelas, Killian harus benar-benar berusaha agar dia terlihat biasa-biasa saja, meski nyatanya tangannya yang memegang cangkir yang berisi minuman coklat itu kini sedikit gemetar."Wah! Saya sama sekali tidak menyangka kalau kita akan bertemu di sini," sapa Andreas, bergegas keluar dari lift. "Bagaimana kabar Anda—" Andreas mengulurkan tangan dan tersenyum ramah, "—Tuan Muda Ardhana?"Selena segera menoleh dan memandang ke arah kedua lelaki itu, sementara suasana yang ada mendadak menjadi tegang.Apakah Andreas tidak tahu bahwa sudah cukup lama Killian tidak ingin dipanggil dengan sebutan itu?Namun entah apakah dia tidak tahu atau hanya pura-pura tidak menyadari apa pun, Andreas tetap memasang ekspresi ceria dan senyuman lebar di wajah tampannya.Bahkan ketika uluran tangannya tidak juga bersambu
"Sir! Tolong tunggu!"Selena mengejar Killian yang ternyata sudah memasuki lift sementara sepasang pintu besinya sudah bergeser nyaris menutup."Sir!" seru Selena dengan percuma, sebab pada saat itu pula pintu lift sudah langsung tertutup nyaris di depan hidungnya. "Sial!"Menghentakkan sebelah kaki, Selena mendengus kesal. Perempuan itu bersumpah bahwa dia masih sempat melihat Killian yang hanya menatapnya sambil tersenyum.Senyuman miring yang khas yang biasanya terlihat menawan itu, sekarang terasa begitu menyebalkan bagi Selena. Benar-benar membuat kesal saja!Perempuan itu lantas melepas sepasang heels-nya, lalu tanpa berpikir panjang segera berlari menaiki tangga hotel sembari mencoba tidak menghiraukan pandangan aneh orang-orang.Ya, Tuhan."Dasar Bos keras kepala, kurang kerjaan, pemarah, suka mengomel, sikapnya juga sering tidak