Home / Romansa / Terpaksa Menikahi Pacar Adikku / 6 : Sepenggal Masa Lalu

Share

6 : Sepenggal Masa Lalu

Author: Az Zidan
last update Last Updated: 2024-06-26 20:33:59

“Hai, masih sibuk, ya?” tanya Sky dari sambungan telepon. Kali ini mereka melakukan video call.

Sky terus menatap wajah kekasihnya. Ia rindu, ia ingin bertemu dengan gadisnya. Dia ingin mendekap wanita itu tanpa batas waktu.

“Sepuluh menit lagi selesai. Aku senang kamu baik-baik saja hari ini.” Melihat Sky tetap utuh adalah hal yang membahagiakan baginya. Setiap waktu, setiap pelatihan dan pertandingan, Freya hanya ingin kekasihnya selamat. Tidak peduli dengan kejuaraan.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Babe. Ketakutanmu hanya semata karena pikiranmu saja. Aku tetap baik-baik saja. Aku pemainnya, Babe.” Sudah menjadi kebiasaan Sky membanggakan dirinya.

“Hari sial nggak ada di kalender, Sky.”

“Aku tahu, jangan mulai. Aku hanya ingin kamu mendukungku seperti keluargaku lainnya.”

“Aku mendukungmu. Meskipun aku kadang takut.”

“Percayalah aku akan baik-baik saja.”

“Hm—”

“Akhir pekan aku naik. Doain, aku, ya. Kalau aku menang, aku usahain pulang.” Mendengar kata pulang membuat Freya bersemangat.

Bagaimana tidak? Mereka sudah terpisah selama dua belas bulan. Bahkan baru sebulan mereka menjalin hubungan, Freya sudah harus berpisah jauh dari pria itu.

“Serius?” Matanya seketika berbinar. Bahkan senyum manis yang teramat dirindukan oleh Sky terukir jelas di bibir Freya yang indah.

“Tentu saja. Aku punya waktu satu bulan kalau pertandingan ini berhasil, Babe. Setelah itu F1 sudah menungguku.”

“Kalau kau menang bertanding kali ini, berarti sudah berakhir ‘kan permainannya? Kamu janji setelah menang juara dunia kamu akan berhenti.”

“Tidak. Bukan begitu. Juara dunia bukan hanya sekali, Babe.”

“Maksudmu kamu akan tetap bermain?” sela Freya.

“Ya—”

“Cukup! Aku benci sama kamu, Sky! Kamu terlalu berambisi untuk menjadi juara dunia. Kamu ngerti nggak sih gimana takutnya aku? Gimana aku terus berjanji sama diriku sendiri agar bisa buat kamu berhenti main bahaya? Sky, kamu masih muda, kamu bisa cari pekerjaan yang lebih aman ‘kan? Kenapa musti balapan,sih?”

“Karena ini impianku dan papaku, Babe. Aku sudah katakan ribuan kali ‘kan?”

“Tapi papamu udah nggak ada! Kamu nggak harus terus jalani itu kalau nggak mau kan?!”

“Kata siapa aku nggak mau, Freya?! Papa nggak ada demi ini. Aku cinta hobi dan pekerjaanku, sama seperti aku cinta kamu! Kenapa, sih kamu selalu egois?”

“Egois bagaimana?! Kamu yang egois! Aku yang terus-terusan harus turuti apa katamu. Aku yang harus sabar dengan caramu menjalani hidup penuh dengan bahaya. Pernah nggak, sih, kamu mikir gimana hancurnya aku kalau kamu kenapa-kenapa?! Pernah nggak kamu mikirin perasaanku setiap lihat kamu bertanding? Pernah nggak?!”

Melihat tangis dan air mata di wajah Freya membuat Sky serba salah. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk sekarang. Ingin rasanya, ia menghapus air mata yang meleleh di pipi kekasihnya. Akan tetapi, jarak memisahkan mereka.

“Aku—” Panggilan itu diputus secara sepihak oleh Freya. Gadis itu meraung di bawah meja kasir.

“Permisi!” Sampai suara itu mengharuskan Freya untuk bangkit dan memasang wajah baik-baik saja yang selalu dia perlihatkan pada semua orang.

“Sudah? Ada membernya, Kak?” Suara Freya serak. Matanya sembam dan basah. Pelanggan yang berdiri dibalik meja kasir itu hanya menjawab dengan anggukan kepala dan mengulurkan sebuah member card.

“Terima kasih, selamat datang kembali.” Template yang selalu diserukan Freya setelah melakukan tugasnya.

[Aku minta maaf, Babe.] sebuah pesan yang hanya dibaca oleh Freya. Ia tidak berniat untuk membalas pesan tersebut.

Sampai jam pulang pun, Freya mengabaikan pesan dari Sky. Ia kembali memesan ojek online. Senyum dan keramahannya seolah memudar. Sepanjang perjalanan gadis itu hanya menutup rapat mulutnya. Membayar uang pas lalu merangsek dalam gang rumahnya.

“Ini baju siapa?” Belum juga Freya beristirahat, dia sudah harus ditodong dengan pertanyaan dari sang ayah.

“Baju orang, Pak. Tadi aku nggak sengaja tumpahin soto, jadi kudu aku cuci.”

“Buat Bapak, ya?” Freya mengangkat pandang.

“Jangan, Pak. Aku mau kembalikan itu besok. Lagian kenapa, sih bapak kurang kerjaan banget, sampe ngorek-ngorek baju di bak,” gerutu, Freya.

“Bapak lihat bajunya bagus, ya bapak ambillah.”

“Jangan, Pak. Kembalikan,” pinta Freya.

“Kamu beli yang baru saja lagi buat ganti baju ini.”

“Pak, itu baju mahal. Uang gaji aku nggak bakalan cukup buat gantiin itu.”

“Justru ini baju mahal, makanya buat bapak saja.”

“Pak! Aku capek, aku baru pulang! Mau istirahat, Bapak kaya bocah! Nggak bisakah hanya gangguin aku tanpa hal-hal yang lain? Aku capek, Pak! Aku pengen istirahat!” Freya sudah tidak bisa menahan dirinya.

Ia punya ayah tetapi ia kehilangan peran dari pria yang terus dia panggil ‘Bapak’ itu.

“Dasar pelit! Anak nggak tahu diuntung. Coba kalau bukan karena Bapak, kamu juga nggak bakalan hidup di dunia ini.” Laki-laki paruh baya itu melemparkan pakaian setengah basah itu ke muka Freya.

Ingin sekali Freya membantah ucapan itu. Dia bahkan tidak minta dilahirkan. Terlebih dalam kondisi seperti ini. Di mana letak keberuntungannya?

Namun, Freya lebih memilih diam. Dia tidak ada tenaga lagi untuk meladeni ucapan sang ayah. Freya masuk dan langsung ke kamar mandi. Mencuci kemeja dan jas itu. Dia harus lekas mengembalikannya sebelum ayahnya nekat memakai pakaian itu sebagai gaya-gayaan.

**

Setelah jam kerja di rumah makan modern itu berakhir, Freya kembali memesan ojek. Kali ini tujuannya bukan rumah, melainkan alamat kantor Sean yang ada di gagang payung itu.

“Gila! Ini jauh banget, aku bisa telat,” gumamnya. Seraya menantikan ojek itu datang. Butuh waktu setengah jam baginya ke tempat Sean. Artinya dia tidak bisa mampir ke rumah.

“Pak! Ngebut, ya!” Begitu ojol itu datang, tanpa menunggu Freya langsung memberinya intruksi. Ia menyahut helm dan memakainya dengan cepat.

Motor itu terus melaju dengan kecepatan sesuai keinginan Freya. Beruntung tidak ada drama kemacetan di kota ini.

Dua puluh menit kemudian, dia tiba di depan bangunan besar dan tinggi. Freya menatap takjub. Berandai-andai jika dia bisa bekerja dan menjadi bagian di dalamnya.

“Pak, tunggu di sini, ya.”

“Siap, Mbak.” Freya lekas merangsek memasuki bangunan maha megah itu.

Gaya Freya yang mencurigakan langsung menyita perhatian dari petugas jaga. Tentu saja mereka harus waspada dengan wanita-wanita yang bertampang polos layaknya Freya.

“Mau cari siapa, Mbak?”

“Ah— kebetulan. Saya mau cari, Om Sean,” ucapnya enteng. Jelas, satpam itu mengira bahwa Freya adalah keponakan dari atasannya.

“Oh— Mbak, keponakannya? Tapi, perasaan Tuan—”

“Iya, Pak. Ayo, buruan! Saya nggak ada waktu buat nunggu. Kalau, Om Sean tahu keponakannya menunggu lama, Anda bakalan kena masalah!” ancam, Freya menakuti pria di depannya.

“Eh— baik. Nona tunggu di sini saja, ya.”

“Tapi cepat, ya, Pak! Saya tidak ada waktu,” katanya. Freya duduk dengan rasa tidak sabar.

Sepuluh menit berikutnya dia bisa melihat Sean berjalan mendekatinya. Bahkan senyum tipis itu sudah terkembang jauh sebelum pria itu tiba di sisi Freya.

“Maaf, Om. Aku harus berbohong sama satpam. Aku tidak ada waktu buat nungguin Om.”

“Oke tidak apa-apa. Jadi— kenapa kamu datang?”

“Ini— terima kasih untuk payungnya dan maaf untuk kemeja serta jasnya,” balas Freya. Ia menyodorkan paper bag hitam.

Sean menerima paper bag itu dengan senyuman. “Tidak perlu buru-buru sebetulnya.”

“Tidak bisa begitu. Barang-barangmu tidak aman berada di rumahku.”

Alis Sean terangkat, aneh dengan pernyataan Freya. “Kenapa begitu?”

“Banyak maling baju branded,” kelakar Freya. Hal itu mampu memancing gelak tawa Sean.

“Ada-ada saja. Baiklah, mau mampir ngopi?”

“Tidak, aku harus ke  toko yang waktu itu. Aku sudah terlambat, Om.”

“Oh— aku antar.”

“Eh—”

“Ayo! Katamu sudah terlambat ‘kan?”

“I— iya. Tapi aku sudah—”

“Sudah, ayo!” Tangan besar Sean sudah menggenggam pergelangan tangan Freya. Mereka keluar dari lobi. Freya harus meminta izin membatalkan ojolnya dan membayar tagihan sebelumnya.

“Sekali lagi terima kasih, Om,” ucap Freya dalam perjalanan menuju lokasi kerja keduanya.

“Tidak masalah, jangan panggil, Om. Aku tidak setua itu.”

“Tetap saja lebih tua dariku ‘kan?”

“Tidak juga. Anggap saja lebih dewasa dari kamu,” tandas Sean.

“Dih— sama aja ‘kan?” Sean tersenyum. Mereka tidak terlihat berbeda jauh.

Related chapters

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   7 : Keluarga Toxic

    “Kakak baik-baik aja ‘kan? Aku lihat dari tadi melamun terus, makanan juga nggak disentuh,” celoteh Dinda. Gadis itu membetulkan kacamata fasionnya sembari menyedot ingus yang hendak mencuat keluar dari hidung.Freya tertawa kecil. Dia bahkan tidak sadar tengah berada di meja makan. Seharusnya dia menikmati sarapan dengan adik bungsunya. Akan tetapi, sungguh bayangan masa lalu di kepalanya tidak mudah disingkirkan. Freya hanya ingin mengingat semua kenangan sebelum dirinya dinyatakan hamil.“Kakak baik, kok. Minum obat, Din. Nanti kalau pas pelajaran kamu bersin terus ingusmu keluar— ih! Apa nggak malu sama temenmu?” ujar Freya.Hal itu disambut dengan tawa renyah Dinda. Dia selalu bawa tisu untuk persiapan. Anak perempuan memang selalu memperhatikan penampilan.Freya sadar, dia tetap harus membagi kasih sayangnya dengan sang adik yang memang sudah kehilangan perhatian dari orang tua. Sering kali, Freya kesal dengan kehidupannya. Apalagi sekarang, dirinya sudah berbadan dua, bagaimana

    Last Updated : 2024-06-27
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   8 : Aku Hanya Mau Adikmu!

    Freya berjalan begitu saja melewati keberadaan tamunya. Bagaimana tidak Sean-lah yang datang ke rumahnya. Mulut gadis itu terasa berbusa, dia sudah katakan tidak ingin ditemui oleh pria itu, tetapi Sean benar-benar kepala batu.“Freya, tunggu!” Laki-laki itu bangkit dan mengejar Freya yang berjalan dengan langkah cepat. Dia bahkan sibuk memainkan ponselnya untuk memesan ojek online.Panggilan, Sean sama sekali tidak diindahkan oleh Freya. Dia tetap terus melangkah hingga hampir tiba di ujung gang, Sean menghadang jalan. Menutup akses Freya agar tidak lagi menghindar darinya. Tangan Sean terangkat dan menekan kedua lengan Freya.“Freya. Aku tahu kamu membenciku. Aku tidak menutup fakta itu. Aku hanya ingin melihatmu senang, Freya.”“Jika itu yang kamu inginkan, jauhi aku! Pergi jauh dariku Sean! Menghilanglah! Itu adalah kebahagiaanku! Kamu tahu aku menyesal menerimamu! Aku menyesal mengenalmu!” Freya histeris.Semua ini karena hubungan mereka. Freya kehilangan Sky karena Sean. Sky tida

    Last Updated : 2024-06-27
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   9 : Menantu Perempuan

    Sebelum keluar dari mobil, Sean mencekal tangan Freya. Gadis itu menoleh dan mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pria di sisinya tersebut.Sean mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak cincin berbentuk geometris. Transparan dan tampak jelas isian kotak itu.Ia menyodorkannya pada Freya. "Bukalah.""Tolong jangan secepat ini, Sean," tolak Freya."Tidak. Dengar, kamu pakai untuk saat ini saja. Kamu tidak mau 'kan di dalam orang berpikir macam-macam tentangmu?"Kendati itu hanya sebuah alasan untuk Sean, tetapi niatnya lurus. Dia menjaga nama baik Freya.Sean sama sekali tidak mau kalau Freya dipandang buruk oleh orang lain, bahkan adiknya sekalipun."Setelah itu aku akan melepasnya."Sean mengangguk menyetujui. Akhirnya tangan kecil milik Freya meraih kotak yang berbahan kaca itu dari tangan Sean.Senyum Sean merekah, dia senang. Dia bersyukur Freya memahami jalan pikirannya.Freya membukanya. Tidak dipungkiri olehnya, apa yang dilihat di depan mata saat ini adalah baran

    Last Updated : 2024-06-28
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   10 : Hari Sial

    Freya menatap tajam mata Sean. Siap untuk memakinya.“Kenapa?” tanya Sean dengan polos. Dia memang tidak merasa bersalah dalam hal apa pun.“Kenapa? Kamu tanya kenapa? Di dalam kita hanya pura-pura, Sean! Kenapa, kamu tidak katakan saja kalau kamu bahkan tidak ingin tahu tentang apa yang dikatakan oleh Dokter?” sanggah Freya berapi-api.“Tentang apa? Oh— tentang berhubungan itu? Aku bahkan sudah lupa apa yang dikatakan oleh Dokter.”“Itu kamu ingat ‘kan? Aku malu, Sean!”“Hei, tenang. Kalau aku katakan apa yang sebenarnya terjadi, sia-sia saja dong apa yang aku lakukan sejauh ini?” Sean kembali menjerat jemari Freya dengan lembut. “Sudah, ya. Sebaiknya kita jalan. Kamu mau ke mana? Mumpung libur kamu bisa jalan-jalan. Aku akan temani,” tambah Sean.“Aku ingin pulang,” tolak Freya. Dia bahkan tidak ada waktu untuk bersenang-senang selama ini. Mungkin tumpukan piring di rumah sudah menunggunya untuk dicuci.“Baiklah, kalau begitu maukah kamu ikut denganku? Kita ke rumah, aku akan kenalka

    Last Updated : 2024-06-28
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   11 : Calon Istri Abang

    Mobil HRV putih yang dikendarai Sean dan Freya sudah memasuki halaman rumah. Kediaman yang masih menyimpan sejuta kenangan indah dari kedua orangtuanya.Sean memutar langkah guna membuka pintu untuk Freya.Sama layaknya Divya dulu, Freya pun dibuat takjub dengan tanaman yang memenuhi halaman rumah serta di bagian lantai peling tinggi, ia melihay tanaman hias yang bergelayut menjuntai ke bawah."Ayo!" Sean menggandeng tangan Freya sarat akan kasih."Ini rumahmu?"Sean mengangguk. "Juga Sky dan dua adikku yang lain.""Kalian empat bersaudara?""Ya. Sky tidak pernah bercerita?" Freya menggeleng, dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kekasihnya.Sky hanya terus membahas tentang masa depan mereka kelak serta hobi dan keluarga Freya sendiri. Dia sangat tertutup tentang keluarganya."Mungkin Sky belum menerima kepergian orangtua kita," tandas Sean.Jemari kokoh itu mendorong tuas pintu. Dekorasi dan tatanan bufet serta sofa dari jaman Divya ada hingga sekarang tidak bergeser seinci pun.

    Last Updated : 2024-06-29
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   12 : Fakta Mengejutkan

    Sean tidak sabar menunggu kembalinya, Freya. Hingga tiba di ambang pintu ia melihat gadis yang dia nantikan tersungkur dengan muka memar di pipi. Tidak hanya itu, ada bekas tusukan kuku di lengannya.“Siapa yang lakukan ini, Freya?” Pria itu tidak habis pikir. Freya hanya seorang wanita. Dia patut dilindungi bukan justru dianiaya seperti itu. Sean juga penasaran siapa pelakunya. Jikalau pelakunya kabur seharusnya dia melihatnya di depan gang bukan?“Kita harus segera pergi, Sean. Aku sudah dapatkan apa yang dibutuhkan,” ajak, Freya tanpa mau menjelaskan rasa keingintahuan yang melanda oleh Sean.“Tunggu, aku ingin tahu kamu kenapa dan siapa yang melakukannya,” hadang, Sean.“Aku akan jelaskan nanti di mobil,” lirihnya.Tanpa diminta lagi, keduanya keluar dari rumah. Sean masih mengedarkan pandang di dalam rumah Freya, hingga gadis itu menarik tangan besarnya. Dia tidak rela melihat Freya yang tadinya penuh dengan semangat menggebu, lalu tiba-tiba menangis tanpa daya hingga terluka fisi

    Last Updated : 2024-06-29
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   13 : Dia Ayahnya!

    Sebuah poster informasi tentang nobar yang akan diselenggarakan di resto tempat Freya berada saat ini. Minggu depan siaran langsung pertandingan balap motogp akan dipertontonkan dan tempat itu menggelar di rooftop restoran. Itulah yang menyita perhatian Freya, hingga dia tidak lekas memesan apa yang ingin dimakan olehnya.Sean menatap ke arah yang dituju oleh netra kekasihnya. Pria itu mengembuskan napas dengan perlahan.“Sebelum itu dimulai, kita sudah tiba di sana, Sayang. Kumohon jangan terlalu banyak pikiran,” pinta Sean. Dia sangat mencemaskan kondisi janin Freya. Kendati saat mereka cek up tadi, semuanya tampak normal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan hasilnya akan berbeda jika, Freya terusa mermborbardir pikirannya dengan kecemasan pada orang lain— dengan kata lain, Sean cemburu.“Sedetik pun aku tidak pernah bisa mencegah memikirkan, Sky. Kamu yang katakan sendiri ‘kan? Aku boleh melakukan apa pun.”“Tapi tidak untuk saat ini, Freya.”“Lalu kapan?! Apa aku harus peduli pa

    Last Updated : 2024-06-30
  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   14 : Hari Terbaik

    Pukul enam lebih dua puluh menit, Freya dan Sean menjauh dari kolam. Kulit mereka sudah mengerut karena terlalu lama berada dalam air. Ditambah lagi, Freya belum memasukkan sebutir nasi. Kini, masih dengan bathrobe yang membungkus tubuhnya, tangan kecil itu mencengkeram mi dalam cup.Menghirup uap panas mi serta menyeruput kuah pedas yang menghangatkan tubuhnya.Keduanya duduk di resto kecil yang menghadap ke ladang bunga sedap malam. Aroma wewangian alami dari bunga itu menyeruak menggelitik hidung. Menenangkan kendati sedikit mistis."Andai aku hidup di sekitar sini. Aku pastikan setiap hari akan berendam di sana," kelakar Freya sembari menunjuk ke arah kolam yang sebelumnya sudah merendamnya selama dua jam.Sean tersenyum tipis seraya mengangguk. Mulutnya masih penuh dengan mi instan yang sama.Dering ponsel dalam saku Sean membuat keduanya tersadar. Freya sudah menitipkan benda itu sejak menginjakkan kaki di lokasi itu."Oh! Dinda, aku belum memberinya kabar, Sean. Dia pasti menung

    Last Updated : 2024-06-30

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   97 : Enam Tahun Terlewat

    Berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari Trevis Fountain, Freya, Gatra dan juga balita yang Zeta perkirakan usianya empat tahun itu duduk mengelilingi meja. Menyantap hidangan yang sudah mereka pesan. Tidak hanya itu, Freya tampak kelelahan dengan perutnya yang membuncit.“Hai. Gatra apa kabar, Sayang?” Zeta mengulurkan tangannya dengan senyum yang merekah indah.“Siapa?” tanya bocah itu dengan nada sinis. Dia kembali sibuk mengunyah salad di mulutnya.“Dia tante Zeta. Apa kamu lupa? Dia yang mengurusmu saat kecil, Nak. Kamu lupa?” jelas Sean.“Cukup, Sean. Biarkan Gatra menghabiskan makanannya dulu. Duduklah, kamu boleh bergabung,” papar Freya dengan suara yang paling tidak disukai oleh Zeta.“Ah— terima kasih. Tapi kurasa aku buru-buru. Suamiku sudah menunggu. Selamat menikmati hidangan dan indahnya Roma.” Zeta berbalik badan, tetapi sebelum itu ia kembali menoleh untuk memberikan senyum pada gadis imut yang terus menatapnya dengan rasa penasaran.“Hei, aku punya sesuatu untukm

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   96 : Bertemu Kembali

    Trevi Fountain, di sanalah Zeta berada sekarang. Dalam genggamannya sudah ada dua koin yang hendak ia lempar ke kolam di hadapannya. Menyatukan kedua tangan, ia melangitkan harapan sebelum melempar satu koin itu.“Tersisa satu koin lagi,” ucap seseorang yang sudah menemani sepanjang perjalanannya.“Aku tahu diamlah,” sergah Zeta yang disambut tawa kecil dari rekan spesialnya.“Aku akan lakukan dengan caraku. Katanya dengan cara seperti ini akan lebih mudah untuk dikabulkan, kan?” tambah Zeta.“Hm—? Seperti apa itu?”Zeta berbalik badan membelakangi fountain dan memejamkan mata sama seperti yang dilakukannya pertama kali tadi. Latas melemparkan koin melintasi bahu dengan cukup tinggi dan mendengarkan suara benda berat itu meluncur ke dalam air.Senyum ayunya masih mengembang, saat membuka mata. Akan tetapi, tiba-tiba tubuhnya membeku.Bagaimana bisa? Batinnya. Dia bahkan baru saja melayangkan doanya, dia baru saja meminta pada kepercayaan orang-orang Roma ini. Lalu kemudian sudah berdi

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   95 : Kedatangan Zia

    Bukan hal baru bagi Zeta tidak diharapkan atas hidupnya. Jauh sebelum ini, dia juga pernah disia-siakan. Pernah dibuang, dicaci-maki. Sean menawar sekaligus luka baginya setelah bertahun-tahun lalu. "Pergilah, Zie. Sudah tidak ada yang perlu kamu jelaskan, kan?" Zia menggeleng cepat. "Aku tidak akan pergi sendirian, Zeta. Kamu harus ikut denganku. Kamu harus rebut Bang Sean lagi." "Kamu ingin aku menjadi duri untuk wanita lain? Sedang aku sendiri adalah wanita. Aku menentang pengkhianatan seorang wanita, tapi aku tersakiti oleh wanita." "Zeta—" Zeta menatap Zia intens. Setelah sekian hari dia kehilangan isak tangis. Sekarang air mata itu kembali menguar setetes demi setetes. "Ayahku pecandu alkohol dan suka bermain wanita, sekaligus suka memukul ibuku. Kami berjuang sendiri untuk lari darinya. Tapi selalu gagal. Ayahku berkhianat tidak hanya sekali. Tapi, ibuku adalah orang bodoh yang pernah ada di bumi ini. Dia tetap berdiri di sisinya sampai akhir hayat. Setelah dia meninggal,

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   94 : Penjelasan

    Dalam gelap, suhu ruangan yang terasa membekukan setiap tulang dalam tubuh perempuan berambut sepinggang itu. Netra sepekat malam hanya mampu menatap kosong ke depan. Tanpa arah dan tanpa makna. Jemarinya meremas dan mengusap tidak tentu arah gawai putih miliknya. "Mbak Zeta! Buka, ya pintunya. Mbak harus makan," teriakan Runi yang selalu terdengar puluhan kali dalam sehari. Namun, tidak mampu membuat Zeta beranjak dari kursi Belezza yang ia duduki. Air matanya telah mengering, tersisa rasa sesak yang tidak juga mampu ia tepis. Luka yang membekas begitu dalam. Fisiknya telah rusak, pun demikian dengan jiwanya, kian rapuh. Pikiran yang semakin ringkih. "Masih nggak mau buka, Mas. Sebetulnya Pak Sean ke mana, to? Tega banget buat Mbak Zeta begitu. Kurang apa, sih Mbak Zeta? Ini sudah hampir satu Minggu, masih juga nggak ada kejelasan dari Pak Sean," gerutu Runi pada Bagas. Pria itu sesekali datang hanya untuk menjenguk menanyakan kabar Zeta. Namun, tidak ada kemajuan yang berarti

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   93 : Desas-Desus

    Berulangkali Zeta mondar-mandir di ruangan khusus untuk menantikan kedatangan Sean. Entah sudah seberapa keras gadis itu menggigit bibirnya untuk menghalau kegundahan hatinya. Jemari lentik itu berusaha menelepon nomor kekasihnya sudah lebih dari sepuluh kali. "Bagas, dia datang, kan? Kamu sudah pastikan kalau dia akan datang, kan?!" tegasnya. Keringat sebesar jagung sudah menimpuk riasan di wajahnya. Sekarang bukan keanggunan dan juga menawan di wajahnya. Gurat kecemasan yang justru terpancar kian terang. "Sudah, Mbak. Tadi bahkan, Pak Sean sudah siap dengan setelan peachnya. Mungkin macet, Mbak." Meski Bagas juga merasakan apa yang dikhawatirkan oleh Zeta. Namun, dia berusaha untuk membuat pengantin perempuan itu tenang. "Macet di mananya? Kita tadi jalan aman-aman aja, kan? Jalanan lancar, Bagas!" hardik Zeta. Dia sampai harus menaikkan satu oktaf nada bicaranya. Kendati hal itu tidak dilakukan mereka sama-sama tahu kalau Zeta dan seluruh orang yang hadir juga ketakutan dan

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   92 : Akad Nikah

    Zeta mengerjap cepat. "Aku— ya, kurasa aku mimpi. Dan— dan itu mengharuskan aku telepon kamu di— pagi buta. Anggap saja begitu," jawabnya dengan terengah. "Kami baik-baik saja, Nay. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Gatra tidur dengan pulas malam ini bersama Zie dan Zha. Mereka ada di rumah. Sama sepertimu tidak sabar menanti kan hari esok." "Hanya aku? Bagaimana denganmu? Apa, kamu tidak merasakan hal itu?" Entah sudah keberapa kali, Zeta menggigiti bibir bawahnya. Menekan dan menenggelamkan keresahan yang terus saja timbul saat jawaban atas pernyataannya tidak dijawab sesuai ekspektasinya. "Tentu saja aku menantikannya, Nay. Bahkan aku sangat antusias. Aku akan berdiri menantikanmu dengan jas peach yang kau pilihkan," terang Sean. Ia layangkan senyum yang tidak diketahui oleh Zeta. "Ya. Bisa kubayangkan betapa menawan dan menariknya dirimu, Mine. Kamu harus tahu kalau aku—" Lidahnya tiba-tiba terasa kelu. Ada yang menggantung di tenggorokannya hingga sepatah kata tidak mampu

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   91 : Berkhianat

    "Sean, Sky membaik. Pagi ini, dia minta makan enak katanya. Dia sembuh, Sean." Kabar itu meluncur membawa kehangatan untuk Sean. Dia merasa lega akhirnya sang adik mendapatkan harapan itu. Setelah panggilan itu terputus, Sean beralih pada Gatra dan juga Zeta. Mereka juga sudah jauh lebih baik dari semalam. Tatapan penuh keharuan dan beban yang seolah menguar begitu saja. Sekarang, dia tidak harus memikirkan nasib Gatra. Tidak harus menyembunyikan perasaannya pada Zeta dari Freya. Tidak harus menanggung beban atas kehidupan ibu dan anak itu. Sean menarik langkah mendekati Zeta. Mereka berdua duduk di atas matras dengan taburan berbagai macam mainan milik bocah laki-laki itu. "Mine? Kamu senyum? Ada apa?" Zeta menoleh memerhatikan raut wajah sang kekasih yang terlibat berbinar. "Freya baru saja telpon. Dia bilang, Sky membaik. Dia minta sesuatu untuk di makan. Aku senang, Nay." "Syukurlah. Aku juga ikut senang, Mine. Maaf aku egois dengan mengatakan ini." Sebelah alis Sean teran

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   90 : Demam

    Sorot mata Sean menatap penuh kasih pada Gatra yang terlelap di ranjang bersama dengan Zeta. Mereka baru saja pulang dari klinik. Meneguk obat masing-masing dan kini terpengaruh obat-obat tersebut. Tatapan Sean secara bergantian memerhatikan wajah kekasihnya dan juga anak dari adiknya. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Beban yang terasa salah, tetapi juga dirasa tidak benar. Tidak mungkin aku menempatkanmu dalam satu pilihan, Nay. Tapi— bahkan batinnya saja menggantung kalimatnya. Pria itu bertumpu siku pada pahanya. Merangkus wajahnya dengan kasar, mendesah frustasi. Ia raih ponselnya dan menelepon seseorang yang jauh di seberang. "Bagaimana kondisinya?" "Sky— kondisinya semakin menurun, Sean. Aku takut. Saat terlelap begini, seperti tidak terjadi sesuatu padanya. Tapi, suhu tubuhnya tidak turun sama sekali sejak keluar dari ruang pemeriksaan tadi, Sean."Lagi-lagi Sean menghembuskan napasnya secara perlahan. Menyembunyikan kesesakan dalam dirinya. "Semoga saja Tuhan beri

  • Terpaksa Menikahi Pacar Adikku   89 : Kembali

    Tubuh Zeta gemetar bukan main. Selain ia belum tidur sejak kemarin, ia pun tidak memasukkan makanan ke dalam perutnya kecuali air putih. Sekarang, ia menggendong Gatra yang mulai menurut padanya, tetapi suhu tubuh bocah itu meningkat sejak bangun tidur pagi tadi. "Mau Papa, Tante," rengeknya pelan. Tatapan matanya sayu."Mau telpon Paman dulu sampai dia datang, Sayang?" Gatra menggeleng pelan. "Mau papa, bukan telepon," jawabnya masih dengan suara yang lemah. "Sabar, ya. Paman akan segera datang." Gerakan tangan Zeta tidak berhenti barang sebentar. Ia terus mengayunkan langkah dan lengan agar Gatra merasa nyaman. "Mbak Zeta. Di luar ada masalah," lapor Nia. Ia meremas ujung apron yang dia kenakan dengan gerakan kuat. "Masalah apa?" suaranya tidak kalah lirih dari Gatra. Dengan tidak anggun, ia menarik ingus yang sudah hendak keluar dari hidung. "Itu mbak. Pembeli permasalahkan toping, katanya— katanya—""Katanya apa, Nia? Kepalaku pusing banget, bisa lebih cepat ngomongnya?""Ka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status