Berhari-hari berikutnya Edo terlihat murung. Sepertinya ia tengah menimang suatu keputusan terberat di dalam hidupnya."Apakah tidak apa-apa jika aku mengorbankan Gara demi mendapatkan Bella?"Edo bertanya pada dirinya sendiri melalui pantulan cermin di dalam toilet sekolah yang sepi saat jam mata pelajaran tengah berlangsung."Tapi... Tapi Gara itu sahabatku. Aku akan benar-benar menjadi orang sejahat Sabia jika tutut andil di dalam rencananya."Edo menunduk. Di dalam benaknya terlintas lagi bagaimana ia melihat Gara pulang dan pergi bersama Bella dalam satu mobil, itu benar-benar membuatnya cemburu. Lalu Edo juga teringat bagaimana Gara menghabiskan malam minggu yang romantis dengan Bella disaat dia terluka untuk gadis itu. Rasanya hal itu tidak adil bagi Edo.Harusnya Edo mendapatkan perhatian Bella yang lebih daripada Gara. Mengapa Bella justru memilih pergi dengan Gara. Apakah semua hal yang Edo lakukan untuk Bella itu tidak berarti apa-apa? Edo bertanya dengan perasaan tak tentu
"Ra, kok tiba-tiba Sabia ngundang aku party ya. Mencurigakan nggak sih?" Tanya Bella saat Gara selesai berganti piaya. Mereka memang tengah bersiap untuk tidur."Curiga gimana sih Bel?"Gara menata posisi bantalnya agar lebih nyaman sebelum ia merebahkan diri."Ya, aneh aja gitu Ra. Kan kemarin dia baru aja membuat citraku buruk di depanmu. Dia melukai dirinya sendiri dengan tujuan menjebakku. Andai kamu waktu itu nggak ada di sana pasti kamu bakal percaya kalau aku ngelukai Sabia.""Terus setelah rencana itu gagal dia justru bikin party. Pake niat banget ngundang aku. Mana sekelas tuh yang diundang cuma aku tau. Vano sama Vanilla nggak diundang."Gara menarik tangan Bella agar merebahkan diri di sampingnya. Sepertinya sekarang mereka benar-benar sudah seperti suami-istri yang sesungguhnya. Gara mulai terbiasa dengan hadirnya Bella di sisinya."Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kamu tau nggak negatif thinking bawa pengaruh buruk buat janin yang kamu kandung loh," kata Gara bercanda.Bel
Pesta Sabia di gelar dengan meriah di sebuah hotel bintang lima termahal di kota ini. Pestanya bertabur dekorasi mewah dari pintu masuk sampai ke ruang pesta."Nanti kalau kita mengadakan resepsi pernikahan buat yang lebih keren dari ini ya," bisik Gara di telinga Bella sambil menggandeng mesra lengan wanita itu."Memangnya masih perlu ya kita buat resepsi pernikahan?" Tanya Bella. Malam ini ia mengenakan gaun putih yang sangat elegan di tubuhnya. Sapuan make up tipis-tipis dipadukan pernik perhiasan secukupnya membuat tampilan Bella semakin menawan. Rambutnya juga di tata sedemikian rupa. Pertama kali Gara melihat Bella seakan tidak bisa bergerak. Ia benar-benar terpukau oleh kecantikan istrinya."Masih. Kamu ingin pesta yang seperti apa?" Tanya Gara. Laki-laki itu juga terlihat sangat keren dengan balutan stelan jas hitam dari brand pakaian ternama."Aku nggak kepengen pesta. Aku kepengennya bisa sama-sama kamu selamanya."Gara tersenyum."Aku bakal nemeni kamu sampai kapanpun. Tena
"Kau mau mencoba minum wine Ra? Umur kita udah legal kok untuk meminumnya." Tanya Edo."Aku tidak minum alkohol Do," tolak Gara tegas."Baik. Aku ambil jus dulu kalau begitu."Gara tidak memperhatikan Edo sama sekali, ia sibuk memandang ke arah toilet wanita. Pikirannya terlalu penuh pada Bella yang pergi digiring Sabia. Ia takut sesuatu terjadi pada istrinya mengingat terakhir kali Sabia berusaha menjebaknya.Apapun yang dilakukan Edo, Gara benar-benar tidak tahu. Termasuk saat laki-laki itu memasukkan sesuatu ke dalam gelas minuman Gara."Liatin apa sih Ra? Daritadi kelihatannya khawatir banget." Edo datang lagi dengan segelas jus jeruk untuk Gara."Aku khawatir sama Bella, Do. Dia itu nggak akur sama Sabia." Gara mengambil minuman di tangan Edo.Edo menepuk bahu Gara sambil meminum jus apel di tangannya."Udahlah Ra jangan takut berlebihan. Cewek-cewek kayak gitu memangnya bisa apa sih?""Bisa apa? Kamu tidak tahu saja Do kalau dua cewek itu sama-sama putri mafia. Mereka bisa salin
"Bel, kenapa kamu meminum minumanku? Kamu nggak tahu kan apa yang dicampurkan Edo ke dalam jus itu?" Tanya Gara saat mereka sudah ada di dalam mobil menuju arah pulang.Rupanya Gara mendengar semua hal yang diucapkan Edo di dalam toilet. Saat itu Gara berniat menyusul Edo karena bocah itu tak kunjung kembali ke kelas saat meminta ijin ke toilet. Siapa sangka di dalam toilet Gara mendengar Edo berbicara pada dirinya sendiri.Sebab itu setelah istirahat Gara memancing Edo dengan mengatakan bahwa Gara merasakan firasat tidak enak mengenai pesta Sabia. Tapi rupanya Edo memilih untuk tidak jujur pada sahabatnya sendiri."Aku cuma mencoba menyelamatkanmu." Bella memijit pelipisnya. Kepalanya terasa pusing, seluruh badannya panas."Terus kenapa kamu harus menantang Sabia minum wine?""Aku hanya mencegah dia merencanakan rencana lain. Dia itu tipikal gadis yang penuh ide-ide licik Ra. Kalau dia tidak mabuk belum tentu sekarang ini kita bisa keluar dari tempat itu."Gara menoleh pada istrinya.
Sabia terbangun sembari memegangi kepalanya."Ya ampun pusing banget," kata Sabia. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada dirinya semalam. Sayangnya yang Sabia ingat terakhir kali hanya bersaing minum wine dengan Bella. Setelahnya ia benar-benar tidak ingat apapun lagi. Berarti ia benar-benar mabuk parah."Sialan si Bella. Sampai bikin aku semabuk ini."Sabia turun dari ranjang. Ia berniat ke toilet untuk membasuh wajahnya. Namun di tengah jalan langkahnya terhenti karena melihat seseorang tertidur pulas di atas sofa."Edo?" Tanya Sabia tidak percaya.Sabia mendekati laki-laki itu."Edo!" Sabia memanggil keras. Berharap laki-laki itu mudah dibangunkan.Sabia melihat Edo. Jangankan bangun, suaranya saja mungkin tidak didengar oleh Edo. Laki-laki itu masih anteng dalam posisi tidurnya. Ia menutup matanya menggunakan lengan untuk menghalau silau lampu."Ya, ampun kebo banget. Edo!" Sabia menyentak tangan Edo sampai laki-laki itu terbangun."Kamu ngapain tidur disini?" Tanya Sab
Pagi ini bersama rinai hujan yang turun, mendadak anak-anak di gedung B berteriak-teriak heboh sekali saat mereka menyaksikan pemandangan di parkiran belakang gedung. Bahkan kehebohan mereka terdengar dari tedung C dan D."Ya ampun sweet banget!" Teriak para cewek sambil tersenyum kegirangan."Kayak adegan drama Korea nggak sih?" ucap cewek lainnya."Inimah drama Korea in real life tau," timpal cewek lainnya."Ya ampun dia yang dipayungi aku yang meleleh.""Tolong ya semesta, sisain satu cowok yang sweetnya kayak gitu. Aku juga pengen dicintai secara ugal-ugalan."Teriak-teriakan seperti itu tidak berhenti selama beberapa saat lamanya."Ra, udah sih. Kamu bikin heboh aja tau nggak," kata Bella.Gara tak menggubris, ia tetap merangkul bahu Bella sembari memayungi tubuhnya agar tidak basah oleh air hujan.Teriakan anak-anak cewek semakin menjadi-jadi saat Gara mengantarkan Bella sampai ke depan pintu kelasnya."Cciiiieeee... Ciieeeee... Bella. Ya ampun bikin iri aja. Di anterin sampe de
Gara tersenyum-senyum sambil berjalan ke gedung A."Gila, nggak nyangka beristri putri mafia pada akhirnya membuatku jadi sebahagia ini. Kupikir setelah dibuat terluka oleh Sabia aku tidak akan pernah mengenal indahnya cinta lagi. Namun takdir Tuhan siapa tahu. Di balik musibah fitnah yang menimpaku ternyata aku justru diberikan kesempatan jatuh cinta dengan istriku," kata Gara di dalam hati."Ngapain cengar-cengir sendiri?" Tanya Edo begitu bertemu dengan Gara di kelas 12 IPA 1."Nggak apa-apa," jawab Gara berbohong. Ia melepaskan hodie yang ia kenakan. Menyampirkannya ke sandaran kursi."Barusan kamu bikin heboh apa di gedung B?" Selidik Edo."Mana ada?" Kilah Gara."Mana ada katamu... Noh, buktinya banyak yang upload story patah hati karena kamu nganterin Bella ke kelasnya pake payung sambil dirangkul." Edo menunjukkan bukti nyata yang membuat Gara tidak akan bisa berkilah lagi."Gitu doang Do.""Gitu doang kamu bilang? Kamu lebih baik jujur deh sama aku udah sejauh apa hubungan ka