Enam tahun kemudian "Cepat, Hely! Klien sudah lama menunggu di dalam. Bagaimana bisa kau membuat pria setampan dia menunggu terlalu lama?" kata Soraya, rekan kerja Hely yang belum lama ini bergabung.Hely merupakan seorang make up artist yang sering dipakai oleh artis-artis terkenal. Wanita itu sudah bekerja sebagai MUA sekitar lima tahun setelah lulus kursus tata rias. Awalnya, banyak orang yang meremehkannya karena hanya lulusan SMA dan hanya memiliki sertifikat kursus tata rias saja. Namun setelah menunjukkan kebolehannya, ia diterima di perusahaan Lyze Make Up Artist. Perusahaan besar yang dikenal banyak artis papan atas."Iya, Ra. Aku antar Tere dulu ke sekolah makanya telat," balas Hely sambil melangkah terburu-buru.Sejak satu minggu yang lalu, Hely mendapat tugas untuk merias wajah seorang pria yang diketahui sangat berpengaruh. Namun entah siapa orangnya, ia sama sekali tidak tahu. Padahal, seluruh karyawan di perusahaan membicarakan pria tampan yang tidak memiliki celah itu
"Apa di perusahaan kita ada karyawan yang bernama Hely?" tanya Ze pada general manager di perusahaannya."Tentu saja, Pak. Saya sangat mengenal Hely karena dia bekerja di perusahaan kita sejak awal perusahaan kita berdiri. Bahkan, dia salah satu karyawan terbaik kita selama lima tahun ini," jawab general manager.Ze cukup terkejut mengetahui hal itu. Bagaimana bisa ia tidak tahu kalau sang istri bekerja di perusahaannya selama ini? Akan tetapi, ia tidak heran karena ia hampir tidak pernah datang berkunjung. Ia hanya akan menerima laporan dari Nick yang ia tunjuk sebagai CEO di perusahaannya, Lyze Makeup Artist. Ia sibuk mengurus perusahaan ayahnya karena sang ayah sudah mulai sakit-sakitan."Bagus. Cari tahu alamatnya dan serahkan padaku hari ini juga," ujar Ze memerintah. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksabaran karena sudah tidak sabar ingin bertemu istrinya."Baik, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu." General manager lekas keluar dan mencari CV Hely ketika pertama kali melamar p
"Hai, Gadis kecil. Sedang apa menangis sendirian di sini? Di mana ibumu?" tanya Zeus penasaran.Bagaimana bisa ada anak kecil menangis sendirian di taman? Ke mana orang tuanya? Seandainya ada orang jahat dan menculiknya bagaimana?"Kenapa diam saja? Tenang saja, paman bukan orang jahat, kok." Zeus mengulas senyuman berusaha membuat Teressa nyaman."Maaf, Paman, Tere mau pulang," ucap Teresa sambil melompat turun dari ayunan."Tunggu, ada yang mau paman tanyakan!" cegah Zeus.Melihat wajah gadis kecil itu yang mirip sekali dengan Helios membuatnya berpikir bahwa Teressa anak dari istrinya. Namun sayangnya, sikap yang gadis kecil itu tunjukkan padanya justru sangat dingin."Maaf, Paman. Bunda bilang, Tere tidak boleh berbicara dengan orang asing. Jadi, maaf karena Tere harus pulang," sanggah Teressa bergegas berlari."Jangan la-ri!" Belum selesai mengingatkan, Teresa sudah terjatuh."Tere baik-baik saja, Paman." Gadis kecil itu menoleh ke belakang dan tersenyum. Kemudian, bangkit berdir
Andai Teressa tidak mirip dengan Hely dan mirip dengan Ze. Mungkin pria itu tidak akan pernah meragukannya meski Teressa memanggil Draka ayah sekalipun. Namun sayangnya, wajah gadis kecil itu duplikat dari ibunya."Tunggu-tunggu! Kalau seandainya Tere anak pengacara sok hebat itu, tidak mungkin Hely akan tinggal di tempat seperti ini dan sebelumnya. Seharusnya mereka tinggal bersama pengacara sok hebat itu atau di tempat yang mewah." Pikiran Ze sedang berperang mencari kebenaran, "Baiklah, aku akan mencari tahu nanti," lanjut pria itu memutuskan."Tidak keduanya, Sayang," kata Hely menggeleng cepat."Kalau bukan keduanya, apa artinya Tere akan tetap dititipkan di penitipan anak?" tanya Teressa murung."Hei! Jangan sedih, Sayang. Maksud bunda bukan keduanya itu, Tere akan bunda antar jemput. Mulai sekarang, kita akan selalu bersama. Entah Tere libur sekolah atau tidak, entah bunda bekerja atau tidak, kita akan selalu bersama. Jadi, Tere tidak akan dititipkan di penitipan anak dan tidak
Ze tidak bisa tinggal diam melihat putrinya dirundung. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu gerbang dan masuk. Melangkah dengan pasti dan meraih tangan anak perempuan itu dengan keras, lalu mendorongnya. Kemudian, ia lekas menghentikan laju ayunan secara perlahan dan mengangkat tubuh putrinya."Tere baik-baik saja?" tanya Ze sambil menyeka air mata di wajah putrinya."Ti-tidak, Tere pusing," sahut Teressa sesenggukan sambil menggelengkan kepalanya."Sebentar, ya, nanti akan paman obati," kata Ze lembut.Dengan napas yang memburu, Ze beralih menatap anak perempuan yang terduduk di tanah. Melepas kacamata hitamnya dan meletakkannya di ujung baju bagian depan."Kau? Siapa orang tuamu sampai-sampai kau berani mengganggu putriku?" tanya Ze geram.Anak perempuan itu memberingsut ketakutan melihat sepasang manik mata tajam nan merah milik Ze. Ia menunduk sambil berteriak dan menangis seolah sedang meminta pertolongan. Benar saja, dalam hitungan detik seorang guru berjenis kelamin perempuan
Sementara Teressa mempertanyakan ekspresi wajahnya dan Hely dulu ketika menikah, pikiran Ze sibuk berlari ke masa lalu. Ia ingat betul betapa keras dirinya menolak pernikahan itu, tetapi keputusan ayahnya sudah tidak bisa diganggu gugat."Paman? Kenapa Paman diam saja?" panggil Teressa sambil mengguncang lengan ayahnya."Ah, iya. Kenapa Sayang?" tanya Ze terkejut dari lamunannya."Ini, kenapa Paman sama Bunda tidak tersenyum?" ulang Teressa bertanya."Oh itu ... mmm ... i-itu ... mmm ... Tere panggil paman dengan sebutan ayah dulu. Setelah itu, ayah akan menjelaskan, kenapa ayah sama Bunda tidak tersenyum ketika difoto dulu," sahut Ze meminta syarat.Semakin banyak berinteraksi dan mendengar putrinya memanggilnya paman membuat Ze merasa tidak nyaman. Jadi, sebelum menjawab ia ingin Teressa berhenti memanggilnya paman dan berubah menjadi ayah."Oke, Ayah. Bisakah Ayah jelaskan sekarang alasannya apa?" pinta Teressa agar sang ayah bergegas menjelaskan."Oke, anak ayah. Alasan kenapa aya
"Sebentar, ayah pikir-pikir dulu harus bagaimana." Ze fokus menatap lurus ke depan. "Ayo, Ayah! Tere takut Bunda marah lihat Tere di luar sekolah," ucap Teressa panik.Mendengar ucapan putrinya, Ze menoleh ke samping. Menatap putrinya penuh tekad dan meningkatkan laju mobilnya. Setelah tepat berhenti di depan sekolah, ia meraih topi berwarna putih dan kacamata hitam di laci."Ayo, Sayang! Nanti sembunyikan wajah Tere dan jangan sampai Bunda melihat. Oke?" ujar Ze menjelaskan sebelum benar-benar turun ."Oke, Ayah," sahut Teressa mantap.Setelah itu, Ze langsung turun dari mobil dan menoleh ke arah Hely. Lalu, ia langsung bergerak cepat sebelum sang istri semakin dekat. Mengangkat tubuh putrinya dan Teressa langsung menyembunyikan wajahnya di balik tubuh ayahnya."Ayo, Ayah, ayo!" bisik Teressa memberi semangat. Ze berjalan setengah berlari dan masuk melewati gerbang. Penjaga keamanan sempat curiga, tetapi Teressa langsung menyembulkan kepalanya sehingga penjaga keamanan itu kembali
Teressa menghentikan kalimatnya teringat akan janjinya pada sang ayah. Gadis kecil itu menoleh ke belakang. "Tapi 'kan Ayah hanya melarang Tere untuk menceritakannya pada Bunda dan tidak pada Papi Aka. Itu artinya Tere boleh cerita ke Papi Aka," bisiknya dalam hati."Tere habis bertemu siapa, Sayang?" tanya Draka penasaran."Ay-ayla, Papi. Ayla teman baru Tere," bohong gadis kecil itu. Tidak mungkin ia mengatakan kebenarannya di depan sang ibu. Jadi, ia akan menceritakannya nanti ketika sedang berdua saja dengan ayah angkatnya."Oh begitu. Ngomong-ngomong, Tere pindah rumah ke sebelah mana?" tanya Draka bingung."Tere tidak tahu, Papi. Tere belum hafal jalan soalnya. Coba deh, Papi, tanya sama Bunda," sahut Teressa sambil menoleh ke belakang."Depan belok kiri, Mas. Nanti ada rumah cat putih, nah itu rumah kami sekarang," timpal Hely menjelaskan."Baiklah. Berarti kita belok kiri, yah?" tanya Draka memastikan."Iya, Mas," balas Hely mengangguk.Tepat di tikungan, Draka membelokkan mo