Sudah 15 menit Diaz merelakan perutnya ditimpa kaki Mila yang sedang tidur.
Berulang kali Diaz menerima panggilan masuk dari dewan direksi, dengan terpaksa dia bicara dalam posisi yang sama sekali tidak nyaman karena perutnya tertekan.
"Mila."
"Bangun, Mila."
Diaz menyingkirkan kaki Mila pelan-pelan lalu bangun untuk segera mandi. Tak disangka-sangka Mila sudah bangun setelah Diaz keluar dari kamar mandi.
"Kamu udah bangun?"
Diaz menggosok rambutnya dengan handuk kecil berwarna abu-abu lantas duduk di tepi kasur.
Mila menepuk punggung Diaz karena sprei belum rapi. Tahu sendiri dia sering mengomel kalau tidak sejajar.
"Mila, teman kamu ada yang udah nikah juga. Kamu tau?"
Entahlah. Mila tidak ingat ada berapa temannya selain Stephen.
"Namanya siapa dulu?" Tidak ingin bohong, Mila akan mengingatnya.
"Gita Lusiana," jawab Diaz sembari menyemprot rambutnya menggunakan hair spray setelah disisi
TOK TOK TOK"Mila ... Main yuk!"Stephen mendatangi rumah tetangga seberang karena 1 minggu lebih tidak ada kabar. Dia takut Mila ditelan bumi atau paling parah sedang meratapi hidupnya yang semakin datar dari terakhir mereka komunikasi.Senyumnya terbit begitu pintu terbuka walau yang muncul adalah Fila. "Bunda... " sapanya seperti biasa, riang."Ada apa, Stephen? Kamu kemarin halu Mila ada di rumah, sekarang alasan apa lagi?""Ya ampun, Bunda. Mila gak kasih kabar seminggu lebih, Stephen takut Mila hilang tanpa jejak.""Kamu tuh berlebihan. Bunda kasih tau ya, Mila gak ngabarin kamu karena lagi pergi honeymoon kedua sama Diaz."Stephen terperanjat mendengar mereka bulan madu kedua. "Yang pertama, kapan?" batinnya tertinggal informasi."Kok diem? Kaget ya kamu?" tanya Fila lantaran Stephen diam dengan mata melotot.Stephen mengangguk. "Kaget banget, Bund." Dia terkejut karena tidak tahu kapan bul
Masih tidak percaya, Stephen mendatangi kediaman Diaz untuk memastikan mereka sedang sandiwara atau benar-benar bulan madu."Permisi... "TOK TOK TOKResiko terbesar jika ucapan Fila benar, Stephen akan ditendang oleh penghuni rumah yang lain. Namun, dia harap mereka benar pergi. Itu artinya, Mila sudah menerima Diaz.TOK TOK"Per- " Stephen menarik tangannya dan meminta maaf telah mengetuk jidat seorang perempuan yang tiba-tiba membukakan pintu rumah. "Eh, sorry. Gak sengaja. Aduh, maaf, maaf."Vio meniup poni depannya lantas membatasi pintu. "Lo siapa?""Stephen. Lo dateng ke acara tunangan gue sama Mila. Inget?" Tidak mungkin ada orang yang lupa dengan wajahnya, walaupun tephen sadar dia tidak cukup tampan seperti Diaz."Iya, gue inget." Vio rasa banyak orang aneh yang mengganggu ketenangannya belakangan ini. "Lo mau apa ke sini?"Stephen berjinjit agar bisa melongok ke dalam. "Mila di rumah ga
"Jadi, kalian mampir ke sini setelah sewa pulau pribadi?"Monica meregangkan otot lehernya ke kanan dan kiri setelah Diaz dan Mila ke rumahnya tak lama setelah Mila dan Vio berlibur."Kalian gak lupa, kan? Rumah yang harusnya gak didatangi siapa-siapa, jadi banyak pengunjung 2 minggu terakhir. Lo, Diaz, Vio... " Monica menyebutkan nama mereka lalu menghela napas malas. "Besok lagi sewa pulau lain," tukasnya dalam artian tidak akan menerima mereka lain hari, sekalipun mendesak."Tapi, gue seneng bisa ke rumah lo lagi, Monica." Mila selalu antusias mendatangi rumah Monica yang bernuansa putri kerajaan, terlebih mereka hidup berdua saja seperti Raja dan Ratu yang memimpin wilayah."Gue gak seneng." Monica menatap Diaz, dia tersenyum sendiri sambil melihat langit-langit rumahnya. Tidak ada perbedaan lebih, Monica membiarkan isinya sama seperti tahun-tahun sebelumnya."Rumah kamu makin bagus, Monica." Diaz memuji saudaranya yang pandai menjaga int
Mila sudah membicarakan bersama Eric alasan yang mendukung dia ingin pergi melihat pria yang diduga saksi kuat atas kecelakaan yang menimpa Dani dan Raffa.Eric mengatakan, dia ingin membantu mereka jika betul ada sesuatu di balik insiden mengerikan itu. Dia mengimbuhkan, tidak baik juga jika kepikiran terus-terusan. Lebih baik temui dan tanya langsung. Mereka hanya perlu bersiap jika kesaksiannya berbeda dengan hasil olah TKP.Jujur saja Mila tidak begitu ingin mendengar jawaban pria yang membuat Eric penasaran setengah mati. Lebih baik ia mengetahui kalau mereka murni kecelakaan. Jika tidak, Mila akan rapuh dan mungkin lepas kendali.Tak dipungkiri, Eric memang punya banyak relasi dan cukup pandai menyelidiki hal demikian karena lulusan dari perusahaan keamanan.Masalah seriusnya adalah Diaz belum tahu apa yang diketahui mereka berempat. Baik Mila atau Vio tidak ada yang ingin buka suara, apalagi Monica dan Eric. Tanpa perjanjian mereka tela
"Langsung?" Mila melihat di sisi kanannya terdapat Diaz dan kirinya adalah Dokter Rio."Iya, langsung." Dokter Rio mengangguk pelan lalu menoleh ke Diaz selaku suami pasiennya.Mila sudah berpegangan lengan Diaz. Jika Dokter Rio menariknya ke dalam, maka Diaz akan ikut masuk ke elevator bersamanya.Kali ini bukan rumah sakit yang menjadi sasaran utama tempat Mila terapi, melainkan elevator di kantor Diaz yang berseberangan dengan elevator utama.Mila terkesan karena elevator yang menghubungkan lantai 3 dengan atap perusahaan jarang dinaiki karyawan sebab memakai akses sidik jari khusus jabatan atas."Kamu siap, Mila?" tanya Dokter Rio."Gak sama sekali," papar Mila dari lubuk hati yang paling dalam.Diaz menepuk punggung Mila untuk menyemangatinya. "Santai aja. Gak sampai 1 menit naik lift, sama saya juga."Mila mengatur pernapasannya agar detak jantung kembali normal. Dari awal sudah setegang ini, apalagi di dalam
Monica tidak tahu akan terlibat dalam misi Eric untuk mengejar pria anonim yang dicurigai mengetahui sesuatu mengenai insiden kecelakaan Dani dan Raffa. Walau sekali lagi dia merayu Eric, pria itu enggan putar balik untuknya.Yang utama, Monica sudah memberitahu bahwa perbuatan yang diputuskan tergesa-gesa akan berakhir kurang baik. Selain mengejutkan keluarga Diaz, Monica bisa disangka ingin tinggal di rumah mereka karena mendadak datang tanpa pemberitahuan lewat burung merpati.Melihat Eric gigih dalam segala hal, Monica tidak bisa menahannya terus-terusan. Akibat buruknya, dia bisa ditinggal pergi."Kamu khawatir?" Eric bisa merasakan ditatap dari samping oleh Monica walau tangannya mengemudi dan matanya menatap jalan.Monica mengalihkan pandangan. "Siapa yang harus dikhawatirin sekarang," desisnya.Monica lebih khawatir niat baik Eric berujung petaka. Sedari dulu, seolah karma keluarga Prayoga, nasib jika campur tangan maka akan ada tumbal. Bis
Mila menyangka kalau Monica berubah pikiran, namun untuk alasan apa dia seperti itu. Pasti karena Erick. Tidak mungkin dia rela ke Jakarta, menyeberangi lautan, terakhir kali mereka membahas mengenai pria setengah paruh baya yang belum diketahui namanya mencurigakan.Tanggapan Vio mengenai permasalahan ini antara percaya dan tidak percaya. Adik ipar Mila memilih untuk bungkam sampai ia memberitahu Diaz. Itukah sebabnya? Vio lebih mempercayai Diaz untuk menangani masalah ini.Mengingat bagaimana Diaz membual, Mila takut dia keseringan mengancam orang lain. Bukannya apa, ancaman bisa saja menimbulkan masalah baru. Kesaksian yang sebetulnya bisa dimanipulasi. Lagipula Mila sudah memaafkan mereka karena semakin kesini ia diberitahu Vio, jika Diaz mencecar Gita di masa pelatihan."Monica, coba aja lo liat muka Mila pas lagi terapi naik lift." Vio terbahak-bahak membayangkannya.Monica Hanya menatap datar mereka di sofa tunggal. Dia tidak bertanya dan jug
Dari kejauhan di koridor lantai 2, leher Diaz menoleh ke sisi kiri tempat latar syuting dilakukan tidak begitu ramai. Mungkin mereka sedang istirahat, jadi hanya beberapa yang masih berada di tempat. Niat untuk masuk elevator menuju lantai 3 menjadi urung karena pemandangan tak biasa terjadi di sana. Wijaya, bintang iklan kebanggaan Diaz sedang menurunkan tingkat harga dirinya di hadapan Gita. Diaz putar arah dan membuka pintu untuk masuk menanyakan apa yang terjadi sampai Wijaya mengobati pelipis Gita. Ada yang tidak beres, menurutnya. "Ada apa ini?" Wijaya menoleh biasa saja, berbeda dengan Gita yang terperanjat dan langsung menggeser duduknya. "Itu kenapa?" Diaz menggaruk pelipisnya sendiri dan bertanya pada Gita, tetapi memandang Wijaya. Bola mata Gita bergerak ke atas beberapa saat setelah ditanya Diaz. "Kena kamera, Pak. Penyangganya kendur," ujar Wijaya. Diaz melihat Gita seperti membenarkan uca