Tiba-tiba Cahaya yang kembali mengigau langsung mendorong dan menendang tubuh Langit. Hingga laki-laki itu pun terjatuh dari atas ranjang.
Brrugg!"Aww ...." Langit yang tidak siap dengan serangan dadakan dari Cahaya tadi pun langsung terjungkal akibat dari dorongan gadis tersebut."Auh ... bokongku sakit banget!" pekiknya merasa kesakitan."Duh ... kenapa Aya malah menendangku, sih? Kalau gak mau aku deketin tinggal bilang, 'kan bisa. Kenapa main dorong dan nendang aku segala?" keluhnya merasa sedikit kesal dengan gadis yang masih tertidur pulas di atas kasurnya itu.Kemudian sambil memegangi pinggang dan mengusap-usap bokong, lelaki itu berusaha untuk bangun. Lalu ia tampak kebingungan ketika ia melihat ke arah Cahaya yang ternyata masih dalam keadaan memejamkan mata."Loh, ternyata dianya masih tidur? Berarti dia tadi sedang mengigau lagi? Huff ... ku pikir dia tadi terbangun dan dengan sengaja mendorongku," gumamnya sambil teKeesokan harinya, Cahaya terbangun dalam posisi yang sama dengan semalam. Yaitu sedang dipeluk oleh suaminya dari belakang. Seketika itu hati Cahaya langsung merasa bahagia dan masih belum bisa percaya kalau semalam ia tertidur di dalam dekapan laki-kaki itu.Semula Cahaya mengira kalau semalam itu hanyalah sebuah mimpi belaka. Tetapi ketika ia terbangun ternyata semua ini adalah nyata. Di mana saat ini laki-laki yang telah berstatus sebagai suaminya itu, kini sedang memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Hingga saking eratnya ia bahkan tak bisa bergerak sedikit pun.Hatinya kini berbunga-bunga merasa sangat bahagia karena tidak mengira dengan semua kejadian ini. Seketika itu Cahaya langsung tersadar dari lamunannya. Lalu ia ingin segera membangunkan laki-laki tersebut."Kak, bangun! Ini sudah pagi loh! Ayo kita shalat subuh dulu!" Dengan menepuk pelan tangan Langit yang melingkar di pinggangnya kini, gadis itu mencoba untuk membangunkannya.Perlahan lelaki itu mulai terbangun, dengan b
"Em ... kalau aku tidak mau, bagaimana?" Dengan tersenyum tengil, Langit mulai jail menggodanya."Hah!" Sontak Cahaya langsung melongo dibuatnya. Kini kedua pipinya memerah seperti tomat. Ia benar-benar merasa sangat grogi."Ih ... Kak Langit jangan be-becanda deh! Bu-buruan lepasin! Aku mau pakai baju dulu, Kak!" Sembari mendorong dada bidang milik suaminya, Cahaya berusaha untuk bisa melepas pelukannya. "Ka-katanya Kakak mau mandi, 'kan? Jadi buruan lepasin aku, Kak!" ucapnya lagi sambil menunduk malu, ia tidak berani menatap wajah suaminya tersebut.Sehingga membuat laki-laki itu semakin merasa gemas saja melihatnya. Ingin rasanya ia membawa gadis itu naik ke atas kasur. Lalu ia akan ...."Ah ... Langit! Kenapa otakmu sekarang jadi mesum, sih?" rutuknya membatin.Seketika itu Langit pun tersadar dan langsung melepaskan pelukannya dengan rasa yang tidak karuan. "Ma-maaf, Ay! Ya udah sana ambil bajunya sekarang!"Dengan tergesa-gesa Cahaya segera mengambil secara asal baju yang a
"Hay, Cantik!" ujar seorang pria tampan yang sedang berdiri di depan pintu tersenyum manis padanya. Untuk sesaat dengan dahi mengerut Cahaya tampak sedikit kaget ketika melihat ada seorang pria yang tak ia kenal tengah berdiri di sana. Namun, setelah berapa detik kemudian ia pun baru bisa mengingat wajah laki-laki itu adalah salah satu orang ataupun teman Langit yang pernah hadir di pernikahan dadakannya dulu. "Eh, Ka-kak, eh maksud aku ...." Dengan menudingkan jari telunjuk, Cahaya tampak kebingungan mau memanggilnya siapa. Karena untuk kali pertamanya ia baru bertatap muka secara langsung dengan lelaki itu. Sehingga mereka pun belum sempat untuk berkenalan."Eh, iy. Kita belum berkenalan ya? Kenalkan namaku Revan." Lelaki itu menyodorkan tangannya. Dengan tersenyum canggung, Cahaya menyambutnya."Dan aku--""Temannya Kak Langit, kan?" sambar Cahaya."Ya, betul. Bukan hanya temannya saja. Tetapi aku juga merangkap sebagai asistennya di kantor," lanjut Revan."Oh, begitu." Cahaya
"Em ... bukan apa-apa kok, Ay! Udah lupakan saja, gak penting juga, kok!" jawab Langit kikuk. "Oh ya udah, silahkan diminum ya, Kak, jusnya! Dan ini buat Kak Langit juga." Gadis itu meletakkan dua gelas orange jus di atas meja yang ada di hadapan kedua pria tersebut.Setelah itu ia pun berniat kembali lagi ke dapur. "Eh, iya. Kalau kalian sudah selesai, langsung ke meja makan aja, ya! Aku sudah siapkan makan siang untuk kalian," ujarnya.Dengan mulut yang masih dibekap oleh Langit, secara serempak kedua pria itu pun mengangguk. Sehingga membuat gadis berkucir kuda itu tersenyum geli dan menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah aneh dan konyol kedua pria tersebut. Lalu ia kembali ke dapur untuk menyiapkan makan siang.Setelah melihat kepergian Cahaya, laki-laki yang memakai baju santainya itu langsung melepas tangannya dari mulut Revan."Ih ... apaan sih, Bos! Bau tau tanganmu. Habis pegang apaan sih?" sungut Revan kesal.Dengan gregetan Langit kembali memukul kepalanya.Pletakk!K
Karena melihat Langit yang masih terdiam sambil menekuk wajah. Gadis itu pun menjadi merasa tidak enak hati pada suaminya."Em ... nggak usah aja deh, Kak! Nanti biar aku naik taksi online aja ke supermarketnya," ucap Cahaya."Lah, kenapa kamu pakai naik taksi online segala? Kan, bisa bareng sama aku. Lagian kita 'kan jalan searah ke sana. Udah buruan deh, sekarang kamu siap-siap nggak usah hiraukan si Langit. Pokoknya kamu ke supermarket biar aku yang nganter, nanti pulangnya baru kamu naik taksi, Ok?" ujar Revan kekeh."Em ... Kak, aku boleh kan, perginya diantar sama Kak Revan?" tanya Cahaya. Dengan ragu ia menatap lelaki yang duduk di sampingnya."Ya udah, terserah kamu aja!" jawab Langit ketus. Kemudian lelaki itu langsung bangkit dari tempat duduknya. Lalu ia segera meninggalkan Revan dan Cahaya yang masih terbengong melihat tingkah nya yang aneh itu."Lah ini orang kenapa sih? Sensi amat sih, jadi orang." Revan menggelengkan kepala merasa keheranan."Ya udah, aku tunggu di sini
"Em ... apa lagi ya?" Dengan kedua alis yang mengerut, wajah Cahaya tampak serius seperti sedang memikirkan sesuatu."Em ... kalau boleh tahu sekarang si Cellina itu di mana ya, Kak?" tanyanya."Oh, kalau nggak salah sepertinya dia udah nikah sama si Rio itu, Ya? Eh, tapi nggak tahu juga sih. Karena nggak ada kabar beritanya tentang dia di televisi atau di mana-mana juga. Karena setelah dia putus sama Langit. Eh, lebih tepatnya dia ninggalin Langit dan lebih memilih cowok brengsek itu, kami pun sudah tidak berhubungan lagi dengannya. Jadi, kalau menurutku sih, sekarang tuh cewek ya ikut suaminya lah tinggal di Singapura gitu," terang Revan."Oh, jadi begitu." Gadis itu mengangguk-nganggukkan kepala. "Berarti ... sampai saat ini sebenarnya Kak Langit masih cinta ya sama dia?""Kalau itu aku juga nggak tahu, Ya. Tapi semenjak putus dengannya, Langit terlihat sangat terpuruk. Dan sudah tentu hatinya merasa hancur sehancur-hancurnya. Hingga karena pen
Dengan sorot mata yang tajam, pandangan Langit kini fokus mengarah ke seorang pria yang berdiri menghadangnya di tengah jalan. Pria berpenampilan acak-acakan itu tengah bersiap-siap untuk melajukan mobilnya, seolah ia akan menabrak orang yang ada di hadapannya tersebut.Namun, pria yang berdiri itu tak merasa gentar ataupun takut dengan ancamannya. Karena ia tau, kalau Langit tidak akan mungkin akan tega melakukan itu terhadapnya."Aku bilang minggir, gak?" teriak Langit penuh amarah."Dengerin aku dulu, Bos. Biarkan aku ikut! Ka-kamu ini kenapa sih? Tenang dulu, ok! Semuanya 'kan bisa dibicarakan dengan baik-baik!" Dengan sangat hati-hati, Revan berjalan pelan mendekati lelaki itu."Ah ... kelamaan. Ya udah, buruan masuk!" bentak Langit kesal.Kemudian lelaki berkemeja putih itu bergegas masuk ke dalam mobil. Lalu dengan segera Langit langsung tancap gas meninggalkan tempat itu.Di sepanjang jalan, dengan sangat ugal-ugalan pria berkemeja hitam dengan lengan yang digulung sebawah sik
"Hay, Yaya! Kita ketemu lagi, nih!" kata seorang pria tampan berkemeja biru dengan lengan yang digulung sebawah siku itu berada di dalam mobil menatap sumringah ke arah Cahaya.Dengan melebarkan bola matanya gadis itu tampak terkejut dan tidak mengira kalau dia akan bertemu lagi dengan laki-laki yang pernah mengantarkannya ke rumah pamannya beberapa hari yang lalu."Ka-kamu?!" Cahaya tampak terdiam. Ia sedang mencoba untuk mengingat siapa nama pria tersebut."Aditya. Masih Ingat kan sama aku, Cantik?" Pria itu memasang senyum manis padanya.Cahaya memutar bola matanya malas mendengar ucapannya yang terkesan sedang mengombal. "Dan namaku adalah Cahaya, Kakak. Bukan Cantik, Ok?" balasnya."Ya-ya, ok-ok. Eh, tapi ini kamu mau ke mana? Biar aku antar, ya? Eit, nggak ada kata penolakan!"Baru saja mulut Cahaya akan mangap untuk menolaknya. Namun, lelaki itu sudah terlebih dahulu menyelanya. Sehingga membuat hanya bisa pasrah dan mendengus kesal saja padanya.Aditya segera turun dari mobil