"Bakar sekali lagi. Jangan terlalu banyak, nanti gak habis," perintah Mateo kepada Aca. Aca hanya mengangguk tanpa berkomentar. Melihat raut wajah Mateo yang masih murung, ia semakin merasa bersalah."Mateo ..." Aca meraih tangan pemuda yang baru saja akan melangkah pergi. Mateo menoleh."Ada apa?""Kamu masih marah?" tanya Aca netranya berkaca-kaca, membuat Mateo menggeleng."Tidak. Aku tidak mungkin marah padamu." "Maafkan kedua orang tuaku," celetuk Aca lirih. Air matanya sudah tidak bisa lagi tertahankan. Ia menangis di depan Mateo."Tidak masalah. Aku mengerti. Jangan menangis, nanti cantiknya hilang." Mateo berusaha tegar, ia mencolek dagu Aca agar sedikit terhibur. Meskipun hatinya rapuh.Saat pergi ke rumah kedua orang tua Aca, pemuda itu ditolak untuk menikahi anak kedua gadisnya. Mereka bersikeras untuk tidak menyetujui Aca dan Mateo menikah secepat mungkin, karena kakaknya Aca belum menikah. Adat istiadat yang menyatakan adik perempuan tidak boleh melangkahi kakaknya, itu
"Jadi, bagaimana? Kamu setuju?" tanya Mateo. Keduanya sedang berada di ruangan pribadi yang sedang mendiskusikan peraturan baru di perusahaan itu. Meskipun jabatan Mateo lebih rendah dari Ezra, tetapi pemuda itu sudah mempercayakan seluruh kebutuhan perusahaan padanya. Ezra tidak mungkin keberatan apa yang dilakukan Mateo, karena dengan adanya Aca di sampingnya. Jelas saja apa yang dilakukannya di pikir secara matang oleh Aca. Mengingat gadis itu sudah sangat lama mengabdi di perusahaannya."Menurutku baik, tetapi sebagai kepala divisi di sini, jujur aku keberatan jika waktu lembur di tiadakan.""Loh, bukannya itu lebih bagus? Dengan begitu, karyawan lebih giat lagi dalam bekerja di jam waktunya?" tanya Mateo."Bukan hanya melanjutkan pekerjaan yang terbengkalai, tetapi jam lembur ada karena kita butuh bonus dari perusahaan ini." "Kan ada bonus tambahan. Siapa yang lebih cepat mengerjakan pekerjaan, gaji ditambah 30%. Sama saja, 'kan?" Bagaimana pun Mateo sudah berpikir seribu kali
Keadaan semakin ramai di perusahaan itu, pergantian sift mulai dilakukan. Kini hampir seluruh karyawan berada di tempat kerjanya."Kila ... ikut saya!" Saat Ezra dan Helena berpapasan dengan gadis berambut kartun Dora itu, Ezra memanggilnya untuk mengikutinya masuk ke ruangan pribadi.Gadis bernama Kila, terus menundukkan kepala. Pikirannya masih berbelit bingung, karena Hanya masalah sepele baginya ia sampai di panggil atasan."Ada apa, Pak?" tanya Kila berdiri di depan Ezra yang di sampingnya ada Helena. "Duduk!"Tubuhnya gemetar. Karena ini kali pertamanya Kila mendapati Ezra memasang raut wajah garang. "Saya perhatikan, kamu jarang masuk kantor, tetapi data kehadiranmu berwarna hijau selama sebulan," ujar Ezra tanpa berbasa-basi. Warna hijau dalam presensi di layar laptop menandakan karyawan full masuk kerja.Ternyata, selain membantu Aca ia sendiri ingin tahu lebih dalam dari sosok Kila. Akhir-akhir ini sempat curiga dengan data absensi di perusahaannya. "Sa– saya tidak pernah
Perjuangan Mateo dan Aca pun tidak main-main kepadanya. Ezra tidak mungkin membiarkan keduanya mengalami kesulitan. Akhirnya Ezra— pemuda yang saat ini menjadi ayahnya Mateo mengambil tindakan."Ca, beri alamat rumahmu padaku!" Aca menggeleng cepat. "Mau ngapain?""Aku sendiri yang akan membujuk kedua orang tuamu!" Lagi-lagi Aca menggeleng. "Biar aku dan Mateo saja yang menghadapi keduanya."Mengingat mamah tirinya yang rakus akan harta, ia takut jika nantinya melihat Ezra yang terlihat kaya raya di manfaatkan olehnya."Tidak papa, Ca. Agar kamu bisa menemani Tante setiap saat," celetuk Helena. Hanya wanita sendiri di rumah besar itu, membuatnya jenuh. Ada asisten pun menjaga di luar sebagai satpam."Tetapi jika beliau meminta sesuatu darimu, jangan sampai kamu memberikan apa pun padanya!" ancam Aca. Perjuangan merantau di kota Jakarta pun sudah raib hasilnya oleh mamah tirinya itu. Begitu kejam saat meminta uang, tidak memikirkan Aca bagaimana sulitnya mengatur keuangan."Tenang saja
Benar saja, dua jam setelah Ezra menempuh perjalanan ke kota Sukabumi, baru sampai kota Bogor ia menghentikan laju mobilnya. Bukan karena lapar, tetapi lagi-lagi ia kasihan kepada Helena. Sebelumnya sang istri berkata, jika ia lebih baik tidur dari pada membuka mata karena terasa mual. Membuat Ezra membiarkan Helena tidur, tetapi terlihat tidak nyaman. Balik kanan dan kiri seperti mencari posisi nyaman.Kreek!"Loh, berhenti lagi?" tanya Helena. Ezra mengangguk seraya menyeringai.Helena yang mendengar suara tarikan rem tangan bergegas membuka mata. Ia takut sang suami memesan kamar hotel lagi untuknya. "Terlihat kamu tidak nyaman tidurnya. Tak mungkin aku membiarkan kamu tidur dalam keadaan gelisah. Kamu tidur dulu saja." Helena menggeleng cepat. "Kita lanjut perjalanan. Kalau begini, kita lama sampainya, suamiku. Tidur meringkuk di mobil itu wajar. Jika terus seperti ini, perjalanan dari Jakarta ke Sukabumi yang hanya memakan waktu 4-5 jam, kita bisa sampai 24 jam!" Senyaman-nyam
Di desa itu bukan lagi rahasia umum yang masih berkeliaran bank-bank keliling yang menawarkan uang. Penampilan rapi seperti Helena dan Ezra, Membuat seorang pria paruh baya menganggapnya mereka adalah karyawan bank yang menawarkan pinjaman uang."Perkenalkan." Ezra mengulurkan tangan, jemari kekarnya di terima oleh pria paruh baya itu. "Saya Ezra. Daddy nya Mateo. Bapak ini Papahnya Aca, ya?"Dari ujung kaki sampai ujung kepala beliau tatap Ezra dengan tercengang. Wajah tampan Ezra sama sekali tidak menandakannya seperti seorang Ayah pemuda yang kemarin menemuinya."Jangan berbohong. Kami tidak menerima penipu seperti kalian." "Pak, ini memang benar adanya. Saya mamahnya Mateo." Kali ini, Helena yang berada di samping Ezra membuka suara.Sulit di percaya untuk pria paruh baya itu, karena dari raut wajah Helena sampai penampilannya sama seperti Aca."Loh, ada tamu, Pah?" Seorang wanita berbaju daster, dengan poninya dipasangkan roll menemui Ezra dan Mateo. Setelah mendengar ruangan uta
Ezra dan Helena saling pandang. Mendengar ucapan darinya, dapat menyimpulkan jika wanita itu meminta fasilitas lebih dari mereka.“Istri saya sedang hamil. Saya tidak akan membiarkan banyak orang berada di dalam mobil. Itu terserah Bapak dan Ibu. Jika keberatan hadir di hari pernikahan Aca dan Mateo, kami tidak akan memaksa!” sahut Ezra. Merasa gerah sekali berada di rumah sederhana itu, apalagi keringat Helena terus bercucuran membasahi wajahnya. Ezra meraih tangan Helena untuk bangkit. “Semoga Ibu dan Bapak bersedia datang untuk menghadiri pesta pernikahan anaknya sendiri. Terima kasih!” pamit Helena.Ezra dan Helena bergegas pergi. Meskipun keduanya di sambut baik, tetapi perilaku ke dua orang tua Aca terlalu mengiba. Membuat Ezra dan Helena justru merasa jijik. Ibunya Aca mendengus kesal. Setelah kepergian Ezra dan Helena. Pasangan suami-istri itu berdebat. “Pak. Seharusnya Bapak tidak semudah itu merestui hubungan Aca dan pemuda kemarin. Minimal mereka menjanjikan membelikan
Mungkin tepatnya pukul 23.56 WIB, Ezra dan Helena baru saja tiba di kediaman rumahnya. di bukannya pedal pintu dengan perlahan oleh Ezra, agar Mateo tidak menyadari kedatangannya."Ekhem!" Ezra yang sudah berada di dalam rumah menyeringai, mendapati Mateo yang mendehem seraya bangkit dari sofa merah. Helena yang berada di belakang Ezra cekikikan. Karena sebelumnya Mateo mengatakan via pesan, jangan memberitahukan kepada Ezra jika dirinya setia menunggu kedatangannya. "Apa kamu pikir dengan caramu itu semua berjalan sempurna, Pak?" sindir Mateo, karena sampai saat ini pujaannya hatinya masih sulit di hubungi, yang mungkin masih kesal kepada aduan Ezra kepada kedua orang tuanya.Ezra yang bersikap biasa saja, begitu santai duduk di sofa. tanpa menyimpan rasa bersalah, karena kini ia malah menikmati sebatang rokok yang baru saja dibakar."Zra! apa maksudnya, sih!" Gerutu Mateo yang kini duduk di depannya. Sedangkan Helena yang sudah kelelahan di perjalanan, wanita itu memilih untuk ber