"Hay, Cantik!" ujar seorang pria tampan yang sedang berdiri di depan pintu tersenyum manis padanya. Untuk sesaat dengan dahi mengerut Cahaya tampak sedikit kaget ketika melihat ada seorang pria yang tak ia kenal tengah berdiri di sana. Namun, setelah berapa detik kemudian ia pun baru bisa mengingat wajah laki-laki itu adalah salah satu orang ataupun teman Langit yang pernah hadir di pernikahan dadakannya dulu. "Eh, Ka-kak, eh maksud aku ...." Dengan menudingkan jari telunjuk, Cahaya tampak kebingungan mau memanggilnya siapa. Karena untuk kali pertamanya ia baru bertatap muka secara langsung dengan lelaki itu. Sehingga mereka pun belum sempat untuk berkenalan."Eh, iy. Kita belum berkenalan ya? Kenalkan namaku Revan." Lelaki itu menyodorkan tangannya. Dengan tersenyum canggung, Cahaya menyambutnya."Dan aku--""Temannya Kak Langit, kan?" sambar Cahaya."Ya, betul. Bukan hanya temannya saja. Tetapi aku juga merangkap sebagai asistennya di kantor," lanjut Revan."Oh, begitu." Cahaya
"Em ... bukan apa-apa kok, Ay! Udah lupakan saja, gak penting juga, kok!" jawab Langit kikuk. "Oh ya udah, silahkan diminum ya, Kak, jusnya! Dan ini buat Kak Langit juga." Gadis itu meletakkan dua gelas orange jus di atas meja yang ada di hadapan kedua pria tersebut.Setelah itu ia pun berniat kembali lagi ke dapur. "Eh, iya. Kalau kalian sudah selesai, langsung ke meja makan aja, ya! Aku sudah siapkan makan siang untuk kalian," ujarnya.Dengan mulut yang masih dibekap oleh Langit, secara serempak kedua pria itu pun mengangguk. Sehingga membuat gadis berkucir kuda itu tersenyum geli dan menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah aneh dan konyol kedua pria tersebut. Lalu ia kembali ke dapur untuk menyiapkan makan siang.Setelah melihat kepergian Cahaya, laki-laki yang memakai baju santainya itu langsung melepas tangannya dari mulut Revan."Ih ... apaan sih, Bos! Bau tau tanganmu. Habis pegang apaan sih?" sungut Revan kesal.Dengan gregetan Langit kembali memukul kepalanya.Pletakk!K
Karena melihat Langit yang masih terdiam sambil menekuk wajah. Gadis itu pun menjadi merasa tidak enak hati pada suaminya."Em ... nggak usah aja deh, Kak! Nanti biar aku naik taksi online aja ke supermarketnya," ucap Cahaya."Lah, kenapa kamu pakai naik taksi online segala? Kan, bisa bareng sama aku. Lagian kita 'kan jalan searah ke sana. Udah buruan deh, sekarang kamu siap-siap nggak usah hiraukan si Langit. Pokoknya kamu ke supermarket biar aku yang nganter, nanti pulangnya baru kamu naik taksi, Ok?" ujar Revan kekeh."Em ... Kak, aku boleh kan, perginya diantar sama Kak Revan?" tanya Cahaya. Dengan ragu ia menatap lelaki yang duduk di sampingnya."Ya udah, terserah kamu aja!" jawab Langit ketus. Kemudian lelaki itu langsung bangkit dari tempat duduknya. Lalu ia segera meninggalkan Revan dan Cahaya yang masih terbengong melihat tingkah nya yang aneh itu."Lah ini orang kenapa sih? Sensi amat sih, jadi orang." Revan menggelengkan kepala merasa keheranan."Ya udah, aku tunggu di sini
"Em ... apa lagi ya?" Dengan kedua alis yang mengerut, wajah Cahaya tampak serius seperti sedang memikirkan sesuatu."Em ... kalau boleh tahu sekarang si Cellina itu di mana ya, Kak?" tanyanya."Oh, kalau nggak salah sepertinya dia udah nikah sama si Rio itu, Ya? Eh, tapi nggak tahu juga sih. Karena nggak ada kabar beritanya tentang dia di televisi atau di mana-mana juga. Karena setelah dia putus sama Langit. Eh, lebih tepatnya dia ninggalin Langit dan lebih memilih cowok brengsek itu, kami pun sudah tidak berhubungan lagi dengannya. Jadi, kalau menurutku sih, sekarang tuh cewek ya ikut suaminya lah tinggal di Singapura gitu," terang Revan."Oh, jadi begitu." Gadis itu mengangguk-nganggukkan kepala. "Berarti ... sampai saat ini sebenarnya Kak Langit masih cinta ya sama dia?""Kalau itu aku juga nggak tahu, Ya. Tapi semenjak putus dengannya, Langit terlihat sangat terpuruk. Dan sudah tentu hatinya merasa hancur sehancur-hancurnya. Hingga karena pen
Dengan sorot mata yang tajam, pandangan Langit kini fokus mengarah ke seorang pria yang berdiri menghadangnya di tengah jalan. Pria berpenampilan acak-acakan itu tengah bersiap-siap untuk melajukan mobilnya, seolah ia akan menabrak orang yang ada di hadapannya tersebut.Namun, pria yang berdiri itu tak merasa gentar ataupun takut dengan ancamannya. Karena ia tau, kalau Langit tidak akan mungkin akan tega melakukan itu terhadapnya."Aku bilang minggir, gak?" teriak Langit penuh amarah."Dengerin aku dulu, Bos. Biarkan aku ikut! Ka-kamu ini kenapa sih? Tenang dulu, ok! Semuanya 'kan bisa dibicarakan dengan baik-baik!" Dengan sangat hati-hati, Revan berjalan pelan mendekati lelaki itu."Ah ... kelamaan. Ya udah, buruan masuk!" bentak Langit kesal.Kemudian lelaki berkemeja putih itu bergegas masuk ke dalam mobil. Lalu dengan segera Langit langsung tancap gas meninggalkan tempat itu.Di sepanjang jalan, dengan sangat ugal-ugalan pria berkemeja hitam dengan lengan yang digulung sebawah sik
"Hay, Yaya! Kita ketemu lagi, nih!" kata seorang pria tampan berkemeja biru dengan lengan yang digulung sebawah siku itu berada di dalam mobil menatap sumringah ke arah Cahaya.Dengan melebarkan bola matanya gadis itu tampak terkejut dan tidak mengira kalau dia akan bertemu lagi dengan laki-laki yang pernah mengantarkannya ke rumah pamannya beberapa hari yang lalu."Ka-kamu?!" Cahaya tampak terdiam. Ia sedang mencoba untuk mengingat siapa nama pria tersebut."Aditya. Masih Ingat kan sama aku, Cantik?" Pria itu memasang senyum manis padanya.Cahaya memutar bola matanya malas mendengar ucapannya yang terkesan sedang mengombal. "Dan namaku adalah Cahaya, Kakak. Bukan Cantik, Ok?" balasnya."Ya-ya, ok-ok. Eh, tapi ini kamu mau ke mana? Biar aku antar, ya? Eit, nggak ada kata penolakan!"Baru saja mulut Cahaya akan mangap untuk menolaknya. Namun, lelaki itu sudah terlebih dahulu menyelanya. Sehingga membuat hanya bisa pasrah dan mendengus kesal saja padanya.Aditya segera turun dari mobil
"Assalamulaikum!" ucap Cahaya seraya membuka pintu apartemen.Sambil mengedarkan pandangan, ia mengamati keadaan di sekitar yang tampak lenggang, sunyi, senyap seperti tak berpenghuni.Lalu ia masuk dan meletakkan semua barang belanjaan di meja dapur. Dengan satu per satu ia mulai memasukan semua bahan makanan itu ke dalam kulkas. Setelah itu selesai, kemudian ia berjalan menuju kamar. Dikarenakan hari sudah sore, ia pun berniat untuk mandi.Ceklikk!Sembari celingukan, gadis itu memasuki kamar yang lagi-lagi tampak kosong melompong tak berpenghuni. Ia tidak melihat keberadaan suaminya di sana. Sehingga membuatnya bertanya dalam hatinya, " Loh, Kak Langit gak ada di sini? Ke mana dia? Oh, aku tau, palingan dia di ruang kerjanya lagi."Tanpa berpikir lama, gadis itu segera masuk ke dalam kamar mandi. Lalu ia pun mulai membersihkan diri di sana.Selang beberapa menit kemudian, Langit memasuki kamar itu juga. Ia tidak tahu kalau ternyata Cahaya sudah pulang dari supermarket. Sehingga ia
Setelah selesai makan lelaki itu langsung masuk ke ruangan kerjanya lagi. Sementara Cahaya membereskan meja makan terlebih dahulu. Lalu setelahnya ia pun langsung masuk ke dalam kamarnya lagi.Kemudian Cahaya merebahkan tubuhnya di atas kasur, dan berniat ingin segera tidur. Namun, ketika ia mulai memenjamkan mata, tiba-tiba saja ia teringat dengan cerita Revan tadi siang.Seketika itu Cahaya langsung kepikiran tentang sosok model cantik mantan kekasih dari suaminya itu. Sejujurnya ia merasa sangat prihatin dengan kisah cinta suaminya itu. Namun di sisi lain ia juga merasa sangat sedih karena pada kenyataannya sang suaminya itu masih belum bisa move on dari mantan terindahnya dulu."Fuhh ...." Cahaya menghela nafasnya dengan berat, mencoba untuk bisa memakluminya. Namun, akan sampai kapan ia harus seperti ini? Apakah suatu saat nanti Langit bisa mencintai dan menerimanya sebagai istri? Ia pun tidak tau. Untuk sekarang ini ia hanya bisa pasrah dan berdoa agar suatu hari suaminya itu
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan
Begitu mendengar ucapan Aditya tadi, dengan memasang wajah garang, Cahaya langsung melotot ke arah Langit. "Oh, jadi Kakak masih suka ketemuan sama Mbak Cellina?" tanyanya sewot. "E-eh ... enggak enggak kok!" Dengan gelagapan pria berkemeja hitam itu langsung menggelengkan kepala. "Itu tadi si Aditya berbohong, Sayang. Dia memang sengaja ingin ngerjain aku. Agar kamu marah sama aku. Jadi, jangan percaya ya sama dia! Dan lagi pula mana mungkin aku janjian sama Cellina, sementara ada kamu di sini," lanjutnya lagi. "Oh ... berarti kalau nggak ada aku di sini, Kakak masih suka ketemuan sama dia, gitu?" sahut Cahaya jutek. Lalu dengan terlihat sangat kesal, gadis itu langsung saja melangkah pergi meninggalkan lelaki tersebut. "Ya-ya ... bu-bukan begitu, Sayang. Kok kamu malah jadi marah begini, sih! Ah ... sialan! Ini gara-gara si Aditya rese nih. Eh, tunggu!" Dengan terlihat panik, lelaki itu gegas mengejarnya. "Aya, jangan marah begini, dong! Kan, kamu tahu sendiri. Semenjak
Dengan terus menatap tajam ke arah sepasang suami istri itu, tiba-tiba Cellina terdiam dan menghentikan langkahnya. Sehingga membuat kedua temannya merasa keheranan dan juga ikut menoleh ke arah Langit dan Cahaya. Dengan mata yang membola, kedua wanita itu cukup tercengang ketika melihat Langit yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. "Loh, Itu bukanya si Langit? Kok malah lagi jalan sama si cewek kampungan itu, sih? Bukannya kamu bilang kalau dia masih cinta mati sama kamu. Tapi, kenapa dia malah terlihat sangat mesra dengan cewek udik itu?" ujar Alena merasa keheranan. "Diam! Aku juga kesel tau! Ternyata Langit benar-benar sudah terpikat dengan gadis kampungan itu. Sehingga dia rela meninggalkanku demi cewek murahan itu. Tapi, aku gak akan diam saja seperti ini. Lihat saja akan kuberi pelajaran dia nanti. Karena telah berani merebut Langit dariku," jawab Cellina dengan kesal terus menyorot tajam ke arah sepasang suami istri tersebut. "Terus sek
"Em ... kira-kira siapa, ya? Orang yang aku sukai itu adalah ... Kakak," ucapnya sangat pelan dan nyaris tak terdengar. "Hah! Siapa tadi? Aku nggak dengar, Aya." Langit berpura-pura tidak mendengar. "Ah ... tau, ah!" Karena kesal, gadis itu ingin mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh. Namun kedua tangannya itu langsung di tahan oleh Langit. "Ayo dong, Aya! Katakan sekali lagi. Aku nggak dengar tadi," bujuknya. Pada akhirnya dengan wajah yang bersemu merah, gadis cantik itu pun menjawab pertanyaannya lagi. "Aku ... sukanya ... sama Kak Langit." Lelaki itu langsung tersenyum sumringah ketika mendengar pengakuannya. Lalu sedetik kemudian pria tersebut menyambar bibir ranum gadis itu dan mulai mengechupnya dengan lembut. Cahaya hanya pasrah memejamkan mata dan membalas ciumannya juga. Dan tidak cukup sampai di situ saja. Sepasang suami istri itu pun melanjutkan aksinya hingga sampai tengah malam. Merasakan surga dunia sebagai sepasang suami istri. Dan itulah hal yang te
"Ya, nggak gimana-gimana dong, Sayang." Sembari tersenyum manis, lelaki itu menoel hidungnya gemas. Kemudian ia menakup kedua pipinya dan menatap dalam dua bola mata bening milik gadis itu. "Dengarkan aku, Aya! Yang terpenting, 'kan aku sekarang cuma cintanya sama kamu. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Karena mau sampai kapanpun juga, aku berjanji nggak akan pernah mau tinggalin kamu," tukasnya terlihat dengan sangat sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan sang istri. Sehingga membuat gadis itu tersenyum bahagia mendengar ucapannya. "Tapi ... seumpamanya Mbak Cellina masih pengen balik lagi sama Kakak gimana?" "Hahaha ...." Sontak saja Langit malah tertawa geli, karena nampaknya saat i i sedangmerasa cembur."Hem ... kelihatannya Istriku yang cantik ini lagi cemburu ya? Tapi nggak papa, aku malah seneng kok kalau kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu cinta banget sama aku." Dengan terseyum tengil, ia malah mengejeknya. "Cih, siapa juga yang cemburu?" elak Cahaya. "Orang
Setelah selesai sarapan, Langit pun kembali lagi masuk ke dalam kamar. Hari ini ia sengaja tidak masuk kerja. Karena ingin menunggu Cahaya yang sedang sakit dan sekaligus ingin segera menyelesaikan kesalah pahaman di antara mereka berdua. Lelaki bertubuh atletis itu membawa laptop ke dalam kamar. Ia ingin melanjutkan pekerjaannya dari rumah. Sembari menunggu istrinya yang masih tertidur karena pengaruh obat yang diminumnya tadi, jari-jemarinya terlihat sibuk mengotak-atik kaybort laptop yang ada di pangkuannya. Lelaki itu kini duduk di atas kasur bersebelahan dengan Cahaya. Dengan sesekali Ia melihat ke arah gadis itu untuk memastikan kalau istrinya itu dalam keadaan baik-baik saja. Lalu tak berapa lama wanita cantik yang ada di sebelahnya itu mulai terbangun. Ia mendapati kalau suaminya kini berada di sampingnya terlihat sedang sibuk dengan laptopnya. Sehingga membuatnya merasa sedikit senang dan terharu padanya. "Oh, ternyata sedari tadi dia nungguin aku, ya? Sampai nggak
"Apaa?!" Sontak saja Langit langsung membelalakan mata menatap tidak percaya pada Cahaya. Sungguh ia sangat syok ketika mendengar kata cerai yang keluar dari bibir gadis itu. Lalu dengan segera lelaki itu kembali menggelengkan kepala. "Tidak, aku mohon jangan berkata seperti itu, Aya!" Kini pria itu memeluk erat tubuh gadis yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sedangkan gadis itu hanya terdiam seperti patung tidak mau membalas pelukannya. "Aku mohon dengarkan penjelasanku dulu, Aya! Akan aku jelaskan dengan yang sejujur-jujurnya kalau semua ini hanyalah salah paham saja. Jadi, please jangan berburuk sangka dulu, ok?" Lelaki itu menengadahkan wajahnya menatap gadis itu dengan sayu. "Ya ya memang benar kalau selama ini aku sering pergi menemuinya. Akan tetapi kami tidak pernah melakukan apa pun juga, Aya. Ya, aku pun terpaksa melakukan ini, karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya kalau aku akan menemaninya dalam waktu sebulan ini saja." Dengan sangat gugup dan terbat
Pukul jam 03.00 dini hari, tiba-tiba saja Cahaya terbangun. Dengan perlahan gadis itu mulai mengerjapkan mata dan membukanya dengan lebar. Dirinya kini mulai mengingat-ingat kejadian yang semalam. Seketika itu ia pun menoleh ke arah samping dan mendapati tempat itu dalam keadaan kosong tanpa adanya sosok suaminya di sana. Kemudian ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu masih jam 03.00 pagi. Lalu sembari tersenyum kecut ia berkata, "Ternyata ini semua bukanlah mimpi. Dan tidur di mana dia sekarang?" Raut wajah gadis itu kembali murung. Pada awalnya ia berharap semua kejadian tadi adalah hanya sebuah mimpi buruk saja. Namun, semua ini nyata. Lagi-lagi ia tertawa miris. "Hahaha ... bodoh sekali kamu, Cahaya! Palingan juga dia pergi ke tempatnya si Cellina. Mending sekarang aku sholat tahajud saja." Tanpa berpikir panjang lagi, kemudian gadis yang sedang dilanda kesedihan itu pun beranjak dari tempat tidurnya. Ia berniat untuk pergi ke kamar mandi dan akan mengamb
"A-apa?! Ca-cahaya istri kamu?" Sontak saja Aditya terpekik kaget melotot ke arah Langit. "Kamu jangan bercanda deh, Lang!" lanjutnya sambil terkekeh canggung. "Siapa juga yang sedang bercanda? Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Cahaya," jawab Langit dingin. Pria berkemeja krem itu menoleh ke arah gadis yang sedang dicekal tangannya oleh Langit. "Apakah itu benar, Cahaya? Kalau kamu ini adalah istrinya Langit?" tanyanya merasa tak percaya. Cahaya yang masih tetap terdiam menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebagai tanda kalau apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu adalah benar. Sehingga membuat Langit kini tersenyum sinis padanya. "Sudah jelas, 'kan? Jadi, mulai sekarang tolong jauhi Cahaya!" tukasnya tegas. Lalu sembari menarik tangan Cahaya, lelaki itu langsung meninggalkan Aditya yang masih diam mematung karena merasa sangat syok ketika mengetahui bahwa wanita yang ia sukai selama ini sudah mempunyai suami. Dan lebih parahnya lagi suaminya itu ternyata ada