"Darimana?" Miranti menyapa begitu suaminya muncul di ruang tv, wajah Tristan tampak kelelahan."Restoran," jawab pria itu dengan terburu-buru dan tampak tidak niat, bergerak menuju kamar mereka untuk membersihkan diri.Miranti melirik jam, sudah pukul 08.00 malam. Dia bangkit dari duduknya dan menyusul sang suami. Ketika dia tiba di kamar, Tristan telah berada di dalam kamar mandi. Suara gemericik air terdengar dari sana. Wanita itu, membuka walk in closet dan mengambilkan pakaian ganti, menaruhnya di atas tempat tidur.Tak lama kemudian, Tristan keluar, tanpa banyak basi-basi langsung mengenakan piyama yang disiapkan istrinya."Kamu menemui Eleanor?" Tanya Miranti pelan. Tristan mengangguk. "Ya.""Urusan pekerjaan?"Tristan menatap istrinya, "kamu mencurigai ku?""Wanita itu sudah pandai mengelola usahanya sendiri, dia tidak perlu lagi bantuanmu.""Maksud kamu apa, Mir?" Tristan menghela napa gusar. Miranti menatap suaminya dengan dalam, "tidakkah kamu sedikit menghargai perasaanku
Eleanor terjaga tiba-tiba, merasa mual menerpa dirinya. Dia bergerak bangkit dan menuju kamar mandi, memuntahkan isi perutnya. Setelah merasa agak baikan, Ele membasuh wajahnya di wastafel. Saat itulah dia mendengar bunyi bel, seseorang mengunjungi dirinya.Wanita itu menyeret langkahnya ke pintu, lalu mengecek siapa yang berkunjung malam malam begini melalui lubang intip."Mbak Mira?" gumam Ele, sedikit kebingungan. Tanpa curiga, dia membuka pintu, menyaksikan presensi Miranti berdiri menatapnya dengan wajah yang sedikit sembab. Satu tangannya berada di dalam saku celana."Boleh aku masuk?" tanya Miranti, tanpa ekspresi.Ele diam sejenak, lalu mengangguk, "Silakan Mbak."Miranti beranjak masuk, Ele menutup pintu, mengikuti langkah wanita itu yang berjalan menuju sofa yang ada disana.Eleanor membuatkan segelas minuman hangat, menyajikannya di depan Miranti yang masih diam."Apa kabar, Mbak?" tanya Ele, memecah hening."Buruk." jawab Miranti dengan pandangan tajam. Matanya menatap per
Semenjak insiden dimana Miranti nyaris membahayakan nyawanya, Tristan tak menghubungi Ele lagi. Wanita itu juga sebenarnya tidak masalah dan justru merasa bersyukur, berharap hubungan kedua suami istri itu akan lantas membaik. Tristan memang editornya, namun Ele sudah mulai mempekerjakan editor pengganti semenjak satu bulan yang lalu dengan persetujuan pria itu sendiri, mengingat Tristan juga harus mengurus bisnis yang lain.Beberapa bulan berlalu, kini kandungan Ele telah berusia tujuh bulan. Dia mulai merasakan banyak kesusahan dalam beraktivitas dan mulai mengenakan pakaian atau sepatu yang tidak terlalu ribet. Hari itu, saat Ele baru saja usai dari kantor Hadasa Publish, dia bertemu dengan Tristan di parkiran. Laki-laki itu bersandar di kap mobilnya dan tersenyum melihat kemunculan Eleanor.Ele sedikit terkejut, ini adalah pertama kalinya dia berdua dengan Tristan lagi setelah beberapa bulan terakhir. Mereka hanya berkomunikasi lewat chat, dan itupun hanya hal penting saja yang u
Mengapa sesakit ini?Effendy menahan rasa nyeri yang menyerang batinnya, dia memutar tubuh, berusaha melanjutkan langkahnya. Effendy sudah berada di rumah sakit ini sejak dua jam lalu, menjenguk ayahanda Ashley yang mengalami serangan jantung ringan. Dia hanya keluar sebentar ke restoran terdekat untuk makan siang, dan saat dia kembali, tak dinyana dia harus melihat pemandangan yang menyakitkan Eleanor mengandung anak Tristan. Secepat itukah Ele melupakan dirinya?Effendy masih berusaha memperbaiki perasaannya saat dia akhirnya tiba di ruang VVIP yang menjadi ruang rawat ayah dari tunangannya.Cakrawibowo, ayah Ashley itu terbaring di atas ruang rawat, masih tertidur pulas setelah dilakukan penanganan.Isterinya, Nyonya Bimantara duduk di sofa yang ada dalam ruangan itu, membaca sebuah buku."Ashley belum tiba?" Dewi Bimantara tampak menyorot punggung Effendy, berharap Putri semata wayangnya itu datang.Effendy menggeleng. Dewi tak banyak bicara. "Papa sudah membaik, kamu bisa kembali
Bau minyak kayu putih tercium tajam, memicu organ sensorik Eleanor aktif kembali. Perempuan yang tengah berbadan dua itu membuka mata, mendapati dirinya berada di kamar sang bunda. Dia menyaksikan di sana ada bundanya dan Tristan yang setia duduk di atas kursi rotan."Nah, sudah sadar. Mau minum, Nak?" Tanya Darmawati. Ele mengangguk, Tristan membantunya duduk, sedang sang bunda menyodorkan segelas air ke arah bibir Ele dengan sabar.Ele meneguknya sekali, lalu airmata berlomba membasahi wajahnya. Wanita itu terisak dalam diam."Ada yang sakit?" Tristan tampak cemas, duduk di sisi ranjang."Mas, sebaiknya Mas kembali dulu, Mbak Miranti pasti sedang mencari." Ujar Ele, mengusap airmatanya, "Aku tidak sakit,"Tristan menggeleng dengan keras kepala, "Tidak, aku tidak mungkin ninggalin kamu.""Ada saya, Pak. Tenanglah, Ele aman disini," ujar Darmawati dengan senyum lembut. Tristan terdiam sebentar, dia menatap Ele yang diam saja dengan pandangan kosong, lalu akhirnya Tristan mengangguk."
Terkadang, perempuan frustasi adalah sebuah sarana yang mudah digunakan. Ashley menyadari hal itu dengan baik. Dia dapat melihat perempuan didepannya itu memiliki sorot nanar dan nyaris tidak punya semangat hidup."Miranti Sumanegoro, benar kan?" Ashley bertanya memastikan. Wanita di hadapannya yang duduk di seberang meja kafe beraroma membangkit selera itu mengangguk. Miranti, istri dari Tristan."Saya kenal Anda," ucap Miranti, dengan sikap yang acuh dan tidak begitu berminat. "Anda adalah putri dari konglomerat Bimantara.""Anda tidak salah," angguk Ashley. Miranti menatap perut Ashley, "Saya lihat Anda sedang mengandung." Wajahnya semakin muram, "Selamat." Lanjutnya."Anda mungkin mengenal saya sebagai nona Bimantara, namun sebenarnya saya sudah memiliki tunangan, dia adalah Chislon Abimanyu, mantan suami Eleanor, wanita yang dekat dengan suamimu."Mata Miranti membesar, dia mendengus, "Saya muak mendengar nama perempuan sialan itu."Ashley dapat melihat, kecemburuan, rasa sakit h
Eleanor tengah menyiram bunga-bunga Melur di halaman panti, ketika sebuah mobil mewah berhenti di tepian jalan. Wanita itu menghentikan aktivitasnya, menyaksikan seorang perempuan paruh baya turun dari mobil dari kursi penumpang.Lalu emosi asing yang tidak disukainya menguasai hati. Ele memperhatikan sosok perempuan itu berjalan mendekat ke arahnya. Dia tidak suka melihat wanita ini, wanita yang dua bulan lalu datang dan mengklaim diri sebagai ibunya, namun juga menolaknya."Selamat pagi," sapa Dewi Bimantara, dia mencoba tersenyum meski itu pada akhirnya terlihat canggung. Matanya menatap wajah Ele lamat-lamat, lalu turun ke perut besar wanita itu. Kenapa dia baru sadar kalau Ele sedang hamil?"Selamat pagi, Anda mencari siapa, Nyonya?" Balas Ele sembari menatap wanita itu sekilas.Saat itu, keluarlah Darmawati yang sudah mendeteksi kedatangan tamu dari suara mobil tadi. "Saya mencari kamu," ungkap Dewi, lalu dia menoleh ke arah Darmawati, meminta persetujuan lewat gerakan matanya.
"Apa yang Nyonya inginkan?"Ele menatap ibu kandungnya dengan ekspresi datar. "Sekarang ibu tahu kalau aku masih bertahan hidup. Lalu, Nyonya mau apa?"Dewi Bimantara terdiam. "Tidakkah... Kamu ingin memanggilku Mama?"Ele mengernyit. "Saya tidak berniat. Itu terasa aneh di lidah saya...""Apakah itu artinya kamu menolakku sebagai ibumu?" Mata Dewi berkaca, namun Ele tak tampak terusik."Saya memaafkan Anda." Ujar Ele akhirnya, suaranya melembut. "Tapi saya tidak bisa memanggil Anda sebagai Mama, saya cukup tahu saja jika Anda adalah ibu kandung saya. Saya juga adalah sebuah kesalahan. Jika saya masuk ke dalam kehidupan Nyonya sekarang, bisa saja saya menghancurkan rumah tangga Nyonya yang sempurna. Kehadiran saya tak beda dengan 21 tahun yang lalu, saya tetaplah suatu ancaman bagi rumah tangga Nyonya. Maka demi kebaikan bersama, maka anggaplah..." Ele terhenyak sebentar, sorot matanya meredup. "Anggaplah kita tidak saling kenal. Saya tidak ingin kehidupan Nyonya nantinya akan tersoro
Tiga hari berlalu, Eleanor yang menyibukkan diri merawat Kaisar memilih untuk tidak menaruh harapan besar. Dia hanya ingin melihat, sejauh apakah usaha Effendy mematahkan dugaan perselingkuhan yang dia saksikan.Menepati janjinya, pagi itu Effendy kembali datang ke kediaman Winata.Namun kali itu, dia tidak sendirian, melainkan bersama perempuan Indo-Prancis yang Ele kenali sebagai Irliana. Perempuan yang berciuman dengan suaminya.Gemma membawa Kaisar bermain -main ke taman, Gemmi turut nimbrung bersama kakaknya ke sana.Di ruang tamu, Eleanor duduk bersama Ayahnya. Sedang Anita memilih untuk tidak turut campur. Dia tidak menampakan dirinya di ruang tamu.Sultan mempersilakan Effendy dan Irliana duduk. Memindai sosok Irliana sejenak, lalu laki laki itu bicara. "Saya mendengar, putri saya meminta Anda memberikan bukti kalau Anda memang tidak berselingkuh."Effendy mengangguk, "Ini Irliana, perempuan yang merupakan sahabat masa kecil saya, juga yang disalahpahami sebagai selingkuhan sa
Effendy tahu bahwa Sultan Winata adalah salah satu orang terpandang yang cukup famous di negeri ini. Yang membuat dia terkejut, adalah kenyataan yang dia terima bahwa Eleanor adalah putri Sultan Winata bersama dengan Dewi Bimantara. Kedua orangtua dari istrinya ternyata masih hidup.Sekembalinya ke kediaman, Effendy di kabarkan oleh salah satu maid bahwa ada sebuah paket untuknya. Ketika dia membuka, itu adalah surat perceraian, yang menunggu tanda tangannya.Secepat itu?Effendy meremas kertas itu dan membuangnya ke sembarang arah. Dia tidak akan Sudi menandatangi surat perceraian itu. Chislon merasa hatinya menjadi dingin dan sakit, dia merasa Eleanor tengah membalasnya. Dulu, dia yang melayangkan surat cerai pada istrinya.Effendy tak ingin menunggu waktu yang lama, dengan mengendarai mobilnya, Chislon menuju kediaman Sultan Winata. Dia tidak merasa kesulitan karna alamat itu begitu gampang dia peroleh dari Mahesa.Kediaman Sultan Winata masuk dalam kawasan elit. Ketika ia turun da
Berita tentang Adallard Quentin yang melakukan kekerasan pada istrinya langsung menjadi konsumsi publik, perihal semua perlakuannya yang terekam di siarkan langsung ke sosial media.Kepolisian Indonesia akhirnya menyerahkan kasus itu pada Polisi Prancis. Berbeda dengan sebelumnya, polisi Prancis tidak bisa berbuat banyak atau menutup mata karna tekanan publik.Irliana kembali ke Prancis untuk menghadiri sidang putusan dan juga untuk pengajuan perceraian terhadap suaminya. Dia berjanji pada Effendy akan kembali ke Indonesia setelah urusannya selesai. Dia berharap, Effendy juga bisa segera menemukan keberadaan Eleanor. Wanita itu tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan maaf berulangkali.Effendy melepasnya di bandara, hanya mengangguk atas semua ucapan ucapan Irliana."Kabari aku jika sudah menemukan istrimu, aku akan kembali ke Indonesia untuk membantu menjelaskan semuanya... Aku juga ingin meminta maaf secara langsung padanya..." Itu adalah ucapan terakhir Irliana sebelum beran
Harapan Effendy meredup, sampai keesokan hari, istri dan anaknya tidak pulang ke rumah. Sedang Irliana untuk sementara dia izinkan tinggal di kediaman utama agar bisa langsung memberikan klarifikasi jika Ele kembali sewaktu-waktu.Eleanor bak di telan bumi, ponselnya tidak dapat di hubungi. Effendy sampai menggunakan nomor baru untuk menghubungi, namun tetap tidak bisa. Itu menandakan kalau Ele mungkin sudah berganti nomor saat itu juga.Ketika Chislon memutuskan untuk datang ke panti asuhan ke esokan harinya, dia tidak menemukan Eleanor di sana, bahkan menurut sang bunda, Ele tidak datang ke sana sama sekali.Rasa bersalah, marah, cemas dan khawatir membuat Chislon merasa tidak tenang. Dia berdiri di balkonnya, mengerahkan orang-orangnya untuk mencari keberadaan sang istri."Aku benar-benar minta maaf, Chislon." Irliana menghampiri Chislon yang berdiri di balkon lantai dua. Laki laki itu baru saja mengecek laporan dari orang-orangnya yang masih nihil."Sekalipun kamu meminta maaf rib
Ketika Effendy tiba di rumah yang di tempati Irliana, dia melihat sosok Adallard yang berdiri bersandar di sisi mobil miliknya. Laki laki dengan cambang halus yang menghiasi dagunya itu tersenyum miring ketika berhadapan dengan sosok Effendy.Keduanya berhadapan -hadapan dengan tinggi tubuh yang tampak setara. "Effendy Chislon Abimanyu," eja Adallard menilai laki-laki di hadapannya dari atas sampai bawah. Dia membuka mulutnya dan berbicara dalam bahasa Prancis, dengan suara rendah dan manipulatif. "Aku sudah tahu, kamu, memang Chislon yang itu. Sahabat masa kecil istriku...." "Irliana tidak suka dengan kehadiranmu." Tandas Chislon dalam bahasa Prancis."Siapa yang perduli," Adallard mengangkat bahu dan tertawa pendek. "Seberapa kuatpun kamu berusaha melindunginya, apakah kamu pikir hukum akan melindungi seorang laki laki yang menyembunyikan seorang wanita dari suaminya?""Kamu tidak pantas menjadi suaminya." Effendy tersenyum sinis, menghunus lawan bicaranya dengan pandangan tajam l
Effendy terbangun pagi itu, menyadari dia tertidur semalaman sembari memeluk istrinya. Eleanor masih lelap, wanita itu sepertinya tidak sadar membalas pelukan suaminya. Laki-laki itu sudah bermaksud membereskan permasalahan mereka hari ini. Dia tidak bisa membiarkan Ele dalam persepsi salah tentangnya lebih lama.Dia mengusap rambut Eleanor, mencium dahinya. Saat itu, Ele terbangun. Sang istri tampak terkejut menyadari posisi mereka dan langsung melepaskan diri, menjauh lalu perlahan bangun dari tempat tidur.Sebelum Effendy bicara apapun, Ele telah bergerak masuk ke dalam kamar mandi.Effendy hanya bisa menghela napas kasar. Dia pelan bangkit, bermaksud mengecek bayinya lebih dulu. Nyatanya Kaisar belum bangun. Ketika dia kembali ke kamarnya, Eleanor sudah keluar dari kamar mandi.Merasa Ele masih belum bisa di ajak bicara, Effendy akhirnya masuk ke kamar mandi. Dia berencana tidak akan ke kantor hari ini. Saat Effendy keluar, dia mendapati istrinya tak lagi ada di sana. Selagi ia me
Ketika ia terbangun, Effendy lekas membasuh wajahnya, lalu bermaksud keluar untuk kembali mencari ponselnya. Itu baru menjelang pukul enam pagi.Effendy melihat Irliana berada di dapur, sibuk memasak sesuatu. Mungkin sarapan pagi. Ketika dia melihat Effendy, Irli mendekat dan menyodorkan sebuah benda dari balik celemeknya."Ini ponselmu, aku lihat ketinggalan di pantry," kata Irli pula. Effendy sedikit berpikir, semalam ia mencari sampai kesana, namun dia tidak menemukan gawai tersebut di meja pantry. Atau dia hanya kurang memperhatikan?"Terimakasih," sambut Effendy pula. Irli menjadi lebih diam."Kamu sudah akan kembali?" Tanya wanita itu setelah kesunyian mengendap di antara mereka beberapa ketika."Ya,"Irli terdiam sejenak, "Aku membuatkan sarapan untukmu, apa tidak bisa menunggu?"Tak tega melihat wanita itu semakin kecewa, Effendy mengangguk. Lagipula itu hanya nasi goreng, lima menit kemudian telah matang.Maka keduanya pun sarapan di meja makan dengan duduk berhadapan muka. S
Supermarket terdekat dari rumah yang ditempati Irliana bukan supermarket besar. Wanita itu akhirnya memilih pergi berbelanja untuk mengisi waktu. Selain itu, Irliana adalah seorang yang suka memasak dengan tangannya sendiri.Penjagaan dari para guard Abimanyu masih terus ketat di sekitarnya, namun tidak membuatnya risih. Lagipula, setiap keluar Irli selalu menggunakan topi, kacamata dan masker supaya dia tidak di kenali. Wanita itu menyusup di salah stand dan mulai memilih sayuran.Di sampingnya, mendekat seorang lelaki dengan keranjang troli, mulai turut memilih sayuran. Irli tidak menatap atau memerhatikan sosok di sampingnya. Dia memilih fokus memilah milah sayuran untuk menu yang di masaknya malam ini. Irli merasa antusias, dia ingin mengundang Effendy nanti."Begitu manis, pasti suami Anda bahagia punya istri seperti Anda." Seseorang berbicara dalam bahasa Prancis.Seperti mendengar suara dari neraka, Irli tersentak. Suara serak dan manipulatif itu sangat di kenalnya. Dia menole
Beberapa hari berlalu dengan normal. Akhir-akhir ini Effendy pulang ke rumah tepat waktu, bahkan dia mengambil cuti dua hari untuk membawa Ele dan Kaisar berjalan-jalan, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya. Meski kecurigaan Ele mengendur, namun dia tetap tak lantas berhenti lama sekali.Pagi itu, Effendy memutuskan ke kantor karna ada meeting tentang pemetaan program di Maluku, mengenai usaha tambang Ab Gallia yang ada di sana.Ketika dia mandi, Ele tengah merapikan seprei. Saat dia menimbang akan mengganti seprei itu dengan yang baru, wanita itu melihat layar ponsel suaminya menyala. Effendy terbiasa menaruh ponselnya di nakas dekat tempat tidur. Terbawa penasaran, Ele mendekat dan melihat notifikasi.[Kapan mengunjungiku? Aku bosan.]Kata terakhir di bubuhi emoticon sedih. Ele membaca nama yang tertera di sana. Irry L.Siapa Irry L?Eleanor melihat ke arah pintu kamar mandi nun di sana, masih mendengarkan bunyi shower yang menderu tanda suaminya masih dalam aktivitas mandin