Malam ini Rindu sedang asyik duduk di depan cermin meja riasnya. Rambutnya panjang tergerai perlahan ia sisir. Gelap masih tampak mendayu-dayu menyelimuti seluruh kamar. Hanya temaram sinar lampu hias menempel di sudut sebagai penerang. Ketika Raja datang menghampiri sambil mengendap-endap. Sampai saat Raja berdiri di sampingnya. Lalu Rindu menoleh perlahan menatapnya. “Waha, ha, huwa, ah enggak jadi maaf Bunda lanjut dah menyisir rambutnya, hehe.” Raja tertawa geli lalu kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Merebahkan kembali lelahnya di atas tempat tidur empuk kamarnya sendiri. “Apa sih Ayah orang kok aneh enggak jelas!” ucap Rindu memutar tubuhnya menatap sang suami dengan tatapan aneh. “Kok aku yang enggak jelas Bunda. Ono no yang enggak jelas Author yang menulis. Orang romansa narasinya horor dasar. Begini kalau penulis spesialis novel horor di suruh mengikuti tren cinta-cintaan begini enggak jelas,” gerutu Raja. “Ayah itu Siska itu sebenarnya siapa sih. Bukanya kali
Ceklek, Santi mengunci pintu kamar Raja. Sedangkan Ibu Juariah dan Rindu sedang tertidur di dalamnya. Hari sudah sore menjelang magrib. Memang sengaja Santi melakukan hal ini. Agar ia leluasa pergi malam ini untuk menemui teman-temannya. Santi sudah berjanji dengan lelakinya yang bernama Alex. Lelaki itu berasal dari Negara Kanguru dan sangat berpengaruh pada Santi beberapa tahun ini. “Yes akhirnya aku bisa keluar dengan leluasa menemui Alex dan teman-teman. Ayah sedang tidak ada di rumah, bukankah dia baru saja berpamitan padaku. Pergi ke rumah Pak RT untuk merundingkan masalah kompleks di sini. Mas Raja juga belum pulang dari bekerja. Mari kita bersenang-senang tentunya.” Santi berlenggang melangkah pergi. Menuju tempat parkir bawah tanah dimanah mobilnya terparkir malas. “Ya Allah aku mendengar suara pintu di kunci dari luar. Apa aku yang salah dengar atau memang ada yang menguncinya dari luar. Ibu-Ibu bangun Ibu, ada yang mengunci pintu dari luar.” Telinga dan pendengaran
“Sial aku tahu jelas itu Santi yang mereka bawa. Aku harus membawanya pulang apa pun yang terjadi!” Roni yang kebetulan berada di dalam bar tengah asyik bercakap-cakap dengan temanya. Melihat Santi yang tengah digendong Alex masuk ke dalam satu lorong disalah satu bagian bar. “Hai siapa kau kawan yang tidak berkepentingan tidak boleh masuk ke dalam. Kau mengerti tidak pria kecil jangan membuat kami marah. Lalu terpaksa melakukan kekerasan.” Beberapa orang penjaga yang bertubuh kekar dan tinggi besar. Langsung mencegah Roni memasuki lorong saat mengikuti Alex dan teman-temannya. Alex masih tetap berdiri di depan mereka tak beranjak. Sambil terus mengamati kekuatan lawan dan jumlah lawan di depannya. Dalam hati Roni berkata, hem kalau aku melawan mereka. Tentu akan membutuhkan waktu sekitar lima menit sampai sepuluh menit. Bisa-bisa itu Santi segel gadisnya sudah dijebol oleh bule-bule gila itu. “Kenapa kau diam saja orang bodoh mau mati kau!” teriak salah satu penjaga dari dua pe
“Ayah tenanglah dulu bukankah kamu bilang Santi sudah ada pada Roni. Tadi catnya bukanya sudah di jalan menuju ke mari.” Rindu mengusap lengan Raja yang tampak kebingungan dan khawatir. Raja masih terlihat mondar-mandir lalu duduk kembali di atas kursi samping Rindu yang berada di atas kursi rodanya. “Anak itu memang dari sejak sekolah di Australia sulit di atur. Apalagi sejak ia kenal bule lelaki yang bernama Alex itu. Kalau saja aku yang jadi Roni tadi sudah aku babat habis dia!” Raja masih begitu emosi dan geram. Wajahnya memerah penuh rasa amarah tak terbendung. Bagaimana pun jua Santi sudah dianggap selayaknya adik sendiri oleh Raja. “Kalau Santi sudah sadar jangan dimarahi loh ya Ayah. Kasihan dia sedang tertimpa kemalangan. Kalau bukan kita yang menghibur dan menenangkannya siapa lagi.” Kata-kata Rindu seakan mengentakkan rasa hati Raja. Raja menatap kembali istrinya itu dengan penuh rasa kekaguman dan cinta. “Bunda terima kasih ya?” ucap Raja memegang pipi Rindu. “Teri
“Ayah, Raja, Rindu, tolong Santi kenapa ini?” Bu Juariah terus berteriak-teriak dari dalam kamar Santi. Sambil terus memangku Santi dengan mulut berbusa. Matanya mulai melirik ke atas dan badanya kejang-kejang. “Ada apa Ibu? Astagfirullah Hal Adzim Santi overdosis ini.” Raja lekas mengambil handuk kecil dan ia basahi dengan air dari dalam bak kamar mandi. Lalu menutupi wajah Santi dengan kain tersebut. “Ibu tolong keluar biar Santi aku yang bawa, katakan pada Mamang. Suruh ia lekas siapkan mobil dengan segera. Kita bawa Santi ke rumah sakit malam ini juga.” “Baik Nak hati-hati ya sayang,” ucap Bu Juariah lekas pergi keluar dari dalam kamar Santi. “Santi kenapa kami jadi begini sih Dek. Sudah Abang bilang jangan bergaul lagi sama bule-bule itu. Masih saja kamu tidak menurut sama Mas. Begini kan jadinya kamu dikerjai para bule itu.” Raja terus menggerutu sambil menggendong Santi keluar kamar. Menuruni tangga sambil tergesa-gesa. Rindu dan yang lain sudah menanti di bawah tangga.
Santi sudah dipindahkan di ruang rawat inap Paviliun Melati. Tetapi dia belum sadarkan diri sepenuhnya. Tampak Ibu Juariah masih menunggu dengan harap-harap cemas. Sambil terus memegang tangan Santi dan duduk di samping ranjang pasien tempat Santi dirawat. Sedangkan Pak Khotim dan Roni sedang duduk di depan ruangan. Mereka tampak bercakap-cakap di kursi panjang di samping pintu. “Nak Roni boleh Bapak bertanya agak pribadi. Tapi kalau Nak Roni mengizinkan tentunya.” Pak Khotim mulai mengajak bicara Roni. Mulai membuka perbincangan dengan satu permohonan atas pertanyaannya. “Silakan Pak bertanyalah untuk Bapak yang sudah aku panggil Bapak dan aku anggap selayaknya Bapak sendiri dari dahulu. Akan selalu saya jawab pertanyaan Bapak dengan senang hati.” Roni tampak tersenyum senang tengah duduk berdua dengan Pak Khotim. Sebenarnya dari dahulu Roni ingin sekali hidup bersama keluarga Raja. Sebab sedari kecil dia hanya sebatang kara. Hidupnya tak menentu berpindah-pindah dari orang ba
“Loh Dek kok bermalam di rumah sakit. Memangnya ada keluarga yang sakitkah. Apa besok tidak masuk sekolah.” Tiba-tiba ada dua suster yang tengah jaga malam. Lewat depan Agung dan Raja yang sedang bersantai. Duduk di kursi panjang samping pintu ruang rawat inap dimanah Santi dirawat. “Eh ganteng banget sih itu cowok dua. Kasih tahu teman yang lain yuk ada cowok ganteng, hehe.” Dua suster itu langsung lewat saja. Menuju ke arah ruangan kerjanya sambil lari-lari kecil. Sambil terus membicarakan Agung dan Raja. Hahaha, Raja dan Agung tiba-tiba saling menatap satu sama lain. Lalu mereka tertawa geli cekikikan, sampai-sampai Ibu Juariah keluar untuk mengingatkan mereka. “Eh ini anak dua malah tertawa, jangan rame-rame ini rumah sakit loh.” Tiba-tiba Bu Juariah mengintip dari balik pintu. Hanya nongol terlihat kepalanya saja. “Astagfirullah Ibu kaget aku!” Raja tampak terenyak kaget seketika. Saat Bu Juariah mengintip dan terlihat hanya kepalanya saja yang keluar pintu. Ibu Juariah
Sitz, Roda mobil dua yang melaju kencang ke arah Rindu. Terlihat terus mengerem dan berusaha untuk menghentikan laju kecepatan mobilnya. “Tidak tolong Mas Raja!” Teriakan Rindu begitu kerasnya, tetapi Raja berada agak jauh darinya. Raja dan Rindu terpisah dua sisi lajur jalan raya. Raja sudah kadung di dalam kafe dengan jendela kaca tebal. Sehingga ia tak mendengar jeritan Rindu. “Woi awas Mbak mau mati apa!” teriak pemilik mobil yang sedang mengemudi. Tapi roda mobil yang mengarah ke arah Rindu sudah terlanjur melaju kencang. Pengemudinya juga tak mampu mengendalikan. Rindu hanya bisa pasrah menyerah dan seakan sudah tak memiliki hati. Dalam hatinya sudahlah berkata pasti detik ini aku akan mati. “Maaf Ayah, Maaf Bapak dan Ibuku, maaf Ayah dan Ibu Mertuaku. Aku selalu menyusahkan kalian selama ini.” Rindu sudahlah menghalangi wajahnya dari sorot lampu mobil itu dengan lengannya. Sebab Rindu dalam posisi terjatuh agak di tengah jalan. Sitz, *** “Eh ke mana Agung rupanya di
Raja membuka matanya perlahan dan keseluruhan badannya telah basah kuyup. Bahkan ia kembali dan kembali diguyur air satu ember. Satu ember air comberan yang berbau menyengat tak sedap. Bagai bau kotoran manusia yang sangat menyengat. Byur, “Bangun kau Raja sang legenda MMA kota Bangzo. Bangun jagoan yang selalu dapat mengalahkan lawan-lawanya dari alam nyata maupun alam gaib. Lihatlah sekelilingmu sekarang Raja dan perhatikan kau ada dimanah sekarang?” Oceh Nona Ana yang tengah berdiri bertolak pinggang. Sambil membawa satu ember berukuran tanggung bekas terisi penuh air comberan yang ia guyurkan pada Raja. Raja menatap sekitar ia berada dan kali ini Raja benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Sebab kedua tangannya terikat oleh pasung dan juga lehernya. Kedua kakinya terikat rantai besi dengan bandul bola besi besar di ujungnya. Raja melihat istrinya Rindu tak memakai apa pun di tubuhnya dirantai di kedua kaki dan tangannya dengan cara direntangkan. Matanya ditutup dan mulutnya dis
Langkah kaki Raja menapak kembali rumah kosong di belakang pos hansip. Tangannya meraih pintu pagar depan yang sudah hampir hancur. Membukanya dengan cepat dan mulai berjalan ke arah pintu depan rumah tersebut. “Sudah aku bilang padamu untuk berhenti Joni. Tetapi kau tetap saja tak mengindahkan perkataanku. Kalau demikian percuma aku menganggapmu saudara selama ini,” gerutu Raja yang mulai basah di beberapa bagian pakaian yang ia kenakan. Sebab kali ini tengah malam turunlah air mata langit. Berupa titik-titik gerimis dengan intensitas agak kerap. Ceklek, Gagang pintu depan rumah kosong belakang pos hansip. Segera terbuka oleh Raja hanya gelap menyeruak dari dalam rumah kosong. Tidak ada cahaya sama sekali yang bisa untuk menerangi mata. Agar seseorang bisa melihat apa yang ada di dalam rumah. Hanya sebatas satu penglihatan satu sentimeter saja. Tetapi ada satu cahaya lilin di tengah-tengah ruang tamu yang menyala. Ada satu tikar kecil yang digelar di belakang lilin. Ada satu soso
“Hai Joni temanku welcome selamat datang di Istanaku yang bisa dibilang ini hasil warisan Ayahku. Kau tahulah teman bahkan kau adalah salah satu teliksandi atau kaki tangan Ayahku dulu yang tak terlihat. Maaf aku tak bisa datang saat kematian Nenek Lembayung. Saya ikut mengucapkan bela sungkawa,” ucap Nyonya Lintang menyambut kedatangan Joni di taman sisi depan halaman rumahnya.Ternyata Joni selama ini merahasiakan hal sebesar ini dari Raja. Bahkan Raja tak mengetahui bila saudara sesusunnya Joni dari desa Lembayung yang kapan hari ia kunjungi. Ternyata ada hubungan erat dengan Nyonya Lintang. Bahkan Nyonya Lintang menyambut kedatangan Joni bagai kawan lama. Raja juga tidak mengetahui jikalau yang membunuh Nenek Lembayung bukan para dukun desa. Tetapi Joni dan istrinya sendiri agar seluruh aset rumah, sawah dan pekarangan Nenek Lembayung yang lebarnya hampir mencakup setengah desa menjadi milik Joni sendiri. Tanpa harus dibagi pada Raja yang hanya anak sesusuan saja. “Nona Lintang
Pagi itu Raja menemukan dua kantong belanjaan yang berserakan di depan pagar rumah terbengkalai samping pos satpam. Raja juga menemukan sobekan daster dua lengan dengan Rendra bunga-bunga. Dia tahu benar kalau itu adalah sobekan dari dua lengan daster Rindu. Sebab ia yang membelikan daster yang kini dikenakan Rindu. Tanpa pikir panjang Raja langsung melompati pagar depan rumah kosong. Pos hansip atau pos satpam di sampingnya juga belum jua ada penjaganya. Padahal hari sudah melewati pukul setengah enam lebih lima menit. Raja terus masuk ke area halaman rumah kosong yang kebetulan. Halamannya hanya sedikit selebar satu setengah meter. Kali ini Raja menemukan sandal jepit milik Rindu yang tersangkut di pot bunga dan yang satunya terlempar di sebelah kiri rumah kosong. Akhirnya Raja menemukan daster utuh milik Rindu. Tergeletak di lantai ubin warna merah di teras rumah kosong tersebut. Wajah Raja semakin memerah marah bercampur geram. “Kalau seperti ini kejadiannya dan ini sudah tida
“Nak pulanglah sekarang Bapak ini sudah lama mengenal tabiat anak itu. Nyonya Lintang itu tentu tak akan tinggal diam dengan apa yang kamu lakukan dua hari ini. Anggrek Hitam berbeda sistemnya dengan mafia orang tuanya dahulu. Bila orang tuanya dahulu lebih senang mengumpulkan satu titik kekuatannya. Pada satu tempat saja tak menyebarkannya di beberapa titik atau mereka sebut pos bagian. Sekarang mereka tersebar di seluruh kota. Termasuk di pos hansip tempat Pak RT yang kamu ajak kemarin. Belakang pos hansip itu ada rumah kosong di sana mereka juga ada,” tutur Pak Bandot mengingatkan Raja. “Yah saya sudah menduganya akan hal itu Pak Bandot. Baiklah saya pamit pulang terlebih dahulu. Semoga Bapak tetap sehat selalu dan lain kali kita dapat berjumpa lagi, Asallamualaikum,” ucap Raja mengucapkan salam lalu beranjak pergi dari Warkop Pak Bandot. Sementara itu di tempat yang dikatakan Pak Bandot. Belakang pos hansip tak jauh dari rumah Pak RT. Ternyata adalah sebuah rumah terbengkalai da
Pagi berikutnya, Brak, dar, pyar, Tiga algojo penunggu teras rumah mewah Nyonya Lintang terlempar ke arah jendela kaca pas di samping pintu masuk rumah. Bahkan tiga algojo yang dahulu menyeret-nyeret Rajo lalu membunuhnya. Tak mampu mengalahkan Raja yang hanya menggunakan tangan kosong. Raja sempat duduk di kursi ukir klasik khas orang kaya yang berada di sisi kiri teras. Sedangkan tiga algojo sudah tidak bergerak dengan kaca berserakan di sekitar mereka. Raja masih bergaya bak tamu yang datang berkunjung. Menyulut sebatang rokok dan menghembuskan asap ke udara dari bibirnya. “Lumayan juga dua hari saat pagi seperti ini berolah raga. Sudah lama otot-ototku kaku tak bergerak. Dua hari ini cukup membuat keringat. Hitung-hitung biar badan segar-bugar dan sehat kembali,” ucap Raja memandang ke arah taman. “Woi kalian berlima apa tidak ingin sedikit membuat keringat. Kemarilah kita berolah raga sejenak diam-diam saja. Buatkan aku kopi mendingan tamu ini,” teriak Raja memanggil lima aj
Raja berjalan pelan dan tetap santai menuju gerbang besar warna merah dua sisi. Masih ada ukiran mawar hitam di setiap sisinya persis seperti setahun yang lalu. Ada juga ukiran naga dan tengkorak sebagai ornamen tambahan. Raja sempat menyulut sebatang rokok dari saku kemeja yang ia pakai dan kemeja itu milik Rajo. Persis seperti yang digunakan Rajo setahun yang lalu. Sebelum akhirnya langkah Raja dihentikan oleh beberapa penjaga di gerbang merah. “Woi mau ke mana kau anak muda. Apa kau tidak salah jalan menuju ke mari?” ucap salah satu penjaga gerbang merah. “Maaf Pak saya mau tanya, apakah benar ini kediaman Nyonya Lintang. Saya hendak menemuinya dan hendak menyampaikan sesuatu kepadanya?” jawab Raja masih bersopan-santun dan berlemah-lembut dalam tutur katanya. Namun penjaga gerbang merah di depannya menatap Raja agak mencincingkan mata. Seakan ia pernah melihat Raja sebelumnya. Bahkan mereka agak berbisik-bisik satu sama lain. “Bukankah dia yang datang ke mari setahun yang lal
“Apa benar kau akan melakukannya Ayah. Kenapa Bunda jadi khawatir ya Ayah. Apa tidak bisa dengan cara lain?” Rindu tampak kembali murung dengan niat Raja untuk melihat kediaman mafia Anggrek Hitam. Rindu takut akan terjadi tragedi yang sudah-sudah. Walau mereka selalu selamat dan selalu beruntung. Tapi perasaan wanita sungguh sangat lembut dan gampang sekali. Takut akan terjadinya sesuatu yang tak diinginkan. Sebab perasaan wanita sangat perasa jua. Pagi ini Rindu dengan kandungannya yang sudah membesar dan hampir melahirkan. Berdiri di teras bersama Bu RT melihat Raja berdandan ala Rajo anak dari Pak RT yang sudah meninggal. Bu RT terlihat terus menatap Raja dengan tatapan kerinduan pada almarhum anaknya. “Nak Raja kau sungguh mirip dengan almarhum anak kami Rajo. Baju itu dan celana itu pakaian terakhir yang dipakai Rajo. Saat malam itu ia berpamitan pergi untuk mengambil kembali calon menantu kami. Sayangnya Nak Raja bukan Rajo kalian dua orang berbeda. Anak kami Rajo yang selal
Brak, brak, Rajo tampak berdarah-darah terus dipukuli dua algojo dari Nyonya Lintang. Rajo sudah tak berdaya lagi dan sudah pasrah akan keadaannya. Memang Rajo mampu melewati penjaga gerbang merah. Mampu melewati lima bodyguard di taman. Tetapi melawan dua algojo di depan pintu masuk rumah mewah milik Nyonya Lintang. Rajo sudahlah habis tenaga dan tak mampu lagi melawan dua algojo yang berbadan kekar-kekar tersebut. Sehingga kini Rajo malah diseret ke arah ruangan dimanah calon istrinya tengah dieksekusi para lelaki hidung belang. “Kami akan membawamu menyaksikan calon istrimu menikmati kehangatan yang belum pernah ia rasakan. Kamu harus tahu kegadisannya sudah jebol sejak sore tadi. Istrimu sudah tak lagi gadis dan sekarang sedang dinikmati tiga orang lelaki tua secara bersamaan. Mari saya antar melihatnya agar kau tahu bagaimana rasanya kalau melawan Nyonya Lintang?” ucap satu Algojo sambil menjambak rambut Rajo yang memang agak panjang. Tubuhnya terus diseret walau berdarah-dar