“Kamu tenang saja, sayang. Pokoknya aku akan mencari tahu ke mana dia pergi. Aku yakin dia tidak akan meninggalkan rumahnya yang besar itu. Dia mungkin hanya pergi untuk sesaat,” ucap Markus dari seberang telepon. Suaranya terdengar pelan namun penuh keyakinan, seolah semuanya sudah dalam kendalinya.Sophia tidak bisa menyembunyikan ekspresi gelisahnya. Jemarinya mengetuk-ngetuk gagang telepon, sementara matanya menatap kosong ke arah depan. Meski Markus tidak bisa melihatnya, kegelisahan itu terasa dalam getaran napasnya yang teratur tapi berat.“Aku hanya ingin tahu saja ke mana perginya dia. Bahkan tadi dia bilang kalau aku yakin itu anaknya, maka aku harus ikut dia ke luar negeri untuk melakukan tes DNA kedua,” ucap Sophia lirih, tapi cukup jelas terdengar.Kalimatnya sengaja dipoles. Ia tahu betul cara memanipulasi emosi pria di seberang telepon itu. Dengan suara lembut, seolah dirinya adalah wanita yang paling tersakiti, ia memainkan perannya dengan sempurna. Di balik kalimatnya
Alex dan Angelica segera memakai pakaian lengkap lalu keluar dari kamar. Suara pecahan kaca yang mereka dengar barusan terlalu keras untuk diabaikan. Alex sempat berhenti sejenak di depan pintu, memastikan suara itu tidak berlanjut. Setelah yakin tidak ada teriakan atau suara lain yang mencurigakan, mereka bergegas menuruni tangga.Di lantai satu, suasananya cukup gaduh, tapi jelas terlihat ada pecahan kaca berserakan di lantai dekat dapur bersih. Meja kecil di sudut dapur itu sudah tidak utuh lagi. Permukaannya pecah, menyisakan kerangka logam yang masih berdiri tapi tidak lagi kokoh.“Apa itu, Pak?” tanya Alex pada salah satu penjaga rumah yang berdiri di dekat dapur dengan wajah cemas.Penjaga itu, yang juga merangkap sebagai pengawal pribadi Alex, langsung menunjuk ke atas meja. “Ini, Tuan. peralatan dapur yang ada di atas rak jatuh. Mungkin Bibi naruhnya kurang pas, jadi kena meja kaca ini. Pecah, Tuan.”Napas Alex sedikit tertahan. Wajahnya masih terlihat waspada. Ia sempat ber
“Apa anda tidak ingin menjadikan kami sebagai langganan anda, tuan?” tanya Wanita berambut pirang itu. Sementara wanita yang berambut pendek itu masih memanjakan Markus dengan mengulum milik pria tersebut. “Lokasi kita terlalu jauh. Andai saja kalian tinggal dekat denganku, mungkin aku akan lebih sering memanggil kalian. Tapi jujur aku suka bosan, aku lebih suka main gonta-ganti dengan wanita yang berbeda. Biar tahu rasanya,” ucap Markus.Wanita berambut pirang itu sedang duduk di samping Markus dengan bersandar manja di bahu pria tersebut. Sementara tangannya bergerilya di atas dada pria itu. “Tapi berjanjilah kalau anda datang ke kota ini, kami dapat bagian memuaskan anda, Tuan,” pintanya penuh godaan.“Tentu saja. Aku akan meminta pihak hotel untuk menghubungi kalian, bila aku datang lagi ke kota ini dan menginginkan kalian,” jawabnya. Markus mencium bibir wanita berambut pirang itu. Melahapnya dengan rakus dan penuh nafsu. Dia sudah terbiasa dimanjakan 2 perempuan penghibur se
Napasnya tersengal karena hasrat tak terbendung juga gerakan dengan tempo cepat di atas tubuh wanita itu.Wanita berambut pirang itu hanya tersenyum. Matanya merem melek menikmati sentuhan Markus. Lalu tatapan tajam Markus tertuju pada wanita berambut pendek.“Sini mendekat,” kata Markus pada wanita berambut pendek itu. Wanita itu segera mendekat ke arah Markus. Pria itu langsung dengan rakus melahap bibir merah dan tipis sang wanita. Menghisap begitu dalam lidah wanita itu, juga sesekali menggigit bibir bawahnya yang sangat seksi.Suara desahan mereka menggema di ruangan itu. Pria itu mencabut miliknya dari milik wanita berambut pirang itu. Lalu meminta perempuan yang satunya berlutut membelakanginya. Markus mulai melakukan penyatuan dari arah belakang. Jeritan kesakitan terdengar jelas dari wanita itu, saat Markus beberapa kali mencoba menusuk bagian belakang sang wanita. Tentu saja sangat sakit, bahkan bisa dipastikan akan meninggalkan luka di area belakang miliknya. Namun demi
Di sisi lain, Alex kembali ke rumah utama. Suasana rumah tampak sepi, tapi dalam pikirannya penuh gejolak. Saat menutup pintu utama, matanya langsung menangkap sosok Sophia yang sedang menaiki tangga menuju lantai tiga. Tanpa membuang waktu, Alex bersuara.“Sophia… Aku mau bicara,” ucapnya datar.Langkah Sophia terhenti. Dia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. Sejak Markus menyebut soal wanita dan anak kecil yang mirip Alex, pikirannya tak pernah tenang. Cemburu sudah menumpuk, tapi dia memilih diam. Dia ingin tetap terlihat tidak tahu apa-apa tentang wanita itu dan anaknya di mata Alex—meski dalam hati, dia nyaris hancur.Setelah menarik napas panjang untuk menenangkan diri, Sophia turun lagi dan mendekati Alex yang menunggu di ruang tamu lantai satu.“Duduk,” kata Alex, tanpa memberi pilihan lain.Sophia mengangguk. Ia duduk, meski tubuhnya terasa kaku. Matanya menatap wajah suaminya yang tak pernah menampakkan sedikit pun rasa peduli padanya.“Aku mau kita bercerai,” kata Alex
Sophia kembali duduk di sofa ruang tamu dengan ponsel di tangannya. Jemarinya cepat mengetik pesan untuk Markus, tanpa ragu, tanpa jeda.“Cepatlah datang ke kota New Capitol. Aku ingin tahu siapa perempuan di masa lalu Alex yang kembali dengan seorang anak. Aku ingin melihat tampangnya seperti apa.”Belum sampai satu menit, centang dua biru muncul. Markus langsung membalas pesan perempuan itu.“Wanita di masa lalu Alex lebih dari sekadar mantan. Dia sangat cantik. Bukan hanya dari tampilan luar, tapi juga sikap dan kepribadiannya. Banyak pria di kantor GG Corporation mengaguminya. Tapi pada akhirnya, Alex yang berhasil memilikinya.”Markus tidak pernah mengada-ngada. Memang itulah kenyataannya, jujur dulu hasratnya tak bisa dikendalikan ketika dia hampir saja berhasil memperkosa perempuan itu. Namun sayangnya Angelica berhasil kabur meski akhirnya kembali tertangkap oleh komplotan mereka. Semua anak buah Nyonya Abigail dan Tuan Daniel mengakui kalau kekasih Alex meski berasal dari ka
Setelah bayangan Alex benar-benar hilang dari pintu utama, Sophia langsung membalikkan badan. Langkahnya cepat, penuh tekanan. Dia naik ke lantai tiga tanpa menoleh lagi. Napasnya memburu, matanya tajam. Begitu sampai di kamarnya, tanpa berpikir panjang dia menarik kursi rias dan membantingnya ke lantai. Suaranya menggema keras. Botol parfum, alat make-up, dan cermin kecil terlempar dari meja dan jatuh berserakan. Beberapa ada yang pecah. Tapi Sophia tak peduli.Sang anak sampai terkejut dan menangis histeris. Pengasuhnya segera merengkuh tubuh bayi mungil itu lalu dibawa keluar dari dalam kamar sang mama. Sang pengasih tahu akhir-akhir ini sedang ada masalah berat antara kedua majikannya.Sophia memukul meja dengan kedua tangannya. Wajahnya merah padam. Giginya bergemeletuk menahan emosi. Dia seperti bom yang siap menghancurkan dunia kapan saja. Suara-suara lirih kemarahan keluar dari mulutnya, hampir seperti gumaman, tapi penuh dengan ancaman."Aku yang sah jadi istrinya. Aku yang
“Aku menginginkanmu, Angel.” Tubuh Angelica yang berdiri membelakangi pria itu sontak meremang saat sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya, menariknya dengan perlahan ke pelukan yang erat. Terlebih suara berat Alex yang penuh godaan berbisik di telinganya. Belum sempat memproses segalanya, tangan kekasihnya itu mulai bergerak penuh gairah di atas tubuh Angelica.Angelica terkesiap.Seharusnya, dia menolak dan coba menghentikannya. Ada yang harus dia bicarakan terkait pertemuannya dengan ibu Alex.Namun, pria itu tahu benar titik-titik kelemahan Angelica, hingga dia pun tak kuasa menahan diri. “Tunggu saja, akan kujadikan Kau Nyonya Alexander, Sayang,” bisik Alex penuh penekanan. Pria itu pun mendorong tubuh wanita itu pelan ke dalam ruang pribadi di dalam ruang kerjanya dan melakukannya seolah tak ada hari esok..... “Bu, Angel?!”Deg!Panggilan sang dokter membuat Angelica tersentak dan kembali dari lamunannya. Bisa-bisanya dia teringat akan masa lalunya di saat
Setelah bayangan Alex benar-benar hilang dari pintu utama, Sophia langsung membalikkan badan. Langkahnya cepat, penuh tekanan. Dia naik ke lantai tiga tanpa menoleh lagi. Napasnya memburu, matanya tajam. Begitu sampai di kamarnya, tanpa berpikir panjang dia menarik kursi rias dan membantingnya ke lantai. Suaranya menggema keras. Botol parfum, alat make-up, dan cermin kecil terlempar dari meja dan jatuh berserakan. Beberapa ada yang pecah. Tapi Sophia tak peduli.Sang anak sampai terkejut dan menangis histeris. Pengasuhnya segera merengkuh tubuh bayi mungil itu lalu dibawa keluar dari dalam kamar sang mama. Sang pengasih tahu akhir-akhir ini sedang ada masalah berat antara kedua majikannya.Sophia memukul meja dengan kedua tangannya. Wajahnya merah padam. Giginya bergemeletuk menahan emosi. Dia seperti bom yang siap menghancurkan dunia kapan saja. Suara-suara lirih kemarahan keluar dari mulutnya, hampir seperti gumaman, tapi penuh dengan ancaman."Aku yang sah jadi istrinya. Aku yang
Sophia kembali duduk di sofa ruang tamu dengan ponsel di tangannya. Jemarinya cepat mengetik pesan untuk Markus, tanpa ragu, tanpa jeda.“Cepatlah datang ke kota New Capitol. Aku ingin tahu siapa perempuan di masa lalu Alex yang kembali dengan seorang anak. Aku ingin melihat tampangnya seperti apa.”Belum sampai satu menit, centang dua biru muncul. Markus langsung membalas pesan perempuan itu.“Wanita di masa lalu Alex lebih dari sekadar mantan. Dia sangat cantik. Bukan hanya dari tampilan luar, tapi juga sikap dan kepribadiannya. Banyak pria di kantor GG Corporation mengaguminya. Tapi pada akhirnya, Alex yang berhasil memilikinya.”Markus tidak pernah mengada-ngada. Memang itulah kenyataannya, jujur dulu hasratnya tak bisa dikendalikan ketika dia hampir saja berhasil memperkosa perempuan itu. Namun sayangnya Angelica berhasil kabur meski akhirnya kembali tertangkap oleh komplotan mereka. Semua anak buah Nyonya Abigail dan Tuan Daniel mengakui kalau kekasih Alex meski berasal dari ka
Di sisi lain, Alex kembali ke rumah utama. Suasana rumah tampak sepi, tapi dalam pikirannya penuh gejolak. Saat menutup pintu utama, matanya langsung menangkap sosok Sophia yang sedang menaiki tangga menuju lantai tiga. Tanpa membuang waktu, Alex bersuara.“Sophia… Aku mau bicara,” ucapnya datar.Langkah Sophia terhenti. Dia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini. Sejak Markus menyebut soal wanita dan anak kecil yang mirip Alex, pikirannya tak pernah tenang. Cemburu sudah menumpuk, tapi dia memilih diam. Dia ingin tetap terlihat tidak tahu apa-apa tentang wanita itu dan anaknya di mata Alex—meski dalam hati, dia nyaris hancur.Setelah menarik napas panjang untuk menenangkan diri, Sophia turun lagi dan mendekati Alex yang menunggu di ruang tamu lantai satu.“Duduk,” kata Alex, tanpa memberi pilihan lain.Sophia mengangguk. Ia duduk, meski tubuhnya terasa kaku. Matanya menatap wajah suaminya yang tak pernah menampakkan sedikit pun rasa peduli padanya.“Aku mau kita bercerai,” kata Alex
Napasnya tersengal karena hasrat tak terbendung juga gerakan dengan tempo cepat di atas tubuh wanita itu.Wanita berambut pirang itu hanya tersenyum. Matanya merem melek menikmati sentuhan Markus. Lalu tatapan tajam Markus tertuju pada wanita berambut pendek.“Sini mendekat,” kata Markus pada wanita berambut pendek itu. Wanita itu segera mendekat ke arah Markus. Pria itu langsung dengan rakus melahap bibir merah dan tipis sang wanita. Menghisap begitu dalam lidah wanita itu, juga sesekali menggigit bibir bawahnya yang sangat seksi.Suara desahan mereka menggema di ruangan itu. Pria itu mencabut miliknya dari milik wanita berambut pirang itu. Lalu meminta perempuan yang satunya berlutut membelakanginya. Markus mulai melakukan penyatuan dari arah belakang. Jeritan kesakitan terdengar jelas dari wanita itu, saat Markus beberapa kali mencoba menusuk bagian belakang sang wanita. Tentu saja sangat sakit, bahkan bisa dipastikan akan meninggalkan luka di area belakang miliknya. Namun demi
“Apa anda tidak ingin menjadikan kami sebagai langganan anda, tuan?” tanya Wanita berambut pirang itu. Sementara wanita yang berambut pendek itu masih memanjakan Markus dengan mengulum milik pria tersebut. “Lokasi kita terlalu jauh. Andai saja kalian tinggal dekat denganku, mungkin aku akan lebih sering memanggil kalian. Tapi jujur aku suka bosan, aku lebih suka main gonta-ganti dengan wanita yang berbeda. Biar tahu rasanya,” ucap Markus.Wanita berambut pirang itu sedang duduk di samping Markus dengan bersandar manja di bahu pria tersebut. Sementara tangannya bergerilya di atas dada pria itu. “Tapi berjanjilah kalau anda datang ke kota ini, kami dapat bagian memuaskan anda, Tuan,” pintanya penuh godaan.“Tentu saja. Aku akan meminta pihak hotel untuk menghubungi kalian, bila aku datang lagi ke kota ini dan menginginkan kalian,” jawabnya. Markus mencium bibir wanita berambut pirang itu. Melahapnya dengan rakus dan penuh nafsu. Dia sudah terbiasa dimanjakan 2 perempuan penghibur se
Alex dan Angelica segera memakai pakaian lengkap lalu keluar dari kamar. Suara pecahan kaca yang mereka dengar barusan terlalu keras untuk diabaikan. Alex sempat berhenti sejenak di depan pintu, memastikan suara itu tidak berlanjut. Setelah yakin tidak ada teriakan atau suara lain yang mencurigakan, mereka bergegas menuruni tangga.Di lantai satu, suasananya cukup gaduh, tapi jelas terlihat ada pecahan kaca berserakan di lantai dekat dapur bersih. Meja kecil di sudut dapur itu sudah tidak utuh lagi. Permukaannya pecah, menyisakan kerangka logam yang masih berdiri tapi tidak lagi kokoh.“Apa itu, Pak?” tanya Alex pada salah satu penjaga rumah yang berdiri di dekat dapur dengan wajah cemas.Penjaga itu, yang juga merangkap sebagai pengawal pribadi Alex, langsung menunjuk ke atas meja. “Ini, Tuan. peralatan dapur yang ada di atas rak jatuh. Mungkin Bibi naruhnya kurang pas, jadi kena meja kaca ini. Pecah, Tuan.”Napas Alex sedikit tertahan. Wajahnya masih terlihat waspada. Ia sempat ber
“Kamu tenang saja, sayang. Pokoknya aku akan mencari tahu ke mana dia pergi. Aku yakin dia tidak akan meninggalkan rumahnya yang besar itu. Dia mungkin hanya pergi untuk sesaat,” ucap Markus dari seberang telepon. Suaranya terdengar pelan namun penuh keyakinan, seolah semuanya sudah dalam kendalinya.Sophia tidak bisa menyembunyikan ekspresi gelisahnya. Jemarinya mengetuk-ngetuk gagang telepon, sementara matanya menatap kosong ke arah depan. Meski Markus tidak bisa melihatnya, kegelisahan itu terasa dalam getaran napasnya yang teratur tapi berat.“Aku hanya ingin tahu saja ke mana perginya dia. Bahkan tadi dia bilang kalau aku yakin itu anaknya, maka aku harus ikut dia ke luar negeri untuk melakukan tes DNA kedua,” ucap Sophia lirih, tapi cukup jelas terdengar.Kalimatnya sengaja dipoles. Ia tahu betul cara memanipulasi emosi pria di seberang telepon itu. Dengan suara lembut, seolah dirinya adalah wanita yang paling tersakiti, ia memainkan perannya dengan sempurna. Di balik kalimatnya
Tiba-tiba Alex berlutut di hadapan Angelica yang masih duduk di kursi panjang. Tubuh keduanya masih bergetar hebat. Isak tangis belum juga reda, seolah dada mereka terlalu penuh dengan luka yang selama ini tertahan.Alex menunduk dalam-dalam, tangannya menggenggam kaki Angelica seperti seseorang yang takut kehilangan satu-satunya pegangan hidup. Tatapannya nanar, rahangnya mengeras karena menahan luapan emosi. Sekuat tenaga, ia mencoba untuk bicara, namun suaranya justru tercekat di tenggorokan. Air mata kembali menetes deras, jatuh ke lantai balkon yang dingin.Malam itu tak ada suara selain gemerisik angin dan deru napas mereka yang berat. Bahkan nyanyian jangkrik pun seakan bungkam, memberi ruang bagi luka mereka untuk bicara.Alex bisa merasakan… bisa membayangkan betapa beratnya menjadi Angelica saat itu. Ia berusaha keras membayangkan bagaimana perempuan yang ia cintai begitu dalam, harus menanggung semuanya sendiri. Diusir. Diculik. Dibuang ke tempat asing. Dipaksa bertahan han
Malam harinya, setelah Olivia tertidur lelap di kamarnya, Alex dan Angelica berjalan pelan ke balkon kamar mereka. Angin malam dari kota New Capitol bertiup sejuk, menyapu lembut wajah keduanya. Di balkon, mereka duduk di kursi panjang—yang akan menjadi kursi favorit Alex—dengan punggung bersandar santai dan kaki terangkat di atas meja kayu kecil di hadapan mereka. Red wine di gelas kaca di tangan Alex berkilau tertimpa lampu. Suasana tenang, namun hati mereka tak tenang."Ceritakan sekarang, sayang," ujar Alex lirih. Tatapannya menerawang ke arah langit gelap di kejauhan, tapi sesekali ia melirik Angelica. "Kenapa kamu tiba-tiba menghilang waktu itu? Kenapa kamu nggak pernah berniat kembali untuk menenangkan aku?"Angelica menarik napas panjang. Ia memandangi tangan sendiri yang gemetar halus, lalu menatap mata Alex yang kini penuh kesedihan dan penyesalan. "Sebelum aku cerita, kamu harus janji. Apapun yang kamu dengar nanti... kamu nggak boleh ceritakan ke siapa pun, kamu juga gak