Jika masih pingin lanjut up bab yang lebih banyak lagi. yuk komen yuk...
Revan Maulana Putra, nama pria berdarah campuran sunda dan betawi itu merupakan teman dekat Langit semenjak masa kuliahnya dulu. Sebenarnya pria yang lebih akrab dipanggil dengan nama Revan itu tidak satu angkatan dengan Langit, melainkan ia adalah adik seniornya di kampus.Namun karena hampir setiap hari mereka berada dan bertemu di kampus yang sama, sehingga lambat laun mereka berdua menjadi kawan dekat. Ditambah dengan 1 orang lagi yg merupakan kakak senior satu angkatan di atas mereka berdua yaitu Aditya. Dan akhirnya mereka bertiga menjadi sahabat dekat hingga sampai sekarang.Sebenarnya Revan bukanlah dari kalangan keluarga yang kaya raya seperti Langit dan Aditya. Namun bisa dibilang keluarganya cukup berada dan sederhana.Dulu sebelum ayahnya meninggal, orangtuanya mempunyai beberapa toko sembako yang tersebar di beberapa pasar yang ada di sekitar daerah tempat ia tinggal.Namun, setelah ayahnya mengalami sakit parah, berapa cabang tokonya harus mereka jual untuk biaya pengobat
Thalita langsung dibuat melongo merasa cengoh mendengarnya.Revan tertawa sinis menatap pria itu. "Iya dia adalah tunanganku." Ia kembali menarik tangan Thalita mendekat ke arahnya."E-eh ...." Sehingga membuat Thalita yang masih terbengong itu reflek menabrak tubuhnya.Lalu Revan memeluk pinggangnya dengan sangat erat. Hingga membuatnya tak bisa bergerak sedikit pun."Cih, ternyata kamu udah punya tunangan!" Johan menatap sinis Thalita."E-eh ... e-enggak. Bukan-bukan! Dia bukan tunanganku, kok. Dia bohong!" Dengan sangat panik gadis itu menggelengkan kepalanya."Ih, lepasin! Kamu apa-apaan sih!" bentak Thalita merasa sangat jengkel dengan Revan. Ia berusaha melepaskan tangan laki-laki itu dari pinggangnya."Jika kamu tidak mau berpura-pura menjadi tunanganku, maka jangan salahkan aku jika aku akan mengadukan soal ini pada kakakmu nanti!" Dengan berbisik pria berkemeja putih itu sengaja mengancamnya.Deg!Sehingga membuat gadis muda berambut terurai itu langsung mati kutu. Tak berani
Otomatis Thalita langsung membelalakkan matanya karena syok. Saking kagetnya ia langsung terdiam tak bergerak sedikitpun. Seluruh badannya kini seolah-olah telah membeku seketika.Dug-dug!Dug-dug!Jantung Thalita bertedak dengan sangat kencang dan tak beraturan. Sungguh ia tidak mengira dan tak percaya kalau sahabat dari kakaknya itu kini tengah mencium bibirnya.Sedangkan Revan dengan memejamkan kedua mata, tangannya bergerak menahan tengkuk leher gadis tersebut. Dan ia semakin memperdalam ciumannya, ia terus mengecup bibir kenyal itu dengan sangat lembut dan penuh dengan perasaaan.Sehingga dengan tanpa sadar, membuat Thalita yang semula marah dan ingin menolaknya. Kini malah ikut memejamkan mata mulai terbuai dengan permainannya.Dengan sangat lihay, pria itu terus menikmati bibir manis milik adik perempuan dari sahabatnya ini. Hingga setelah beberapa menit kemudian Thalita pun tersadar. Dengan seketika ia langsung mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh darinya.Lalu ....Pla
"Hay, Cahaya! Kok, kalian bisa berada di sini, sih?" Thalita langsung berteriak kegirangan saat melihat sahabatnya ataupun kakak iparnya itu sedang bersama dengan kakaknya ada di sana.Otomatis kedua orang yang semula sedang asyik mengobrol itu langsung menoleh ke sumber suara. Dan betapa terkejutnya mereka saat melihat Thalita dan Revan yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berada."Thalita! Kamu kok, bisa berada di sini?" Sontak Cahaya langsung berdiri dan cipika-cipika dengan gadis tersebut."Revan! ngapain kamu di sini?" Dengan menautkan kedua alis, Langit merasa keheranan melihat pria tersebut bisa berada di tempat ini bersama adiknya."Hai, Bos!" Revan memasang cengir kuda menyapanya. Lalu pria itu beralih menoleh ke arah Cahaya. "Hay, Aya, Apa kabar?" Sembari maju ke depan pria berkemeja putih itu ingin melakukan hal yang sama dengan Thalita yaitu cipika cipiki dengan Cahaya juga.Namun, belum sempat dia melakukannya, suara deheman seseorang pria langsung menghentikannya. D
"Hai, Bro! Begitu amat sih makannya," tegur Revan menepuk pundaknya. Langit hanya mendengus kesal, malas untuk menjawab.Kemudian keempat orang itu melanjutkan makannya dengan tidak tenang. Karena ulah dari kedua orang yang selalu ribut bagai Tom and Jerry itu. Dengan segala tingkah polah mereka sangat mengganggu ketenangannya dalam menikmati makan malamnya ini.Mulai dari berebut makanan, saling mengejek dan mencibir. Dan seolah keduanya tidak bisa untuk akur.Sehingga membuat Cahaya terus tertawa tiada henti melihat keributan itu. Karena menurutnya kedua orang itu terlihat sangat lucu dan konyol. Berbeda dengan Langit yang terlihat sebal dengan kehadiran mereka berdua.Namun tanpa Langit sadari ia pun ikut merasa bahagia ketika melihat Cahaya yang terus tertawa dengan lepasnya."Teruslah tertawa seperti itu, Cahaya. Karena dengan melihatmu tersenyum lepas seperti ini, hatiku terasa sangat nyaman dan damai," ujarnya membatin. Lelaki itu tampak tersenyum melihat ke arah gadis yang ki
Keesokan harinya, di sebuah kafe, terlihat seorang pria yang duduk melamun di salah satu sofa berwarna coklat yang berada di sudut ruangan.Sembari menunggu kedatangan kedua temannya di sana. Laki-laki itu pun tersenyum sedang membayangkan sesosok gadis cantik yang selama beberapa hari ini selalu berada di pikirannya.Hingga tak berapa lama, muncullah sosok pria berkulit sawo matang, dengan rambut yang disisir rapi belah tengah itu datang mendekatinya. Lelaki itu melihatnya yang sedang duduk melamun. Sehingga seperti biasa, dengan jiwa keisengannya yang sudah mendarah daging di tubuhnya itu, lelaki tersebut pasti akan selalu menjahilinya."Woy, bengong aja!" Dengan menepuk bahu, Revan sengaja mengagetkannya.Sehingga membuat pria itu langsung terjingkat kaget dan mendengus kesal menoleh ke arahnya."Hayo loh, kamu lagi mikirin apaan, sih?" tanya Revan penasaran."Ah ... kamu, bikin kaget aja!" "Lagian siang bolong begini kok melamun? Lagi mikirin apaan sih, Lang?" Lelaki yang memakai
"Em ... cewek itu adalah ... siapa ya?" Pria yang masih mempunyai darah keturunan blasteran Belanda itu malah balik bertanya. Dengan iseng ia ingin membuat kedua temannya itu penasaran."Ra-ha-sia," lanjutnya. Dengan senyum mengejek, sengaja lelaki itu tidak mau memberitahukan siapa gadis yang tengah memikat hatinya kini.Sehingga membuat kedua pria yang ada di hadapannya pun langsung mendengus kesal dan mencibirnya. "Dih, malah main rahasia-rahasiaan lagi!" sungut Revan.Sembari membuang nafas kedua orang itu memutar bola mata malas, merasa jengkel dengannya.Sementara Aditya malah tertawa girang merasa sangat senang melihat wajah kesal kedua pria tersebut.Padahal tanpa mereka ketahui kalau gadis yang dimaksud oleh Aditya itu adalah istri dari sahabatnya sendiri yaitu Langit, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Cahaya.Sehingga kedua laki-laki itu pun tak sadar kalau sebenarnya mereka sedang memikirkan wanita yang sama yaitu Cahaya.***Beberapa hari setelah makan malam itu. H
*Sedikit Ada adegan Dewasa tapi tidak Frontal.Jika tidak suka diskip saja ya....***Cahaya tampak terkejut saat melihat Langit yang tiba-tiba saja membalikan badan menghadapnya."E-eh, Ka-kak Langit mau ngapain?" ucapnya membatin.Sembari tersenyum manis, tangan pria itu mulai mengusap lembut pipi Cahaya. Kemudian ia segera membuka mukenanya. Lalu secara perlahan ia mendekatkan wajahnya dan langsung menyambar bibir ranum yang sedari tadi telah menggodanya.Cahaya yang masih terlihat syok, langsung memejamkan matanya. Dengan sangat kaku dan malu ia membalas ciumannya. Di sela-sela ciumannya Langit tersenyum kecil, karena merasa senang. Walaupun masih terasa kikuk, namun gadis itu tidak menolaknya dan malah berusaha untuk membalasnya. Sehingga membuatnya semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya ini. Dengan terus mengechup dan melumat bibirnya, ia semakin memperdalam ciumannya. Hingga dengan perlahan kecupan itu kini berpindah turun ke arah leher. Meninggalkan beberapa jejak kep
Bragk! Dengan sangat kasar Langit membanting pintu. Sehingga membuat semua orang yang sedang berada di luar ruangan langsung terjingkat kaget dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Sedangkan Cellina yang berdiri di depan pintu, kini mulai menggedor pintu dan terus memohon padanya. "Lang, aku minta maaf! Aku mohon beri aku kesempatan untuk memperbaiki ini semua, Lang!" bujuknya sedikit memelas. Dengan keheranan semua karyawan yang ada di depan ruang itu pun otomatis melihat ke arahnya dan mulai berkasak kusuk membicarakannya. Kemudian Revan mendekatinya. "Sudahlah, Lin! Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga! Kamu sudah puas, 'kan melihat Langit dan Cahaya jadi salah paham? Dan kau telah berhasil membuat mereka berdua bertengkar seperti tadi?" tukasnya. "Kamu ngusir aku?" sahut Cellina sewot. "Bukan aku, tapi Langit yang ingin kamu pergi dari sini, Cellina! Apa kamu nggak malu? Tuh kamu dilihatin banyak orang!" "Ya ya, oke baiklah. Kali ini aku akan pergi dari s
Karena merasa bingung, tak tahu harus membawa Cahaya ke mana. Pada akhirnya Aditya memutuskan untuk mengantarkan gadis itu ke apartemennya saja. "Ayo masuk, Ya!" ajaknya sambil membuka pintu apartemen. Cahaya masih tampak bingung dan merasa ragu, di antara mau masuk apartemen itu atau tidak. Aditya yang melihatnya hanya diam berdiri di depan pintu pun menghampirinya dan lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. "Kamu tenang saja! Dan nggak usah khawatir. Aku nggak tinggal di sini, Kok. Aku jarang tinggal di sini, cuma kalau lagi mau aja sekali-kali baru akan tidur di sini," terangnya. Kemudian keduanya pun mulai memasuki apartemen. "Ayo duduk dulu, Cahaya!" Sembari menganggukan kepala, gadis itu mulai mengedarkan pandangan mengamati keadaan di sekitar. Lalu ia duduk di sofa yang ada di ruang tersebut. "Em ... biar aku ambilkan minuman buat kamu ya?" tawar Aditya. Cahaya kembali mengangguk. Tak lama kemudian lelaki tampan itu sudah membawa 2 gelas air minum untuk mereka b
"Beraninya kamu bawa pergi Cahaya, huh?" ucap Langit sembari terus memukuli wajah tampan sahabatnya itu. Aditya pun tak mau kalah, dia membalasnya juga. Sontak saja baik Cahaya yang masih berada di dalam mobil dan begitu juga Revan, langsung terlihat panik dan kebingungan melihat kedua pria itu yang kini sedang beradu jotos itu. Tentu saja Dengan segera keduanya pun berlari mendekat mereka berdua. Lalu mereka berusaha untuk melerai perkelahian itu dan juga memisahkan keduanya. "Berhenti, udah stop! Kenapa kalian ini jadi seperti anak kecil gini sih? Semuanya kan bisa bicara dengan baik-baik!" Dengan sebisa mungkin Revan yang kini berdiri di tengah-tengah Langit dan Aditya berusaha memisahkan keduanya. Akan tetapi, tidak berhasil. Ia malah ikut terkena bogem mentah dari mereka berdua dan terombang-ambing di antara kedua orang tersebut. "E-eh ... aduh-aduh- duh! Lang, Dit, udah jangan berantem lagi!" serunya lagi. "Sudah cukup, berhenti!" Akhirnya Cahaya berteriak dengan sa
"Loh, Cahaya!" Sontak saja Aditya kaget melihatnya. Aditya yang memang sengaja datang ke kantor itu karena ingin menemui Langit. Namun, di saat lelaki itu sedang berjalan menuju ruangan lelaki itu, ia malah bertabrakan dengan gadis tersebut. Kemudian lelaki itu pun melihat kalau gadis cantik itu kini sedang menangis. Sehingga membuatnya langsung memegang kedua pundaknya dan bertanya, "Loh, kamu kenapa, Aya, kok menangis? Dan kenapa pula kamu bisa berada dari sini, huh?"Dengan sesegukan, gadis itu hanya menggeleng tak mau menjawab. Sementara dari arah belakang gadis itu, ia melihat Langit yang sedang berlari menuju ke arahnya. Kini ia baru mengerti kalau Cahaya sedang ada masalah lagi dengan Langit. Secara otomatis membuatnya merasa sangat marah kepada lelaki tersebut. "Aya, tunggu! Aku mohon, tolong dengarkan penjelasanku dulu, Aya!" Langit kembali bersuara manggilnya. Dengan sangat panik gadis yang sedang menangis itu langsung memohon pada Aditya agar Ia mau membawanya per
Dengan sangat terburu-buru Cellina terlebih dahulu masuk ke dalam kantor dan ia ingin segera menuju ke ruang kerjanya Langit. Sementara Cahaya yang sedang berjalan ingin memasuki kantor. Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya dari belakang. "Hay, Cahaya!" Panggil Revan yang kebetulan baru saja datang di kantor itu. Karena merasa ada yang memanggil, gadis itu pun menoleh ke arah sumber suara. "Eh, Revan! Kamu juga kerja di sini bareng Kak Langit, ya?" jawab Cahaya. "Enggak, kok. Kalau aku kerjanya di kantor cabang yang ada di Kebon Jeruk. Biasa aku ke sini karena ada meeting gitu. Nanti setelah meetingnya selesai aku balik lagi deh ke kantor cabang." "Kalau kamu kok tumben datang ke sini mau ketemu sama Langit, ya?" tebaknya. "Oh ini, tadi Kak Langit hp-nya ketinggalan. Jadi aku mau anterin HP ini ke dia." Gadis cantik bergaun putih tulang itu menunjukkan ponsel yang ada di tangan kanannya. "Oh gitu." Revan tampak manggut-mangut. "Ya udah, ayo biar aku antar ke ruangan Lan
Begitu mendengar ucapan Aditya tadi, dengan memasang wajah garang, Cahaya langsung melotot ke arah Langit. "Oh, jadi Kakak masih suka ketemuan sama Mbak Cellina?" tanyanya sewot. "E-eh ... enggak enggak kok!" Dengan gelagapan pria berkemeja hitam itu langsung menggelengkan kepala. "Itu tadi si Aditya berbohong, Sayang. Dia memang sengaja ingin ngerjain aku. Agar kamu marah sama aku. Jadi, jangan percaya ya sama dia! Dan lagi pula mana mungkin aku janjian sama Cellina, sementara ada kamu di sini," lanjutnya lagi. "Oh ... berarti kalau nggak ada aku di sini, Kakak masih suka ketemuan sama dia, gitu?" sahut Cahaya jutek. Lalu dengan terlihat sangat kesal, gadis itu langsung saja melangkah pergi meninggalkan lelaki tersebut. "Ya-ya ... bu-bukan begitu, Sayang. Kok kamu malah jadi marah begini, sih! Ah ... sialan! Ini gara-gara si Aditya rese nih. Eh, tunggu!" Dengan terlihat panik, lelaki itu gegas mengejarnya. "Aya, jangan marah begini, dong! Kan, kamu tahu sendiri. Semenjak
Dengan terus menatap tajam ke arah sepasang suami istri itu, tiba-tiba Cellina terdiam dan menghentikan langkahnya. Sehingga membuat kedua temannya merasa keheranan dan juga ikut menoleh ke arah Langit dan Cahaya. Dengan mata yang membola, kedua wanita itu cukup tercengang ketika melihat Langit yang sedang berjalan sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. "Loh, Itu bukanya si Langit? Kok malah lagi jalan sama si cewek kampungan itu, sih? Bukannya kamu bilang kalau dia masih cinta mati sama kamu. Tapi, kenapa dia malah terlihat sangat mesra dengan cewek udik itu?" ujar Alena merasa keheranan. "Diam! Aku juga kesel tau! Ternyata Langit benar-benar sudah terpikat dengan gadis kampungan itu. Sehingga dia rela meninggalkanku demi cewek murahan itu. Tapi, aku gak akan diam saja seperti ini. Lihat saja akan kuberi pelajaran dia nanti. Karena telah berani merebut Langit dariku," jawab Cellina dengan kesal terus menyorot tajam ke arah sepasang suami istri tersebut. "Terus sek
"Em ... kira-kira siapa, ya? Orang yang aku sukai itu adalah ... Kakak," ucapnya sangat pelan dan nyaris tak terdengar. "Hah! Siapa tadi? Aku nggak dengar, Aya." Langit berpura-pura tidak mendengar. "Ah ... tau, ah!" Karena kesal, gadis itu ingin mendorong tubuh laki-laki itu untuk menjauh. Namun kedua tangannya itu langsung di tahan oleh Langit. "Ayo dong, Aya! Katakan sekali lagi. Aku nggak dengar tadi," bujuknya. Pada akhirnya dengan wajah yang bersemu merah, gadis cantik itu pun menjawab pertanyaannya lagi. "Aku ... sukanya ... sama Kak Langit." Lelaki itu langsung tersenyum sumringah ketika mendengar pengakuannya. Lalu sedetik kemudian pria tersebut menyambar bibir ranum gadis itu dan mulai mengechupnya dengan lembut. Cahaya hanya pasrah memejamkan mata dan membalas ciumannya juga. Dan tidak cukup sampai di situ saja. Sepasang suami istri itu pun melanjutkan aksinya hingga sampai tengah malam. Merasakan surga dunia sebagai sepasang suami istri. Dan itulah hal yang te
"Ya, nggak gimana-gimana dong, Sayang." Sembari tersenyum manis, lelaki itu menoel hidungnya gemas. Kemudian ia menakup kedua pipinya dan menatap dalam dua bola mata bening milik gadis itu. "Dengarkan aku, Aya! Yang terpenting, 'kan aku sekarang cuma cintanya sama kamu. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Karena mau sampai kapanpun juga, aku berjanji nggak akan pernah mau tinggalin kamu," tukasnya terlihat dengan sangat sungguh-sungguh berusaha untuk meyakinkan sang istri. Sehingga membuat gadis itu tersenyum bahagia mendengar ucapannya. "Tapi ... seumpamanya Mbak Cellina masih pengen balik lagi sama Kakak gimana?" "Hahaha ...." Sontak saja Langit malah tertawa geli, karena nampaknya saat i i sedangmerasa cembur."Hem ... kelihatannya Istriku yang cantik ini lagi cemburu ya? Tapi nggak papa, aku malah seneng kok kalau kamu cemburu kayak gini, itu tandanya kamu cinta banget sama aku." Dengan terseyum tengil, ia malah mengejeknya. "Cih, siapa juga yang cemburu?" elak Cahaya. "Orang