Bella membuka matanya. Tidak ada kantuk yang tersisa. Tidur berkualitas memang membuat tubuh menjadi segar.Bella menoleh. Gara masih terlelap. Tangannya setia melingkar memeluk pinggang Bella. Sepertinya laki-laki itu tetap memeluk Bella sepanjang malam yang tersisa."Jam berapa sih?" Bella meraih gawainya. Ia menghidupkan layar gawai untuk melihat jam."Wastaga jam 8!" Pekiknya kaget. Pantas tubuhnya segar. Eh, dia bangun kesiangan."Ra, Ra, bangun Ra. Kita sudah terlambat sekolah loh." Bella mengguncang bahu Gara. Laki-laki itu mengeliat.Sebenarnya tadi pagi Gara sudah bangun. Tapi karena tidak tega membangunkan Bella akhirnya hari ini ia memilih tidak sekolah. Yah, sesekali mungkin tidak apa-apa. Toh, Gara sudah sangat rajin sebagai siswa."Jam berapa Bel?" Gara membuka matanya."Jam delapan Ra!" Bella sudah akan melompat dari tempat tidur ketika Gara menarik tangannya."Kenapa Ra?" Bella menoleh."Kita nggak usah sekolah hari ini.""Hah? Serius? Seorang Gara ngajak tidak masuk s
Gara masih menggandeng tangan Bella saat mereka melewati wahana ice skating. Gara menoleh."Mau nyoba main?" Tanya Gara."Aku nggak bisa Ra. Nanti malah jadi tontonan orang. Malu-maluin yang ada.""Aku ajarin.""Kamu bisa?""Dikit." Gara main tarik tangan Bella saja. Mereka berbelok ke wahana itu."Duduk sini bentar," perintah Gara menyuruh Bella menunggu di bangku panjang.Gara mengurus tiket. Tak berapa lama ia datang lagi ke tempat Bella sembari membawa dua pasang sepatu. Tanpa berkata apapun ia langsung melepaskan sepatu Bella, menukarnya dengan sepatu ice skating."Padahal kalau cuma pake sepatu gitu aku pun bisa," ujar Bella."Nggak apa-apa. Nggak tiap hari juga aku makein kamu sepatu kayak gini," jawab Gara sambil menyimpulkan tali sepatu Bella."Apa nggak love you sekebon aku kalo kamu so sweet gini Ra? Hehehehe..."Gara hanya mencibir candaan istrinya."Udah. Jangan tegak dulu. Nanti kamu bisa jatuh kalau nggak biasa pake sepatu itu." Padahal Bella baru saja akan beranjak tap
Sejak Gara masih berada di parkiran ia tampak diperhatikan banyak orang. Mereka berbisik-bisik seperti sedang membicarakan Gara. Entah apa yang dibicarakan. Tapi ini sedikit aneh bagi Gara. Apalagi saat Gara seperti menjadi pusat perhatian dimana-mana. Ia malah merasa risih."Nah, ini dateng juga orangnya!" Seru Edo. Ia langsung menarik tangan Gara tidak sabaran. Kemudian mendudukkan Gara ke kursinya."Ada apa sih?" Tanya Gara heran."Aku kira akun sosmedmu dah mati Ra. Eh ternyata sekarang meledak viral satu sekolah.""Maksudnya?" Gara masih tidak paham."Ni bocah ngebego atau memang nggak buka sosmed sih?" Revan heran."Ngomong yang jelas dong." Gara jadi jengkel karena kedua sahabatnya ini terkesan tidak to the point. Yang ada malah bikin penasaran."Buka akun sosmedmu deh Ra." Perintah Edo.Gara pun mengambil gawainya."Kenapa? Ada yang aneh?"Gara memang semalam sempat mengganti foto profilnya dari yang semula gambar kucing menjadi foto dirinya tengah memeluk Bella yang ia ambil
Gara dan Bella baru saja tiba dirumah ketika gawainya berdering. Gara melihat nama yang muncul di layar gawainya adalah Edo."Ya, Do?" Tanya Gara begitu ia mengangkat telepon."Ra! Revan Ra! Revan!" Edo langsung terteriak kencang begitu telepon tersambung bahkan nada Edo terdengar panik."Kenapa dengan Revan?" Bicara yang jelas dong Do!""Revan dihajar anak SMA negeri!""Hah??? Kok bisa???""Panjang ceritanya Ra. Bisa dateng kesini buat nolongin dia nggak? Posisinya sekarang nggak berdaya." Edo menjelaskan situasi dan kondisi di sana dengan singkat."Kalian ada dimana?""Jembatan pinggir kota." Jelas Edo. Setelah itu panggilannya terputus. Entah apa yang terjadi tapi hal ini malah membuat Gara panik. Ia khawatir kedua sahabatnya itu diapa-apakan oleh anak-anak dari SMA negeri."Kenapa Ra?" Tanya Bella penasaran."Kayaknya Revan terlibat masalah dengan anak-anak SMA negeri Bel. Mereka sedang ada di jembatan pinggir kota.""Kamu mau kesana?" Tanya Bella."Iya Bel.""Aku ikut ya Ra," pin
Di atas jembatan ada mobil hitam yang sedang memantau perkelahian pelajar dari 2 sekolah tersebut. Tak berapa lama setelah geng SMA negeri bubar mobil tersebut juga tampak melaku meninggalkan area jembatan menuju suatu tempat.Gerak gerik dari mobil tersebut amat mencurigakan.Gara menoleh."Kok kamu di sini Bel?" Gara sebenarnya agak greget. Bukankah dia sudah menyuruh Bella do rumah saja, mengapa malah menerjunkan diri ke dalam bahaya hingga sejauh ini."Aku nggak tenang Ra. Maaf ya."Gara mengangguk."Yasudah nggak apa-apa. Yang penting kamu tidak terluka," ucap Gara kemudian."Kak Revan, Ra." Bella menunjuk ke arah Revan. Disana sudah ada Edo yang sibuk menyadarkan Revan."Van, sadar Van. Kamu nggak apa-apa kan Van?" Tanya Edo khawatir.Gara dan Bella mendekat."Kita bawa ke rumah sakit aja Do," ucap Gara.Edo mengangguk."Kamu bawa aja. Biar aku bawa motornya dia."***Di markas Black Dragon, 4 geng sekolah SMA negeri bertemu seseorang."Jadi, kenapa kalian mukuli Gara?" Tanya ga
Ceklek!Bella membuka pintu rumahnya. Tiba-tiba Gara yang mengekor langsung memeluk Bella dari belakang."Ngapain sih Ra?" Tanya Bella heran melihat kelakuan suaminya.Gara meletakkan kepalanya di atas bahu Bella."Aku nggak mau kalah dari Edo," jawab Gara kayak bocah.Bella menoleh sambil mengusap lembut pipi suaminya."Mau aku kompres nggak lebam-lebammu?" Tanya Bella penuh perhatian."Nggak usah. Ntar juga sembuh sendiri.""Nanti wajah tampanmu nggak kelihatan lagi, kecewa nggak tuh fansmu," goda Bella."Biarin," kata Gara cuek."Hmmm... Padahal viral tuh kemarin.""Kamu tahu soal poto profilku yang viral?" Tanya Gara ingin tahu."Ya, ampun Ra kalau orang lain aja tahu apalagi aku yang istrimu masak nggak tahu sih?""Emang kamu istriku?" Goda Gara sambil tersenyum."Nggak diakui nih?""Kamu pikir aku bonyok gini demi siapa?" Gara merengut."Demi Revan kan?""Demi kamu juga. Mereka hampir aja ngebungkar kasus kita di depan Revan dan Edo. Mana pake hina-hina kamu lagi. Ngatain cewek
Bella menukar pakaiannya dengan dengan kemeja putih panjang dan rok pendek di atas lutut. Ia juga tampak mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Sebagai pelengkap Bella mengenakan sepatu hak tinggi yang ujungnya lancip.Tuk! Tuk! Tuk!Bella tampak menuruni anak tangga dengan sedikit terburu-buru."Mau kemana kamu?" Sergah Gara begitu melihat istrinya muncul dengan tampilan berbeda. Apalagi begitu melihat Bella menggunakan rok di atas lutut. Itu benar-benar menyakiti mata Gara. Ia masih merasa tidak ikhlas jika paha mulus istrinya dilihat laki-laki lain di luar sana."Ke markas," jawab Bella singkat. Malah terkesan cuek. Setiap kali habis berdebat ataupun bertengkar dengan Gara, Bella pasti terlihat lebih dingin."Markas apa?" Tanya Gara.Bella menghentikan langkahnya. Ia memandang tajam ke arah Bella."Markas Hell Devin tentu saja. Apa kau lupa siapa aku?" Tanya Bella balik.Gara tampak menelan ludahnya."Jangan bilang kau mau pergi sendiri.""Hei, Tuan Muda Sagara Rihanda, aku bisa menjaga
"Benar, Tuan Putri. Seperti tradisi kita selama ini dalam menerima anggota baru maka ia baru dikatakan layak bergabung saat berhasil bertahan dari serangan kami," sambung yang lainnya."Tidak perlu. Dia bukan anggota baru. Dia suamiku. Perkenalkan. Namanya adalah Sagara Rihanda."Demi mendengar ucapan Bella seluruh anggota mafia Hell Devil langsung membungkuk hormat pada Gara.Gara menjadi bingung karena mendadak begitu dihormati oleh orang-orang yang sebagian besar terlihat seram ini."Maafkan kelancangan kami Tuan Muda. Kami benar-benar tidak tahu jika Tuan Muda adalah suami Tuan Putri.""Ah, sudahlah jangan minta maaf seperti itu," Gara jadi tidak enak dan canggung.Perlahan para anggota mafia itu menegakkan tubuhnya. Mereka tidak lagi memandang Gara dengan tatapan nyalang."Baiklah, Pak Freddy, aku ingin tahu sejauh mana perkembangan sengketa lahan anggur antara keluarga Hyuugo dengan keluarga Rudolf?""Sepertinya keluarga Rudolf akan segera kalah. Mereka tidak bisa menunjukkan bu
"Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
SMA swasta pagi ini benar-benar gempar dengan berita pengakuan Gara di acara dance kompetition bahwa laki-laki yang memiliki banyak penggemar itu telah menikah dengan Bella.Kini Gara dan Bella duduk ruang kepala sekolah berhadapan dengan kepala sekolah beserta empat wakilnya."Jadi, tolong jelaskan bagaimana kronologi pernikahan rahasia ini Gara?" Tanya Pak Kepsek."Bukan apa-apa. Kejadian kamu ini bisa dianggap pelopor bagi siswa-siswi lain untuk mengikuti tindakanmu. Yang terjadi di masa depan justru akan ada banyak siswa SMA yang melakukan pernikahan di bawah umur," ujar Bapak Kepsek."Jika pernikahan saya dan Bella dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah dan tidak patut dicontoh maka kami meminta maaf kepada seluruh pihak yang bersangkutan di SMA swasta. Kami menikah bukan karena sebuah kesengajaan yang direncanakan," terang Gara merendah.Ia memang siap menghadapi situasi ini kala mengumumkan pernikahannya dengan Bella."Jadi? Karena apa?" Tanya Pak Kepsek."Karena kasus pem
"Kamu keren banget hari ini," puji Edo pada istrinya karena perempuan itu berani mengatakan hal sebenarnya di acara dance competition."Eh???" Sabia mendadak jadi blushing. Nggak biasa-biasanya Edo memuji dirinya."Beneran?" Tanya Sabia malu-malu."Bener." Edo berlutut di depan Sabia yang sedang duduk di sofa. Kemudian laki-laki itu mengusap perut istrinya."Kamu ngapain sih Do?" Tanya Sabia. Ia sebenarnya malu diperlakukan Edo seperti ini."Nggak apa-apa. Cuma pengen ngusap perut kamu aja. Udah keliatan agak buncit aja ya sekarang Bi?"Edo membuka baju Sabia dan mencium perut Sabia yang memang tidak serata sebelum-sebelumnya."Hai, kesayangan Papa gimana kabarnya hari ini?" Tanya Edo menyapa bayinya yang masih di dalam perut Sabia."Namanya juga udah empat bulan. Ini bahkan udah mulai kerasa gerak-gerak loh Do." Sabia memberitahu."Oh ya? Sejak kapan?" Tanya Edo antusias."Sejak dua hari yang lalu," jawab Sabia."Kok kamu diem aja nggak kasih tau aku?""Ck, kamukan sibuk tuh ngurusi
"CUKUP!!!" Teriakan keras itu membungkam mulut semua orang seketika."Gara?" Tanya Sabia yang sejak tadi diam saja di kursi penonton.Gara naik ke atas panggung. Ia berhenti di depan Bella."Ra..." Air mata Bella sudah tumpah. Trofi dan hadian di tangannya terlepas begitu saja. Saat ini hal yang ingin Bella lakukan adalah menghilangkan dari bumi daripada merasakan rasa malu yang tak tertanggungkan ini.Gara meraih kedua tangan istrinya."Bella, kita hanya punya dua tangan jadi kita tidak bisa membungkam mulut orang sebanyak ini. Tapi..." Gara mengarahkan kedua tangan Bella ke telinga."Kita bisa menutup telinga kita hanya dengan dua tangan agar kita tidak mendengar suara orang sebanyak ini."Bella menatap Gara dengan mata yang penuh dengan bulir-bulir kristal bening yang berjatuhan.Grep!Gara menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Ya, laki-laki itu benar-benar memeluk Bella di hadapan banyak orang."Cih, kalian lihat saja kan. Dia benar-benar seperti gadis murahan yang bisa dipeluk
Keadaan di belakang panggung sudah mulai ricuh. Mereka yang tidak bisa menerima kekalahan mulai melayangkan protes pada panitia acara. Tapi panitia acara mengatakan bahwa keputusan dewan juri adalah mutlak."Baiklah, ini saat-saat yang paling kita tunggu. Pengumuman juara pertama."Penonton di luar sepi. Benar-benar sepi. Seakan mereka siap menerima kejutan berikutnya."Juara pertama dance competition tahun ini diraih oleh...""SMA swasta!""Whoooaaaaaaaaaaaa!!!"Teriakan penonton di luar begitu membahana. Tepuk tangan, suita panjang, dan teriakan kemenangan menjadikan tempat ini benar-benar berisik sampai-sampai mengalahkan kerasnya bunyi pengeras suara."Good job anak-anak! Kalian luar biasa. Selamat menjadi juara!" Kata Edo kepada anak-anak seni tari yang tampil hari ini. Tak terkecuali pada Bella, Vano, dan Vanilla."Ini berkat arahan dan bimbingan Kak Edo juga loh. Kak Edo yang terbaik pokoknya." Bella tersenyum sambil mengacungkan jempolnya untuk Edo. Jika itu Edo yang dulu past
Kompetisi dance tingkat kota yang sangat dinantikan di gelar hari ini. Kompetisi antar sekolah ini adalah kompetisi paling bergengsi di antara kompetisi-kompetisi yang lain. Pasalnya pemenang kompetisi ini akan menentukan prestasi dari sebuah sekolah.Antusiasme sekolah-sekolah lain juga sangat tinggi. Tiap tahunnya peserta kompetisi dance selalu bertambah. Bahkan tahun ini juga. Maka persaingan akan semakin ketat."Gara bagaimana dengan riasan wajahku?" Tanya Bella begitu suaminya memasuki ruang ganti yang disediakan khusus untuk para peserta lomba."Cantik," jawab Gara sambil mengelus pelan pipi mulus istrinya.Bella tersenyum mendengar pujian dari suaminya."Bella, kamu yakin akan mengikuti kompetisi ini?" Tanya Gara. Perasaan laki-laki itu khawatir karena peringatan Sabia sebelumnya."Kamu bicara apa Ra? Aku sudah tiga bulan berlatih keras demi kompetisi ini dan saat kompetisi ini tinggal hitungan menit untuk dimulai kamu justru melemparkan pertanyaan meragukan itu?""Aku hanya kh
"Aku mau ngelatih dance anak-anak kelas 11 untuk terakhir kalinya sebelum semua jabatan kita di sekolah di copot besok," pamit Edo pada Sabia.Besok memang sudah dijadwalkan untuk serah terima jabatan seluruh OSIS lama kepada OSIS baru.Sabia mengangguk. Edo sudah mau keluar dari kelas ketika Sabia memanggil."Edo!"Laki-laki yang dipanggil itu menoleh."Ya?""Kalau aku bilang jaga hati dari Bella apa boleh?" Tanya Sabia tampak ragu-ragu. Kemarin mereka memang baru saja melangsungkan pernikahan sederhana sehingga sekarang mereka sudah menjadi suami dan istri.Edo tersenyum singkat."Bella sudah jadi milik Gara. Jadi kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh kepadaku Bi."Sabia membalas senyuman Edo. Tak berapa lama laki-laki itu benar-benar meninggalkan kelas.Sabia memilih untuk ke ruang OSIS, niatnya semula ingin melihat latihan acara serah terima jabatan ketua OSIS, namun di depan koperasi yang memisahkan gedung A dengan bangunan ruang OSIS Sabia bertemu dengan Gara."Ra!" Panggil Sabi
Bella tengah tertidur di kursi samping kemudi. Gadis kecil yang cantik jelita itu benar-benar damai sekali dalam tidurnya. Mamanya Bella tersenyum bahagia menyaksikan putri kecilnya."Lelah banget ya sayang mainnya hari ini sampe tidur pules banget," ucap mamanya Bella. Wanita itu mengemudikan mobilnya dengan tenang.Hari ini mereka baru saja bersenang-senang dari sebuah taman hiburan. Saking asyiknya main sampai-sampai mereka kemalaman di jalan saat pulang.Suasana yang tenang dan hati yang tenang seketika berganti panik kala mamanya Bella melihat datangnya sebuah truk dengan kecepatan tinggi dari arah depan. Truk itu sepertinya mengalami rem blong."Ini bagaimana? Ya Tuhan selamatkan kami," ucap mamanya Bella ketakutan.Ttttiinnnn!!! Tttiiinnnnnn!!!Truk itu mengklakson dengan keras membuat makanya Bella jauh bertambah panik. Sementara jarak truk itu semakin dekat saja.Demi menghindari tabrakan mamanya Bella membanting setir ke kanan.BBRRRAAAAAKKKKK!!!Sudut depan mobil itu mengha
Tok! Tok! Tok!"Bi, kamu lagi apa? Aku masuk ya," kata Edo.Sabia gemetar ketakutan. Ia meletakkan cutter itu di atas meja.Ceklek!Edo muncul di depan pintu tepat saat Sabia baru selesai meletakkan cutter. Edo jelas melihat hal itu. Apalagi sekarang posisi cutternya berpindah dari dalam gelas wadah pensil ke atas meja."Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Edo penuh selidik.Sabia hanya menggeleng kaku. Edo meletakkan makanan dan susu yang dibawanya di atas meja. Ia kemudian meraih kadua bahu Sabia."Jangan gila Bi. Yang kita lakukan saja sudah gila. Kenapa kamu justru ingin menambah sesuatu yang lebih gila?"Sabia menggeleng. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. Kehidupannya saat ini benar-benar di titik paling rendah. Ia tidak berdaya."Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Itu bukan solusi.""Tapi... Gara-gara aku orang tuamu."Edo meggeleng."Ini bukan gara-gara kamu saja. Tapi gara-gara kita. Kalau kamu memilih mengakhiri hidup. Bukan saja kamu yang mati tapi