Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja.
"Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya.
"Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.
Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah.
"Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.
Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy.
"Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya.
"Saya tetap tidak suka! Kalau bisa kamu harus mulai berhijab."
Jerry menatap Camellia lekat-lekat. Ada ungkapan yang tersirat dari sorot matanya yang sulit gadis itu mengerti.
"Tapi... saya belum siap Mas." ucapnya lirih dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Gadis itu memalingkan wajahnya dari Jerry.
"Maafkan saya... saya hanya ingin melindungimu dari mata keranjang. Kamu tau kan.. Saya paling benci jika milik saya di tatap orang lain!" Jerry menekan kalimat 'milik saya' dalam ucapannya.
Menegaskan ketidak sukaannya jika apa yang menjadi miliknya dinikmati orang lain. Camellia bergeming. Jerry mengusap bulir bening yang sempat meluncur dipipi isterinya.
"Kamu mau kan?" tanya Jerry.
"Akan Aku coba Mas menjadi isteri yang kamu mau." Jawabnya seraya tersenyum getir.
Berhijab? Huh! Membayangkan saja gadis itu tidak pernah. Bagaimana bisa tiba-tiba sekarang Jerry memintanya berhijab. Hal itu bukanlah hal yang mudah bagi Camellia.
Baginya orang yang berhijab adalah orang yang alim dan pandai mengaji. Sedangkan dia? Jangankan mengaji, sholat saja masih sering absen.
"Terima kasih Camellia... " Jerry tersenyum manis menatapnya.
"Boleh aku tanya Mas?"
"Apa?"
"Kenapa tiba-tiba Mas suruh aku berhijab. Bukankah sebelumnya isterimu juga tidak berhijab?"
Pertanyaan itu membuat Jerry menepikan mobilnya. Entah mengapa pria itu jadi terlihat marah. Ia mengatur pernafasannya agar tetap stabil. Walaupun sebenarnya ia kesal dengan pertanyaan Camellia.
"Tau apa kamu tentang dia!? Dia ya dia! Kamu ya kamu! Jangan bahas orang yang sudah mati Camellia!!" gumamnya dengan wajah kesal menatap wajah gadisnya dari jarak yang amat dekat.
Membuat Camellia membisu tak berani berkutik dari tempatnya. Tak seharusnya gadis itu mengungkit masa lalu Jerry. Itu bukan urusannya! Gadis ini memang terlalu naif.
"Ma-maafkan ss-saya..."
"Aaghrr!!"
Jerry sangat kesal. Ia menumpahkan rasa jengkelnya dengan memukul setir. Lalu menyenderkan tubuhnya. Mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya kasar. Hingga wajahnya yang putih jadi memerah.
Sedang Camellia, gadis itu sama sekali tak berkutik dari tempatnya. Ia takut Jerry akan tambah marah jika ia bersuara lagi. Setelah beberapa detik. Jerry mengatur nafasnya agar tenang.
"Kamu tau kenapa Tamara meninggal?" tanyanya dengan raut wajah dingin. Ia juga tak menatap Camellia.
Gadis itu menggeleng dan berkata "Tidak." walau sebenarnya ia tahu.
"Dia dibunuh Camellia! Aku gagal melindunginya! Aku gagal!! Kau tahu betapa terlukanya Aku saat tahu dia pergi menahan luka sendirian? Aku hampir gila dan nyaris bunuh diri!"
Untuk pertama kalinya Camellia melihat Jerry menangis dengan terisak dan terlihat pilu. Gadis itu mencoba meraih pundaknya untuk diusap. Namun tiba-tiba Jerry langsung memeluknya.
"Maka dari itu aku mohon padamu Camellia... Lakukanlah apa yang aku minta. Aku tak ingin kehilangan lagi."
Camellia ikut terharu. Gadis itu mengusap-ngusap punggung Jerry dalam pelukannya. Perasaannya jadi tenang.
"Baik Mas. Aku akan berhijab. Maafkan aku yang tak paham akan luka dihatimu."
Jerry melepas pelukannya. Ia menangkupkan tangannya di wajah Camellia, lalu mencium bibirnya dengan lembut.
"Sekarang kita rubah dulu penampilanmu. Setelah itu baru jalan-jalan. Oke?"
"Oke." Camellia mengangguk seraya tersenyum manis.
Mobil kembali melaju membelah jalanan padat pengendara. Menyusuri ruas jalan menuju sebuah butik pakaian muslimah di daerah bali yang terkenal bagus. Semua itu demi Camellia.
🌻
Sementara dibelahan bumi yang lain. Seorang pria tampan tengah asik memantau seseorang dari layar komputernya. Terkadang ia tertawa. Dan terkadang pula ia sedih.
Seseorang yang berada di dalam vidio tengah dipukuli dan dibuat menderita sepanjang hidupnya. Setelah mati. Orang-orang yang memukulinya akan membawanya ke sebuah ruangan yang mirip ruang operasi.
Disana ada seorang dokter yang menunggu. Setelah itu, perut si lelaki malang yang mati itu di belah dan diambil organnya.
"Aku kaya!" sorak bahagia terdengar riuh di dalam ruangan pria tampan itu. Padahal ia hanya sendiri.
Ia menari bak penari michel jackson. Ini lah bisnisnya dengan pria tua yang mencegat Jerry beberapa bulan lalu. Namun apa hubungannya si pria psikopat ini dengan Jerry? Apa Jerry terlibat dengan bisnis gelap ini dan hal ini pula yang menyebabkan Tamara mati dengan tragis?
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
Terperangkap cinta dokter cuek. Orang tua mana yang tak senang bila anak gadisnya di lamar seorang pria mapan berprofesi Dokter? Tentu semua orang tua akan merasa bangga dengan hal itu. Termasuk orang tua dari seorang gadis bernama Camellia ini. Namun si anak gadis tampak menolak keras lamaran dari sang dokter mapan dan rupawan itu. Karena Camellia tau, pria itu ingin menikahinya bukan karena cinta, tapi karena gadis itu tahu rahasia besar sang dokter. Kira-kira rahasia apa yang membuat si dokter tampan ini sampai harus menikahi Camellia? Jadi ... seminggu yang lalu ... Saat itu hujan mengguyur bumi dengan derasnya, membuat para manusia yang masih di bawah langit sibuk menyelamatkan diri untuk berteduh. Camellia yang tenang dengan payungnya berjalan santai menyusuri gang menuju kos-sannya, ia baru saja pulang kerja. Camellia bekerja sebagai perawat di rumah sakit umum kota yogyakarta. Ia menjadi as
Ponsel Camellia terus berdering dengan keras. Hingga membuatnya terbangun dan meraih benda pipih itu. Siapa yang menelepon dijam tiga pagi seperti ini."Halo?" suaranya terdenger serak karena bangun tidur.Camellia memindahkan tangan Jerry yang melingkar di pinggangnya. Lalu duduk dan bersadar pada tempat tidur."Oh! Akhirnya kau mengangkatnya!" suara di seberang telepon terdengar asing. Suara seorang pria yang terdengar sinis."Siapa ini?""Di mana Jerry?" si pria balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Camellia."Ada perlu apa mencarinya!?""Huh! Sombong sekali! Aku hanya ingin mengatakan bahwa ... teman kalian sebentar lagi akan jadi mayat yang mengenaskan! Hahaha"Camellia terkesiap mendengar ucapan pria itu. Tiba-tiba saja dadanya berdegup hingga menghasilkan keringat sebesar biji jagung dikeningnya.'Mungkinkah pria ini Jakcson?' pikirnya dalam hati."Maaf sepertinya anda salah sam
“Ayo!” ajaknya ketus pada Jack.Dan mulai melangkah masuk ke pelataran rumah, di ikuti oleh Jack yang masih sibuk memutar pandangannya kesegala arah. Ia bergidik dan rasanya tidak ingin berlama-lama di tempat ini.David menekan bel yang terletak disamping pintu. Tak perlu menunggu lama, seorang pria tua sudah berdiri di hadapan mereka dengan bibir mengulas senyum tipis.“Anda sudah sampai pak, ayo silakan masuk.” Ucapnya mencoba ramah.“Ayo Jack!” ajaknya pada bocah yang terlihat ketakutan saat melihat pria tua itu tadi.“Ayah ... kita pulang aja yuk. Aku takut.” Rengeknya seraya memegang ujung baju pria itu.Namun bukannya bersikap ramah, david malah melepas baju yang di tarik Jack dengan kasar. Ia menatap anak tirinya tajam.“Masuklah! Jangan menganggap bahwa aku peduli padamu!” Hardiknya lalu mendorong tubuh kurus itu untuk masuk ke sana.Setelah itu David
27 tahun yang lalu ...Siang itu hujan turun dengan derasnya mengguyur bumi, semua orang sibuk menyelamatkan diri. Tapi tidak untuk seorang bocah berusia 7 tahun itu. Ia menikmati setiap tetes air hujan yang membelai tubuh mungilnya. Ia tengah berada di taman dekat dengan komplek perumahannya.Si bocah tampak sedih, air hujan menyamarkan tangisnya. Ada apa? Apa seseorang telah membuatnya terluka?“Jack!” panggil seorang wanita muda yang tengah menggendong seorang balita berusia 3 tahun seraya Menghampirinya dengan membawa payung yang melindunginya dari guyuran hujan.Sepertinya wanita itu ibu bocah yang dipanggil jack. Bocah laki-laki itu menoleh dengan raut wajah datar.“Ayo kita pulang nak ...” ajaknya saat sudah berdiri disisi jack kecil.“Kenapa ibu menyusulku? Bukankah anakmu Cuma Jerry!?” jack menatap ibunya dengan tatapan sinis.“Hey ... kenapa bicara seperti itu! Jack
Camellia memandangi suaminya yang tengah duduk menatap lurus kedepan. Mereka masih duduk di balkon setelah Jerry tenang dalam tangisnya tadi. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun raut wajahnya terlihat ragu untuk mengatakan. "Ada apa Mas?" tanya Camellia dengan raut wajah cemas. Jerry terlihat menghela nafas berat. Ia menatap Camellia seraya menggenggam tangannya. "Saya punya rahasia kelam, Camellia ..." jawabnya dengan berat hati. "Aku tahu kok Mas ..." "Kamu tau dari mana?" Jerry menatapnya lekat dengan wajah serius. Membuat Camellia jadi gugup. "K-kan aku yang rekam dan liat langsung," ia terkekeh kecil. Jerry kembali nenghela nafas berat. Pandangannya kembali menatap lurus ke depan. "Bukan rahasia itu, tapi yang lain ... " "Ada lagi? Mas bunuh orang lagi sebelum pria itu??" Camellia menatapnya lekat dengan fikiran yang cemas. "Iya." jawabnya singkat lalu
"Jangan salahkan saya jika besok salah satu di antara kalian mati!" ancamnya lalu melangkah menjauh dari ruangan para staf perawat dan juga dokter. Lalu di ikuti oleh 10 orang ajudannya yang berbadan kekar dan berwajah galak. Laura tak berkutik dari tempatnya, ia masih shock dengan perlakuan pria aneh tadi. Hampir saja pipi mulusnya ternodai, untungnya Nattan cepat bertindak. "Kamu nggak papa Laura?" tanya Nattan khawatir. "Huh? Em ... saya nggak papa dok, saya cuma shock karena bapak tadi mau nampar saya." jawabnya seraya terkekeh getir. Ia pun terduduk lemas di atas kursi. "Siapa sih? Udah tua juga bukannya baik-baik. Eh malah demen cari ribut." celutuk salah satu perawat bernama Ranti. "Entahlah ... sebenernya ada apa sih nyari-nyari dokter Jerry? Kalau emang pasiennya kok nggak ada ramah-ramahnya gitu! Padahal dokter Jerry juga nggak pernah tuh cuek sama pasiennya." sambung perawat yang lain. Mereka semua pun d
"Pakai ini." Jerry menyodorkan kemeja putih dan celana training yang diambilnya dari dalam tas di bagasi mobil.Camellia terlihat ragu-ragu menerimanya. Ia menatap Jerry nanar."Ini bersih kok. Belum Mas pakai.""Bukan, bukan itu. Tapi ... ""Kamu tinggal pilih, pakai ini atau telanjang." Jerry menaruh pakaian itu ke tangan Camellia. " Jangan lama." ucapnya lagi, dan berlalu dari sana.Camellia menghela nafas berat. Kenapa tidak terfikir olehnya bawa baju ganti? Ah sudahlah. Lagi pula jika membawa baju ganti pun, Camellia juga tak bisa memakai pakaian lamanya. Karena sekarang ia harus selalu memakai gamis dan kerudung saat di luar.Beberapa saat kemudian, Camellia kembali menghampiri Jerry dengan penampilan yang sudah berbeda. Kemeja kebesaran dan celana training yang kepanjangan membuat Jerry terkekeh. Tentu saja hal itu membuat Camellia keki."Kamu lebih bagus seperti ini Camellia." godanya lalu kembali ter
Perubahan Camellia.Camellia berjalan dengan tersipu menghadap suaminya. Ia sedikit canggung mengenakan pakaian yang tak pernah ia coba sekali pun seumur hidup. Ia mengenakan gamis sircle warna otak udang. Terlihat serasi menyatu dengan kulitnya yang putih.Pashmina dengan warna senada juga terbalut indah di kepalanya. Membuat wajahnya semakin enak untuk dipandang. Terbukti dengan Jerry yang biasanya cuek, mendadak terperanga untuk beberapa detik sebelum akhirnya sadar."Gimana Mas?" tanya Camellia gugup."Cantik. Kamu cantik Camellia." Jerry tersenyum kecil."Kan bener saya bilang mbak. Suaminya aja sampek melongo gitu loh tadi. Hihi" goda si mbak perias plus yang punya butik juga."Beneran bagus mas? Saya jadi gugup." ucapnya canggung. Terlebih saat Jerry memujinya. Ada sesuatu yang berdebar dibalik dadanya.Jerry mengangguk dengan senyum yang terlihat tulus. Lalu berjalan menuju meja kasir. Setelah membayar semua belanjaan. M
Mentari bersinar terang menyinari pagi yang indah bagi sepasang pengantin baru. Mobil Jerry tiba menjelang fajar. Saat ini mereka tengah bersiap-siap untuk memutari alun-alun kota. Menikmati pantai hingga senja."Sudah?" tanya Jerry saat Camellia sudah duduk di sampingnya."Sudah Mas." jawab gadis itu sambil tersenyum manis. Membuat sesuatu di balik dada Jerry bergejolak.Pria tampan itu mengembalikan fokusnya. Ia menatap lurus ke depan, sebelum akhirnya mobil melaju meninggalkan halaman rumah."Jangan gunakan pakaian minim lagi Camellia! Saya tidak suka." tegur Jerry dengan mata yang masih menatap lurus kedepan.Camellia jadi memperhatikan penampilannya. Ia hanya mengenakan dres selutut tak berlengan dan sebuah topi yang menghiasi kepalanya. Apa yang salah? Baginya ini normal. Dan tidak terlihat sexy."Apa yang salah Mas? Aku cuma pakai dres biasa kok." kilahnya."Saya tetap tidak suka! Kalau bis
Malam pertama.Buk!"Makasi ya Dev ..." ucap Jerry pada lelaki yang menjemput mereka tadi."Oke, kalau ada perlu apa-apa kabarin aja ya mas." pria yang bernama Deva ini tersenyum ramah."Sip! Mungkin mobil Mas besok datang.""Emm." Deva mangut-mangut. Kemudian ia melirik Camellia yang terlihat terpesona dengan keadaan sekitar."Dia ... Mirip Mbak Tamara ya Mas." ucapnya lagi lirih.Jerry melirik Camellie sekilas, lalu kembali menatap deva."Mungkin.""Kamu benar mencintainya?""Entahlah ..., aku hanya ingin menjaga apa yang ada di dalam tubuh gadis itu.""Aku paham. Tapi jangan sakiti dia, sepertinya dia masih naif.""Aku mengerti.""Baiklah. Aku pergi.""Ya. Hati-hati."Deva melangkah ke mobilnya seraya pamit pada Camellia. Perlahan mobil sedan merah itu menghilang dari hadapan mereka. Camellia terlihat gugup saat Jerry menatapnya."Ayo masuk