Malam pertama.
Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi.
"Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah.
"Sip! Mungkin mobil Mas besok datang."
"Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar.
"Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.
Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva.
"Mungkin."
"Kamu benar mencintainya?"
"Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu."
"Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif."
"Aku mengerti."
"Baiklah. Aku pergi."
"Ya. Hati-hati."
Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya.
"Ayo masuk."
Jerry mempersilahkan Camellia masuk lebih dulu. Sesaat sebelum dirinya masuk. Ia sempat celingak-celinguk ke segala arah. Takut jika ada yang mengikuti mereka sampai sini. Setelah di rasa aman, ia pun ikut menyusul masuk.
"Ki-kita bakal tinggal di sini dok??" Camellia menatap Jerry dengan mata berbinar.
Menurutnya, rumah yang mereka tempati ini sangat indah. Terlihat sederhana namun elegant. Dan hal labih menakjubkan. Rumah ini dekat dengan pantai.
Saat kau berdiri di balkon tingkat satu, pemandangan matahari terbenam akan langsung terlihat. Jerry memang sangat pintar dalam hal memilih hunian.
"Iya. Suka?"
"Suka banget!" Camellia mengangguk seperti anak kecil yang kegirangan.
"Kamu nggak takut?"
"Takut?"
"Kamu lupa saya pernah bunuh orang?" ujarnya seraya menatap Camellia tajam.
Gadis itu langsung tercekat. Karena terlalu senang, dirinya sampai lupa jika ia tengah bersama psikopat. Wajahnya terlihat tegang. Terlebih saat Jerry melangkah mendekatinya.
"Bodoh! Kenapa bisa ... Aku lupa dia siapa! Tapi ... Apa arti ciuman itu? Bahkan ia sudah menciumku tanpa izin dua kali!" gerutunya dalam hati.
"Dok-dokter mau bunuh saya??" suaranya bergetar. Ia melangkah mundur kebelakang seirama dengan langkah Jerry yang semakin dekat.
Jerry tak menjawab. Ia malah tersenyum dengan manisnya. Namun bagi Camellia senyuman itu terlihat mengerikan dari mahkluk halus yang pernah ia lihat.
"Kamu takut?" tanyanya seraya menatap Camellia. Tubuh gadis itu sudah mentok ke dinding.
Jerry meletakkan telapak kirinya ke tembok tepat di samping wajah Camellia. Ia mengangkat dagu gadis itu dengan jari telunjuk kanannya. Hingga membuat mereka saling tatap.
"Kamu tau apa tugasmu malam ini kan?" ujarnya lirih. Jerry memangkas jarak di antara wajah mereka.
Bibir mungil nan kemerah-merahan itu sudah sangat dekat dengan bibir milik Camellia.
"Me-melayani dok-dokter." ucapnya sangat gugup.
Dadanya bergemuru. Air matanya hampir jatuh. Baru saja ia merasakan nyaman berada di dekat Jerry. Kini harus kembali takut seperti saat itu.
Nafasnya yang hangat menyapu wajah tampan Jerry. Ia yersenyum kecil sebelum akhirnya ia melumat lagi bibir sexy nan ranum milik Camellia.
"Jangan takut lagi padaku Camellia ... Aku suamimu. Dan tugas suami adalah melindungi istrinya."
Jerry menangkupkan tangannya di wajah Camellia. Ia menatap mata yang hampir basah karena takut.
"Kamu milikku sekarang." ujarnya lagi, lalu kembali mengecup bibir Camellia dengan mesra.
Entah mengapa ucapan Jerry mampu meluluhkan hatinya. Walau sebenarnya ia masih takut, tapi hati kecilnya bilang jika Jerry orang baik.
Ia pun menyambut ciuman Jerry tak kalah mesranya. Bibir mereka saling berpagutan. Hingga membangunkan hasrat keduanya. Jerry melepas ciumannya lalu membopong tubuh ramping Camellia. Membawanya ke dalam kamar.
Gadis itu tersipu malu. Ia membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya. Jerry tersenyum simpul. Ia meletakkan tubuh sang istri di atas ranjang dengan lembut.
Mereka kembali berciuman. Kali ini lebih panas dan bergairah. Jerry membuka kemejanya. Hingga menyisakan bentuk tubuh yang begitu proposional.
Tangannya kini mejalar ke bagian menonjol milik Camellia. Meremasnya dengan lembut. Membuat gadis itu mendesah di sela-sela pagutannya bersama Jerry. Satu persatu kancing kemeja milik camellia terlepas, hingga menyisakan bra saja di tubuh bagian atasnya.
Jerry semakin liar bergerilya menjelajahi leher hingga dada Camellia. Gadis itu menggigiti bibirnya. Merasakan geli yang membuat bagian bawahnya basah.
Namun saat Jerry ingin menjelajahi lebih dalam. Wajah Tamarra tiba-tiba terlintas di kepalanya. Pria itu langsung menghentikan aksinya.
"Kenapa?" tanya Camellia bingung.
Wajah Jerry terlihat sendu. Ia bangkit dari tubuh Camellia. Dan duduk di bibir ranjang seraya meremas rambutnya kasar. Ia merasa bersalah pada Tamara.
Walaupun Camellia sedikit ada kemiripan dengan Tamara, tapi tetap saja ia masih terbayang wajah mantan istrinya yang sudah meninggal itu.
"Maafkan saya. Saya akan tidur di kamar sebelah. Jika kamu memerlukan sesuatu saya ada di sana." Jerry bangkit dari duduknya.
Ia memungut pakaiannya di lantai, dan kembali mengenakannya, lalu melangkah keluar tanpa menoleh pada istrinya. Camellia menatapnya nanar. Apa yang salah? Hatinya terasa sakit di perlakukan seperti ini. Ia menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kenapa kamu nikahi saya! Jika hanya untuk menutup rahasiamu!!" sergahnya seraya terisak.
Jerry menghentikan langkahnya seketika. Ia terlihat menghela nafas berat.
"Bukan karena itu aku menikahimu Camellia!"
"lalu? Karena jantung istrimu ada padaku? Huh!?"Camellia tertawa getir. Ia menghapus air matanya dengan kasar.
"Sudahlah ... Kita istirahat saja. Aku lelah." Jerry menutup pintu itu dari luar. Menyisakan tanya untuk Camellia yang tengah terisak di dalamnya.
Sejujurnya hatinya juga sakit. Jerry memang mencintai Tamara, tapi ia juga mencintai Camellia. Namun ia selalu saja merasa bersalah pada Tamara karena sudah menikahi gadis itu. Entah sampai kapan akan seperti ini.
š»
Cahaya mentari menerobos masuk menyinari wajah yang terlihat sendu. Camellia tidak tidur hingga pagi menjelang. Hatinya masih sakit mengingat kejadian tadi malam.
Seseorang membuka pintu. Ternyata Jerry. Ia berjalan mendekati Camellia yang memunggunginya. Jerry tahu, istrinya itu pasti sangat kecewa dengan perlakuannya tadi malam.
Gadis itu pura-pura tidur sebelum Jerry melihat wajahnya yang sembab karena semalaman menangis. Jerry membawa sepotong sandwich dan segelas susu yang ia taruh di meja samping ranjang.
Lalu mengecup pipi Camellia seraya membelai lembut kepalanya.
"Aku mencintaimu ... Maafkan aku." bisiknya lirih, lalu kembali melangkah keluar.
Namun tiba-tiba, Camellia bangun dari pembaringannya dan memeluk Jerry dari belakang.
"Jangan pergi! Saya mohon!" pintanya dengan terisak.
Jerry bergeming. Ia jadi salah tingkah. Sejak pertama melihat Camellia. Ia selalu teringat istrinya, terlebih saat jantung Tamara berada di tubuh gadis itu. Dan hal itu pula yang membuatnya ingin memiliki gadis ini.
Dirinya memang cuek. Tapi sesungguhnya ia mencintai gadis itu. Entah sebagai Camellia atau Tamara. Karena wajah mereka mirip meski bukan saudara. Jerry memutar tubuhnya. Menatap lekat wajah Camellia yang terlihat menyedihkan.
"Buktikan jika dokter mencintai saya!" Camellia menatapnya tajam.
"Kamu tidak takut Camellia?" ujarnya tenang.
"Saya lebih takut jika dokter meninggalkan saya!" tangisnya pecah.
"Maafkan saya ... " Jerry memeluknya. "Jangan panggil saya dokter lagi Camellia. Panggil saya Mas." titahnya seraya menatap wajah istrinya.
Gadis itu mengangguk seraya mengencangkan pelukannya di pinggang Jerry.
"Iya Mas."
Selama 2 tahun menjadi asisten Jerry. Camellia awalnya biasa saja. Namun karena sikap Jerry yang ramah dan menyenangkan pada pasiennya. Terlebih kepada pasien anak-anak dan lansia. Sisi lain dari sikap cueknya. Hal itu yang membuat dirinya kagum pada Jerry. Dia berkelas!
Namun saat melihat Jerry dengan sadisnya membunuh orang. Pandangannya berubah. Rasa kagum itu berubah menjadi rasa takut. Dan sekarang, saat beberapa kali pria itu menciumnya. Hati gadis itu kembali luluh. Begitulah wanita.
"Bersiaplah ... Kita akan keliling kota." ujarnya. Ia tersenyum simpul.
Sontak membuat Camellia menatapnya dengan mata berbinar.
"Oke!, Mas sudah mandi ya?" Camellia melepas pelukannya.
"Sudah. Kenapa? Mau mandi bersama?" godanya.
"Ah. Emm ... Lain kali saja." gadis itu tersipu malu. Ia langsung menjauhi Jerry. Dan bergegas masuk ke kamar mandi.
š»
Sementara di kota dan tempat yang berbeda. Seorang pria tua berpenampilan rapi dengan jas dan sebatang cerutu di tangannya tengah duduk bersilang kaki di sebuah sofa.
Di hadapannya, duduk satu orang pria yang masih muda, mungkin seumuran dengan Jerry. Ia mengenakan pakaian casual serta kaca mata hitam yang bertengger di batang hidungnya. Wajahnya tampan namun terlihat angkuh.
Mereka sepertinya akrab.
"Bagaimana? Sudah ada barangnya?" tanya si pemuda.
Si pria tua tampak sangat menikmati cerutunya. Menghembuskan asapnya dengan pelan.
"Kau tahu kan ... Jerry brengsek itu tak mau lagi bekerja untuk kita!"
"Ck! Lalu?"
"Seperti yang kau lihat! Pemasukanku berkurang! Dan yang lebih membuatku gila adalah Jerry sudah membunuh Marcel!" si pria tua tampak emosi. Ia menggenggam cerutunya dengan kuat.
Pemuda di hadapannya menatap dengan malas. Ia mendengus.
"Itu salahnya! Membereskan wanita hamil saja tidak becus!"
"Seharusnya kau yang mati bukan? Karena ide memperkosa istri Jerry adalah rencanamu! Dan kau yang paling di untungkan di sini bangsat!!" si pria tua menyeringai. Ia menatap pemuda angkuh di hadapannya tajam.
"Hey! Tenanglah! Kau tenang saja paman ... Aku akan membalas kematian putramu. Karena aku juga membenci Jerry! Ia sudah merebut segalanya dariku!" netra matanya menatap jauh kedepan.
Wajahnya menjadi bengis saat membayangkan dirinya kelak akan membuat Jerry hancur seperti dirinya. Siapa pemuda ini? Apa dia memiliki hubungan dengan Jerry?.
Teka-teki apa lagi sekarang?
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk