Hari dan minggu berlalu, Isabella memang tidak pernah datang langsung pada Richard dan mengancamnya lagi, tapi Richard tidak tahu bahwa wanita itu sekarang mengubah targetnya untuk mengguncang Jeany, bukan Richard lagi.Hari itu, adalah hari di mana Richard harus menginap beberapa hari di luar kota karena pekerjaan.Richard tidak ragu meninggalkan Jeany sendirian karena dia yakin wanita itu tidak akan kabur selama Richard tidak di rumah. Hubungan keduanya juga menghangat semakin hari, Richard pikir itu cukup bagus meski keduanya tidak pernah saling menyatakan cinta. Jeany sendiri bahkan merasa jika kehidupan pernikahannya sangat indah. Richard memang tidak begitu banyak bicara, tapi dia romantis dan perhatian dengan caranya sendiri.Seakan sudah mengukur waktu yang tepat, Isabella, wanita mantan calon tunangan Richard, datang ke rumah."S-siapa kamu?"Jeany sangat terkejut saat melihat Isabella yang sudah duduk santai di ruang tamu seakan ini rumahnya sendiri."Ah, siapa, ya? Hanya
"Karena kamu adalah anak wanita seperti itu, bukankah kamu juga sama? Mendekati Dante hanya karena mengincar uangnya?"Isabella yang melihat diriku terdiam, sepertinya semakin ringan mulutnya untuk terus menghina dan merendahkanku. Sampai di situ, aku sudah tak sanggup menahan diri lagi dengan semua kata-kata busuk yang keluar dari wanita jahat di depanku ini, sehingga aku yang sedari tadi diam, langsung berbicara. "Lalu kenapa kalau memang mengincar kekayaan Richard? Pada akhirnya, yang dia nikahi bukan kamu, melainkan aku, kan?"Kupandang Isabella dengan tatapan sombong dan dagu terangkat, membalas perlakuannya padaku beberapa waktu lalu. Dadaku rasanya sudah menggelegak karena kemarahan saat mendengar Isabella berbicara seenaknya, terutama saat dia menghina ibuku. Karena itu, aku tak akan membiarkan dia pergi dari sini dengan kemenangan di wajahnya. Dan benar saja, saat mendengar aku berbicara seperti itu, wajah cantiknya seketika terdistorsi. Seperti tak menyangka kalau aku ak
Aku benar-benar sudah tak bisa berpositif thinking lagi sehingga dengan jari gemetar, kuketik pesan kepada Richard [Hey, Rich. Sudah tidur?]Kukirim pesan singkat-singkat saja padanya. Meskisebenarnya banyak sekali hal yang ingin kutanyakan saat ini, jariku sendiri sudah tak sabar mengetik pesan tentang siapa Isabella, apakah Richard masih melakukan one night stand di belakangku seperti kata Isabella, dan lain sebagainya.Namun, hatiku belum siap mendengar jawaban Richard, jadi pesan yang kukirim hanya pertanyaan singkat saja."Kita lihat dulu jawabannya bagaimana," gumamku. Menatap layar ponsel dengan intens. Untungnya balasan hanya datang selang beberapa detik sejak pesan itu terkirim. Richard rupanya sedang online.Aku bergerak dari dudukku dengan gelisah dan segera membaca pesan dari suamiku itu. Berbeda denganku yang hanya bertanya singkat, balasan pesan yang dia kirim benar-benar panjang dan lebar. [Jeany? Ada apa mengirim pesan jam segini? Apakah kamu tidak bisa tidur? Apa
"Astaga."Aku menutup mulut dengan ekspresi tak terlukis kan saat video call dengan Richard dan melihat isi kamarnya. Jujur saat ini aku merasa sangat bersalah karena telah mencurigai Richard tanpa sebab, hanya karena omongan wanita asing seperti Isabella, yang ternyata sama sekali tak berdasar."Ada apa, Jeany?"Richard yang sepertinya tak paham kenapa ekspresiku berubah seperti ini saat video call dengannya, bertanya. "Mmmm."Aku hanya bergumam tidak jelas sambil terus melihat ke arah Richard dengan perasaan bersalah. Itu karena di kamar yang kini ditempati Richard, aku bisa melihat dengan jelas bahwa suamiku tersebut tidak tidur malam, bukan karena sedang sibuk bercinta dengan perempuan lain.Namun, dia justru benar-benar sedang sibuk dengan pekerjaan melihat banyaknya kertas-kertas dan juga beberapa map yang berserak di samping laptop yang berada di meja Richard. Semuanya sangat berantakan sampai sepertinya dia benar-benar sedang sibuk bekerja. "Apa ada yang ingin kamu lihat
Kupikir Richard akan percaya dengan alasan yang kuutarakan tapi ternyata jawabannya sungguh di luar dugaan. Dia mengirim pesan suara dan bilang. "Hmmm, masa? Aku tidak percaya."'Hah?? Kenapa dia tidak percaya?! Apakah terlalu mencolok kebohongan yang kuucapkan??' gumamku dengan panik. "Kenapa tidak percaya? Aku serius, aku bahkan tidak nafsu makan hari ini," jawabku, juga di pesan suara. Aku tidak bohong, aku benar-benar tidak makan hari ini jadi jika dia bertanya ke Mayes atau koki, dia tidak akan menemukan kesalahan bicaraku."Coba saja tanya pelayan di sini, aku kehilangan nafsu makan karena merindukan dirimu," lanjutku, untuk menguatkan argumen. Setelah Richard membaca pesan suara yang kukirim, dia tiba-tiba menelepon. "Ahhh, sungguh? Kamu benar-benar punya rasa rindu padaku sekarang, Jeany?"Suaranya terdengar bahagia, sedangkan aku setelah berdeham satu kali, segera menjawab. "Tentu lah. Kamu kan suamiku, bagaimana bisa aku tidak merindukan dirimu? Itu tidak mungkin!"Ri
[E-ehm, sepertinya aku pakai saat kamu di rumah saja, Rich. Jadi cepatlah pulang.]Akhirnya, karena tak mau disuruh mencoba lingerie yang benar-benar tidak seperti pakaian itu, aku membalas pesan Richard seperti di atas. Untungnya, Richard sepertinya tidak mempermasalahkan hal itu dan tidak memaksa lagi. [Aku tidak tahu kalau kamu sangat suka bunga. Kalau seperti ini, aku jadi ingin tiap hari mengirimimu bunga, Jeany.]Richard akhirnya membahas tentang bunga lagi.Pesan dari Richard itu membuat kedua ujung bibirku terangkat, ada rasa senang membayangkan dikirim bunga setiap hari oleh seseorang seperti Richard. [Untuk apa? Tidak perlu repot-repot, Rich. ]Berbeda dengan hatiku yang sedang senang bukan main, aku malah menjawab seperti itu. Itu karena aku menginginkan Richard untuk segera kembali pulang.'Kenapa kamu tidak pulang saja alih-alih hanya mengirim bunga?'Batinku, gundah. Itu karena banyak hal yang perlu kubicarakan dengan Richard, terutama tentang kata-kata Isabella dan
Wajahku seketika berubah pucat saya melihat sekali lagi foto-foto itu. Pasalnya di sana, Richard suamiku, tampak benar-benar terlihat akrab dan mesra bersama si wanita seksi.Dengan penuh emosi, aku yang sangat marah, mengambil ponsel dan mengetik cepat.Kepalaku seperti mendidih karena kemarahan dan kekecewaan.[AKU TAK JADI KE TEMPATMU!!! TERSERAH, LAKUKAN APA PUN YANG KAMU MAU BAHKAN TIDUR DENGAN WANITA LAIN, AKU TIDAK PEDULI!!!]Setelah mengirim pesan seperti itu, aku berjalan cepat ke arah tempat tidur, meninggalkan mawar dan vas pecah yang berserakan di lantai, lalu membanting tubuhnya ke atas ranjang yang empuk dengan bibir cemberut."Tidak pernah tertarik dengan wanita lain apanya! Buktinya dia bahkan berpelukan mesra dengan wanita lain! Menyebalkan!!" rutukku, memukul bantal yang kupeluk. Kepalaku terasa mendidih saat mengingat kembali bagaimana foto-foto Richard yang tampak akrab memeluk wanita lain padahal baru beberapa menit lalu dia berkata bahwa semua wanita sangat menj
"Ahhh, aku tidak tahu lagi. Aku lelah."Ku benamkan wajah di bantal, tak tertarik melakukan apa pun, bahkan untuk sarapan pun aku seperti tak sanggup menelannya. Karena itu saat Mayes menawarkan sarapan, aku menggeleng."Tidak dulu, Mayes. Aku belum lapar," jawabku, meminta Mayes untuk pergi dari kamar dan menutup wajahku dengan bantal. "Tapi, Nyonya. Anda bahkan tidak makan malam kemarin. Bagaimana kalau Anda sakit, Nyonya?"Suara Mayes terdengar khawatir, memang bukan hal wajar aku yang biasanya makan banyak ini bahkan sanggup melewatkan sarapan dan makan malam. "Ayo, Nyonya. Makanlah sedikit saja. Suamiku sudah memasak makanan yang sangat enak untuk Anda," ujar Mayes, membujuk diriku untuk makan. Namun, aku tetap menggeleng. "Nanti dulu, Mayes. Aku belum lapar," ucapku, sekali lagi menolak tawarannya. Bagaimana aku bisa makan dengan kondisi seperti ini? Pikiranku benar-benar dipenuhi oleh Richard sekarang. Rasa kecewa dihohongi membuat perutku terasa penuh dan dadaku sesak.
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid