Richard sangat senang karena Jeany terus menerus menunjukkan perhatiannya saat lengan Richard terluka, karena itu Richard terus bertahan dengan pura-pura terluka di depan Jeany, sehingga dia bisa terus merasakan dimanja oleh istrinya yang cantik itu. Apalagi saat Jeany mendengar rumor bahwa yang menyerang Richard adalah Damien, saudara tirinya, sehingga membuat Jeany, yang sepertinya merasa bersalah, akhirnya memperlakukan Richard dengan lebih baik. Semuanya terasa sempurna. Namun, ada masalah. Itu karena Jeany menolak bercinta dengannya. "Tidak, tidak bisa, Rich. Lenganmu sedang terluka, Sayang. Aku tidak mau memperparah lukanya dengan memaksamu bercinta. Kamu ingat saat di kamar mandi waktu itu? Aku terus merasa bersalah karena membiarkan dirimu bercinta denganku. Jadi tidak bisa, sampai kamu sembuh total."Jeany yang lembut itu menolak dengan tegas permintaan Richard untuk bercinta sehingga Richard benar-benar frustasi. "Ayolah, Sayang. Hanya dengan satu lengan, aku bisa men
"Rich."Aku menelepon Richard yang tengah berada di kantornya karena sesuatu yang cukup mendadak. Lengan Richard sudah benar-benar sembuh sehingga aku tidak menghawatirkan dirinya lagi dan tadi, pemilik kontrakan tempat aku dulu menyewa, menelepon dan mengatakan bahwa aku harus mengambil semua barang-barangku di sana supaya tempatnya bisa disewakan lagi, itulah kenapa sekarang aku terpaksa menelepon Richard di tengah pekerjaannya. "Ya, Sayang?"Richard yang menjawab telepon dariku dengan suara yang begitu lembut sehingga membuat pipiku merona. Sekarang dia sangat sering memanggilku sayang sehingga aku merasa sering tersanjung dengan panggilannya itu. "Emmm, aku berencana pulang ke tempat kos sebentar untuk mengurus beberapa hal, boleh?" tanyaku yang perlu ke rumah yang kusewa untuk menyelesaikan masalah penyewaan kepada pemilik rumah dan membereskan barang-barang milikku yang tersisa di sana. "Boleh dong, Sayang. Apakah perlu kujemput nanti?" tawar Richard dengan lembut, yang seg
"Aku tidak tahu apa salahku. Tolong ... jangan marah," pintaku dengan suara tersendat.Setelah mengatakan itu, aku segera memukul mulutku sendiri, menyadari kesalahanku saat mengatakan bahwa aku tak tahu apa yang membuat Richard marah.Jelas-jelas Richard marah karena diriku di mata Richard terlihat sedang berpelukan dengan Damien! Richard pasti mengira bahwa aku masih berhubungan dari pria itu, padahal tidak.Mataku seketika berkaca-kaca dengan satu tangan memegang dada, beberapa saat kemudian, tetes demi tetes jatuh ke pipi. Aku... sangat takut dengan kemarahan Richard. Apalagi saat Richard diam seperti ini, aku semakin takut."Aku minta maaf, tapi jangan diamkan aku. Tolong, tolong jangan marah, Rich. Aku tahu aku mungkin telah melakukan hal yang salah, tapi tolong jangan diamkan aku seperti ini. Sungguh, aku dan Damien tidak pernah ada hubungan apa pun, Rich."Aku berkata dengan suara memelas. Richard menoleh padaku, tampak begitu terkejut melihatku yang tiba-tiba menangis dan
Richard melayangkan kecupan di leher dan dada Jeany, membuat wanita itu semakin terangsang dan mendapatkan klimaks untuk yang kedua kalinya.Sentakan pusaka Richard di tubuh bagian bawahnya membuat Jeany seperti kehilangan akal.Kelemahannya adalah seperti ini, bercinta dengan Richard dan bersenang-senang dengannya. Ini seperti seakan-akan sejak awal, Jeany memang hanya tercipta untuk Richard. Jeany tak pernah bisa melawan, karena sudah tergila-gila melakukan ini dengannya.Akhirnya, kegiatan panas itu pun berlangsung dengan sukses, keduanya sama-sama mencapai klimaks di dalam mobil yang sempit, dengan posisi yang tak masuk akal.Richard yang sudah tak marah lagi, segera menciumi bibir, pipi dan kening Jeany yang basah sambil membisikkan terima kasih.Setelah dia mengambil tisu dan membersihkan bagian bawah milik sang istri yang basah karena cairan mereka berdua, setelah Jeany bersih, mereka pun melanjutkan perjalanan.Keduanya saling menatap dan tersenyum malu-malu. Masalah tentang
Hari dan minggu berlalu, Isabella memang tidak pernah datang langsung pada Richard dan mengancamnya lagi, tapi Richard tidak tahu bahwa wanita itu sekarang mengubah targetnya untuk mengguncang Jeany, bukan Richard lagi.Hari itu, adalah hari di mana Richard harus menginap beberapa hari di luar kota karena pekerjaan.Richard tidak ragu meninggalkan Jeany sendirian karena dia yakin wanita itu tidak akan kabur selama Richard tidak di rumah. Hubungan keduanya juga menghangat semakin hari, Richard pikir itu cukup bagus meski keduanya tidak pernah saling menyatakan cinta. Jeany sendiri bahkan merasa jika kehidupan pernikahannya sangat indah. Richard memang tidak begitu banyak bicara, tapi dia romantis dan perhatian dengan caranya sendiri.Seakan sudah mengukur waktu yang tepat, Isabella, wanita mantan calon tunangan Richard, datang ke rumah."S-siapa kamu?"Jeany sangat terkejut saat melihat Isabella yang sudah duduk santai di ruang tamu seakan ini rumahnya sendiri."Ah, siapa, ya? Hanya
"Karena kamu adalah anak wanita seperti itu, bukankah kamu juga sama? Mendekati Dante hanya karena mengincar uangnya?"Isabella yang melihat diriku terdiam, sepertinya semakin ringan mulutnya untuk terus menghina dan merendahkanku. Sampai di situ, aku sudah tak sanggup menahan diri lagi dengan semua kata-kata busuk yang keluar dari wanita jahat di depanku ini, sehingga aku yang sedari tadi diam, langsung berbicara. "Lalu kenapa kalau memang mengincar kekayaan Richard? Pada akhirnya, yang dia nikahi bukan kamu, melainkan aku, kan?"Kupandang Isabella dengan tatapan sombong dan dagu terangkat, membalas perlakuannya padaku beberapa waktu lalu. Dadaku rasanya sudah menggelegak karena kemarahan saat mendengar Isabella berbicara seenaknya, terutama saat dia menghina ibuku. Karena itu, aku tak akan membiarkan dia pergi dari sini dengan kemenangan di wajahnya. Dan benar saja, saat mendengar aku berbicara seperti itu, wajah cantiknya seketika terdistorsi. Seperti tak menyangka kalau aku ak
Aku benar-benar sudah tak bisa berpositif thinking lagi sehingga dengan jari gemetar, kuketik pesan kepada Richard [Hey, Rich. Sudah tidur?]Kukirim pesan singkat-singkat saja padanya. Meskisebenarnya banyak sekali hal yang ingin kutanyakan saat ini, jariku sendiri sudah tak sabar mengetik pesan tentang siapa Isabella, apakah Richard masih melakukan one night stand di belakangku seperti kata Isabella, dan lain sebagainya.Namun, hatiku belum siap mendengar jawaban Richard, jadi pesan yang kukirim hanya pertanyaan singkat saja."Kita lihat dulu jawabannya bagaimana," gumamku. Menatap layar ponsel dengan intens. Untungnya balasan hanya datang selang beberapa detik sejak pesan itu terkirim. Richard rupanya sedang online.Aku bergerak dari dudukku dengan gelisah dan segera membaca pesan dari suamiku itu. Berbeda denganku yang hanya bertanya singkat, balasan pesan yang dia kirim benar-benar panjang dan lebar. [Jeany? Ada apa mengirim pesan jam segini? Apakah kamu tidak bisa tidur? Apa
"Astaga."Aku menutup mulut dengan ekspresi tak terlukis kan saat video call dengan Richard dan melihat isi kamarnya. Jujur saat ini aku merasa sangat bersalah karena telah mencurigai Richard tanpa sebab, hanya karena omongan wanita asing seperti Isabella, yang ternyata sama sekali tak berdasar."Ada apa, Jeany?"Richard yang sepertinya tak paham kenapa ekspresiku berubah seperti ini saat video call dengannya, bertanya. "Mmmm."Aku hanya bergumam tidak jelas sambil terus melihat ke arah Richard dengan perasaan bersalah. Itu karena di kamar yang kini ditempati Richard, aku bisa melihat dengan jelas bahwa suamiku tersebut tidak tidur malam, bukan karena sedang sibuk bercinta dengan perempuan lain.Namun, dia justru benar-benar sedang sibuk dengan pekerjaan melihat banyaknya kertas-kertas dan juga beberapa map yang berserak di samping laptop yang berada di meja Richard. Semuanya sangat berantakan sampai sepertinya dia benar-benar sedang sibuk bekerja. "Apa ada yang ingin kamu lihat
"Sekali lagi, itu tugasku, Luna. Kamu nggak usah memikirkan hal yang bukan bagianmu. Tugasmu hanya satu, yaitu selalu bahagia." Ucapan yang meski diucapkan dengan nada datar ala tanpa emosi Kyletersebut, membuat dada Luana rasanya mengembang bahagia. Mungkin karena cinta, sehingga hal biasa seperti itu terdengar luar biasa di telinga Luana, mungkin juga karena jarang sekali Kyle mengatakan hal seperti itu pada orang lain, sehingga Luana merasa istimewa. Kyle yang tidak sadar bahwa kata-katanya tersebut membuat hati seorang gadis meleleh, melanjutkan. "Sedang tugasku adalah membuatkamu bahagia, jadi masalah-masalah nggak penting seperti itu nggak usah kamu pikirkan lagi, mengerti, Luna?" Kyle mengatakan itu dengan suara tegas. "Ya ampun, Tuan...." Luana yang terharu, segera mermeluk erat bos-nya tersebut, tidak menyangka bahwa pria yang dulu saat SMA begitu menyebalkan dan terus mengganggu dirinya, kini tumbuh menjadi pria yang dapat dipercaya seperti ini. Benar-benar pertumb
"Anda ini bicara apa, sih, Tuan?" Luana mencubit pelan punggung tangan Kyle yang melingkar di perutnya, memiringkan kepala untuk menatap bos-nya. Mendadak gadis itu kesal kepada sang bosyang terlalu mudah curiga dengannya,untuk mengungkapkan rasa kesalnyatersebut, Luana pun memukul pelan punggung tangan Kyle karena tidak puas hanya dengan mencubitnya saja. Sementara itu Kyle balas memandang dirinya dengan ekspresi muka ditekuk, membuat Luana menarik napas panjang dan turun dari pangkuannya. Dia kini duduk di samping sang bos dan memegang kedua tanganya, menggenggam telapak tangan yang besar dan hangat meski sedikit kepalan tersebut. "Tuan, Anda kenapa punya pikiran sesempit itu?" keluhnya sambil sekali lagi menghela napas panjang. "Pikiran sempit katamu?" bantah Kyle, tak terima. Luana menggeleng dengan ekspresi cemberut, menatap intens pria yang tampak tersinggung dengan ucapannya itu. "Tentu saja. Saya benar-benar kecewa saat tahu Anda ternyata mengukur perasaan saya seda
"A-apa, Tuan? Pernikahan?" Mulut Luana membulat dengan tatapan bingung saat Kyle menyebut kata pernikahan. Kyle yang berada di atasnya balas memandang gadis di bawahnya dengan bertanya-tanya. "Kenapa kamu seperti linglung begitu saat aku menyebut kata menikah, Luana?" Atas pertanyaan tersebut Luana mengulurkan tangannya dan membelai pipi Kyle yang mulus. Ah, tidak. Tidak mulus karena saat ini adalah satu jerawat kecil nakal berwarna merah muda yang berada di pipi dekat telinga pria itu. Hal itu serta merta membuat konsentrasi Luana buyar dan membuat bibir gadis mungil itu cemberut. "Ish, bagaimana bisa, sih, Anda sampai jerawatan seperti ini, Tuan?Tunggu sebentar, saya akan mengambilkan Anda salep. Saya tidak terima wajah Anda yang setampan dewa ini sampai ditumbuhi jerawat!" Dia melayangkan protes. Luana, dengan lihainya meloloskan diri dari kungkungan Kyle dan berjalan menuju meja rias tak jauh darinya. Kyle hanya mengendikkan bahu dan duduk di tepi ranjang, menunggu g
Anehnya, hal itu tidak ada terjadi hari ini. Di bagian depan celana, hanya ada basah di bagian yang terletak di antara dua pahanya. Seperti normalnya orang yang baru saja mengeluarkan sperma. Sungguh aneh. Cairan itu seperti cairan pria pada umumnya sekarang. Apa yang membuatnya berbeda dengan kejadian ketika di ruangan kantor nya waktu itu? Apakah karena saat itu Kyle sedang berada diambang kehilangan kekuatan, sehingga cairannya juga berpengaruh? Hal ini harus ia bicarakan dengan Rion lagi. Setelah mencapai kesimpulan itu, Kyle bernapas lega dan memandang gadisnya dengan penuh cinta. "Kamu tadi mau melakukan apa sebelum aku ke sini, Luna?" Kyle bertanya kepada Luana yang masih betah memeluk dirinya. "Eummm, makan. Mau merebus mie tadi." Gadis itu menjawab malu-malu. "Ya sudah, sana ke kamar mandi, aku juga mau ambil celana dan baju bersih di mobil. Habis itu kita makan bersama, ya?" ucap Kyle. Luana mengangguk dan dibantu Kyle turun dari meja. Pria i
Luana terengah-engah karena payudaranya terus dimainkan Kyle, sedangkan Kyle sibuk dengan semua ketegangan dalam dirinya. "Biarkan aku melakukan ini, Lun. Aku sangat merindukannya," ucap Kyle dengan nada tegas. Pria itu memandang payudara Luana dengan sikap menghamba. Di mata Kyle, milik Luana ini selalu yang terbaik. Kedua bulatan itu besar, bulat sempurna, segar, putih mulus dan penuh, seperti mengundang Kyle untuk melesak kan mulutnya di sana, sampai benda itu terhisap sepenuhnya di mulut Kyle. "Ah, aku nggak tahan," desahnya dengan ekspresi serius saat memandang payudara besar Luana, seakan-akan itu cobaan paling berat dalam hidupnya. Pria itu benar-benar tak sabar untuk menggigit bulatan besar milik Luana yang seperti bakpao baru matang tersebut, dengan puncak berwarna merah muda yang menggoda. Pria itu tak sabar untuk melakukan banyak hal di sana. Jadi, Kyle pun mendekatkan mulutnya ke payudara Luana yang terbuka, dan mulai menjilat serta menyedot putingnya y
"Aku bicara jujur, Luana." Kyle mengatakan itu dengan tegas, seraya berjalan mendekat seraya mengulurkan tangannya untuk meraih gadis itu ke dalam pelukannya. "Aku tidak pernah berbohong padamu," lanjutnya dengan serius, saat Luana sudah berada di dalam pelukannya. "'Sudahlah, lupakan. Lagian itu juga sudah hampir seminggu lalu," balas Luana sambil menggeleng dengan pasrah. Tidak ada gunanya lagi untuk marah, toh pelukan dari Kyle ini benar-benar membiusnya, mencairkan seluruh kemarahan yang sebelumnya membuncah di dadanya. Luana balas memeluk Kyle, tubuh pria itu besar, ramping dan berotot, sehingga sangat nyaman untuk berada di pelukannya. "Maafkan aku, akhir-akhir ini benar-benar nggak ada waktu istirahat, Luana. Maafkan aku, ya?" bisiknya lembut di samping telinga sang gadis. Luana sekali lagi menggeleng. Meskipun dia membalas pelukan Kyle, bahkan membebankan wajahnyadi dada bidang pria itu, dan dia juga sudah luluh saat Kyle mengatakan maaf pertama, dia tetap pura-pu
Sepulang kerja, hujan turun dengan derasnya, membuat Luana benar-benar terkurung di dalam rumah. Dia berencana menghabiskan malam dengan menonton drama setelah berendam di dalam kamar mandi yang membuat tubuhnya segar dan wangi. Luana tiba-tiba berpikir kalau menonton drama di ponsel sambil makan mie yang dicampur telur pasti rasanya nikmat sekali, jadi dia berjalan menuju dapur untuk melaksanakan niatnya tersebut. Dengan handuk masih melilit di kepala karena rambutnya yang masih basah, Luana mulai menyiapkan apa saja yang akan dia masukkan ke dalam mie nya tersebut. Selesai mandi, Luana hanya memakaikaus warna putih long size sampai paha dengan hanya memakai celana dalam tanpa menggunakan bra di dalamnya. Luana berniat menonton drama itu sampai tertidur, jadi dia memutuskan untuk tidak memakai bra agar tidak repot-repot melepasnya ketika hendak tidur nanti. Luana berjongkok untuk mengambil sesuatu dari dalam kulkas, dia mengambil cabe, telur, sosis dan daun bawang Se
Tuan Ivander berkata lagi, kali ini dengan nada lebih putus asa. Kyle yang sejatinya sangat menyayangi ayahnya, akhirnya mengangguk pelan. Pria muda itu mencoba bertoleransi sedikit lagi meski ayahnya selalu bersikap sangat menyebalkan dan seenaknya sendiri. "Silakan Ayah bicara," ucapnya tenang. Kyle kembali duduk saat sang ayah menunjuk kursi, pria itu belum sepenuhnya percaya dengan sang ayah, sehingga duduk dengan ekspresi defensif. Seakan-akan siap pergi kapan saja, jika ucapan sang ayah kembali menyakiti hatinya. Tuan Ivander yang melihat bagaimana Kyle memberi kesempatan, menghela napas lega dan mulai berbicara. "Mengenai masalah sayembara itu, maaf, memang benar, aku sudah tahu semuanya, tentang vampir itu juga, dan Luana yang hampir mati juga. Aku sengaja membuat dokumen itu untuk memancing dirimu kembali sini, karena aku tahu kalau kamu pasti tidak akan terima jika Luana yang disalahkan di insiden pulau itu." Tuan Ivander mulai berbicara panjang lebar.
Kyle tertawa sumbang mendengar ucapan sinis ayahnya, menjawab dengan mata sedikit menyipit. "Aku tidak menyangka ayah ternyata serendah itu menilai orang. Memangnya apa yang salah dengan asal usul keluarga Luana?" Melihat anaknya yang sudah terbakar amarah, tuan Ivander, ayah Kyle itu hanya memandang dengan santai. "Menurutmu, apakah gadis yang ibunya bekerja di luar, tidak jelas keberadaannya, dan meninggalkan anaknya lalu menikah lagi dan memilih kebahagiaannya sendiri, bukan termasuk perempuan rendahan?" Ayahnya berkata dengan alis terangkat satu. Brak!! Kyle membanting dokumen-dokumen yang tadi dibawanya ke meja kerja sang ayah. "Berhenti mengolok-olok seseorang yang tidak kamu kenal dengan baik, Ayah! Cukup. Jangan menghina Luana lagi!'" "Aku tidak menghina, aku bicara kenyataan. Bagaimana keluarga dia hancur, ibunya meninggalkan ayahnya karena ayahnya tidak mampu bekerja, dan Luana—" "Ayah tidak tahu bagaimana dia bekerja dan berusaha sangat keras menyelesa