Gara mengikuti Edo dan Sabia di belakang."Loh, dokternya nggak ada? Hujan gini dateng nggak sih?" Tanya Edo begitu melihat ruang UKS kosong melompong tidak ada yang jaga."Dateng mungkin agak siang sih," jawab Gara ia masih berada di depan pintu UKS saat Edo dan Sabia sudah lebih dahulu masuk."Kamu tiduran aja Bi di sini," kata Edo menyuruh Sabia tiduran. Sabia yang pada dasarnya memang sangat pusing maka dia tidak protes sedikit pun. Ia buru-buru berbaring ke salah satu ranjang UKS."Kalian jangan pergi dulu ya. Temeni aku sampe dokter yang jaga UKS dateng," pinta Sabia. Sepertinya kali ini ia tidak sedang mendrama."Iya, kami temeni," jawab Edo menyanggupi."Kamu butuh apa ngomong aja Bi," Edo mengimbuhi.Gara yang sedari tadi berdiri di depan pintu memerhatikan mereka dalam diam. Lama-lama kok dia malah merasa seperti obat nyamuk."Aku butuh obat sakit kepala Do. Bisa tolong cariin nggak? Kepalaku sakit banget."Edo segera menuju kotak obat. Ia mencari-cari obat sakit kepala. Ent
Belum pernah Bella melihat Gara marah seperti ini. Tenyata saat marah Gara menjadi tidak mau bicara sama sekali. Itu terbukti sepanjang perjalanan pulang Gara hanya diam saja.Bella sendiri juga merasa malas untuk bicara lebih dahulu."Kenapa dia yang jadi marah sih? Orang dia yang bikin perkara. Bilangnya mau membuktikan untuk menjauhi Sabia. Heleh bullshit. Nyatanya berduaan mesra di ruang UKS. Kalau aku yang sakit belum tentu juga dia sepertihatian itu," Bella mengomel di dalam hati.Ia kemudian mengambil gawainya. Sok sibuk bermain gawai. Padahal Bella hanya scroll-scroll sosial media miliknya. Yang penting ia kelihatan sibuk aja di mata Gara."Kita lihat aja. Siapa yang paling tahan nggak bicara. Nggak lama lagi paling Gara juga ngomong duluan," batin Bella.Mobil Gara berhenti di depan kediaman keluarga Hyuugo. Bella buru-buru turun dari mobil. Ia pikir Gara akan segera memarkirkan mobilnya di garasi, ternyata Bella salah. Gara justru memutar mobilnya untuk meninggalkan kedia ke
"Ra, kamu masih marah sama aku?" Tanya Bella."Menurutmu bagaimana?" Tanya Gara balik.Bella mengulurkan kedua tangannya untuk menyentuh pipi Gara."Jangan marah lagi Ra, aku kangen kamu," bujuk Bella manja.Gara mana bisa marah berlama-lama jika istrinya seperti ini. Mau tak mau ia luluh juga. Karena sejujurnya ia juga merasakan hal yang sama dengan Bella, yaitu rindu. Entah bagaimana ceritanya saat dua orang saling cinta bertengkar justru akhirnya berujung rindu."Umm, aku juga kangen sama kamu." Gara menunduk untuk mengecup pipi Bella bergantian kanan dan kiri."Kamu istirahat aja, aku pijitin." Gara meraih kaki Bella dan mulai memijitnya dengan telaten."Kamu nggak istirahat juga? Kamu pasti capek baru pulang.""Iya, abis mijitin kamu aku langsung istirahat. Udah kamu buruan tidur biar cepet sembuh."Kalau sedang sehat Bella pasti bakal ngeledekin Gara dengan sebutan sweet boy atau semacamnya. Tp berhubung kepalanya sedang sangat pusing Bella hanya diam saja."Ra... Aku pengen dip
Sore harinya keadaan Bella sudah benar-benar sehat. Sembari menunggu Gara pulang dari markas Hell Devil Bella memilih untuk berendam air hangat di dalam bathtub.Bella membalurkan busa ke seluruh tubuhnya kemudian memejamkan matanya untuk menikmati aroma strawberry kesukaannya.Tiba-tiba Bella merasakan kecupan singkat di keningnya. Ia kaget bukan buatan. Buru-buru Bella membuka matanya dan ia mendapati wajah Gara tepat berada di atasnya."Ngapain kamu disini?" Bella melotot. Sebenarnya ia bertanya-tanya sejak kapan Gara datang. Dan kenapa laki-laki yang sudah menjadi suaminya ini bisa datang tanpa suara. Bahkan Bella tidak mendengar pintu kamar mandi di buka."Mandi. Orang di kamar mandi mau ngapain lagi emangnya?" Jawab Gara tanpa beban dosa seperti biasanya.Bella memandang curiga kepada Gara."Kamu kenapa datang tanpa suara?""Kamu aja yang nggak denger. Keasyikan berendem tuh sampai suami datang nggak denger.""Eh, apa iya aku yang keasyikan berendem sampai Gara datang saja tidak
Bella berkutat di depan cermin rias mengenakan gaun tanpa lengan berwarna merah yang seksi dan elegan. Apalagi pada bagian bawah gaun terdapat belahan hingga ke atas lutut, hal itu menambah kesan seksinya saja. Pada bagian belakang gaun belum di kancingkan sehingga punggung mulus Bella masih terekspos."Butuh bantuan?" Tanya Gara ketika melihat istrinya kesusahan mengancingkan resleting gaun."Iya, tolong sayang," ucap Bella.Gara meninggalkan aktivitasnya mengancingkan lengan kemejanya. Ia mendekati istrinya, berdiri tepat di belakang Bella."Bukankah ini terlalu seksi?" Tanya Gara melihat pantulan bayangan istrinya di cermin dalam balutan gaun kiriman dari Ibunya Gara."Iya, kenapa? Kamu keberatan aku memakai gaun ini?"Gara menarik naik resleting gaun Bella. Gaun itu begitu pas di badan Bella. Sempurna menampilkan lekuk tubuh Bella yang memiliki pinggang ramping."Sebenarnya iya, tapi jika Ibuk mengharapkan kamu memakai gaun ini maka hargai saja."Bella berbalik ke arah Gara. Ia me
Selanjutnya mereka disapa Tuan Tohir dengan hangat."Oh, Rihanda junior ternyata juga datang?"Tuan Tohir memang memiliki panggilan khusus untuk Gara, yaitu Rihanda Junior. Entah mengapa laki-laki yang usianya sudah pantas menjadi kakek Gara itu justru senang memanggil dengan nama Rihanda Junior ketimbang memanggil dengan nama Gara seperti orang-orang pada umumnya."Kami memintanya untuk datang juga Tuan Tohir." Ibunya Gara justru yang menjawab pertanyaan Tuan Tohir."Kau sekarang sudah besar ya Rihanda Junior. Siapa rupanya gadis yang bersamamu Rihanda Junior? Apakah dia pacarmu?" Tanya Tuan Tohir begitu melihat Bella.Gara tersenyum singkat."Istriku Tuan." Gara menyalami Tuan Tohir dan istrinya bergantian.Tuan Tohir terkekeh."Anak muda jaman sekarang benar-benar. Baru pacaran sudah berani mengakui gadisnya sebagai istri di depan orang tuanya. Jaman kita dulu mana berani ya Tuan Daniel?"Tuan Daniel ikut-ikutan tertawa. Meskipun tawanya adalah tawa terpaksa yang sangat miris. Kare
Bella kembali ke meja makan sebelum orang-orang merasa curiga mengapa Bella lama sekali hanya untuk ke kamar mandi.Usai jamuan makan malam itu Tuan dan Nyonya Tohir mengajak semua orang berpindah ke ruang tengah untuk menikmati teh sambil mengobrol hangat."Oh, ya, Nak Gara dan Nak Bella kalau ingin menikmati pemandangan yang berbeda dari rumah ini mungkin bisa naik ke roof top. Dari atas sana saya jamin Nak Gara dan Nak Bella akan melihat sesuatu yang sangat menakjubkan," kata Nyonya Tohir."Apakah kami diijinkan untuk naik ke roof top Nyonya?" Tanya Gara."Tentu saja Nak Gara. Silahkan naik saja tidak apa-apa.""Baiklah. Terimakasih Nyonya.""Mbak, tolong tunjukkan jalan menuju roof top pada Nak Gara ya," kata Nyonya Tohir pada salah satu maid."Baik Nyonya," maid itu menjawab dengan sopan.Gara tersenyum. Ia meraih tangan Bella untuk mengikuti maid yang menunjukkan jalan menuju roof top. Mereka berjalan menyebrangi ruangan bersantai yang ukurannya sungguh sangat keterlaluan karena
"Aku akan ke markas sekarang juga!" Potong Bella tak sabaran untuk segera mengetahui detail lengkap informasi itu.Sambungan telepon dimatikan. Bella melepaskan jas Gara dan mengembalikannya pada suaminya."Kamu mau kemana?" Tanya Gara."Ke markas.""Malam begini Bel?""Iya. Aku tidak bisa menunda hingga esok hari Gara. Aku akan pergi.""Ayo pergi denganku." Gara meraih tangan istrinya untuk di gandeng."Tapi acaranya?""Aku akan pikiran alasan untuk membawamu pergi dengan normal."Bella mengangguk. Ia tahu Gara pasti tidak mengijinkan pergi tanpa dirinya. Laki-laki itu sangat ingin menjaga Bella dan memastikan istrinya tidak tersentuh siapa pun lagi.***Gara dan Bella tiba di markas. Penampilan Bella yang kini terlihat seksi membuat Leo terbius oleh pesona seorang Bella beberapa saat lamanya. Bahkan Leo sempat lupa jika di dalam jajaran Hell Devil Bella merupakan putri seorang pimpinan mafia.Leo memang mata-mata termuda yang di miliki oleh Hell Devil. Usianya baru dua puluh tahun.
"Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
SMA swasta pagi ini benar-benar gempar dengan berita pengakuan Gara di acara dance kompetition bahwa laki-laki yang memiliki banyak penggemar itu telah menikah dengan Bella.Kini Gara dan Bella duduk ruang kepala sekolah berhadapan dengan kepala sekolah beserta empat wakilnya."Jadi, tolong jelaskan bagaimana kronologi pernikahan rahasia ini Gara?" Tanya Pak Kepsek."Bukan apa-apa. Kejadian kamu ini bisa dianggap pelopor bagi siswa-siswi lain untuk mengikuti tindakanmu. Yang terjadi di masa depan justru akan ada banyak siswa SMA yang melakukan pernikahan di bawah umur," ujar Bapak Kepsek."Jika pernikahan saya dan Bella dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah dan tidak patut dicontoh maka kami meminta maaf kepada seluruh pihak yang bersangkutan di SMA swasta. Kami menikah bukan karena sebuah kesengajaan yang direncanakan," terang Gara merendah.Ia memang siap menghadapi situasi ini kala mengumumkan pernikahannya dengan Bella."Jadi? Karena apa?" Tanya Pak Kepsek."Karena kasus pem
"Kamu keren banget hari ini," puji Edo pada istrinya karena perempuan itu berani mengatakan hal sebenarnya di acara dance competition."Eh???" Sabia mendadak jadi blushing. Nggak biasa-biasanya Edo memuji dirinya."Beneran?" Tanya Sabia malu-malu."Bener." Edo berlutut di depan Sabia yang sedang duduk di sofa. Kemudian laki-laki itu mengusap perut istrinya."Kamu ngapain sih Do?" Tanya Sabia. Ia sebenarnya malu diperlakukan Edo seperti ini."Nggak apa-apa. Cuma pengen ngusap perut kamu aja. Udah keliatan agak buncit aja ya sekarang Bi?"Edo membuka baju Sabia dan mencium perut Sabia yang memang tidak serata sebelum-sebelumnya."Hai, kesayangan Papa gimana kabarnya hari ini?" Tanya Edo menyapa bayinya yang masih di dalam perut Sabia."Namanya juga udah empat bulan. Ini bahkan udah mulai kerasa gerak-gerak loh Do." Sabia memberitahu."Oh ya? Sejak kapan?" Tanya Edo antusias."Sejak dua hari yang lalu," jawab Sabia."Kok kamu diem aja nggak kasih tau aku?""Ck, kamukan sibuk tuh ngurusi
"CUKUP!!!" Teriakan keras itu membungkam mulut semua orang seketika."Gara?" Tanya Sabia yang sejak tadi diam saja di kursi penonton.Gara naik ke atas panggung. Ia berhenti di depan Bella."Ra..." Air mata Bella sudah tumpah. Trofi dan hadian di tangannya terlepas begitu saja. Saat ini hal yang ingin Bella lakukan adalah menghilangkan dari bumi daripada merasakan rasa malu yang tak tertanggungkan ini.Gara meraih kedua tangan istrinya."Bella, kita hanya punya dua tangan jadi kita tidak bisa membungkam mulut orang sebanyak ini. Tapi..." Gara mengarahkan kedua tangan Bella ke telinga."Kita bisa menutup telinga kita hanya dengan dua tangan agar kita tidak mendengar suara orang sebanyak ini."Bella menatap Gara dengan mata yang penuh dengan bulir-bulir kristal bening yang berjatuhan.Grep!Gara menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Ya, laki-laki itu benar-benar memeluk Bella di hadapan banyak orang."Cih, kalian lihat saja kan. Dia benar-benar seperti gadis murahan yang bisa dipeluk
Keadaan di belakang panggung sudah mulai ricuh. Mereka yang tidak bisa menerima kekalahan mulai melayangkan protes pada panitia acara. Tapi panitia acara mengatakan bahwa keputusan dewan juri adalah mutlak."Baiklah, ini saat-saat yang paling kita tunggu. Pengumuman juara pertama."Penonton di luar sepi. Benar-benar sepi. Seakan mereka siap menerima kejutan berikutnya."Juara pertama dance competition tahun ini diraih oleh...""SMA swasta!""Whoooaaaaaaaaaaaa!!!"Teriakan penonton di luar begitu membahana. Tepuk tangan, suita panjang, dan teriakan kemenangan menjadikan tempat ini benar-benar berisik sampai-sampai mengalahkan kerasnya bunyi pengeras suara."Good job anak-anak! Kalian luar biasa. Selamat menjadi juara!" Kata Edo kepada anak-anak seni tari yang tampil hari ini. Tak terkecuali pada Bella, Vano, dan Vanilla."Ini berkat arahan dan bimbingan Kak Edo juga loh. Kak Edo yang terbaik pokoknya." Bella tersenyum sambil mengacungkan jempolnya untuk Edo. Jika itu Edo yang dulu past
Kompetisi dance tingkat kota yang sangat dinantikan di gelar hari ini. Kompetisi antar sekolah ini adalah kompetisi paling bergengsi di antara kompetisi-kompetisi yang lain. Pasalnya pemenang kompetisi ini akan menentukan prestasi dari sebuah sekolah.Antusiasme sekolah-sekolah lain juga sangat tinggi. Tiap tahunnya peserta kompetisi dance selalu bertambah. Bahkan tahun ini juga. Maka persaingan akan semakin ketat."Gara bagaimana dengan riasan wajahku?" Tanya Bella begitu suaminya memasuki ruang ganti yang disediakan khusus untuk para peserta lomba."Cantik," jawab Gara sambil mengelus pelan pipi mulus istrinya.Bella tersenyum mendengar pujian dari suaminya."Bella, kamu yakin akan mengikuti kompetisi ini?" Tanya Gara. Perasaan laki-laki itu khawatir karena peringatan Sabia sebelumnya."Kamu bicara apa Ra? Aku sudah tiga bulan berlatih keras demi kompetisi ini dan saat kompetisi ini tinggal hitungan menit untuk dimulai kamu justru melemparkan pertanyaan meragukan itu?""Aku hanya kh
"Aku mau ngelatih dance anak-anak kelas 11 untuk terakhir kalinya sebelum semua jabatan kita di sekolah di copot besok," pamit Edo pada Sabia.Besok memang sudah dijadwalkan untuk serah terima jabatan seluruh OSIS lama kepada OSIS baru.Sabia mengangguk. Edo sudah mau keluar dari kelas ketika Sabia memanggil."Edo!"Laki-laki yang dipanggil itu menoleh."Ya?""Kalau aku bilang jaga hati dari Bella apa boleh?" Tanya Sabia tampak ragu-ragu. Kemarin mereka memang baru saja melangsungkan pernikahan sederhana sehingga sekarang mereka sudah menjadi suami dan istri.Edo tersenyum singkat."Bella sudah jadi milik Gara. Jadi kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh kepadaku Bi."Sabia membalas senyuman Edo. Tak berapa lama laki-laki itu benar-benar meninggalkan kelas.Sabia memilih untuk ke ruang OSIS, niatnya semula ingin melihat latihan acara serah terima jabatan ketua OSIS, namun di depan koperasi yang memisahkan gedung A dengan bangunan ruang OSIS Sabia bertemu dengan Gara."Ra!" Panggil Sabi
Bella tengah tertidur di kursi samping kemudi. Gadis kecil yang cantik jelita itu benar-benar damai sekali dalam tidurnya. Mamanya Bella tersenyum bahagia menyaksikan putri kecilnya."Lelah banget ya sayang mainnya hari ini sampe tidur pules banget," ucap mamanya Bella. Wanita itu mengemudikan mobilnya dengan tenang.Hari ini mereka baru saja bersenang-senang dari sebuah taman hiburan. Saking asyiknya main sampai-sampai mereka kemalaman di jalan saat pulang.Suasana yang tenang dan hati yang tenang seketika berganti panik kala mamanya Bella melihat datangnya sebuah truk dengan kecepatan tinggi dari arah depan. Truk itu sepertinya mengalami rem blong."Ini bagaimana? Ya Tuhan selamatkan kami," ucap mamanya Bella ketakutan.Ttttiinnnn!!! Tttiiinnnnnn!!!Truk itu mengklakson dengan keras membuat makanya Bella jauh bertambah panik. Sementara jarak truk itu semakin dekat saja.Demi menghindari tabrakan mamanya Bella membanting setir ke kanan.BBRRRAAAAAKKKKK!!!Sudut depan mobil itu mengha
Tok! Tok! Tok!"Bi, kamu lagi apa? Aku masuk ya," kata Edo.Sabia gemetar ketakutan. Ia meletakkan cutter itu di atas meja.Ceklek!Edo muncul di depan pintu tepat saat Sabia baru selesai meletakkan cutter. Edo jelas melihat hal itu. Apalagi sekarang posisi cutternya berpindah dari dalam gelas wadah pensil ke atas meja."Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Edo penuh selidik.Sabia hanya menggeleng kaku. Edo meletakkan makanan dan susu yang dibawanya di atas meja. Ia kemudian meraih kadua bahu Sabia."Jangan gila Bi. Yang kita lakukan saja sudah gila. Kenapa kamu justru ingin menambah sesuatu yang lebih gila?"Sabia menggeleng. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. Kehidupannya saat ini benar-benar di titik paling rendah. Ia tidak berdaya."Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Itu bukan solusi.""Tapi... Gara-gara aku orang tuamu."Edo meggeleng."Ini bukan gara-gara kamu saja. Tapi gara-gara kita. Kalau kamu memilih mengakhiri hidup. Bukan saja kamu yang mati tapi