Share

7. Menahan Rasa Sakit

"Makanan apa ini? Kenapa rasanya tidak jelas sekali?" Ze menghentakkan sendok ke piring hingga terdengar suara dentingan yang cukup keras.

"Maaf, Tuan, tapi saya sudah mengetes rasanya dulu sebelum disajikan di meja makan," sanggah Hely.

Pagi-pagi sekali, wanita itu memesan taksi dan pergi ke pasar. Ia membeli, ayam, ikan, daging, telur, sayur-mayur, dan rempah-rempah untuk persediaan selama satu Minggu. Hari ini, ia memasak ayam rica-rica dan sayur jagung muda dicampur buncis. Namun sayangnya, masakan yang ia buat dengan sepenuh hati justru tidak dihargai sama sekali oleh Ze.

"Apa kau bilang? Kalau aku bilang rasanya tidak jelas, itu artinya harus diganti. Kau tidak berhak menyanggah dan kau harus memasak menu yang lain," geram Ze sambil menggertakkan giginya.

"Baiklah," balas Hely lesu. Ia lekas berbalik dan membuka lemari pendingin.

"Sebelum kau memasak, kau buatkan aku kopi lebih dulu. Aku mau menunggu sambil menikmati kopi dan membaca koran," ujar Ze seolah lupa sudah waktunya pergi bekerja.

"Baik, Tuan." Hely menutup kembali lemari pendingin dan bergegas membuat kopi.

"Aku mau ke ruang tamu. Jangan lupa antar kopinya ke sana," kata Ze sambil beranjak bangun dan keluar area meja makan.

Hely hanya menoleh sekilas, lalu ia melanjutkan aktivitasnya. Meraih cangkir dan mengisinya dengan gula juga kopi hitam. Kemudian, menuangkan air panas ke dalamnya. Setelah itu, ia mengantarkannya ke ruang tamu.

"Ini, Tuan, kopinya," kata Hely sambil meletakkan cangkir kopi di meja.

Ze hanya melirik sekilas dan meraih cangkir kopi itu. Lalu, sudut bibirnya naik sebelah terlihat seperti orang yang memiliki niat jahat. Sepersekian detik kemudian, ia mulai melancarkan aksinya.

"Kopinya terlalu pahit, cepat buatkan lagi," kata Ze setelah meneguk kopi buatan Hely.

"Tidak mungkin terlalu pahit, Tuan. Biasanya, saya membuatkan kopi untuk Tuan dengan takaran itu," sanggah Hely tidak percaya.

"Jadi menurutmu aku berbohong?" Ze menatap Hely sambil menggertakkan giginya.

"Tidak, bukan itu maksud saya." Hely terlihat kebingungan. Ia takut menggugah amarah Ze lagi, "Ya sudah, saya buatkan lagi kopinya."

Hely lekas menuju dapur dan membuatkan kopi lagi untuk Ze. Ia menambahkan sedikit gula pada kopi yang baru ia buat. Kemudian, ia kembali ke ruang tamu mengantarkan kopi itu pada suaminya.

"Astaga, Hely! Sebenarnya kau bisa buat kopi tidak, sih? Ini terlalu manis dan kau harus membuatkanku yang baru," kesal Ze.

Sebenarnya, kopi pertama sudah pas. Hanya saja, Ze sengaja ingin mengerjai Hely. Jadi, ia sengaja berkata kopinya terlalu pahit dan sekarang justru menjadi terlalu manis.

"Perasaan aku hanya menambahkan sedikit gula, tapi kenapa malah jadi terlalu manis?" batin Hely bertanya-tanya.

"Kenapa malah bengong? Cepat buatkan aku kopi lagi!" tanya Ze kesal. Bagaimana bisa wanita itu melamun di saat ia menyuruhnya membuat kopi yang baru.

"Ah iya, Tuan, maaf. Kalau begitu, saya ke dapur dulu untuk membuat kopi yang baru," pamit Hely. Ia masih kepikiran dengan kopi kedua yang katanya terlalu manis.

Wanita itu menghentikan langkahnya sejenak dan menoleh ke belakang. Ia melihat Ze yang sedang tersenyum alih-alih marah karena rasa kopi buatannya tidak sesuai seleranya. "Aku yakin ada yang tidak beres," bisik Hely dalam hati.

Beberapa detik kemudian, Hely melanjutkan langkahnya ke dapur. Ia mencicipi dua gelas kopi yang telah ditolak oleh Ze karena merasa curiga. Dan ternyata, rasa manisnya pas dengan rasa pahit kopi hitam.

"Oh, jadi Tuan Ze sengaja mau mengerjai aku." Hely tersenyum menyeringai mendapati niat buruk sang suami, "Oke, sekarang kita buat kopi spesial untuk suami yang sangat-sangat spesial," imbuhnya setelah menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Hely meletakkan dua cangkir gelas kopi ke wastafel dan meraih cangkir baru. Tatapan matanya tertuju pada toples kaca berukuran kecil bertuliskan garam. Ia mengulurkan tangannya meraih toples garam dan sendok teh.

"Sekarang bukan pakai satu sendok teh gula lagi. Sekalian saja pakai dua sendok makan garam," lirih Hely sambil memasukkan dua sendok makan garam dan satu sendok makan kopi ke cangkir.

Setelah itu, ia menuangkan air panas ke dalam cangkir dan mengaduknya. Kemudian, ia ke ruang tamu dan menyerahkannya pada Ze.

"Ini, Tuan, kopinya. Mudah-mudahan saja kali ini sesuai selera, Tuan," ucap Hely sambil meletakkan cangkir kopi di meja.

"Mmm." Ze melipat koran dan meletakkannya di meja. Lalu, ia meraih cangkir kopi dan meneguknya, "Bbrrrbb!" Pria itu menyemburkan kopi yang ada di mulutnya.

"Untung aku sudah bisa menebaknya. Kalau tidak, mungkin wajahku akan bernasib sama seperti semalam," bisik Hely menghembuskan nafas lega.

Andai ia tidak bergerak cepat menutup wajahnya dengan nampan. Mungkin wajahnya akan berlumuran air kopi panas yang Ze semburkan.

"Helios!" teriak Ze sambil menghentakkan cangkir ke meja. Manik matanya membola menatap wanita yang ia buat kerja tiga kali dalam membuatkan kopi untuknya.

"Kenapa Tuan?" tanya Hely berpura-pura bodoh.

"Kenapa kau bilang?" Pria itu meraih kembali cangkir kopi dan menyiramkannya pada tubuh Hely, "Kau sengaja membuat kopiku asin, bukan?"

"Aww, panas!" Hely memekik kesakitan sambil menarik bajunya sedikit, "Ssssttt! Tidak, Tuan, saya tidak sengaja," imbuhnya menyangkal. Ia mendesis menahan rasa sakit di tubuhnya.

Tubuh yang semula penuh luka disiram menggunakan air panas sekaligus asin membuat Hely terkejut sekaligus kesakitan. Rasanya benar-benar sakit sampai air matanya jatuh begitu saja.

"Mana mungkin kau tidak tahu? Bagaimana mungkin kau lupa yang mana garam dan yang mana gula." Ze beranjak berdiri dan berjalan memutari Hely, "Aku pikir kau tidak memiliki rasa takut. Atau kau mau aku menakut-nakutimu?"

"Tidak, Tuan. Maaf karena saya sudah ceroboh dengan masukkan garam di cangkir kopi, Tuan," sanggah Hely menyesal.

"Tidak ada kata maaf dan kau harus menebus kesalahanmu ini. Jadi, bersiaplah!" Ze tersenyum menyeringai sambil merengkuh tangan Hely.

Pria itu menarik tangan Hely dengan keras. Langkahnya begitu besar hingga membuat wanita itu kesulitan mensejajarkan langkahnya dan hampir jatuh terseret. Apalagi Ze menariknya ke arah lantai dua menyusuri banyaknya anak tangga. Lalu, membawa Hely masuk ke dalam kamarnya. Melewati tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi.

"Kau pasti kepanasan karena kopi tadi, bukan?"

Ze menunjukkan seringaian tipisnya membuat Hely menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lalu, pria itu meraih shower dan menyemprotkan air ke tubuh istrinya. Kemudian, tangan kirinya diulurkan mengisi air di bathtub.

"Ssstt, aww!" pekik Hely kedinginan sekaligus merasa perih di sekujur tubuhnya.

"Enak sekali bukan rasanya? Ah, sial! Kenapa aku senang sekali melihatmu kesakitan seperti ini?" tanya Ze menyeringai.

"Cukup, Tuan, saya mohon!" Hely mengatupkan kedua telapak tangannya dan menggosoknya.

"Tidak, ini sama sekali tidak cukup. Aku harus menghukummu karena kau berani memasukkan garam ke dalam cangkir kopiku," sergah Ze mencebikkan bibirnya malas.

Pria itu terus menyemprotkan air ke tubuh Hely. Lalu, ia menoleh ke samping dan mendapati air di bathtub sudah terisi setengah. Merasa apa yang ia lakukan pada Hely belum cukup, Ze menarik tangan wanita itu dan mendorongnya hingga jatuh terduduk.

"Tidak, Tuan, jangan!" ujar Hely sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Apalagi melihat pria itu membungkukkan tubuhnya sambil mengulurkan tangannya. Hal itu membuatnya curiga dengan apa yang akan sang suami lakukan padanya.

"Apa maksudmu, tidak? Memangnya apa yang akan aku lakukan?" tanya Ze menyeringai.

Setelah berkata seperti itu, Ze langsung menyentuh kepala bagian belakang Hely dan menekannya ke dalam bathtub yang penuh dengan air.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status