"Apa yang kamu lakukan di sini?" sembur Ivona tanpa perlu berbasa-basi.
Dia baru saja melangkah masuk ke ruang depan setelah sempat pergi sebentar. Ivona tadi selesai menelepon Killian dan memberi tahu mengenai situasi yang terjadi di kediaman Ardhana. Perempuan separuh baya itu merasa semakin kesal karena sekarang dia melihat Ansia yang malah enak-enakan duduk sambil setengah berbaring di sofa. Sekilas, perempuan bersurai hitam yang tengah berbadan dua itu memang terlihat sedikit lelah.
"Kenapa kamu tidak pergi juga, bahkan setelah aku mengusirmu?"
"Oh, Mom—"
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu!"
Sepasang mata Ivona menatap Ansia dengan pandangan yang mutlak benci, sementara tubuhnya pun gemetar karena menahan emosi. Sungguh, seumur hidup dia tidak pernah merasa sampai semarah ini.
"Pergi! Pergi dari sini!" geramnya. "Atau perlu kupanggilkan pengawal untuk menyer
Kediaman Roxanne "Ada apa?" tanya Risa Roxanne, sewaktu hendak melenggang ke dalam kamar tidurnya. "Sepertinya ada tamu, Nyonya," jawab salah seorang pelayan, membuat dahi perempuan separuh baya itu pun berkerut. Siapa yang datang bertamu malam-malam begini? "Kenapa, Risa?" tanya Heri Roxanne, yang baru saja datang dan langsung merangkulkan sebelah tangan ke bahu istrinya, membuat perempuan separuh baya itu sedikit berjengit karena terkejut. "Jangan mengagetkanku seperti itu, Her," protes Risa, memukul ringan lengan suaminya yang hanya menanggapi dengan senyuman. "Menyebalkan." "Memangnya, apa yang sedang kamu pikirkan? Sampai melamun seperti itu." "Ada tamu yang datang." "Malam-malam begini?" Heri Roxanne segera melirik arlojinya. Dahi lelaki itu pun seketika berkerut karena heran. Apakah ada se
"Akh! Nghn! Nghn!" Aila meraih kelambu tempat tidur kemudian mencengkeramnya, tapi dengan cepat lelaki bersurai hitam itu pun segera mengulurkan tangan dan menggenggam erat tangan istrinya. "Kills ... Nhgn! Akh! In—ini— kurasa ini sudah cuk—kuuph!" desah Aila, berusaha berbicara di sela napas yang terengah, sementara dari belakang Killian terus saja memacunya. Menahan pinggul Aila dengan sebelah tangan, sementara bibirnya asyik menjelajah dan meninggalkan entah berapa banyak jejak berupa bercak merah di leher yang jenjang itu, Killian dengan mantap terus menghujamkan miliknya. Meski saat ini mereka melakukannya dengan berdiri sekali pun, hal tersebut sepertinya bukan masalah bagi lelaki yang sudah sangat berpengalaman dalam bercinta semacam Killian. "Masih ... belum," erang Killian, kali ini memilin-milin bergantian kedua ujung bukit kembar yang begitu menantang itu. "Ini— Akh! Masih
"Bagaimana kabarmu?" "Ya? Apa?" "Sia, aku bertanya, bagaimana kabarmu?" Ansia terdiam. Otaknya seolah mengalami kesulitan untuk memahami pertanyaan yang semudah itu. Maksudnya, untuk macam pertanyaannya, sih, dia tahu, tapi yang dia tidak paham adalah kenapa Aila malah bertanya seperti itu? "Seriously? Kakak hanya memberiku pertanyaan semacam itu?" tanya Ansia yang semakin kesal dengan rasa gelisah yang terus menggerogoti hatinya saat ini. "Kita sedang berada di masalah seperti ini dan yang Kakak tanyakan hanya bagaimana kabarku?" Kali ini giliran Aila yang terdiam. Sepasang mata abunya terlihat kebingungan, masih tidak mengerti di mana letak kesalahan atas pertanyaan sederhana yang dia ajukan tadi. "Bukankah tadi Kakak yang sok-sokan mengajakku berbicara, tapi kenapa sekarang hanya bertanya soal omong kosong seperti ini?" "Apa tentang keadaanmu itu hanya omong kosong bagimu, Sia?" Terdiam, Ansia sontak berdiri
Ada suasana bahagia yang tiba-tiba melingkupi kediaman Ardhana pada hari ini."Nyonya Muda, apakah Anda ingin makan sekarang? Saya bisa menyiapkan spaghetti kesukaan Nyonya Muda dengan segera," tawar sang kepala koki, yang sebelumnya jarang sekali bahkan nyaris tidak pernah keluar dari dapur hanya untuk menyambut seseorang seperti ini."Apa maksudmu? Siapa yang ingin langsung makan setelah baru sampai di rumah?" sela kepala pelayan, menyikut dan mendorong sang kepala koki sementara dia sendiri yang sekarang maju. "Nyonya Muda, bagaimana kalau Nyonya Muda beristirahat dulu? Mandi air hangat, sambil dipijat agar rileks, pasti menyenangkan, bukan?""Setelah dipijat, maka akan lebih pas kalau minum teh hangat dengan ditemani camilan yang manis dan gurih," kali ini istri dari kepala koki yang menyerobot. Perempuan dengan tubuh tambun itu tersenyum dengan ramah, sementara dengan bokong besarnya dia berhasil menyingkirkan kepala
"Selamat pagi, Nyonya Muda. Bagaimana kabar Anda hari ini?"Ansia terdiam dan sedikit heran, saat ada tiga orang pelayan wanita yang datang menemuinya di pagi hari seperti ini.Perempuan berbadan dua itu bahkan masih berada di atas tempat tidur ketika ketiga orang pelayan tersebut mengetuk pintu kamar tidur tadi. Terburu-buru, Ansia bahkan nyaris melompat bangun untuk memakai lensa kontak, sebelum akhirnya mengijinkan mereka masuk."Apakah ini hanya perasaan saya? Rasanya, Nyonya Muda lebih terlihat berisi sekarang ini," celetuk salah satu pelayan wanita."Apa maksudmu?" tanya balik salah satu temannya."Maksudku, beliau sepertinya bertambah, ehm ... gendut? Pipinya juga terlihat lebih tembam?""Kenapa kamu masih bertanya?" sela salah satu pelayan, menyenggol rekannya menggunakan siku. "Tentu saja itu karena hati beliau bahagia. Makanya, jadi terlihat seperti itu. Apalagi
Ansia baru saja menyelesaikan makan siangnya dan sedang bersantai, sewaktu seorang pelayan pria datang menghampiri. "Apa katamu?" tanyanya, mengangkat kedua alis. "Tuan Muda tadi mencari Anda, Nyonya Muda," jawab si pelayan dengan sopan. Ada seringai yang tercetak di wajah cantik Ansia. Kenyataan bahwa Killian berusaha mencarinya membuat perempuan berbadan dua itu merasa puas. "Benarkah?" tanyanya, mempertahankan lagak cuek seakan dia tidak terlalu tertarik. "Lalu, di mana dia sekarang?" "Beliau sekarang ada di ruang kerja, dan beliau mengatakan, kalau Anda tidak sedang sibuk, beliau menunggu Nyonya Muda di sana." "Menungguku?" "Betul, Nyonya Muda." Bisa dikata kalau senyuman di wajah Ansia pun melebar saat ini. Killian tadi mencarinya. Lelaki itu sekarang bahkan sengaja menunggunya. Bukankah itu merupakan pertanda yang bagus? "Baiklah, katakan saja kalau aku akan
"Apa menurutmu aku akan percaya begitu saja?'"Tadi sudah kukatakan 'kan, terserah apakah kamu akan percaya atau nggak, tapi yang jelas, nggak akan ada penawaran lain yang lebih baik lagi dari ini, Ans."Ansia meneguk ludah. Perempuan cantik itu saat ini tengah berperang dengan dirinya sendiri.Satu sisi, bisa dikata dia sudah sedikit percaya dengan semua yang dikatakan oleh Killian, tapi di sisi lain, ingatan soal masa lalunya saat bersama lelaki tampan itu masih begitu membekas dan terasa menyakitkan.Sungguh, tidak ada sedikit pun lagi perasaan cinta Ansia yang tersisa untuk Killian. Dulu dia memang pernah benar-benar jatuh cinta terhadap lelaki tampan bersurai hitam itu, tapi semua hanya menjadi masa lalu. Semua tindakan yang Ansia lakukan saat ini benar-benar murni karena dia mengkhawatirkan kakak kembarnya."Bahkan aku sampai harus berbohong kepada Kakak," bisiknya, menggigit bibir dengan gelisah, teringat dengan saat dulu Aila menanyainya soal siapa sebenarnya
Adelaide, Australia"Apa kamu nggak apa-apa?""Apa maksudmu? Bukankah kamu yang sedang sakit? Lalu kenapa malah bertanya seperti itu padaku?"Aila tersenyum, membelai lengan Sarah yang tidak diinfus. "Jangan terlalu banyak berpikir, Sarah. Fokus saja agar kondisimu segera membaik. Ya?"Ada ekspresi bersalah yang menghiasi wajah perempuan berambut pirang itu. Meremas kedua tangannya sendiri dengan kepala yang sedikit menunduk, Sarah beberapa kali menghela napas berat."Ma-maafkan aku ....""Sudah kukatakan 'kan, kita nggak perlu membahas itu lagi.""Tapi, Aila-""Sst," Aila menempelkan jari telunjuknya ke depan bibir Sarah yang pucat. "A friend never leaves, Sarah.""But I'm not a good friend, Aila.""So you can be it from now on. Hm?"Tidak ada lagi yang bisa Sarah ucapkan. Dengan perasaan penuh haru, dia memandang Aila. Sungguh, dalam hati perempuan bermata biru itu merasa begitu malu.Bagaimana bisa dia mengkhianati seora
Halo, Semua. Apa kabar? Semoga semua dalam keadaan sehat & bahagia. Hari ini, akhirnya cerita Aila dan Killian pun berakhir. Terima kasih atas satu tahun yang begitu mengagumkan. Terima kasih juga karena sudah berkenan mengikuti cerita ini sampai akhir. Saya menyadari bahwa novel ini masih sangat jauh dari kata sempurna dan saya meminta maaf atas segala hal yang tidak memuaskan. Semoga kita bisa bertemu lagi!
Orion menoleh. Bocah lelaki yang biasanya begitu pendiam itu pun seketika memasang wajah ceria, lantas berlari-lari sambil berseru riang, "Mom!" "Halo, Sayang," sahut Aila, yang juga memburu menyambut putranya dengan kedua tangan terkembang, lalu memeluknya. "Maaf karena Mommy terlambat." "Tidak apa-apa, Mom. Oh, apa Mom tahu kalau Rigel tadi terjatuh dari pohon?" Sepertinya predikat pendiam Orion pun menghilang seketika, sebab anak itu sekarang berceloteh dengan begitu bersemangat. "Oh, ya? Benarkah? Kenapa sampai bisa begit—" "Itu karena tadi ada anak kucing, lalu dia—" "Mommy!" Tidak mau berlama-lama sampai Aila mengomelinya, Rigel langsung memeluk Aila dan sengaja sedikit menggeser posisi Orion agar sedikit menjauh. "Kenapa Mommy lama sekali, sih? Apa Mommy tahu, kalau sewaktu tidak ada Mommy, Kak Lills selalu mengomeliku habis-habisan?" Tersenyum, Aila lantas menepuk-nepuk kepala kedua putra kembarnya. Setelah itu, dia mengulurkan tangan, meminta agar Liliana mendekat. Se
"Kills, apa yang kamu lakukan?""Sst, Queen. Aku sedang berusaha mendengarkan anak kita. Kira-kira mereka sedang apa, ya, di dalam perutmu?"Aila tertawa. Lelaki itu bisa menghabiskan waktu bermenit-menit hanya untuk menempelkan telinga di perut Aila. Sambil mengelus-elus dan menciumi perut istrinya, Killian terus saja berbisik dan tertawa bahagia ketika mendapatkan tendangan kecil sebagai balasan."Kills, sudah dong.""Sebentar lagi saja, Queen. Lihat, anak kita gerakannya begitu aktif.""Kamu, sih, senang melihatnya, tapi aku yang merasakan nyeri."Killian terdiam seketika, lalu buru-buru berbisik, "Sayang, kalian kalau menendang jangan terlalu kuat. Kasihan Mommy. Tuh, lihat. Kalau nanti Mommy sampai ngambek terus Daddy tidak diberi jatah, bagaimana?"Aila membelalak. Dengan wajah memerah dia lantas menjewer suaminya itu."Queen, aduh. Sakit. Lepaskan, Queen. Memangnya, aku salah apa?""Salah apa, katamu? Ya Tuhan, Kills. Apa yang baru saja kamu katakan kepada anak-anak kita, ha?"
Bukankah kehamilan Aila masih menginjak usia tujuh bulan? Killian memang bukan seorang dokter, tapi dia tahu betapa seriusnya situasi saat ini. "Dokter Aiden!" seru seorang dokter laki-laki yang datang berlari-lari menyambut, sesampainya mereka di bagian IRD (Instalasi Rawat Darurat). "Bagaimana status pasien?" "Dokter Cedric, selamat malam! Pasien mengalami preterm PROM (Premature Rupture of Membrane)." "Berapa usia kandungannya?" "Tiga puluh satu minggu." Killian masih sempat menangkap ekspresi tegang yang sekilas melintas di wajah dokter Cedric dan ada perasaan tidak enak yang seketika dia rasakan. "Aiden! Katakan padaku. Apakah ini buruk?" tanyanya, dengan nada panik yang bisa tertangkap jelas dalam suaranya. Dia mencengkeram kemeja Aiden dan menahan dokter muda itu ketika akan menyusul Aila, yang sudah dibawa masuk ke ruang perawatan terlebih dulu oleh dokter Cedric. Ada beberapa detik yang dilewatkan Aiden untuk terdiam. "Begini, Ian. Akan ada beberapa prosedur yang tid
Keadaan menjadi semakin baik. Mereka mungkin saja menggerutu, merasa kesal dan kalau bisa, maka akan memilih untuk pergi saja. Namun, nyatanya tidak. Meski dengan perasaan tidak puas, nyatanya tidak ada seorang pun yang beranjak dari tempat duduknya. Entah mengapa, seolah ada sesuatu yang membuat mereka untuk tetap bertahan di tempatnya masing-masing. Ah, bukan. Bukan sesuatu, tapi lebih tepatnya mungkin adalah ... seseorang. "Lihat. Bukankah kalau begini, jadi lebih menyenangkan?" ujar Aila dengan wajah ceria, seolah tidak menyadari apa pun. "Lills, kamu juga suka kan?" Liliana segera mengangguk-angguk, membuat kedua pipinya yang menggemaskan pun terlihat naik turun dengan lucunya. Lalu, dengan penuh semangat dia berseru, "Suka, Mommy! Kalau Mommy suka, Lills juga suka!" Berakhir sudah. Meski masih belum yakin sepenuhnya, tapi mereka seolah memiliki perasaan bahwa dengan ucapan kedua Ibu dan anak itu maka sebuah keputusan telah diambil. Mereka akan makan malam bersama dalam sa
Ada berbagai macam hal tidak jelas yang silih berganti mengisi mimpi Aila.Seorang perempuan yang berbalik lantas keluar dari sebuah tempat yang seperti ruang kantor; seorang lelaki yang tengah dipeluk oleh perempuan lain, tapi sepasang mata birunya terus memandang ke arah perempuan pertama yang tadi pergi; selembar kertas yang sepertinya berisi hasil pemeriksaan rumah sakit yang disertai oleh sebuah testpack; sebuah tempat yang begitu ramai yang tampaknya adalah bandara dan perempuan yang pertama tadi tengah berjalan menyeret sebuah koper, sembari menunduk dan mengelus-elus perutnya.Tunggu, apakah dia sedang menangis? Ah, iya. Perempuan itu memang sedang menangis.Sebab, kemudian ada sepasang lelaki dan perempuan berusia separuh baya yang lantas menghampiri dan memeluknya, berusaha menenangkan serta menghiburnya. Ketiga orang tersebut lantas berjalan di garbarata, menuju pintu sebuah pesawat dengan posisi perempuan tadi berjalan paling akhir.Lalu, sesaat sebelum melewati kedua pram
Ada begitu banyak hal yang terjadi sejak keributan di pusat perbelanjaan waktu itu.Yang pertama adalah Killian yang segera memburu Aiden dan membuat dokter muda itu uring-uringan nyaris sepanjang hari."Demi Tuhan, Ian! Harus berapa kali lagi aku harus memberi tahumu? Sudah kukatakan bahwa hal itu tidak bisa!"Aiden bahkan harus mencengkeram stetoskopnya erat-erat. Kalau saja tidak ingat bahwa alat medisnya itu keluaran Littmann, pasti dia sudah akan menyumpalkannya ke mulut Killian."Kalau begitu, setidaknya beri aku solusi Aiden! Aku ingin pergi berlibur bersama Queen dan Princess, tapi terkendala dengan paspor dan visa yang Queen miliki."Permasalahan yang dimaksud Killian adalah perbedaan antara wajah dan foto di dokumen perjalanan yang Aila miliki, sehingga jelas tidak memungkinkan bagi perempuan itu untuk bepergian ke luar negeri dengan menggunakan identitas miliknya.Satu-satunya hal yang memungkinkan adalah apabila Aila menggunakan dokumen identitas milik Selena Hills. Namun
"Kami pulang!"Ansia berseru gembira, dengan senyuman lebar di wajah dan kedua tangan yang terentang lebar. Baik dia maupun Hugo mengira bahwa akan ada banyak orang yang menyambut kepulangan mereka yang lebih awal ini dengan bahagia.Namun, nyatanya tidak."Ke mana semua orang?" tanya Hugo, memeluk pinggang istrinya, memberi kecupan sekilas di pipi, sebelum akhirnya menjatuhkan diri ke atas sofa. Tampak jelas kalau lelaki itu merasa sangat lelah. "Jam berapa sekarang? Apakah Lexis dan Alden masih belum pulang sekolah?"Istrinya hanya menggeleng kecil dan menaikkan bahu sekilas, terlihat sedikit muram. Syukurlah tidak lama kemudian kepala pelayan datang dan menyambut mereka, serta memberi tahu di mana Risa dan kedua anak kembar mereka berada."Kediaman Ardhana?" Ansia balik bertanya sekedar untuk memastikan. "Jadi, mereka bertiga pergi ke sana?""Betul, Nyonya. Tadi Nyonya Risa memang mengatakan begitu."Bahkan tanpa mau membuang waktu meski sekedar untuk beristirahat sejenak, Ansia d
"Lills, hati-hati." Ivona berseru, memandang khawatir ke arah cucu perempuannya. "Jangan lari-lari, Sayang.""Jangan terlalu khawatir," ujar Risa, sembari tersenyum menenangkan. "Lexis dan Alden bersamanya, mereka pasti akan menjaga Lills. Lagi pula, juga ada beberapa pengawal yang sekarang sedang menyertai kita."Ivona tersenyum balik dan mengangguk. "Anda benar, Nyonya Roxanne. Sepertinya memang saya saja yang terlalu khawatir.""Tidak apa-apa. Hal yang wajar, sebab itu berarti Anda sangat menyayangi Lills. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau mulai sekarang Anda memanggil saya 'Risa' saja? Yah, agar tidak terlalu kaku."Sekali lagi, Ivona tersenyum dan mengangguk. "Ah, iya. Tentu saja. Kalau begitu, panggil saya dengan 'Ivona' saja. Bagaimana, Risa?"Kali ini, Risa tertawa kecil dan bersambut dengan tawa dari Ivona. Sejak lebih sering menghabiskan waktu dengan makan malam bersama nyaris setiap hari, kedua perempuan baya itu menjadi jauh lebih dekat dibanding sebelumnya.Tentu saja tida