Hay ... semuanya. Terimakasih karena sudah mau baca sampai sejauh ini. Dan aku meminta untuk selalu tinggalkan jejak yuk di kolong komentar. Agar Authornya makin semangat lagi nih nulisnya.
Begitu sampai di apartemen, sepasang suami istri itu langsung masuk ke dalam kamar. Seperti biasa laki-laki itu meletakkan tas kerjanya di atas kasur. Kemudian dengan dibantu sang istri ia melepaskan jas beserta dasi yang masih melingkar di leher."Em ... Kakak mau mandi dulu atau aku dulu?"Pria itu tersenyum mendengar pertanyaan istrinya."Em ... gimana kalau kita mandi bareng aja, Ya?" celetuk Langit sambil tersenyum tengil ke arah gadis yang berdiri tepat di hadapannya kini."Hah!" Otomatis Cahaya langsung terbengong kaget mendengarnya."Hehehe ... bercanda kali, Aya. Ya udah sana buruan kamu yang mandi dulu!"Tanpa menunggu lama lagi, gadis itu segera masuk ke dalam kamar mandi.Sementara Langit memilih untuk duduk di pinggir ranjang.Karena saking gupupnya, gadis cantik itu lupa tidak membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Pada akhirnya ia keluar lagi dari kamar mandi tersebut."Loh, kamu udah selesai, Ya? Cepet banget mandinya?" Dengan dahi yang mengkerut, Langit merasa kehera
Beberapa jam kemudian.Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB.Kini gadis cantik itu sedang berada di dalam kamar, ia sedang kebingungan sendiri saat memilih pakaian yang akan ia kenakan saat makan malam nanti."Haduh, aku gak punya pakaian yang bagus nih!" Cahaya melihat ke arah lemari yang ada di depannya itu. Tadi ia sudah mengbrak-abrik isi lemarinya, untuk mencari gaun yang sesuai dengan keinginannya.Ia juga sudah mengirim beberapa foto baju yang akan menjadi pilihannya kepada Novi. Namun, bukannya membantu, teman baiknya itu malah membuatnya semakin bingung saja. Karena ternyata gadis itu juga ikut merasa kebingungan untuk menentukan gaun yang mana yang akan ia kenakan sekarang.Lalu setelah cukup lama ia berpikir, Akhirnya pilihanya pun jatuh pada gaun tanpa lengan sebatas lutut dengan berhiaskan renda bunga di dadanya yang berwarna putih tulang itu, kini sudah melekat indah di tubuh rampingnya."Aduh, belum make up lagi." Gadis itu melirik ke arah cermin yang memantulkan waja
Revan Maulana Putra, nama pria berdarah campuran sunda dan betawi itu merupakan teman dekat Langit semenjak masa kuliahnya dulu. Sebenarnya pria yang lebih akrab dipanggil dengan nama Revan itu tidak satu angkatan dengan Langit, melainkan ia adalah adik seniornya di kampus.Namun karena hampir setiap hari mereka berada dan bertemu di kampus yang sama, sehingga lambat laun mereka berdua menjadi kawan dekat. Ditambah dengan 1 orang lagi yg merupakan kakak senior satu angkatan di atas mereka berdua yaitu Aditya. Dan akhirnya mereka bertiga menjadi sahabat dekat hingga sampai sekarang.Sebenarnya Revan bukanlah dari kalangan keluarga yang kaya raya seperti Langit dan Aditya. Namun bisa dibilang keluarganya cukup berada dan sederhana.Dulu sebelum ayahnya meninggal, orangtuanya mempunyai beberapa toko sembako yang tersebar di beberapa pasar yang ada di sekitar daerah tempat ia tinggal.Namun, setelah ayahnya mengalami sakit parah, berapa cabang tokonya harus mereka jual untuk biaya pengobat
Thalita langsung dibuat melongo merasa cengoh mendengarnya.Revan tertawa sinis menatap pria itu. "Iya dia adalah tunanganku." Ia kembali menarik tangan Thalita mendekat ke arahnya."E-eh ...." Sehingga membuat Thalita yang masih terbengong itu reflek menabrak tubuhnya.Lalu Revan memeluk pinggangnya dengan sangat erat. Hingga membuatnya tak bisa bergerak sedikit pun."Cih, ternyata kamu udah punya tunangan!" Johan menatap sinis Thalita."E-eh ... e-enggak. Bukan-bukan! Dia bukan tunanganku, kok. Dia bohong!" Dengan sangat panik gadis itu menggelengkan kepalanya."Ih, lepasin! Kamu apa-apaan sih!" bentak Thalita merasa sangat jengkel dengan Revan. Ia berusaha melepaskan tangan laki-laki itu dari pinggangnya."Jika kamu tidak mau berpura-pura menjadi tunanganku, maka jangan salahkan aku jika aku akan mengadukan soal ini pada kakakmu nanti!" Dengan berbisik pria berkemeja putih itu sengaja mengancamnya.Deg!Sehingga membuat gadis muda berambut terurai itu langsung mati kutu. Tak berani
Otomatis Thalita langsung membelalakkan matanya karena syok. Saking kagetnya ia langsung terdiam tak bergerak sedikitpun. Seluruh badannya kini seolah-olah telah membeku seketika.Dug-dug!Dug-dug!Jantung Thalita bertedak dengan sangat kencang dan tak beraturan. Sungguh ia tidak mengira dan tak percaya kalau sahabat dari kakaknya itu kini tengah mencium bibirnya.Sedangkan Revan dengan memejamkan kedua mata, tangannya bergerak menahan tengkuk leher gadis tersebut. Dan ia semakin memperdalam ciumannya, ia terus mengecup bibir kenyal itu dengan sangat lembut dan penuh dengan perasaaan.Sehingga dengan tanpa sadar, membuat Thalita yang semula marah dan ingin menolaknya. Kini malah ikut memejamkan mata mulai terbuai dengan permainannya.Dengan sangat lihay, pria itu terus menikmati bibir manis milik adik perempuan dari sahabatnya ini. Hingga setelah beberapa menit kemudian Thalita pun tersadar. Dengan seketika ia langsung mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh darinya.Lalu ....Pla
"Hay, Cahaya! Kok, kalian bisa berada di sini, sih?" Thalita langsung berteriak kegirangan saat melihat sahabatnya ataupun kakak iparnya itu sedang bersama dengan kakaknya ada di sana.Otomatis kedua orang yang semula sedang asyik mengobrol itu langsung menoleh ke sumber suara. Dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Thalita dan Revan yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada."Thalita! Kamu kok, bisa berada di sini?" Sontak Cahaya langsung berdiri dan cipika-cipika dengan gadis tersebut."Revan! ngapain kamu di sini?" Dengan menautkan kedua alis, Langit merasa keheranan melihat pria tersebut bisa berada di tempat ini bersama adiknya."Hai, Bos!" Revan memasang cengir kuda menyapanya. Lalu pria itu beralih menoleh ke arah Cahaya. "Hay, Aya, Apa kabar?" Sembari maju ke depan pria berkemeja putih itu ingin melakukan hal yang sama dengan Thalita yaitu cipika cipiki dengan Cahaya juga.Namun, belum sempat dia melakukannya, suara deheman seseorang pria langsung menghentikannya. D
"Hai, Bro! Begitu amat sih makannya," tegur Revan menepuk pundaknya. Langit hanya mendengus kesal, malas untuk menjawab.Kemudian keempat orang itu melanjutkan makannya dengan tidak tenang. Karena ulah dari kedua orang yang selalu ribut bagai Tom and Jerry itu. Dengan segala tingkah polah mereka sangat mengganggu ketenangannya dalam menikmati makan malamnya ini.Mulai dari berebut makanan, saling mengejek dan mencibir. Dan seolah keduanya tidak bisa untuk akur.Sehingga membuat Cahaya terus tertawa tiada henti melihat keributan itu. Karena menurutnya kedua orang itu terlihat sangat lucu dan konyol. Berbeda dengan Langit yang terlihat sebal dengan kehadiran mereka berdua.Namun tanpa Langit sadari ia pun ikut merasa bahagia ketika melihat Cahaya yang terus tertawa dengan lepasnya."Teruslah tertawa seperti itu, Cahaya. Karena dengan melihatmu tersenyum lepas seperti ini, hatiku terasa sangat nyaman dan damai," ujarnya membatin. Lelaki itu tampak tersenyum melihat ke arah gadis yang ki
Keesokan harinya, di sebuah kafe, terlihat seorang pria yang duduk melamun di salah satu sofa berwarna coklat yang berada di sudut ruangan.Sembari menunggu kedatangan kedua temannya di sana. Laki-laki itu pun tersenyum sedang membayangkan sesosok gadis cantik yang selama beberapa hari ini selalu berada di pikirannya.Hingga tak berapa lama, muncullah sosok pria berkulit sawo matang, dengan rambut yang disisir rapi belah tengah itu datang mendekatinya. Lelaki itu melihatnya yang sedang duduk melamun. Sehingga seperti biasa, dengan jiwa keisengannya yang sudah mendarah daging di tubuhnya itu, lelaki tersebut pasti akan selalu menjahilinya."Woy, bengong aja!" Dengan menepuk bahu, Revan sengaja mengagetkannya.Sehingga membuat pria itu langsung terjingkat kaget dan mendengus kesal menoleh ke arahnya."Hayo loh, kamu lagi mikirin apaan, sih?" tanya Revan penasaran."Ah ... kamu, bikin kaget aja!" "Lagian siang bolong begini kok melamun? Lagi mikirin apaan sih, Lang?" Lelaki yang memakai
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan
Begitu mendengar ucapan Aditya tadi, dengan memasang wajah garang, Cahaya langsung melotot ke arah Langit. "Oh, jadi Kakak masih suka ketemuan sama Mbak Cellina?" tanyanya sewot. "E-eh ... enggak enggak kok!" Dengan gelagapan pria berkemeja hitam itu langsung menggelengkan kepala. "Itu tadi si Aditya berbohong, Sayang. Dia memang sengaja ingin ngerjain aku. Agar kamu marah sama aku. Jadi, jangan percaya ya sama dia! Dan lagi pula mana mungkin aku janjian sama Cellina, sementara ada kamu di sini," lanjutnya lagi. "Oh ... berarti kalau nggak ada aku di sini, Kakak masih suka ketemuan sama dia, gitu?" sahut Cahaya jutek. Lalu dengan terlihat sangat kesal, gadis itu langsung saja melangkah pergi meninggalkan lelaki tersebut. "Ya-ya ... bu-bukan begitu, Sayang. Kok kamu malah jadi marah begini, sih! Ah ... sialan! Ini gara-gara si Aditya rese nih. Eh, tunggu!" Dengan terlihat panik, lelaki itu gegas mengejarnya. "Aya, jangan marah begini, dong! Kan, kamu tahu sendiri. Semenjak
Dengan terus menatap tajam ke arah sepasang suami istri itu, tiba-tiba Cellina terdiam dan menghentikan langkahnya. Sehingga membuat kedua temannya merasa keheranan dan juga ikut menoleh ke arah Langit dan Cahaya. Dengan mata yang membola, kedua wanita itu cukup tercengang ketika melihat Langit yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. "Loh, Itu bukanya si Langit? Kok malah lagi jalan sama si cewek kampungan itu, sih? Bukannya kamu bilang kalau dia masih cinta mati sama kamu. Tapi, kenapa dia malah terlihat sangat mesra dengan cewek udik itu?" ujar Alena merasa keheranan. "Diam! Aku juga kesel tau! Ternyata Langit benar-benar sudah terpikat dengan gadis kampungan itu. Sehingga dia rela meninggalkanku demi cewek murahan itu. Tapi, aku gak akan diam saja seperti ini. Lihat saja akan kuberi pelajaran dia nanti. Karena telah berani merebut Langit dariku," jawab Cellina dengan kesal terus menyorot tajam ke arah sepasang suami istri tersebut. "Terus sek
"Em ... kira-kira siapa, ya? Orang yang aku sukai itu adalah ... Kakak," ucapnya sangat pelan dan nyaris tak terdengar. "Hah! Siapa tadi? Aku nggak dengar, Aya." Langit berpura-pura tidak mendengar. "Ah ... tau, ah!" Karena kesal, gadis itu ingin mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh. Namun kedua tangannya itu langsung di tahan oleh Langit. "Ayo dong, Aya! Katakan sekali lagi. Aku nggak dengar tadi," bujuknya. Pada akhirnya dengan wajah yang bersemu merah, gadis cantik itu pun menjawab pertanyaannya lagi. "Aku ... sukanya ... sama Kak Langit." Lelaki itu langsung tersenyum sumringah ketika mendengar pengakuannya. Lalu sedetik kemudian pria tersebut menyambar bibir ranum gadis itu dan mulai mengechupnya dengan lembut. Cahaya hanya pasrah memejamkan mata dan membalas ciumannya juga. Dan tidak cukup sampai di situ saja. Sepasang suami istri itu pun melanjutkan aksinya hingga sampai tengah malam. Merasakan surga dunia sebagai sepasang suami istri. Dan itulah hal yang te
"Ya, nggak gimana-gimana dong, Sayang." Sembari tersenyum manis, lelaki itu menoel hidungnya gemas. Kemudian ia menakup kedua pipinya dan menatap dalam dua bola mata bening milik gadis itu. "Dengarkan aku, Aya! Yang terpenting, 'kan aku sekarang cuma cintanya sama kamu. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Karena mau sampai kapanpun juga, aku berjanji nggak akan pernah mau tinggalin kamu," tukasnya terlihat dengan sangat sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan sang istri. Sehingga membuat gadis itu tersenyum bahagia mendengar ucapannya. "Tapi ... seumpamanya Mbak Cellina masih pengen balik lagi sama Kakak gimana?" "Hahaha ...." Sontak saja Langit malah tertawa geli, karena nampaknya saat i i sedangmerasa cembur."Hem ... kelihatannya Istriku yang cantik ini lagi cemburu ya? Tapi nggak papa, aku malah seneng kok kalau kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu cinta banget sama aku." Dengan terseyum tengil, ia malah mengejeknya. "Cih, siapa juga yang cemburu?" elak Cahaya. "Orang
Setelah selesai sarapan, Langit pun kembali lagi masuk ke dalam kamar. Hari ini ia sengaja tidak masuk kerja. Karena ingin menunggu Cahaya yang sedang sakit dan sekaligus ingin segera menyelesaikan kesalah pahaman di antara mereka berdua. Lelaki bertubuh atletis itu membawa laptop ke dalam kamar. Ia ingin melanjutkan pekerjaannya dari rumah. Sembari menunggu istrinya yang masih tertidur karena pengaruh obat yang diminumnya tadi, jari-jemarinya terlihat sibuk mengotak-atik kaybort laptop yang ada di pangkuannya. Lelaki itu kini duduk di atas kasur bersebelahan dengan Cahaya. Dengan sesekali Ia melihat ke arah gadis itu untuk memastikan kalau istrinya itu dalam keadaan baik-baik saja. Lalu tak berapa lama wanita cantik yang ada di sebelahnya itu mulai terbangun. Ia mendapati kalau suaminya kini berada di sampingnya terlihat sedang sibuk dengan laptopnya. Sehingga membuatnya merasa sedikit senang dan terharu padanya. "Oh, ternyata sedari tadi dia nungguin aku, ya? Sampai nggak
"Apaa?!" Sontak saja Langit langsung membelalakan mata menatap tidak percaya pada Cahaya. Sungguh ia sangat syok ketika mendengar kata cerai yang keluar dari bibir gadis itu. Lalu dengan segera lelaki itu kembali menggelengkan kepala. "Tidak, aku mohon jangan berkata seperti itu, Aya!" Kini pria itu memeluk erat tubuh gadis yang sedang terduduk di hadapannya kini. Sedangkan gadis itu hanya terdiam seperti patung tidak mau membalas pelukannya. "Aku mohon dengarkan penjelasanku dulu, Aya! Akan aku jelaskan dengan yang sejujur-jujurnya kalau semua ini hanyalah salah paham saja. Jadi, please jangan berburuk sangka dulu, ok?" Lelaki itu menengadahkan wajahnya menatap gadis itu dengan sayu. "Ya ya memang benar kalau selama ini aku sering pergi menemuinya. Akan tetapi kami tidak pernah melakukan apa pun juga, Aya. Ya, aku pun terpaksa melakukan ini, karena aku sudah terlanjur berjanji kepadanya kalau aku akan menemaninya dalam waktu sebulan ini saja." Dengan sangat gugup dan terbat
Pukul jam 03.00 dini hari, tiba-tiba saja Cahaya terbangun. Dengan perlahan gadis itu mulai mengerjapkan mata dan membukanya dengan lebar. Dirinya kini mulai mengingat-ingat kejadian yang semalam. Seketika itu ia pun menoleh ke arah samping dan mendapati tempat itu dalam keadaan kosong tanpa adanya sosok suaminya di sana. Kemudian ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu masih jam 03.00 pagi. Lalu sembari tersenyum kecut ia berkata, "Ternyata ini semua bukanlah mimpi. Dan tidur di mana dia sekarang?" Raut wajah gadis itu kembali murung. Pada awalnya ia berharap semua kejadian tadi adalah hanya sebuah mimpi buruk saja. Namun, semua ini nyata. Lagi-lagi ia tertawa miris. "Hahaha ... bodoh sekali kamu, Cahaya! Palingan juga dia pergi ke tempatnya si Cellina. Mending sekarang aku sholat tahajud saja." Tanpa berpikir panjang lagi, kemudian gadis yang sedang dilanda kesedihan itu pun beranjak dari tempat tidurnya. Ia berniat untuk pergi ke kamar mandi dan akan mengamb
"A-apa?! Ca-cahaya istri kamu?" Sontak saja Aditya terpekik kaget melotot ke arah Langit. "Kamu jangan bercanda deh, Lang!" lanjutnya sambil terkekeh canggung. "Siapa juga yang sedang bercanda? Kalau kamu tidak percaya tanyakan saja pada Cahaya," jawab Langit dingin. Pria berkemeja krem itu menoleh ke arah gadis yang sedang dicekal tangannya oleh Langit. "Apakah itu benar, Cahaya? Kalau kamu ini adalah istrinya Langit?" tanyanya merasa tak percaya. Cahaya yang masih tetap terdiam menganggukkan kepalanya dengan pelan. Sebagai tanda kalau apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu adalah benar. Sehingga membuat Langit kini tersenyum sinis padanya. "Sudah jelas, 'kan? Jadi, mulai sekarang tolong jauhi Cahaya!" tukasnya tegas. Lalu sembari menarik tangan Cahaya, lelaki itu langsung meninggalkan Aditya yang masih diam mematung karena merasa sangat syok ketika mengetahui bahwa wanita yang ia sukai selama ini sudah mempunyai suami. Dan lebih parahnya lagi suaminya itu ternyata ada