Di kediaman Gala Purnama ayah Galih, ternyata pria itu sungguh membawa keluarga Aziya di rumah megah miliknya. Gala merasa senang meladeni celotehan Humaira yang menggemaskan.
Sebelum mengantarkan mereka ke desa, Gala sengaja membawa keluarga Aziya ke rumahnya, sebagai ucapan terima kasih karena Aziya bertindak seperti pahlawan hebat yang menyelamatkan putranya.Selain itu, tawaran Humaira untuk bekerja akan ditanggapi dengan serius oleh pria itu, dengan syarat Humaira mau bersekolah di lingkungan rumah mereka."Lalu apa pekerjaan Humaira, Tante?" tanya gadis itu saat berbincang dengan istri Gala Purnama."Hmm, kau bilang kau bisa mengerjakan apapun? Bagaimana kalau besok kita mulai menanam bunga?""Baik, aku bisa melakukannya."Gala tertawa lebar melihat optimisme gadis kecil itu bahkan setelah ibunya belum sadarkan diri, ia begitu bersemangat untuk menggantikan pekerjaan ibunya. Gala merasa Humaira adalah gadis yang terdidik dengan baiGalih masih tidak bisa menerima situasi ini dan berkata, "Tapi Bu...apa ini lelucon? Aku tidak suka jika ada keluarga mereka berada di rumah kita," bisik Galih sangat pelan karena takut terdengar kedua orang tua Aziya.Sementara ayah Galih menyayangkan tindakan putranya yang tidak sopan."Galih, ini adalah ayah dan ibu Aziya. Sebaiknya kamu segera meminta maaf kepada mereka. Kamu harus sadar, tanpa pengorbanan Aziya, mungkin kecelakaan itu akan menimpamu dan membuat kamu sengsara. Jadi, bersikaplah yang seharusnya, setidaknya hormati kedatangan mereka dan berterima kasih," kata Gala memperingati. Ia sangat kesal karena Gala membicarakan hal yang tidak penting samasekali."Kau tahu, Aziya adalah tulang punggung keluarganya. Ayah ibunya dan juga kedua orang anaknya. Kalau dipikirkan, kalau saja lampu itu menimpa kepalamu, kau mungkin tidak hanya tidak bisa berpikir dan berbicara omong kosong seperti saat ini. Yang terjadi adalah kau juga tidak akan melihat Isabella bangun
Beberapa waktu berlalu, Aziya belum juga sadarkan diri. Sementara itu Isabella sudah mulai berlatih makan makanan halus dan duduk di kursi makan. Tentu saja Galih selalu perduli dengan wanita itu.Akan tetapi saat ini Galih sedang disibukkan sesuatu di kamarnya sehingga Isabella berada di ruang makan tanpa pria itu.Saat ia mencoba menuang air putih di mulutnya, tiba-tiba saja gelas itu terjatuh dan pecah berserakan di lantai.Saat itu, hanya ada Humaira dan juga seorang maid yang di ruangan tersebut, maka iapun segera membentak Humaira."Hei kamu, kenapa hanya bengong seperti itu? Cepat bersihkan!" kata Isabella memerintah Humaira.Akan tetapi seorang maid segera berlari melarang Humaira melakukan hal itu. Pak Gala berpesan untuk menjaga Humaira baik-baik dan tidak memerintahkan anak itu dengan tugas apapun yang berbahaya atau memberatkan bahkan biarkan saja atas inisiatifnya sendiri."Maaf Non, biarkan saya yang membersihkan pecahan kaca ini,
Galih melongo mendengar begitu percaya dirinya sang ibu untuk memutuskan soal Aziya, padahal Aziya adalah bawahannya di kantor, keluarganya mulai ikut campur semakin jauh."Bu, bagaimana bisa perempuan pembawa sial itu harus berada di rumah kita? Aku samasekali nggak setuju!" protesnya tak percaya."Ibu tak yakin siapa yang sebenarnya kau maksud pembawa sial itu Galih, kalau kembali dipikirkan, bukankah hidupnya sial karenamu?"Skak mat! Aziya memang menderita karenanya... tapi itu kan sudah sepantasnya?Seharusnya Galih berpikir seperti sang ibu. Aziya hancur karenanya. Karena obsesinya membalas dendam."Ah, sudahlah, aku tak perduli lagi kalian mau apa. Asal ibu tau saja, aku tidak bisa menerima pembelaan ibu pada perempuan itu, emangnya siapa sih dia?" gerutunya lalu melangkah pergi meninggalkan ibunya. Kali ini ia sungguh kalah telak berdebat dengan ibunya.Anis menggelengkan kepalanya, merasa sedih dengan apa yang terjadi pa
Celine sungguh takut dan kelabakan, ia mulai panik saat melihat Isabella tiba-tiba lemas dan merosot di lantai. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menahan tubuh Isabella dan membaringkannya di tempat tidur, namun pada saat bersamaan Galih sudah tiba di ruangan tersebut. Pria itu terkejut dengan apa yang dilihatnya saat ini, dimana Celine terlihat kepayahan membaringkan Isabella di tempat tidur."Celine, apa yang terjadi dengan Isabella?"Celine yang benar-benar shock menjadi sangat gugup. Ia tak yakin apakah itu disebabkan atas ucapannya barusan ataukah memang ada hal lain?"Entahlah, Galih. Aku tak melakukan apapun, aku baru saja datang dan tiba-tiba ia terjatuh ke lantai tak sadarkan diri, aku sedang berusaha membantunya dan kau datang," terangnya sangat gugup.Tanpa banyak berbicara lagi, Galih pun menghubungi dokter pribadinya untuk memeriksa kondisi Isabella saat ini.Kemudian Ia termenung di sisi Isabella. Baru saja ia juga telah menghubungi keluarga Isabella dan memberitahukan b
Semalaman setelah Isabella dibawa keluarganya, Galih merasa ada yang hilang dari hidupnya. Ia merasa Isabella menjauh darinya."Apa aku berlebihan? Bagaimana jika kecurigaan ayah soal Isabella dan Guntur benar adanya? Akan tetapi Guntur juga belum sadarkan diri, aku tidak bisa memastikan semua itu."Bersamaan pada hari itu, Aziya telah sadarkan diri. Ayah dan ibu Galih menjenguknya dan membawa Aziya pulang ke rumah mereka untuk perawatan di rumah.Dokter mengatakan Aziya mengalami retak tulang di pahanya akan tetapi tidak fatal sehingga tidak membutuhkan operasi. Akan tetapi Aziya tidak boleh berjalan melainkan harus di atas kursi roda. Ia membutuhkan bantuan untuk bisa beraktivitas.Orang tua Galih setuju untuk merawat Aziya sampai pulih dan memberikan perawat khusus untuknya."Jangan sungkan, kami bertanggung jawab untuk semua keperluanmu sampai kamu benar-benar sembuh dan bisa bekerja kembali," kata Pak Gala pada Aziya disambut anggukan ramah sang istri.Aziya tak bisa menolak, ka
Wanita itu sedikit tersenyum saat mengenang bagaimana Humaira dengan percaya dirinya mau bekerja menggantikan posisi Aziya bersih-bersih di perusahaan.Gadis kecil itu tidak tahu apakah gadis dibawah umur bisa bekerja di sebuah perusahaan ataukah tidak.Mereka dilindungi hukum untuk tidak mendapatkan ekploitasi dari siapapun. Apakah yang akan terjadi kalau Humaira diijinkan untuk bekerja?Kompensasinya pastilah tidak akan setimpal untuk perusahaan besar sekelas perusahaan mereka."Dia mau bekerja di perusahaan, tapi kami bingung apakah gajinya bakal setimpal setelah itu he hehe," cicit wanita itu sedikit terkekeh. Binar wajahnya menunjukkan kejadian lucu pada waktu itu.Aziya tersenyum, Humaira pasti bersikap seperti pahlawan, menunjukkan betapa murninya bocah ini."Lalu kami tidak menolak dengan syarat dia harus bersekolah di sekitar sini. Dia harus belajar, lalu membantuku memasak di dapur atau apapun yang dia mau lakukan," terangnya.Aziya makin tak percaya, bahwa Humaira justru me
Suasana menjadi sangat canggung dan menegangkan. Aziya sempat melihat kedua wajah orang tua Galih yang tidak terpengaruh dengan kemarahan anaknya.'Apakah suasana ini sudah sering terjadi?' batin Aziya yang tidak mengerti harus melakukan apa, ia tidak mungkin ikut campur dalam perdebatan ibu dan anak itu. Akan tetapi ia bisa melihat kalau kedua orang tua Galih tidak merestui hubungan mereka.Galih bangkit sebelum selesai menghabiskan makanannya. Sesaat sorot matanya sempat menghujam Aziya sebelum pergi seolah hendak meluapkan kemarahan kepadanya.Merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut maka Aziya pun berkata, "Pak, Bu, sebaiknya saya dan Humaira tidak perlu tinggal di rumah ini. Saya sungguh tidak ingin merepotkan keluarga ini. Benar kata Pak Galih, saya cuma beban di sini, dan posisi saya tidak baik karena telah merepotkan seolah-olah bantuan pengobatan itu tidak mencukupi bagi saya," kata Aziya kemudian setelah Galih benar-benar pergi."Itu tidak benar, kamu harus pulih seperti
Aziya benar-benar tak mengerti apa yang diharapkan pria ini. Ia sudah setuju untuk pergi, tapi kenapa malah masih mau bicara? Apalagi yang harus dibicarakan?"Apa sih maumu?!" kali ini Aziya berwajah garang karena sikap plin-plan Galih yang tidak bisa dimengerti."Mauku?" Galih malah bingung, apa sih maunya sebenarnya. Bukankah ia cuma takut akan sesuatu? Ia takut kehilangan Aziya dan tidak bisa membalas dendam."Kau tidak bisa pergi sebelum Guntur siuman, kau tidak bisa datang dan pergi semau kamu seolah -olah aku memberikan hak spesial buatmu. Akan tetapi lebih tepatnya kita punya kontrak kerja yang sudah kamu tandatangani. Aku akan mendenda kamu dengan jumlah besar jika kamu melanggar perjanjian," katanya kemudian mencari alasan."Kapan aku tanda tangan kontrak semacam itu dan kenapa aku harus setuju?! Itu samasekali bukan urusanku sehingga harus menunggu saudara lelakimu atau siapapun sadarkan diri," kata Aziya sambil menepis tangan Galih sangat kuat sehingga Galih merasa kesakita