Pria misterius.
"Tutup matamu Camellia ... Saya mohon!""O-oke."
"Jangan di buka sebelum saya bilang buka! Kamu paham?" Jerry memperingatinya sekali lagi.
Jerry beranjak keluar dari mobilnya. Ia berjalan dengan tenang menghampiri pria paruh baya tersebut. Kini keduanya saling berhadapan. Saling memancarkan raut wajah yang angkuh.
Pria paruh baya itu menghembuskan asap cerutunya tepat di wajah Jerry. Kemudian ia tertawa. Tawa yang terdengar tak bersahabat. Namun Jerry tetap tenang.
"Mau kabur?"
Pria paruh baya itu menatapnya sinis sambil menyeringai.
"Bukan urusan anda! Jangan ganggu kehidupan saya lagi! Kalau anda tidak ingin hal yang lebih buruk terjadi!"
"Waw!" pria itu bertepuk tangan, entah untuk apa.
Ia memangkas jarak di antara mereka, dan berdiri sangat dekat dengan Jerry. Menatap wajah yang masih tenang itu dengan lekat.
"Urusan kita belum selesai!" ucap pria itu lirih di telinga Jerry. Lalu kembali pada posisi semula. "Dia istri barumu? Hmm ... Cantik!" ucapnya lagi seraya melirik Camellia yang terpejam di dalam mobil.
Sontak membuat Jerry murka. Ia menarik kerah pria itu dan hampir memukulnya. Melihat itu, anak buah dari pria itu pun ingin menghajarnya juga, namun bos mereka melarang dengan satu goyangan dari jari telunjuknya.
"Jangan libatkan dia!! Berhenti menggangguku bangsat!!!" Jerry melepaskan kerah pria itu dengan kasar. Hembusan nafasnya bergerak cepat seirama dengan amarah yang membuncah.
"Hahahah, Oke oke ... Dimana Marcel? Ku dengar kau menculikanya ..." tanya si pria tua itu santai sambil sesekali menghisap cerutunya dengan nikmat.
"Dia pantas mati! Anakmu itu pantas mendapatkannya!"
Kini giliran Jerry yang menyeringai, menatapnya penuh kebencian. Jawaban itu membuat si pria tua tertegun. Ia tak lagi menghisap cerutunya dengan nikmat.
"Kau membunuhnya?" tanyanya dengan raut wajah nanar.
"Menurutmu ... "
"Bangsat!! Dimana kau buang mayatnya!!!" si pria tua bergantian jadi sangat murka. Ia mencengkram cerutunya dengan kuat hingga hancur.
"Kau marah? Haha ku pikir orang sepertimu akan biasa saja saat melihat anaknya mati! Seperti halnya saat kau membiarkan anakmu yang brengsek itu membunuh istriku!" Jerry semakin tajam menatap pria di hadapannya.
"Bangsat!! Hajar dia! Kalau bisa sampai mampus!!!" seru si pria tua pada anak buahnya.
Dan perkelahian pun terjadi. Satu banding lima, tentu bukanlah hal yang mudah. Di tambah tubuh ke lima anak buah si pria tua itu besar-besar dan berotot. Membuat Jerry benar-benar kewalahan.
Jerry berhasil membuat tiga orang di antaranya tumbang. Namun tubuhnya sudah lelah. Ia bisa benar-benar mati jika meneruskan perkelahian ini.
Setelah keadaan sedikit lenggang. Jerry memutuskan untuk berlari masuk ke mobilnya. Dan melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalan tol yang sepi pengendara.
"Sial!! Bodoh! Bagaimana bisa dia membuat kalian kecolongan!! Kejar dia!" si pria tua masuk ke mobilnya dengan perasaan dongkol. Lalu di susul anak-anak buahnya.
"Ada apa dok? Kenapa dokter ngebut? Ya tuhan! Dokter kenapa??" cecar Camellia saat melihat Jerry yang tampak lelah dan berantakan.
" Nanti saya jelaskan! Pegangan yang kuat dan harap tenang! Jangan bertanya sebelum saya perintah." jawab Jerry tegas tanpa menoleh pada Camellia.
Gadis itu bergeming dan menuruti perintah Jerry. Mobil semakin kencang melaju, membuat jantung Camellia hampir copot dari tempatnya. Kepalanya di penuhi tanya. Ia bingung dan penasaran apa yang sebenarnya di lakukan suaminya itu.
Namun saat ia melihat kaca spion, Camellia tertegun. Ia melihat mobil yang menghadang mereka tadi, mengikuti. Gadis itu melirik wajah Jerry yang tampak tegang.
Dan sekarang ia mengerti, mengapa Jerry mempercepat laju mobilnya. Jerry terlihat mengotak-atik ponselnya. Ia ingin menelepon seseorang.
"Halo! Saya di kejar pak danuarta! Bisa kau alihkan perhatiannya? Aku sudah lelah! Iya sekarang!"
Tut. Pembicaraan berakhir. Ia kembali menyimpan ponselnya. Sesekali mobil mereka hampir di pepet, namun dengan cekatan Jerry berhasil menghindar.
Seorang pria berteriak lantang mencoba untuk menghentikan mereka. Namun Jerry tak menggubris. Hingga tiba di persimpangan, sebuah mobil yang tiba-tiba datang entah dari mana, menabrak mobil yang di kendarai para preman dan pria tua tadi.
Seketika mobil itu terpental dan berputar-putar di sana. Jerry melirik kejadian itu dari kaca spion. Ia terlihat menghela nafas legah, dan kembali melaju dengan kecepatan normal.
Camellia ikut legah saat mobil para preman itu akhirnya berhenti mengikuti mereka. Namun yang membuatnya heran, dari mana mobil yang menabrak itu datang? Apa suruhannya Jerry? Ah entahlah ... Yang penting mereka sudah selamat.
🌻
Mereka pun tiba di bandara, setelah chek in dan segala macam. Pesawat yang akan membawa mereka ke kota bali pun lepas landas membelah langit malam.
"Dokter nggak papa? Perlu saya obati?"
"Tidak perlu. Hanya luka ringan, nanti sembuh sendiri." ia tersenyum kecil menatap Camellia yang khawatir.
"Em, baiklah."
"Maafkan saya ya, sudah buat kamu takut."
"Iya dok, nggak papa." Camellia tersenyum manis menatap Jerry.
"Baiklah, sekarang sebaiknya kita istirahat." Jerry menyenderkan tubuhnya di kursi pesawat. Ia tampak lelah hingga langsung terpejam.
Camellia menghela nafas berat. Ia sedikit kecewa, karena Jerry tidak langsung memberi tahunya soal kejadian tadi. Ia pun ikut menyenderkan tubuh di kursinya. Pandangannya tertuju ke luar jendela.
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu menimpa pundak kirinya. Ia pun menoleh, pupil matanya mengembang, ternyata Jerry tidur disana.
Irama jantungnya kembali tidak stabil. Ia memperhatikan setiap sisi wajah atasan yang kini menjadi suaminya itu dengan seksama.
"Tampan ... "gumamnya lirih sambil tersenyum manis.
Namun saat tengah menikmati pesona pria tampan yang di sampinya itu, tiba-tiba Jerry membuka matanya. Pandangan mereka seketika beradu. Membuat Camellia segera mengangkat kepalanya dan memutar pandangannya ke tempat lain.
Jerry yang sebenarnya pura-pura tidur merasa puas sudah menggoda istrinya itu.
"Camellia ..." panggilnya lirih.
Gadis itu menoleh. Dan saat itu jarak di antara wajah mereka menjadi sangat dekat. Hembusan nafas mereka saling beradu, terpecah hangat membelai wajah yang hanya berjarak satu centi saja.
Camellia tertegun. Degupan jantungnya semakin menggila. Jerry perlahan melumat bibir sexy milik Camellia. Gadis itu bergeming, ia terlihat menikmati perlakuan Jerry.
Ciuman itu pun terhenti, ketika seorang pramugari menghampiri mereka dengan membawa troli berisi makanan ringan sebagai cemilan.
Pipi Camellia bersemu merah, antara malu dan gugup. Malu dengan pramugari yang tiba-tiba datang, dan gugup karena Jerry yang menciumnya tiba-tiba.
"Kamu mau ini?" tawar Jerry pada Camellia, ia mengangkat puding ke hadapan istrinya.
"Aku masih kenyang."
"Oh. Terima kasih mbak. Tidak perlu." ucap Jerry pada pramugari itu.
"Oke. Lanjutkan aktivitas anda ..." ucap si pramugari seraya tersenyum manis. Lalu beranjak pergi dari sana.
Camellia tak mampu menatap Jerry, ia terlalu malu setelah kejadian tadi.
"Kenapa? Kamu marah?"
"Ah ... Enggak dok. Saya ngantuk." dustanya lalu pura-pura tidur.
Jerry tersenyum kecil, ia sepertinya tahu jika Camellia tengah tersipu malu. Pria itu merangkul istrinya, dan membawa ia ke pelukannya.
Lagi-lagi Camellia tertegun, ia tak menyangka sosok laki-laki yang ia kenal cuek dan sadis ini, ternyata romantis. Jerry membelai kepala istrinya lembut, hingga ke duanya sama-sama tertidur.
🌻
Tiga jam berlalu, mereka sudah tiba di bali pukul 12 malam. Jerry terlihat menelpon seseorang untuk menjemput mereka di bandara. Setelah menunggu beberapa menit, sebuah mobil sedan merah menghampiri mereka.
Jerry menggenggam jemari Camellia, membuat hati gadis itu tersanjung. Apa mungkin Jerry memang mencintainya? Namun sengaja menggunakan alibi untuk menikahinya. Entahlah ... Jerry memang penuh tanda tanya bukan.Mereka pun masuk, dan duduk di kursi belakang kemudi. Seorang pria yang terlihat masih muda, mungkin umurnya sekitar delapan belas atau dua puluhan tahun. Tersenyum ramah menyambut mereka.
Mobil pun melaju membelah jalanan yang terlihat ramai meski sudah tengah malam. Jerry akan membawa kehidupan baru di kota ini, ia tak ingin terus menerus menyimpan luka yang tak kunjung usai di kota kelahirannya.
Ia selalu saja teringat akan Tamara, istri yang amat ia cintai itu, yang pergi dengan cara mengenaskan. Dan Camellia ... Perasaan takut yang menyerang kini berubah menjadi nyaman saat berada di dekat Jerry.
Ia seakan tak lagi peduli dengan apa yang di lihatnya waktu itu. Begitulah wanita, ia akan mudah tersentuh dengan hal-hal kecil yang di berikan oleh lawan jenisnya.
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk