Sebenarnya, bagaimana semua ini bermula?
Bukankah tadi dia pergi ke taman hotel ini demi mencari udara segar agar bisa menenangkan pikiran dan perasaannya?
Lalu, kenapa sekarang malah—
"Sir, tunggu—" Selena mendesah begitu keras ketika jemari Killian bermain di area paling privasinya, sementara lelaki itu menghujani rahang dan lehernya dengan ciuman basah. "Ini—" Selena mengerang. "Kita masih ada di tam—"
Menunduk, perempuan itu lantas membungkam jeritannya di bahu Killian ketika jumlah jari yang memasuki miliknya kini bertambah.
"Sir," ujarnya sambil terengah dan dahi yang dipenuhi oleh keringat. "Tolong—"
"Ya, Miss Hills?" sahut Killian dengan nada menggeram. "Katakan apa yang Anda inginkan, asal jangan memintaku untuk berhenti sebab aku tidak bisa."
Napas Selena terasa bergetar ketika untuk sesaat mereka b
'Kak .... Kakak ada di mana? Kenapa Kakak menghilang begitu lama? Lalu sekarang, siapa yang bisa aku ajak bertukar pendapat? Siapa yang bisa mendengarkan semua keluhanku? Siapa yang selalu bisa memaklumi dan memahamiku?''Kak .... Saat Kakak pergi, Kakak membawa pula semuanya bersama Kakak. Seolah tidak ada apa pun lagi yang tersisa di sini, kecuali kesedihan dan rasa putus asa. Rasanya ... sakit, hingga sekarang pun masih begitu sakit. Bahkan sepertinya semakin lama berjalannya waktu, rasa sakit itu terasa semakin menguat. Seolah ada sebuah pasak besar yang dipukulkan ke dadaku dengan kuat, dan meninggalkan lubang besar yang menganga di sana.''Kak .... Entah berapa kali aku merasa kalau Kakak tidak benar-benar pergi. Seolah Kakak hanya berada di suatu tempat yang andai aku tahu di mana letaknya, maka pasti akan segera kudatangi. Anehkah itu? Aku tahu kalau semua itu hanyalah pemikiran bodohku, tapi setidaknya dengan begitu hatiku bisa menjadi sedikit lebih baik.'
Grand Hyatt Dubai08:55 IANASudah berapa lamakah waktu berlalu sejak dia melihat Selena bersama Andreas?Ah, entahlah. Yang jelas, Killian harus benar-benar berusaha agar dia terlihat biasa-biasa saja, meski nyatanya tangannya yang memegang cangkir yang berisi minuman coklat itu kini sedikit gemetar."Wah! Saya sama sekali tidak menyangka kalau kita akan bertemu di sini," sapa Andreas, bergegas keluar dari lift. "Bagaimana kabar Anda—" Andreas mengulurkan tangan dan tersenyum ramah, "—Tuan Muda Ardhana?"Selena segera menoleh dan memandang ke arah kedua lelaki itu, sementara suasana yang ada mendadak menjadi tegang.Apakah Andreas tidak tahu bahwa sudah cukup lama Killian tidak ingin dipanggil dengan sebutan itu?Namun entah apakah dia tidak tahu atau hanya pura-pura tidak menyadari apa pun, Andreas tetap memasang ekspresi ceria dan senyuman lebar di wajah tampannya.Bahkan ketika uluran tangannya tidak juga bersambu
"Sir! Tolong tunggu!"Selena mengejar Killian yang ternyata sudah memasuki lift sementara sepasang pintu besinya sudah bergeser nyaris menutup."Sir!" seru Selena dengan percuma, sebab pada saat itu pula pintu lift sudah langsung tertutup nyaris di depan hidungnya. "Sial!"Menghentakkan sebelah kaki, Selena mendengus kesal. Perempuan itu bersumpah bahwa dia masih sempat melihat Killian yang hanya menatapnya sambil tersenyum.Senyuman miring yang khas yang biasanya terlihat menawan itu, sekarang terasa begitu menyebalkan bagi Selena. Benar-benar membuat kesal saja!Perempuan itu lantas melepas sepasang heels-nya, lalu tanpa berpikir panjang segera berlari menaiki tangga hotel sembari mencoba tidak menghiraukan pandangan aneh orang-orang.Ya, Tuhan."Dasar Bos keras kepala, kurang kerjaan, pemarah, suka mengomel, sikapnya juga sering tidak
Selena sama sekali tidak tahu bagaimana dia bisa melesat menuruni tangga tanpa membunuh dirinya sendiri.Dia berlari dari kamar tidur Killian seperti orang yang kabur dari kebakaran, meninggalkan atasannya yang masih menerima telepon entah dari siapa, wajah melongo, tubuh yang nyaris tidak berpakaian dan penampilan yang meski berantakan, tapi tetap terkesan seksi.Selena tidak ingat bagaimana caranya dia tadi membenahi pakaiannya dengan sangat cepat, sebelum akhirnya dengan gemetar dan langkah yang sedikit goyah dia berhasil lolos dari kamar tidur yang tidak ubahnya bagai sarang serigala tersebut.Apa-apaan itu tadi? Apa sebenarnya yang terjadi? Apa baru saja dia bermesraan dengan atasannya sendiri? Lagi?"Sial," bisiknya dengan nada menggerutu. "Apa yang salah dengan diriku?"Selena tercengang. Dia sendiri merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.Merasa tidak mampu untuk berjalan sampai ke kamar tidurnya, Selena terhuyung-huy
Charlotte datang dengan wajah penuh amarah.Wajah perempuan itu tampak memerah dan entah mengapa rambutnya yang berwarna coklat keemasan malah terlihat bagai petir yang menyambar-nyambar, sehingga membuat Selena bertanya-tanya.Apakah mitos soal dewa Zeus dan dewi Hera itu benar-benar ada? Sebab sepertinya saat ini dia sedang melihat perpaduan dari kedua dewa dan dewi tersebut."Apa?" salaknya sambil menatap tajam ke arah putri keluarga Harron tersebut.Hari ini dia sudah cukup mengalami hal yang membuat suasana hatinya buruk dan kenyataan bahwa seorang Charlotte Harron datang menemuinya dalam keadaan marah tentu saja tidak masuk ke dalam list rencana Selena."Apa?" Charlotte balas membentak. "Apa maksudmu dengan bertanya 'apa' seperti tadi?""Dengar, kalau yang Anda inginkan adalah sebuah pertengkaran, maka lupakan saja. Silakan marah-marah sendiri."Dia baru saja akan berbelok keluar dari kamar kecil, ketika merasakan ada sebuah tan
Apa sebenarnya yang sedang dia lakukan? Kenapa dia malah mendatangi sekretarisnya ini dan lantas menyeretnya pergi seperti seorang penculik saja? Lalu, untuk lebih tepatnya, apa rencananya sekarang? "Sir, tunggu," panggil Selena, tapi percuma saja. Bukannya memelankan larinya atau sekedar memberi sahutan, Killian justru mempererat genggaman dan semakin cepat berlari menuju lobi depan di mana sebuah mobil sport berwarna hitam miliknya sudah menunggu. "Tunggu dulu, Sir!" "Cepat masuk." "Tidak, sampai Anda mengatakan akan membawa saya ke mana malam-malam begini!" Detik berikutnya Selena menjerit ketika Killian menggendong dan nyaris seolah melemparkannya begitu saja ke bangku penumpang depan. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Killian keheranan ketika dengan cepat Selena berpindah ke tempat duduk belakang. "Duduk di depan. Aku bukan supirmu, Miss Hills!"
Rasanya terlalu menyepelekan kalau Selena mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Dua hari sudah berlalu sejak malam yang mengerikan tersebut dan selama itu pulalah Selena diberikan ijin untuk beristirahat. Sebenarnya dia merasa hal tersebut tidak perlu dan menganggap bahwa Killian hanya bertindak berlebihan, tapi nyatanya setelah sempat memaksa kerja tepat pada keesokan harinya Selena malah berakhir nyaris pingsan. Saat menemani atasannya menaiki lift proyek, dia seketika mual sewaktu lift yang mereka naiki berada di level yang cukup tinggi. Lalu yang lebih parahnya lagi, Selena bahkan akhirnya muntah sehingga mengotori pakaian Killian sedemikian rupa. Namun ajaibnya, entah mengapa lelaki itu sama sekali tidak marah. Mengakhiri pekerjaan mereka lebih cepat dari yang seharusnya, Killian segera membawa Selena kembali ke hotel dan memberi perintah agar dia beristirahat. Kemu
"Sir! Saya tidak bisa. Sungguh!" "Kiska, apakah harus aku ingatkan lagi untuk memanggilku apa saat kita berduaan?" "Tt—tapi—" "Kiska?" "Oke, oke. Kills. Sudah. Apakah Anda puas? Tapi saya benar-benar tidak bisa soal ini!" "Masuk saja belum, kenapa sudah bilang tidak bisa? Kamu diam saja, biar aku yang bergerak." "Ah? Apa maksud And— Akh!" Selena menjerit dan masih sempat memberontak ketika Killian tiba-tiba menggendongnya. Namun bukannya melemparkan Selena begitu saja seperti beberapa waktu yang lalu, kali ini Killian mendudukkan sekretarisnya itu dengan hati-hati. "Saya— saya tidak mau duduk di depan, Kills. Saya—" "Kiska, seperti yang kamu lihat, mobil ini hanya bisa dimuati oleh dua penumpang." Membungkuk, Killian berbisik di dekat telinga Selena. "Lalu, kamu mau duduk d