Share

Bab 2 - Hari Pernikahan

Olivia hanya bisa terduduk pasrah di dalam sebuah kamar tempatnya dikurung. Gadis itu tidak bisa kabur atau pun menghindar lagi sekarang. Pintu kamar itu dikunci dari luar, dan tidak ada jendela sama sekali di kamar itu.

“Ya Tuhan … kenapa jadi begini?” lirihnya pada keheningan.

Ayahnya dengan tega menjadikannya alat pelunas utang, dan Olivia tentu tak punya uang tiga miliar untuk menebusnya.

Tidak ada yang bisa Olivia lakukan lagi selain menunggu dan menerima. Hari ini, ia akan menjadi istri dari pria yang tidak ia ketahui sama sekali seperti apa rupanya.

Meski begitu, Olivia berharap bahwa calon suaminya bukanlah pria seburuk ayahnya. Gadis berusia 25 tahun itu tidak ingin hidup seperti ibunya yang tidak bahagia karena menikah dengan pria kasar seperti ayahnya.

Sejak dulu impiannya adalah memiliki keluarga yang bisa mencintainya sepenuh hati dan menerima dirinya apa adanya. Namun, impian itu tampaknya terlalu muluk.

Para pelayan tiba-tiba datang memasuki kamar Olivia, dan tanpa basa basi mereka dengan segera menyiapkan semua keperluan yang akan Olivia gunakan selama acara pernikahan berlangsung.

"Nyonya, gadis itu ada di dalam kamar ini."

Ucapan itu membuat Olivia menoleh pada seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam kamar.

Suasana langsung hening dan terasa mencekam, membuat Olivia merasa gugup. Wanita dengan penampilan anggun dan angkuh ini pastilah Nyonya Besar.

“Jadi kau yang akan menjadi menantuku?” tanya Nindi dengan nada sinis. Raut wajahnya tampak jijik melihat Olivia yang tengah dirias.

“Sa-saya Olivia ….”

Nindi berdecak kesal, lalu dengan segera keluar dari kamar itu tanpa membiarkan Olivia berbicara lebih banyak. "Menyedihkan! Aku tidak sudi mengantarmu ke gereja!”

Olivia hanya bisa menunduk dan memandang kepergian Nindi dengan hati terenyuh.

Bagaimana kehidupan pernikahannya nanti … Olivia tidak bisa membayangkannya.

Apa gunanya menikah apabila tak ada yang menerimanya di keluarga ini?

Tak berapa lama kemudian, Olivia sudah siap dengan gaun pengantin berwarna putih. Dandanannya sederhana, tapi gadis itu tampak menawan.

Kini Olivia siap untuk menikah dan diikat dalam janji pernikahan bersama dengan seorang pria yang Olivia ketahui bernama Reagan Raharja itu.

Memasuki mobil sedan hitam yang mewah, Olivia dibawa masuk ke dalam sebuah gereja dengan altar besar. Pendeta sudah berdiri dengan seorang pria berjas hitam dan kemeja putih yang memakai kursi roda berada di depan altar.

Wajah Olivia yang tertutup veil terlihat sangat terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya.

‘Jadi … aku akan menikah dengan seorang pria lumpuh?’ Olivia bertanya dalam hati.

Gadis itu tidak menyangka bahwa pria yang akan menjadi suaminya ternyata lumpuh. Dalam hati Olivia hanya bisa tertawa hambar menertawakan hidupnya yang semakin menyedihkan ini.

Kedua mata Olivia memanas, sekuat tenaga dia berusaha menahan dirinya untuk tidak menangis. Olivia merasa marah, tapi dia tidak tahu harus marah kepada siapa!

Pada ayahnya yang tega menjualnya? Pada dirinya sendiri yang menyerahkan diri? Atau pada Armand Raharja yang membuat hidupnya menjadi semakin menyedihkan seperti ini?

Olivia menarik napas dalam-dalam, layaknya seorang pengantin wanita pada umumnya, gadis itu berjalan dengan perlahan hingga ia sampai dan berdiri tepat di samping Reagan.

Mata hitam Olivia menatap ke arah Reagan yang menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tidak terlihat sama sekali binar kehidupan di dalam mata hitam kelamnya.

‘Selain lumpuh, ternyata dia juga … buta?’

"Baik, karena kedua mempelai sudah hadir, saya akan memulai upacara pernikahannya!"

****

Acara pernikahan yang dilangsungkan sejak pagi tadi berakhir di malam hari. Olivia sudah resmi berstatus sebagai istri dari Reagan Raharja, pewaris sekaligus CEO dari Raharja Group yang ternyata lumpuh dan buta karena mengalami kecelakaan beberapa minggu sebelum hari pernikahannya.

Sepertinya hal ini pula yang membuat tunangannya, Amelia, memilih kabur karena tidak ingin menikah dengan Reagan yang sudah tidak lagi sempurna seperti dulu.

Olivia masuk ke dalam sebuah kamar yang diarahkan oleh seorang pelayan dengan gugup. Kamar itu terlihat sudah dihias sedemikian rupa dengan dekorasi ala pengantin baru.

Gadis itu tidak menyangka akan tiba hari di mana ia resmi menjadi istri dari seseorang, Olivia merasa gelisah. "Astaga, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Namun, di tengah kegelisahannya tentang malam pertama yang akan ia lalui, suara pintu kamar mandi terbuka, menampilkan seorang pria berwajah tampan dengan bathrobe yang masih terpasang rapi di tubuh atletisnya.

Tetesan-tetesan air terlihat berjatuhan dari rambut hitam legam milik Reagan membuat Olivia tanpa sadar terpesona akan pemandangan yang terlihat di depannya. Menyadari bahwa ia melakukan hal yang tak pantas, Olivia dengan cepat menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkan dirinya sendiri. "Reagan?"

Reagan yang buta dengan cepat menoleh ke arah suara, terkejut saat mendengar suara seorang perempuan di dalam kamarnya. "Kau! Apa yang kau lakukan di kamarku?!"

"Maaf Reagan, aku tidak tahu harus tidur di mana dan pelayan mengarahkanku untuk masuk ke kamar ini." jelas Olivia membuat Reagan mengerutkan alisnya tajam tanda bahwa ia sedang kesal.

Memutuskan untuk tidak menjawab Olivia, Reagan mengarahkan kursi rodanya ke sebuah lemari, kedua tangannya mencoba meraba gagang pintu lemari dan membukanya.

Pria tampan itu dengan asal meraih pakaian yang memang sudah ditata sedemikian rupa dalam bentuk satu set agar ia tidak kesusahan untuk mencari satu per satu pakaiannya.

Tanpa memedulikan Olivia yang berada tak jauh darinya, Reagan mulai melepaskan bathrobe yang terpasang di tubuhnya, berniat untuk mengganti pakaiannya.

Olivia yang melihat Reagan merasa ingin membantu, biar bagaimana pun dengan kondisi Reagan yang seperti itu, memakai pakaian adalah hal yang sulit.

Gadis itu dengan cepat berjalan mendekat ke arah Reagan, disentuhnya lengan Reagan yang tidak tertutup sehelai kain pun dengan lembut. "Biarkan aku membantumu."

Reagan yang merasakan hal itu tersentak kaget, dia dengan segera menepis tangan Olivia yang memegang lengannya dengan kasar. "Apa yang kau lakukan?! Beraninya kau menyentuh tubuhku?!"

Olivia yang mendengar itu terkejut, tanpa sadar ia berucap dengan terbata, "A-aku hanya ingin membantumu! Kau terlihat kesusahan memakainya, jadi aku—"

Reagan tersenyum sinis, kedua matanya yang gelap memandang kosong ke arah yang ia yakini tempat Olivia berdiri. "Kau pikir aku akan mempercayaimu?"

Olivia terdiam, tidak tahu bagaimana harus membela diri.

Reagan meletakkan pakaian yang baru saja akan ia pakai itu di atas pangkuannya, lalu mendorong kursi rodanya ke arah pintu kamar. 

Namun, sebelum benar-benar meninggalkan Olivia yang masih terpaku, Reagan berkata dengan nada dingin, "Dengar, Olivia atau siapapun namamu! Sampai kapanpun aku tidak akan menerimamu sebagai istriku!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status