Pipiku merona mendengar ucapan Richard itu dan memegang tangannya."Tetap saja rasanya pasti sakit, lain kali tolong hati-hati, oke?" pintaku dengan mata sembab."Tidak apa-apa bagiku sakit seperti ini, Jeany. Tapi ini mungkin akan menjadi masalah bagimu,"ucapnya, yang membuat aku bingung. "Masalah untukku? Apa maksudmu, Rich?"Richard menghela napas panjang dan berkata. "Yah, kamu tahu. Meski sudah terluka seperti ini, aku masih harus bekerja, dan, bekerja sendirian dalam kondisi ini rasanya sangat sulit."Mata Richard beralih ke meja dekat ranjang yang disulap menjadi meja kantor dan di atasnya ada tumpukan dokunmen yang belum diproses.Aku yang juga melihat ke arah mana Richard menatap, mengepalkan tinjuku dan melompat."Jangan khawatir, aku akan membantumu," ucapku dengan percaya diri. Tidak ada yang tidak bisa dia lakukan untuknya selama ini, sudah waktunya dia membalas kebaikan Richard. "Ayo duduk. Aku akan menyerahkan kertasnya padamu," ujarku lagi, membantu dia untuk dud
Aku dengan cepat menundukkan kepala dan menatap kosong ke Iantai marmer. Merasa tindakan Richard ini cukup tidak wajar. "Jeany. Menurutku tidak akan mudah bagiku untuk mandi sendirian dalam kondisi seperti ini, jadi tolong panggilkan suster."Richard membahas hal itu lagi padaku yang masih linglung.Menyadari bahwa dia tidak memintaku untuk memandikannya, aku dengan pelan mengangguk dan memegang bel dengan tanganku. Ada masalah juga dengan hal ini.Setelah memikirkan tentang apa yang akan terjadi segera setelah aku menekan bel danmemanggil suster, tatapanku berubah teguh dan berkata. "Jadi kamu akan memamerkan seluruh tubuh telanjangmu kepada wanita lain?" tanyaku dengan suara bergetar. Seperti tak menyadari kecemburuan yang begitu besar dalam diriku, Richard malah tersenyum santai. "Aku tidak mengatakan saya akan memperlihatkan seluruh tubuh telanjangku kepada suster, tetapi aku harus melepas pakaianku untuk mandi, Jeany."Richard menjawab dengan suara tenang, tapi itu hanya me
Saat jakun Richard bergerak naik turun, jantungku berdetak kencang. Apa yang dia inginkan darinya saat ini sudah sangat jelas.Itu tidak terasa memaksa atau apa pun, tapi itu adalah perintah yang tidak bisa kuyolak.Saat tanganku meraih handuk yang jatuh lagi, Richard segera menghentikannya."Dengan tanganmu, Jeany. Gosok dengan tanganmu."Pria berwajah dewa Yunani meminta.Meskipun ada sedikit getaran di pupil mataku, aku menurunkan tanganku sambil menataplurus ke matanya.Otot perut bagian bawah Richard menegang. Melihat itu, panas menyebar ke seluruh tubuhku. Ternyata tubuhku juga sangat menginginkannya. Richard membuatku terengah-engah dan bahkan membuatjy basah, mencapainkedalaman tersembunyi yang tidak bisa dijangkau oleh air yang menetes ke seluruh tubuh kami. Anehnya, hal itu bisa terjadi tanpa Richard menggerakkan lengannya yang terluka. ***Lampu di kantor Richard belum padam hingga jarum jam menunjukkan angka lebih dari tiga.Proyek perdagangan yang baru diluncurkan
Richard sangat senang karena Jeany terus menerus menunjukkan perhatiannya saat lengan Richard terluka, karena itu Richard terus bertahan dengan pura-pura terluka di depan Jeany, sehingga dia bisa terus merasakan dimanja oleh istrinya yang cantik itu. Apalagi saat Jeany mendengar rumor bahwa yang menyerang Richard adalah Damien, saudara tirinya, sehingga membuat Jeany, yang sepertinya merasa bersalah, akhirnya memperlakukan Richard dengan lebih baik. Semuanya terasa sempurna. Namun, ada masalah. Itu karena Jeany menolak bercinta dengannya. "Tidak, tidak bisa, Rich. Lenganmu sedang terluka, Sayang. Aku tidak mau memperparah lukanya dengan memaksamu bercinta. Kamu ingat saat di kamar mandi waktu itu? Aku terus merasa bersalah karena membiarkan dirimu bercinta denganku. Jadi tidak bisa, sampai kamu sembuh total."Jeany yang lembut itu menolak dengan tegas permintaan Richard untuk bercinta sehingga Richard benar-benar frustasi. "Ayolah, Sayang. Hanya dengan satu lengan, aku bisa men
"Rich."Aku menelepon Richard yang tengah berada di kantornya karena sesuatu yang cukup mendadak. Lengan Richard sudah benar-benar sembuh sehingga aku tidak menghawatirkan dirinya lagi dan tadi, pemilik kontrakan tempat aku dulu menyewa, menelepon dan mengatakan bahwa aku harus mengambil semua barang-barangku di sana supaya tempatnya bisa disewakan lagi, itulah kenapa sekarang aku terpaksa menelepon Richard di tengah pekerjaannya. "Ya, Sayang?"Richard yang menjawab telepon dariku dengan suara yang begitu lembut sehingga membuat pipiku merona. Sekarang dia sangat sering memanggilku sayang sehingga aku merasa sering tersanjung dengan panggilannya itu. "Emmm, aku berencana pulang ke tempat kos sebentar untuk mengurus beberapa hal, boleh?" tanyaku yang perlu ke rumah yang kusewa untuk menyelesaikan masalah penyewaan kepada pemilik rumah dan membereskan barang-barang milikku yang tersisa di sana. "Boleh dong, Sayang. Apakah perlu kujemput nanti?" tawar Richard dengan lembut, yang seg
"Aku tidak tahu apa salahku. Tolong ... jangan marah," pintaku dengan suara tersendat.Setelah mengatakan itu, aku segera memukul mulutku sendiri, menyadari kesalahanku saat mengatakan bahwa aku tak tahu apa yang membuat Richard marah.Jelas-jelas Richard marah karena diriku di mata Richard terlihat sedang berpelukan dengan Damien! Richard pasti mengira bahwa aku masih berhubungan dari pria itu, padahal tidak.Mataku seketika berkaca-kaca dengan satu tangan memegang dada, beberapa saat kemudian, tetes demi tetes jatuh ke pipi. Aku... sangat takut dengan kemarahan Richard. Apalagi saat Richard diam seperti ini, aku semakin takut."Aku minta maaf, tapi jangan diamkan aku. Tolong, tolong jangan marah, Rich. Aku tahu aku mungkin telah melakukan hal yang salah, tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini. Sungguh, aku dan Damien tidak pernah ada hubungan apa pun, Rich."Aku berkata dengan suara memelas. Richard menoleh padaku, tampak begitu terkejut melihatku yang tiba-tiba menangis dan
Richard melayangkan kecupan di leher dan dada Jeany, membuat wanita itu semakin terangsang dan mendapatkan klimaks untuk yang kedua kalinya.Sentakan pusaka Richard di tubuh bagian bawahnya membuat Jeany seperti kehilangan akal.Kelemahannya adalah seperti ini, bercinta dengan Richard dan bersenang-senang dengannya. Ini seperti seakan-akan sejak awal, Jeany memang hanya tercipta untuk Richard. Jeany tak pernah bisa melawan, karena sudah tergila-gila melakukan ini dengannya.Akhirnya, kegiatan panas itu pun berlangsung dengan sukses, keduanya sama-sama mencapai klimaks di dalam mobil yang sempit, dengan posisi yang tak masuk akal.Richard yang sudah tak marah lagi, segera menciumi bibir, pipi dan kening Jeany yang basah sambil membisikkan terima kasih.Setelah dia mengambil tisu dan membersihkan bagian bawah milik sang istri yang basah karena cairan mereka berdua, setelah Jeany bersih, mereka pun melanjutkan perjalanan.Keduanya saling menatap dan tersenyum malu-malu. Masalah tentang
Hari dan minggu berlalu, Isabella memang tidak pernah datang langsung pada Richard dan mengancamnya lagi, tapi Richard tidak tahu bahwa wanita itu sekarang mengubah targetnya untuk mengguncang Jeany, bukan Richard lagi.Hari itu, adalah hari di mana Richard harus menginap beberapa hari di luar kota karena pekerjaan.Richard tidak ragu meninggalkan Jeany sendirian karena dia yakin wanita itu tidak akan kabur selama Richard tidak di rumah. Hubungan keduanya juga menghangat semakin hari, Richard pikir itu cukup bagus meski keduanya tidak pernah saling menyatakan cinta. Jeany sendiri bahkan merasa jika kehidupan pernikahannya sangat indah. Richard memang tidak begitu banyak bicara, tapi dia romantis dan perhatian dengan caranya sendiri.Seakan sudah mengukur waktu yang tepat, Isabella, wanita mantan calon tunangan Richard, datang ke rumah."S-siapa kamu?"Jeany sangat terkejut saat melihat Isabella yang sudah duduk santai di ruang tamu seakan ini rumahnya sendiri."Ah, siapa, ya? Hanya
"Luke." Jamie melirik tajam ke arah Luke saat melihat kekacauan di depannya, sedangkan Luke yang mulutnya melongo mendengar ada anak SMA yang memanggil Jamie kakek tua, langsung menatap Jamie ndan menggeleng panik karena tahu Jamie sedang menuduh dia ada di balik semua ini. "Bukan, bukan saya, Tuan! Saya tidak tahu siapa dia dan kenapa anak kecil ini ada di sini!" elak Luke, menggerakkan tangannya ke sana kemari dengan panik dan gugup. Dia sendiri tak tahu siapa bocil kematian ini! "Heh, Bocah. Siapa kamu?! Kenapa kamu datang-datang ke sini dan memanggil bosku kakek tua?!" hardik Luke, galak. "Di sini kantor Jamie Jung, kan?" Gadis itu balas bertanya tanpa takut. "Ya, benar. Lalu?" "Aku bilang, aku mau nikah sama kakek-kakek kayak dia!" serunya dengan suara lantang. "Kakek-kakek? Siapa yang kamu maksud kakek?" sergah Jamie sambil berdiri tak terima, ekspresinya begitu dingin karena sangat kesal dipanggil kakek-kakek. "Kamu... kamu siapa?" Gadis itu, yang baru melihat sosok
"Luke, apa maksud semua ini? Aku telah membatalkan rapat penting demi menghargai usahamu, tapi di mana wanita yang kamu rekomendasikan itu? Mengapa aku harus menunggu seperti ini?" Jamie, yang tampak kehilangan kesabaran setelah mengetahui ia harus menunggu di lokasi pertemuan, bertanya dengan nada dingin kepada Luke. "E-ehm, Tuan. Mohon tunggu sebentar. Saya sudah menghubungi Tuan Marcel, dan beliau mengatakan bahwa putrinya sudah dalam perjalanan ke sini," jawab Luke dengan suara tergagap. Jamie melirik jam tangannya dan berkata dengan nada tegas yang tak terbantahkan. "Aku tidak dapat menunggu terlalu lama. Kalau dalam lima menit dia belum tiba, aku akan pergi." "T-Tolong beri waktu sepuluh menit saja, Tuan! Tuan Marcel sedang berusaha melacak keberadaan putrinya," mohon Luke dengan panik, sambil kembali menelepon. "Apakah aku serendah itu hingga harus diperlakukan seperti ini? Kalau bukan karena ini adalah kesempatan terakhirmu, aku tidak akan sudi berada di sini, Luke," cet
"Hah, Tuan. Apa lagi yang harus saya lakukan?" Apa yang kurang dari Jamie? Tampan, kaya raya, dan matang. Semua wanita dipastikan akan rela mengantre untuk menjadi istrinya, atau bahkan hanya untuk menjadi teman satu malamnya. Namun, sang atasan benar-benar dingin—seperti es kutub. Luke benar-benar tak habis pikir. Wanita seperti apa yang sedang dicari oleh Jamie? Semua wanita yang telah dia seleksi hampir mendekati sempurna—dari segi penampilan, masa depan, masa lalu, pendidikan, bahkan latar belakang keluarga. Lalu, apa yang masih kurang? Luke menatap atasannya dengan putus asa, tidak tahu lagi harus menyodorkan wanita seperti apa kepada Jamie. Luke bahkan telah menyelidiki masa lalu Jamie, dan ia tidak menemukan satu pun wanita yang pernah menjadi bagian dari kehidupan pria itu. Apa yang menahan Jamie hingga enggan menikah? Adiknya saja yang usia terpaut cukup jauh, kini sudah memiliki anak. Luke benar-benar frustrasi. Itu karena ia peduli pada Jamie dan ingin atasannya itu b
**Beberapa puluh tahun kemudian...** Putri Kyle, Lyra, benar-benar menikah dengan Arsion. Kehidupan semua orang berjalan lancar dan bahagia. Dan hari ini, tanpa terasa, Lyra melahirkan putri pertamanya. Semua orang telah menemukan pasangan hidup mereka masing-masing, kecuali Jamie, anak yang dahulu diadopsi oleh Kyle dan Luana. Kini, ia menjadi pemilik perusahaan keamanan ternama dan dikenal sebagai pria lajang paling diminati karena ketampanannya. Anehnya, meski usianya telah melampaui 30 tahun, ia masih betah hidup sendiri. Sepulang dari pekerjaan yang sibuk, Jamie mengunjungi adiknya, Lyra, untuk memberikan ucapan selamat. "Selamat atas kelahiran putri pertamamu, Lyra. Aku sudah mengabari Ayah dan Ibu. Mereka terlihat sangat bahagia. Apakah engkau ingin membawa bayimu menemui mereka?" tawar Jamie kepada sang adik yang kini telah menjadi seorang ibu, sementara dirinya masih sendiri tanpa pasangan. Mendengar tawaran itu, Lyra tidak langsung menjawab, namun gerak tubuhnya menunj
"Sayang! Kyle, aku.. aku hamil!" Teriakan Luana di pagi hari membuat Kyle seketika terbangun dari tidurnya. Dia menyibak selimut dan berlari ke kamar mandi di mana Luana sedang terduduk di lantai kamar mandi sambil memegang test pack di tangannya dengan tubuh gemetar. Sedang satu tangan yang lain menutup mulut dengan pipi yang basah oleh air mata. "Apa tadi yang kamu bilang, Luna?" Luana mendongak, menatap suaminya tersebut dengan mata berkaca-kaca dan menyodorkan test pack yang sedari tadi dia pegang. "Aku... aku hamil, hasilnya positif" ucap Luana dengan bibir bergetar. Haru, bahagia dan masih tak percaya memenuhi ekspresi wajahnya. Kyle melihat tanda positif di benda ramping warna putih tersebut, matanya terbelalak lebar dan langsung ikut terduduk, memeluk sang istri tercinta. "Akhirnya, akhirnya, ya, Lun. Akhirnya kita benar-benar akan menjadi orang tua." Kyle memeluk erat istrinya yang terisak-isak, ini mungkin pagi paling bahagia selama masa pernikahan merek
Raphael mengucap hal itu dengan acuh tak acuh, tapi langsung menembus hati Kyle. Kyle menyugar rambutnya dengan ekspresi lelah dan bertanya, "Memangnya kabar baik apa yang kau bawa, Pak Tua? Jangan hanya memberiku harapan palsu," ancamnya. Jiwa Kyle saat ini sedang lelah sehingga dia tidak akan mentolerir apa pun yang membuat dirinya tak puas. Raphael memandang Kyle dengan ekspresi tenang, melanjutkan ucapannya. "Aku menemukan cara agar Luana bisa hamil, dan aku berani memastikan bahwa kehamilan ini tidak akan mengancam nyawanya sama sekali. Kau tak perlu takut ditinggal olehnya setelah dia melahirkan, seperti nasib ibumu. Hal itu tidak akan terjadi." Ucapan Raphael membuat Kyle membelalakkan matanya. "Sungguh? Bagaimana caranya?" Ada setitik harapan di mata Kyle saat mendengar ucapan Raphael tersebut, meski hatinya masih diliputi rasa was-was. Benarkah... benarkah ada cara seperti itu? Luana bisa hamil, mereka berdua akhirnya mempunyai buah hati tanpa perlu sya
Rion sadar bahwa penuturannya tersebut bisa diartikan berbeda oleh Kyle, karena itu Rion pun buru-buru melanjutkan ucapannya. "Memang saat menghadapi ini secara langsung seperti ini, rasanya sangat berat, tapi setiap mengingat bahwa ini adalah pilihannya dan keputusan Leanna, saya merasa sedikit kuat, Tuan Muda. Apalagi saat dia berjanji bahwa akan terbangun suatu hari nanti, saat putra kami beranjak dewasa dan mulai bisa mengendalikan kekuatan yang diturunkan Leanna. Saya... saya merasa memegang sebuah harapan." Rion mengatakan hal itu dengan suara lirih tapi penuh tekad. Yah, meskipun jarang sekali orang dari golongan mereka yang selamat dari kematian setelah melahirkan seorang keturunan, tapi Rion merasa bahwa Leanna akan bisa kembali lagi padanya, terbangun dari koma dan hidup bersama dengannya sampai tua karena Leanna agak berbeda dengan keturunan vampir lainnya. "Ah, karena kekuatan penyembuhan yang dimiliki Leanna dan kekuatan itu... kini berpindah ke putramu?" Pertan
Mendengar kabar bahwa Leanna koma, Kyle segera memacu mobilnya menuju rumah sakit tempat Leanna melahirkan. Luana duduk di kursi penumpang dengan wajah pucat, tubuh gemetar, dan napas memburu seperti orang kehilangan arah. "Kenapa? Kenapa dia bisa koma? Aku selalu ikut dia kontrol selama ini… cuma bulan ini aku nggak ikut… sejauh ini semuanya baik-baik saja, bahkan dokter bilang dia bisa melahirkan normal!" racau Luana, suaranya nyaris tak terdengar karena tercekat isak. Sebagai seseorang yang tak pernah memiliki saudara perempuan kandung, Luana sudah lama menganggap Leanna seperti saudari sejatinya—bahkan lebih. Maka kabar ini benar-benar menghantamnya tanpa ampun. Dunia di sekitarnya seakan kehilangan warna. Jalanan yang mereka lewati terlihat samar, berputar dalam pandangan yang buram karena air mata yang terus mengalir deras. Ujung-ujung jarinya terasa dingin, tubuhnya mati rasa, dan bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat, menahan kepanikan yang menggerogoti dirinya dari dalam. "
"Jamie, sini. Om Kyle datang, Sayang."Jia memanggil Jamie yang sampai saat Luana dan Kyle kembali dari ruangan Jia, anak kecil itu masih asyik di depan komputer. Kini jemari tangannya lincah menari di atas keyboard dengan kedua telinga tersumpal earphone besar.Jamie melepas earphone di telinganya dan turun dari kursi, lalu berjalan mendekat ke arah Kyle yang kini duduk berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya."Hai, Oom. Ke sini sama siapa?"Jamie kembali membuat Luana tercengang karena bicaranya yang sudah fasih dan tidak cadel di usia tiga tahun. Benar-benar seperti melihat langsung the amazing child. Kyle mengangkat telapak tangan dan melakukan tos dengan Jamie, mereka terlihat akrab satu sama lain. Sepertinya Kyle lebih sering ke sini melebihi dugaan Luana. Ia menyesal kenapa tak mengenal Jamie lebih dulu sebelumnya."Sama istriku, nih."Luana ikut duduk jongkok di samping Kyle dan mengangkat tangan untuk mengajak Jamie ber-tos ria. Namun, anak kecil itu mengabaikan Luan