"Kau tahu? Seharusnya kita tidak bertemu lagi. Seharusnya kau biarkan aku ketika aku tidak mengenalimu. Apa kau tahu bagaimana usahaku menghapus ingatanku tentangmu? Bagaimana kerasnya aku menghapus semua luka yang kau berikan padaku? Dan sekarang, kau membuatku mengingat semuanya dengan paksa padahal aku sudah berusaha keras menghapusnya." Hely memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Suaranya terdengar seperti orang yang hampir kehabisan napas. "Menyakitkan, sangat-sangat menyakitkan sampai-sampai rasanya aku ingin mati. Kenapa aku tidak mati saja bersama anakku? Kenapa? Kenapa aku harus hidup, tapi seperti ini?"Semenderita apa pun Hely dulu, ia tidak pernah berpikir untuk mati. Siksakan seberat apa pun, ia masih memiliki semangat untuk hidup. Akan tetapi, siksaan yang Ze berikan seolah sudah mendarah daging. Terlebih, di hari di mana pria itu membunuh calon anaknya."Maaf, maafkan aku, Hely. Aku, salah. Aku bersalah. Maafkan aku, Hely." Ze memeluk Hely dengan air mata yang bercuc
"Aku lapar. Ayo, kita makan!" celetuk Hely."Oke, ayo!" Ze menjauhkan tubuhnya dan beranjak berdiri. Lalu, merangkul bahu istrinya dan mengajaknya ke meja makan."Ngomong-ngomong, maaf karena aku sudah bersikap kasar dan membuatmu sakit hati," kata Hely merasa tidak enak."Tidak. Masakanku memang kurang enak. Mungkin karena aku baru ikut kursus memasak beberapa bulan," sanggah Ze mengecup puncak kepala sang istri.Pria itu menarik kursi dan membantu Hely duduk. Di kesempatan kedua kali ini, ia akan berusaha sebaik mungkin agar Hely tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya lagi."Tidak, kok, masakanmu enak. Aku berkata seperti itu hanya ingin membuatmu marah saja," ujar Hely menjelaskan."Baiklah, aku mengerti. Lebih baik, kita makan sekarang," balas Ze mengangguk.Pria tampan itu menyendok nasi dan lauk pauk di piring Hely. Lalu, untuk dirinya sendiri dan mulai menikmatinya. Setelah selesai sarapan, mereka bersantai di ruang santai sambil menonton televisi."Mas?" panggil Hely."Hu
"Tidak, Mas. Jangan lakukan ini, aku mohon!" lirih Hely dengan dahi yang berkerut sambil menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Terlihat keringat sebesar biji jagung membasahi dahinya."Tidak, jangan, aku mohon!" lirih Hely lagi.Dengan nafas yang tersengal dan jantung yang tidak berdegup kencang, Hely terbangun dari tidurnya. Wanita itu terduduk sambil menoleh ke arah suaminya yang sedang tertidur pulas. Sudah satu bulan kembali bersama, Hely selalu bermimpi buruk. Setiap malam, ia akan memimpikan kejadian di mana Ze membunuh calon anaknya."Ya Tuhan!" Hely menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Wanita itu beranjak bangun dan berjalan menuju kamar mandi. Berdiri di depan wastafel sambil menatap pantulan wajahnya. Lalu, menundukkan kepala dan membasuh wajah. Merasa cukup segar, ia meraih handuk kecil di lemari penyimpanan dan menyeka wajahnya. Setelah itu, ia keluar dan berencana untuk mengambil minum di dapur."Mau ke mana?" tanya Ze melihat istrinya hendak keluar kamar. Suaranya
Enam tahun kemudian "Cepat, Hely! Klien sudah lama menunggu di dalam. Bagaimana bisa kau membuat pria setampan dia menunggu terlalu lama?" kata Soraya, rekan kerja Hely yang belum lama ini bergabung.Hely merupakan seorang make up artist yang sering dipakai oleh artis-artis terkenal. Wanita itu sudah bekerja sebagai MUA sekitar lima tahun setelah lulus kursus tata rias. Awalnya, banyak orang yang meremehkannya karena hanya lulusan SMA dan hanya memiliki sertifikat kursus tata rias saja. Namun setelah menunjukkan kebolehannya, ia diterima di perusahaan Lyze Make Up Artist. Perusahaan besar yang dikenal banyak artis papan atas."Iya, Ra. Aku antar Tere dulu ke sekolah makanya telat," balas Hely sambil melangkah terburu-buru.Sejak satu minggu yang lalu, Hely mendapat tugas untuk merias wajah seorang pria yang diketahui sangat berpengaruh. Namun entah siapa orangnya, ia sama sekali tidak tahu. Padahal, seluruh karyawan di perusahaan membicarakan pria tampan yang tidak memiliki celah itu
"Apa di perusahaan kita ada karyawan yang bernama Hely?" tanya Ze pada general manager di perusahaannya."Tentu saja, Pak. Saya sangat mengenal Hely karena dia bekerja di perusahaan kita sejak awal perusahaan kita berdiri. Bahkan, dia salah satu karyawan terbaik kita selama lima tahun ini," jawab general manager.Ze cukup terkejut mengetahui hal itu. Bagaimana bisa ia tidak tahu kalau sang istri bekerja di perusahaannya selama ini? Akan tetapi, ia tidak heran karena ia hampir tidak pernah datang berkunjung. Ia hanya akan menerima laporan dari Nick yang ia tunjuk sebagai CEO di perusahaannya, Lyze Makeup Artist. Ia sibuk mengurus perusahaan ayahnya karena sang ayah sudah mulai sakit-sakitan."Bagus. Cari tahu alamatnya dan serahkan padaku hari ini juga," ujar Ze memerintah. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksabaran karena sudah tidak sabar ingin bertemu istrinya."Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu." General manager lekas keluar dan mencari CV Hely ketika pertama kali melamar p
"Hai, Gadis kecil. Sedang apa menangis sendirian di sini? Di mana ibumu?" tanya Zeus penasaran.Bagaimana bisa ada anak kecil menangis sendirian di taman? Ke mana orang tuanya? Seandainya ada orang jahat dan menculiknya bagaimana?"Kenapa diam saja? Tenang saja, paman bukan orang jahat, kok." Zeus mengulas senyuman berusaha membuat Teressa nyaman."Maaf, Paman, Tere mau pulang," ucap Teresa sambil melompat turun dari ayunan."Tunggu, ada yang mau paman tanyakan!" cegah Zeus.Melihat wajah gadis kecil itu yang mirip sekali dengan Helios membuatnya berpikir bahwa Teressa anak dari istrinya. Namun sayangnya, sikap yang gadis kecil itu tunjukkan padanya justru sangat dingin."Maaf, Paman. Bunda bilang, Tere tidak boleh berbicara dengan orang asing. Jadi, maaf karena Tere harus pulang," sanggah Teressa bergegas berlari."Jangan la-ri!" Belum selesai mengingatkan, Teresa sudah terjatuh."Tere baik-baik saja, Paman." Gadis kecil itu menoleh ke belakang dan tersenyum. Kemudian, bangkit berdir
Andai Teressa tidak mirip dengan Hely dan mirip dengan Ze. Mungkin pria itu tidak akan pernah meragukannya meski Teressa memanggil Draka ayah sekalipun. Namun sayangnya, wajah gadis kecil itu duplikat dari ibunya."Tunggu-tunggu! Kalau seandainya Tere anak pengacara sok hebat itu, tidak mungkin Hely akan tinggal di tempat seperti ini dan sebelumnya. Seharusnya mereka tinggal bersama pengacara sok hebat itu atau di tempat yang mewah." Pikiran Ze sedang berperang mencari kebenaran, "Baiklah, aku akan mencari tahu nanti," lanjut pria itu memutuskan."Tidak keduanya, Sayang," kata Hely menggeleng cepat."Kalau bukan keduanya, apa artinya Tere akan tetap dititipkan di penitipan anak?" tanya Teressa murung."Hei! Jangan sedih, Sayang. Maksud bunda bukan keduanya itu, Tere akan bunda antar jemput. Mulai sekarang, kita akan selalu bersama. Entah Tere libur sekolah atau tidak, entah bunda bekerja atau tidak, kita akan selalu bersama. Jadi, Tere tidak akan dititipkan di penitipan anak dan tidak
Ze tidak bisa tinggal diam melihat putrinya dirundung. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu gerbang dan masuk. Melangkah dengan pasti dan meraih tangan anak perempuan itu dengan keras, lalu mendorongnya. Kemudian, ia lekas menghentikan laju ayunan secara perlahan dan mengangkat tubuh putrinya."Tere baik-baik saja?" tanya Ze sambil menyeka air mata di wajah putrinya."Ti-tidak, Tere pusing," sahut Teressa sesenggukan sambil menggelengkan kepalanya."Sebentar, ya, nanti akan paman obati," kata Ze lembut.Dengan napas yang memburu, Ze beralih menatap anak perempuan yang terduduk di tanah. Melepas kacamata hitamnya dan meletakkannya di ujung baju bagian depan."Kau? Siapa orang tuamu sampai-sampai kau berani mengganggu putriku?" tanya Ze geram.Anak perempuan itu memberingsut ketakutan melihat sepasang manik mata tajam nan merah milik Ze. Ia menunduk sambil berteriak dan menangis seolah sedang meminta pertolongan. Benar saja, dalam hitungan detik seorang guru berjenis kelamin perempuan