Camellia memperhatikan ponselnya, ia tengah bimbang, antara menghapus video itu atau melaporkannnya pada polisi.
Tapi jika melapor pun, tak ada jaminan dirinya bakal selamat dari cengkraman pria itu. Terlebih ... sehari setelah kejadian mengerikan tersebut, Jerry mengancamnya saat mereka bertemu di tempat kerja.
Siang itu Camellia berjalan dengan berhati-hati menuju ruangannya, ia takut bertemu dengan Jerry. Entah bagaimana ia harus bersikap saat bertemu atasannya yang ternyata psikopat itu.
Ia memutar knop pintu dengan gugup dan gemetar, perlahan namun pasti, pintu pun terbuka, dan ... Untungnya tidak ada Jerry di sana. Ia pun menghela nafas legah.
Ia bergegas melangkah ke mejanya, mengambil beberapa berkas yang akan ia ajukan pada kepala rumah sakit untuk berhenti jadi asisten dokter Jerry.
"Cari apa?"
Suara bariton itu mengagetkannya setengah mati.
Ia sangat mengenal suara itu. Ya dia Jerry!. Camellia bergeming, ia tak berani menoleh. Entah bagaimana Jerry tiba-tiba bisa ada disana.
"Kenapa diam?" Jerry mengangkat wajah manis gadis itu dengan jari telunjuknya.
Pandangan mereka saling beradu. Jerry menatapnya tajam. Sedang camellia tengah berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan yang membuat jantung berdebar hebat.
"Tatap saya Camellia!"
"Ma-maaf dok ... Saya nggak mau ikut campur ..." Camellia memejamkan matanya.
"Tapi kamu sudah ikut campur Camellia, kamu sudah merekam sesuatu tanpa izin!"
"Su-sudah ss-saya hapus dok! Beneran saya nggak bohong!"
"Kamu pikir saya bodoh? Kita sudah jadi patner selama 2 tahun, saya memang cuek tapi saya tahu karakter kamu Camellia!"
Gadis itu semakin takut, lututnya mendadak lemas.
"Jangan takut Camellia ... Saya tidak akan menyakiti kamu kalau kamu mau kerja sama."
"Saya akan hapus vidio itu di depan anda dok." gadis itu mengeluarkan ponselnya dengan gemetar.
"Tidak ... Tidak cukup dengan itu, kamu harus menikah dengan saya!" ucap Jerry menyeringai.
Sontak membuat mata gadis itu terbelalak, ia menjauh kebelakang, menghindari Jerry.
"Enggak! Saya nggak mau menikah sama psikopat!" prostesnya dengan tatapan tajam.
Jerry tersenyum sinis.
"Oke." Jerry merogoh ponsel di saku jas putihnya. Setelah itu ia terlihat mencari sesuatu di dalam ponselnya.
"Ini adik kamu kan?"
Jerry menunjukan sebuah foto dari layar ponselnya. Seorang gadis berseragam SMA tengah tersenyum manis di sana.
"Claudia!?" pekiknya. "Kamu ..! Kamu nggak boleh libatkan dia! Kalau sampai kamu menyentuhnya! Aku akan sebar vidio ini!!" ancamnya dengan suara bergetar.
Netra matanya berkaca-kaca. Namun pria itu malah terlihat tenang.
"Silahkan ... Tapi jangan salah kan saya jika besok kamu tidak bisa melihat adik kesanyanganmu itu hidup! Pilihannya hanya dua Camellia ... Menikah dengan saya atau melihat adikmu mati."
"Mau dokter tuh apa! Saya kan udah berjanji akan menghapus vidio itu! Tapi kenapa malah jadi seperti ini!" protesnya lagi.
"Sudah saya jelaskan dengan sangat jelas apa kemauan saya bukan? Kenapa masih bertanya?" ucapnya ketus seraya melangkah ke luar, meninggalkan Camellia yang terisak.
Gadis itu akhirnya terduduk lemah di lantai, memikirkan nasibnya kelak. Pilihan yang tidak membawa keuntungan baginya.
Dan pada hari-hari berikutnya Camellia jadi sering menelpon Claudia hingga 10 kali banyaknya dalam sehari, membuat sang adik jengkel bukan main. Ya mau bagaimana lagi, karena claudia berada jauh darinya, sang adik tengah berkuliah di jakarta.
🌻
Air mata gadis itu kembali luruh dari sudut matanya saat memikirkan ucapan Jerry yang memang tak main-main. Setelah mengancamnya siang itu, hari ini tepatnya sudah seminggu berlalu Jerry benar-benar membuktikan ucapannya.
"Aagghhrrr....!" Camellia menggila di atas ranjang. Ia menendang bahkan memukul benda yang tak bersalah.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Haaaa ..!" ia menangis seperti anak kecil. Hidupnya jadi berantakan karena kejadian gila itu.
Malam semakin larut, namun matanya malah enggan untuk terpejam. Ia bangkit dari tidurnya, dan duduk di bibir ranjang.
"Apa aku bunuh diri aja ya?" ia melirik botol semprotan racun nyamuk di dekat pintu.
Ia perlahan mendekati benda itu dan duduk disana.
Glek..
Ia menelan ludah getir, botol racun nyamuk itu sudah berada di genggamannya. Perasaannya mendukung tapi logikanya melarang.
"Dari pada aku mati di tangan si Jerry gila itu! Mending aku mati di tanganku sendiri!" Camellia menatap benda itu lama. Sebenarnya ia juga takut untuk bunuh diri.
"Aaghhrr ..! Aku takut! Aku belom siap masuk neraka ... Hiks hiks" ucapnya lagi seraya terisak.
Ia mengurungkan niatnya, dan kembali meletakkan racun itu pada tempatnya, lalu berjalan gontai menuju ranjang. Gadis itu langsung menghempaskan tubuhnya disana, hingga akhirnya ia pun tertidur juga.
🌻
"Camellia!"
Teriak seseorang memanggil namanya. Gadis yang di panggil menghentikan langkah, dan menoleh ke sumber suara.Seorang gadis yang sebaya dengan camellia berjalan mendekatinya. Dia Laura, perawat di rumah sakit ini juga, sekaligus sahabat dari gadis itu.
"Kenapa ra?"
"Sini.." Laura menarik tangan Camellia ke sebuah bangku taman rumah sakit. Dan mereka duduk disana.
"Kamu jawab jujur ya!" ucap Laura dengan raut wajah serius.
"Kenapa sih? Kamu buat aku udah kaya pelakor aja deh ra!"
"Kamu sama dokter Jerry mau nikah ya!?"
"Ka-kamu tau dari mana ra??"
"Ini ..." laura menyodorkan sebuah undangan yang bertuliskan nama Camellia dan Jerry di sana.
Sontak membuat mata gadis itu lansung membulat penuh. Ia benar-benar tak tahu perihal undangan ini. Setelah lamaran saat itu, Jerry selalu menghindarinya, entah karena apa. Dan sekarang tiba-tiba ia sudah menyebar undangan tanpa melibatkan Camellia di dalamnya.
"Beneran mel??" tanya Laura memastikan keakuratannya.
Camellia menatap sahabatnya nanar, sembari mengangguk lemah.
"Oh my god! Kamu beruntung banget mel! Gila aku ngga nyangka banget dokter secuek itu bisa jatuh cinta juga!"
Lebih beruntung lagi hidupmu ra..
"Apanya yang beruntung! Kamu nggak tau aja dia siapa!" ucapnya ketus.
"Ya jelas aku tau dong! Jeremy Smith dokter ganteng dan friendly abis sama pasiennya. Walaupun dia cuek tapi sebenarnya hati dokter Jerry itu baik loh. Semua orang di rumah sakit ini juga tau!"
"Ngomong apa sih ra! Dia itu psikop.."
Camellia menggantungkan kalimatnya, fikirannya langsung teringat dengan ancaman Jerry.
"Apa-an mel?" tanyanya bingung.
"Nggak, nggak! Em ... Karena kamu udah tau, jangan lupa dateng ya." jawabnya tak bersemangat.
"Nggak ah!" rajuknya tiba-tiba.
"Loh kenapa?"
"Aku ngambek! Karena taunya nggak langsung dari kamu!" Laura memanyunkan bibirnya.
Camellia menghela nafas panjang. Bagaimana mau memberitahu, sedangkan ia saja tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi jika saat itu Laura yang melihat, apa kejadiannya akan sama dengan dirinya? Apa sahabatnya itu masih bisa se-bahagia ini memuji Jerry? Ah entahlah.. Mau di bayangkan bagaimana pun, peran itu tetap untuk Camellia.
"Iya iya maaf ... Aku belum siap aja ngasih tau kamu dan orang-orang disini ra ... Pleas dong ... Jangan ngambek, sejujurnya aku lagi sedih loh." wajah Camellia memelas.
"Haha aku cuma bercanda sayang ... Sini peluk." laura tertawa kecil, lalu memeluk sahabatnya itu.
"Selamat ya mel ... Aku jadi sedih kamu tinggal nikah." ucapnya lagi.
Tangis Camellia meledak, ia menangis bukan karena ucapan Laura, tapi nasibnya kelak.
"Oh ya, kamu tau nggak kalau ternyata dokter Jerry itu duda!"
Camellia tertegun, ia melepas pelukan sahabatnya dan beralih menatap laura dengan wajah shock!
"Kamu tau dari mana ra??"
"Tadi aku sempet denger gosip ibu-ibu dokter yang killer itu mel, mereka bilang dulu dua setengah tahun yang lalu ... Sebelum kita kerja disini. Dokter Jerry punya istri yang dokter juga! Namanya Tamara, and .. Dokter Jerry dulunya nggak cuek dan sedingin sekarang mel, tapi semenjak istrinya meninggal dia jadi gitu, makanya ibu-ibu dokter itu pada heboh saat tau pernikahan kalian." jelasnya seperti host acara rumpi.
"Oh my god! Trus istrinya meninggal kenapa? Udah punya anak?" cecarnya. Camellia sangat shock mendengar berita ini.
"loh dokter Jerry nggak cerita ya tentang masa lalunya?"
Camellia menggeleng pelan.
"Denger-denger nih ... Istrinya di bunuh!" ucap Laura lagi dengan berbisik.
"What!!!??" Camellia makin shock!
Rasanya jantungnya mau copot mendengar masa lalu dokter yang dulunya sangat ia hormati itu ternyata mengerikan.
"Iya, dan lebih parahnya lagi mel, saat di bunuh ... Istri dokter Jerry lagi dalam keadaan hamil!"
"Astahgfirullah ... Kok bisa sih ra??"
"Hmm ... Aku juga nggak tau mel, kasihan banget nggak sih. Sad boy banget dokter jerry."
"Trus penjahatnya ketangkep?"
"Kalau itu aku nggak tau mel, karena setelah itu aku di panggil dokter Natan." jawabnya seraya menatap wajah sahabatnya.
Camellia bergeming, fikirannya melayang pada kejadian mengerikan itu. Apa mungkin pria yang di bunuh Jerry itu adalah orang yang membunuh istrinya?.
Ah entahlah ... Baginya Jerry adalah pria yang aneh dan penuh misteri. Camellia menyenderkan punggungnya di kursi, pandangannya menatap lurus kedepan. Ia masih tak menyangka dirinya akan terlibat sejauh ini dengan Jerry.
Hari pernikahan adalah hari yang amat di nanti oleh sepasang kekasih yang saling mencintai, namun bagaimana jadinya jika pernikahan di lakukan tanpa adanya cinta di dalamnya? Seperti yang tengah di alami Camellia.Gadis itu duduk di depan meja rias, ia hanya pasrah saat tangan-tangan profesional memoles wajah manisnya. Ia menatap dirinya di dalam cermin."Sedih sekali nasib mu Camellia ..." gumanya lirih pada dirinya yang berada di cermin."Hey cyin ... Kenapa cemberut aje," ucap si mbak perias."Sedih aku tuh mbak ...""Lah kenapa? Jodohnya ganteng lho ... Kok sedih?" tanya si mbak perias kepoCamellia menghela nafas berat, ia bahkan tak mampu menjawab pertangaan si mbak periasnya.Tiba-tiba seorang wanita paruh baya yang masih cantik masuk ke kamarnya, ia berjalan mendekati Camellia."Cantik! Good job mbak.." pujinya pada si mbak perias, yang di puji jadi salah tingkah."Makasih buk." jawab si
Pria misterius."Tutup matamu Camellia ... Saya mohon!""O-oke.""Jangan di buka sebelum saya bilang buka! Kamu paham?" Jerry memperingatinya sekali lagi. Jerry beranjak keluar dari mobilnya. Ia berjalan dengan tenang menghampiri pria paruh baya tersebut. Kini keduanya saling berhadapan. Saling memancarkan raut wajah yang angkuh.Pria paruh baya itu menghembuskan asap cerutunya tepat di wajah Jerry. Kemudian ia tertawa. Tawa yang terdengar tak bersahabat. Namun Jerry tetap tenang."Mau kabur?"Pria paruh baya itu menatapnya sinis sambil menyeringai."Bukan urusan anda! Jangan ganggu kehidupan saya lagi! Kalau anda tidak ingin hal yang lebih buruk terjadi!""Waw!" pria itu bertepuk tangan, entah untuk apa.Ia memangkas jarak di antara mereka, dan berdiri sangat dekat dengan Jerry. Menatap wajah yang masih tenang itu dengan lekat."Urusan kita belum selesai!" ucap pria itu lirih
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk