Richard masih memeluk istrinya dan berbisik lembut, bertanya apa yang sedang terjadi. "Ayo cerita ke aku ada apa, kenapa tiba-tiba marah?"Richard mengulangi pertanyaannya. Dia sudah benar-benar tak tahan jika harus berpisah lagi dengan Jeany, semakin hari rasanya semakin tersiksa, sudah tak terhitung berapa kali dia ingin tiba-tiba pulang seperti ini dan bertemu wanita yang begitu dicintainya.Kalau saja tidak ada semua pekerjaan sialan itu, Richard pasti memilih hanya akan menghabiskan waktu berguling guling di atas kasur dengan istrinya.Biasanya, Richard tetap bertahan dengan pekerjaan yang gila, sampai tadi saat dia membaca pesan dari Jeany yang sepertinya ditulis dengan kemarahan, Richard langsung kehilangan akal dan tahu-tahu terbang pulang dan langsung menuju rumah ini."Jeany? Hm?"Richard masih memeluk istrinya. Melihat Jeany yang tidak berontak sama sekali saat Richard berbaring di sampingnya, Richard bpun bermaksud untuk berbuat lebih nekat lagi.Dia menaruh lengannya
Jeany tak melanjutkan ucapannya, sementara itu Richard mengejar dengan tak sabar."Karena?"Jeany menatap Richard dengan cemberut dan berterima. "Tidak tahu! Lihat saja ini sendiri!"Jeany mengatakan itu sambil menyodorkan dengan kasar ponsel miliknya pada tahun Richard, memperlihatkan isi galeri ponsel yang berisi foto-foto Richard yang sedang bbersama perempuan lain."Hah? Apa ini?"Richard yang melihat itu begitu terkejut, ini sebenarnya foto biasa, tapi seseorang mengambilnya dari angle yang membuat siapa pun salah paham.Apalagi saat melihat nomor pengirim, Richard langsung tahu ini ulah siapa.Sepertinya setelah kalah dalam urusan persaingan bisnis, Isabella sedang membidik kelemahannya sekarang, yaitu Jeany. Wanita itu pasti menyewa seseorang untuk memata-matai Richard sehingga menemukan foto bagus seperti itu.Kini Richard langsung bpaham kenapa Jeany sampai semarah itu, dia pasti merasa dibohongi oleh Richard karena baru tadi malam dia berkata bahwa tidak pernah tertarik deng
Richard bertanya dengan santai tapi gerakan tangannya yang menggerayangi tubuhku benar-benar tidak santai. "H-hey, Rich. Apa yang kamu lakukan.... "Aku bertanya sambil menyembunyikan desahan saat tangan besar Richard bermain di puncak buah dadaku, salah satu tempat sensitif yang memancing sesuatu bangkit dalam diriku. "B-bukannya kamu harus pergi bekerja? Ini... ini jam kerja, kan? Apakah kamu tidak ada panggilan operasi atau bagaimana?" tanyaku lagi, sambil mendesah dengan napas putus-putus karena Richard yang benar-benar tidak memberiku ruang untuk rileks. "Hmm. Malas rasanya pergi bekerja kalau sudah menempel kamu seperti ini," bisik Richard dengan suara rendah sebagai jawaban, yang membuat tubuhku langsung merinding dan sekaligus bergairah."K-kalau tiba-tiba ada panggilan operasi seperti waktu itu bagaimana?"Aku sedikit menggeliat saat merasakan buah dadaku yang terus diremas-remas oleh Richard, apalagi ketika ujungnya yang berwana merah muda itu dipelintir oleh Richard denga
"Rich."Aku memanggil Richard yang sedang duduk bersila di atas ranjang dengan menghadap laptop yang menyala, terlihat sibuk dengan pekerjaan yang tadi pagi dia tinggalkan."Hmmm, ya?"Richard menolehkan kepalanya padaku yang kini tengah duduk di sampingnya dengan tatapan bertanya, saat melihatku yang awalnya sedang asyik memakan cake, kini terlihat serius dengan dahi mengernyit."Ada apa, Jeany?"Dia bertanya. Richard juga menyentuh bawah daguku dan membuatku sedikit mendongak untuk menghadap wajahnya.Aku sedikit ragu-ragu sejenak sebelum kemudian memutuskan untuk mengungkapkan isi hatiku yang mengganjal sejak kemarin. "Aku ... sejak tadi sebenarnya ingin bertanya sesuatu padamu."Kemarin kami bertengkar karena kesalahpahaman yang disebabkan Isabella dengan menyebar kabar hoax tentang Richard, kami bercinta sampai kelelahan dan berakhir denganku yang tertidur pulas.Bangun-bangun hari sudah pagi dan Richard tampak sibuk dengan pekerjaannya dengan sesekali menerima telepon dari ses
Pada akhirnya baik Richard atau aku tidak membahas lagi masalah tidak memuaskan di ranjang itu. Dan sekarang, aku harus menemani Richard ke pesta para konglomerat yang biasa diadakan sebulan sekali. Langit-langit tinggi, lampu gantung berornamen, waltz anggun yang mengalir merdu, gaun indah para wanita serta pria sibuk saling menanyakan kabar.Sudah lama sejak aku menghadiri pesta seperti ini, terakhir, ketika masih tinggal di rumah Damien bersama ibuku. Beberapa tahun lalu, saat aku masih menjadi putri tiri konglomerat kaya ayah Damien. Sejujurnya aku tidak begitu suka dengan pesta seperti ini, tapi Richard membawaku karena katanya ingin menunjukkan dan memberi peringatan kepada Isabella, bahwa kedudukanku di sisi Richard, tak bisa diremehkan.Aku sangat mengandalkan Richard, tapi begitu sampai sini, Richard segera dikerubungi banyak orang sehingga aku tersingkir secara alami, sehingga aku akhirnya bersandar di dinding dan menatap sekelompok wanita highclass seusiaku, yang tampak
Dia terang-terangan melihat Raisa dari atas ke bawah dan menggerakkan sudut mulutnya."Apakah itu alasanmu terus bertanya apakah kamu memuaskan diriku? Karena kamu ingin mencoba dengan pria lain?"Nada suaranya sinis dan matanya berbinar tajam. Aku yang malu memutar bola matanya kesana kemari. Aku bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya.Aku menoleh ke arah Raisa, dia memiliki senyum cerah di wajahnya, tapo tampaknya tidak terlalu senang dengan Richard. "Siapa ini, Jeany?"Raisa bertanya, melirik tak tertarik ke arah Richard. "Dia... dia suamiku," jawabku. Mendengar itu, Raisa tersenyum semakin lebar dan menatap tajam pada Richard. "Menurutku kamu adalah suami yang berpikiran sempit yang bahkan tidak bisa menghormati privasi istrinya," ucap Raisa tiba-tiba. Ketika kata 'berpikiran sempit' keluar dari mulut Raisa, Richard tampak tersentak."Saat aku melihatmu berlarian seperti anjing yang kehilangan pemiliknya, tidak mampu menahan diri dan mencegah seorang istri menari mengikuti b
Dante Richardo. Dia adalah satu-satunya pewaris keluarga dengan berbagai bisnis luar biasa. Tidak ada kegembiraan sejati dalam hidup yang berulang-ulang seperti metronom.Berkat ini, dia acuh tak acuh terhadap segalanya. Bahkan dalam hal yang seharusnya membahagiakan dan dalam hal yang seharusnyamenyedihkan. Wajahnya selalu tanpa ekspresikecuali ketika dia harus berekspresi karena kebutuhan.Tidak mungkin orang tuanya, yang dijodohkan, bisa mengajarinya tentang cinta atau kasihsayang yang hangat. Karena orang lain juga terikat dengan Richard bukan atas kemauannya, tidak mungkin dia memiliki perasaan manis padanya.Karena itu, dia tidak tahu bagaimana menerima cinta, dan tentu saja dia juga tidak tahu bagaimana memberikannya.Namun, acuh tak acuh terhadap segala halbukan berarti ia tidak merasa frustasi denganhidupnya.Kehidupan yang membosankan dan monoton selalu membuatnya merasa tercekik.Meskipun mereka jelas memiliki kebebasandi tangan mereka, mereka tidak tahu bagaimana m
Jeany akhirnya menahan desahannya dan Richard tersenyum semakin lebar. "Bagus...."Jeany yang sedang duduk di sofa luar ruangan dengan kaki terbuka lebar dan memperlihatkan bagian pribadinya, memejamkan mata rapat-rapat seolah malu dengan tatapan terang-terangan suaminya. Richard mengoleskan sari cinta yang mengalir ke klitorisnya, menggosoknya dengan kasar beberapa kali, lalu meraih tiang penisnya dengan gerakan yang lebih tergesa-gesa dari biasanyaKelenjar tebal menembus di antara labia dan berkeliaran di sekitar lubang vagina. Kemudian lubang kecil itu terbuka dan menahannya dengan susah payah, Richard sangat senang melihat penampilan cabul itu hingga senyuman tak lepas dari wajahnya.Richard meraih tiang daging dan menusuk vagina Jeany, mengunyah dan menelan kutukan. Bagian dalam tubuh Jeany cemberut indah, seolah menginginkannya.Melihat mata Richard bersinar karena nafsu, Jeany berbicara dengan hati-hati."Rich. Hmm, ssssssssssssssssss....""Ya, aku akan melakukannya dengan le
"Lun, lo tau nggak kira-kira kenapa ada sisa bau Venus di tubuh lo?" Sekali lagi Kyle mengulang pertanyaan kenapa ada aroma Venus di baju sehingga netra Luana bergetar sedikit karena tak mampu memberi jawaban yang memuaskannya. Luana benar-benar tidak sedang dalam kondisi bisa berbohong sambil tersenyum sekarang, tidak ketika seluruh tubuhnya memanas secara tak jelas begini. Seperti mengetahui kelemahan Luana, Kyle mengelus dengan lembut pinggang sang gadis yang terbalut kemeja tipis, lalu mendekatkan hidung mancungnya ke badan Luana, sambil memejamkan mata dia mengendus pelan. "Baunya jelas banget, kenapa ya? Bilang ke gue coba, ini cuma parfum yang sama, kan? Tolong jawab gitu," ucapnya. Meski nadanya sangat tenang, Luana tahu jika ada aura mengancam di dalamnya. Luana tidak menggeleng atau mengangguk, hanya menatap wajah tampan teesebut dalam diam. Nadanya menyakitkan, sehingga Luana takut, jika salah menjawab maka semua akan berubah fatal. Beberapa detik kemudian, karena
"Cara apa?" Bodohnya Luana malah bertanya. Tak sadar bahwa Kyle sedang menjebaknya. "Biar nggak kedinginan kita harus mengeluarkan keringat, kan? Nah, ada cara yang mudah dan efektif serta menyenangkan, mau coba?" Kyle mengatakan dengan ceria, tampak sedikit bersemangat. "Emang gimana?" Luana yang masih tak paham maksud Kyle, bertanya lagi. "Begini." Seperti sudah tak sabar, Kyle segera mencondongkan badan ke arah gadis itu, lalu tanpa ba-bi-bu menempelkan bibirnya ke bibir Luana. Untuk mencegah Luana melarikan diri, dia mengunci belakang kepala Luana dengan tangannya lalu memasukkan lidahnya ke dalam mulut gadis itu. "K-Kyle...!" Mata Luana terbelalak lebar. Sensasi manis lollipop yang tadi dimakan Kyle, menyebar di seluruh mulut Luana, rasa hangat bibir Kyle dan rasa permen yang dia makan seakan melebur jadi satu di dalam mulut gadis itu. Kyle semakin mencondongkan badannya sehingga dada mereka saling menempel, melanjutkan sentuhan bibirnya ketika tak mendapat pen
Setelah menjawab seperti itu, Luana segera berlari dengan kecepatan penuh, mengambil peralatan mandi dan kemeja dan rok di tumpukan paling atas, lalu mandi, keramas dan ber-make up sederhana sebelum kembali berlari menuju perpustakaan. Untunglah, untung jarak antara asrama dan perpustakaan bisa ia potong lewat jalan pintas, kalau tidak, bisa celaka semuanya. Cemas, Luana melirik jam tangan, masih ada empat menit lagi. Huft. Semoga Luana bisa bertemu dengannya. Kembali Luana berlari menuju tempat biasa mereka bertemu, dan di sana... Tubuh gadis itu langsung merosot ke lantai ketika melihat Venus yang tampak tertidur nyenyak di meja biasa mereka bertemu saking leganya. Jackson tak ada di mana-mana, mungkin pulang setelah marah marah pada Luana tadi. Jantung gadis itu masih berdegup kencang ketika duduk di sebelah pria muda yang tengah tertidur, memandangi Venus yang tidur dengan memiringkan kepala, tampak tenang dan damai. Tangan Luana tiba-tiba tergelitik untuk merapikan ramb
Luana segera berbalik menghadap Kyle dan tersenyum semanis mungkin, menyembunyikan niatnya yang ingin menyelinap pergi untuk menemui Venus. "Kamu janji bakal ngeberesin kekacauan ini, kan, Kyle?" tanya Luana, masih tersenyum manis.Kyle tampak mengerucutkan bibir tipisnya dengan kening berkerut ketika menatap asrama Luana yang porak-poranda, lalu tersenyum lebar saat menatap wajah cemas gadis itu. Mengendikkan bahu, dengan santai dia pun menjawab."Mmm, Oke."Suaranya terdengar riang. Namun, Kata-katanya tak berhenti sampai situ. "Tapi... "Kyle seperti sengaja menggantung kalimatnya, sehingga Luana pun bertanya."Tapi apa, Kyle?""Tapi malem ini lo harus ikut sama gue pulang, ya?" jawabnya, dengan senyum lebar.Luana lagi-lagi tersenyum canggung. Luana tahu itu bukan permintaan meski Kyle berkata dengan nada ringan, tapi perintah yang harus ia taati.Jadi dengan pelan, Luana pun menganggukkan kepala.Senyum Kyle berubah semakin cerah melihat Luana yang menganggukkan kepala, dia p
Mati-matian Luana menahan tubuhnya supaya tidak ambruk ke lantai dan berusaha terlihat setenang mungkin."Yaaahhh, karena lo kayaknya suka gue yang kayak iblis begini, jadi rencananya gue mau bikin dia pisah sama jiwanya sebentar, lalu tubuhnya mau gue lempar dari atap gedung ini. Gimana? Seru, kan, pasti? Jadi gue nggak perlu sakit hati lagi."Kyle yang berada dalam tubuh Theo, mengucapkan semua rencana pembunuhan untuk Venus dengan sangat santai seakan Venus hanyalah seekor lalat saja.Luana tentu saja bergidik ngeri mendengar pengakuannya tersebut.'Jangan bunuh kak Venus, jangan!'Dia berteriak dengan putus asa. "Ky, Kyle... aku ... aku...."Tak sanggup rasanya luana meneruskan ucapan karena tenggorokan terasa kering, jadi ia menelan ludah dan membasahi bibir. Memandang Kyle dengan mata bergetar."Karena lo udah di sini, gimana cara lo ngehentiin gue, Luana? Gimana cara lo bikin gue nggak nyentuh si bajingan itu? Gue mau lihat."Kyle bertanya dengan suara manis, seakan memberi k
Sosok jangkung berkulit putih berlari ke arah Luana dengan terengah-engah, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.Dia adalah Vincent, ketua kelas tiga. "Kamu di sini? Kamu baik-baik saja, kan? Lebih baik kamu pergi jauh untuk sementara, Lun. Theo saat ini kehilangan kendali, dia–""Theo di mana sekarang, Vin?"Luana memotong ucapan Vincent dengan terburu, melihat wajah panik gadis itu, Vincent memilih menjawab pertanyaan dari Luana. "Setelah bikin sebagian besar penghuni asrama putri seperti ini, dia melesat lari ke asrama putra, seperti mencari seseorang atau sesuatu entahlah. Akibatnya korban semakin bertambah banyak karena semakin banyak anak yang di sentuh Theo, sebaiknya kamu sembunyi yang jauh sebelum dia juga membuatmu seperti yang lain, Lun!"Wajahnya yang lelah terlihat cemas, Luana mau mengucapkan terima kasih karena telah mencemaskan dirinya tapi tangan Karios lebih dulu menyeret pergi."Mereka siapa? Boleh aku mengantarmu, Lum?"Vincent mengejar langkah kami dan menjajari Lu
Sungguh, Luana benar-benar tak tahu alasan mengapa Kyle melakukan ini semua.Mereka kini bergerak dengan satu tujuan yaitu membuat Kyle sadar kembali. Karena kalau lusa Kyle belum sadar juga, maka Luana pasti akan kehilangan nyawa di tangan Karios, sebelum kedua orang ini akan kehilangan nyawa di tangan ayah Kyle, yaitu tuan Ivander. 'Kyle, aku btahu ini semua balasan atas semua kekasaranku padamu, tapi kumohon, bangunlah.'Luana membatin dengan putus asa. Ia mengepalkan tangan yang basah oleh keringat untuk meredam rasa gugup yang terus membelenggu dirinya seperti rantai. Beberapa saat kemudian sebuah Limosin mengkilap terparkir di depan pintu gerbang rumah mewah itu dan dengan cekatan para bawahan menempatkan tubuh Kyle yang tak sadarkan diri dengan nyaman di sana.Kyle saat ini terbaring tenang dengan selang infus dan alat bantu pernapasan.Wajahnya terlihat sangat damai seperti orang mati."Itu membuat aku merinding, semoga kamu nggak mati, Kyle," bisik Luana dengan tangan basa
"Tolong, Luana. Tolong bangunkan anakku! Bagaimana pun caranya tolong buat dia terbangun kembali sebelum lusa!"Nyonya glory memohon dengan begitu putus asa. Cengkeraman nyonya Glory di lengan Luana sedikit mengeras bersamaan dengan air mata yang mulai jatuh ke pipi cantiknya, wanita itu menekankan untuk membangunkan Kyle lagi sebelum lusa.Luana tidak tahu alasannya apa, tapi sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan Ivander yang kabarnya akan pulang dari luar negeri.Nyonya Glory yang terisak-isak tak mampu melanjutkan ucapannya, sehingga posisi berbicara pun digantikan oleh Karios. "Waktu kami hanya sampai besok, kalo sampe kamu nggak bisa bikin tuan muda Kyle sadar kembali, aku ngga bakal ragu lagi buat menyingkirkanmu dari muka bumi ini."Geraman Karios mengirimkan gelombang ketakutan pada Luana. Luana tahu wajahnya saat mengatakan itu tidak main-main, seakan Karios benar-benar bisa dengan mudah melakukan semua itu ...."Tolong lakukan apa pun, Luana. Tolong! Tolong! Kalau sa
Kyle dalam sekejap kembali menjadi seperti mayat hidup. Luana memandang sekeliling dengan panik. Di manakah jiwanya saat ini? Kenapa dia pergi lagi seperti ini? "Kyle, kamu di mana, Kyle? Di mana?!" teriak Luana, meski tak ada jawaban. Tanpa berpikir panjang, segera gadis itu meraih tangan Karios dan menyeretnya ke luar kamar. "Tunjukkan aku jalan ke luar rumah!" ucapnya. Luana pikir, mungkin saja ... mungkin saja jiwa Kyle sekarang berkeliaran di luar seperti saat sebelum luana masuk ke sini tadi. Luana harus menemukan dirinya dan membujuk untuk kembali ke tubuhnya atau nyawanya benar-benar melayang di tangan bodyguard Kyle yang menurut ketika ia seret pergi ini. Di luar rumah, sayangnya tetap tak ia jumpai siapa pun meski Luana terus meneriakkan nama Kyle sampai suaraku serak. Tanda-tanda kehadirannya seakan lenyap. Kyle saat ini tak ada di mana-mana dan Luana tak bisa melihatnya lagi. 'Tidak, ini tidak boleh terjadi! Bagaimana nasibku kalau terus seperti ini? Aku tid