Di sore harinya, setelah insiden tidak menyenangkan yang terjadi pagi tadi Olivia memilih berjalan-jalan di sekitar area taman belakang. Rumah keluarga Raharja memang terbilang sangat luas, jarak dari gerbang depan hingga ke pintu masuk utama harus ditempuh dengan kendaraan.
Tak heran, sebagai rumah keluarga konglomerat, mansion keluarga Raharja juga memiliki taman belakang yang sangat luas dengan banyak jenis bunga yang ditanam di dalamnya. Olivia tersenyum senang, setidaknya untuk hal ini ia tidak dilarang oleh keluarga Raharja. Bi Ira, kepala pelayan keluarga Raharja mengatakan pada Olivia bahwa mulai hari ini kamarnya akan diletakkan terpisah dengan kamar Reagan. Olivia yang mengetahui hal itu merasa tidak masalah, gadis itu tahu bahwa sejak awal Reagan memang tidak menyukainya. Menatap ke sekelilingnya, pandangan Olivia tidak sengaja menemukan Reagan yang duduk di kursi rodanya di tengah hamparan bunga mawar merah yang mekar. 'Reagan? Apa yang sedang ia lakukan di sana?' batin Olivia yang masih menatap Reagan dari kejauhan. Olivia menggigit bibir bawahnya dengan ekspresi ragu, dia ingin menghampiri Reagan, tapi mengingat sikap dingin yang selalu pria itu tunjukkan padanya membuat Olivia merasa tidak yakin. Tanpa sadar Olivia menatap sosok Reagan yang masih terdiam dengan lekat, tak bisa Olivia pungkiri bahwa Reagan adalah pria paling menawan yang pernah ia temui. Dengan rambut hitam legam, kulit putih, hidung mancung, bibir tipis, alis seperti pedang, dan mata hitam yang tajam, Reagan terlihat seperti seorang pangeran dari negeri dongeng. Olivia menghela napas, baru saja ia akan beranjak pergi dari sana, tiba-tiba sesuatu terjadi pada Reagan membuat Olivia merasa panik. Dilihatnya pria itu yang terlihat kesulitan karena kursi roda yang ia gunakan tersangkut sesuatu. Olivia mendesis pelan, merasa khawatir sekaligus ragu apakah ia harus menghampiri pria yang telah menjadi suaminya itu atau lebih baik membiarkannya dan pergi dari sana. Namun, melihat posisi Reagan yang hampir oleng, Olivia dengan cepat berlari menghampiri Reagan. Gadis itu benar-benar tidak bisa menyingkirkan rasa khawatirnya saat melihat Reagan yang mungkin bisa saja jatuh karena kursi rodanya yang tidak bisa digerakkan. "Reagan! Kamu tidak apa-apa?!" tanya Olivia panik, ia dengan segera meraih kursi roda Reagan sebelum benda itu oleng dan menjatuhkan Reagan yang ada di atasnya. Reagan yang mendengar itu terkejut, ia tidak tahu bahwa ada Olivia di tempat itu. "Lepas! Apa yang kau lakukan?!" Ucapan Reagan membuat Olivia mengulum bibirnya gemas. Pria itu hampir saja jatuh, tapi masih saja sempat untuk untuk marah padanya. "Kau hampir saja jatuh, Reagan! Dan aku hanya ingin menolongmu!" Reagan memalingkan mukanya dengan ekspresi tidak suka, tidak ada seorangpun yang boleh mengasihani dirinya hanya karena dia lumpuh dan buta! "Tidak perlu! Aku bisa sendiri! Lebih baik pergilah dari hadapanku sekarang!" Olivia mendengus pelan, ternyata Reagan adalah seorang pria yang keras kepala! Olivia tahu Reagan mungkin akan semakin tidak menyukainya setelah ini, tapi ia juga tidak bisa meninggalkan Reagan sendirian dalam kondisi seperti ini. "Aku tidak mau! Kau terlihat kesulitan, jadi ku akan mengantarmu, Reagan." jelas Olivia yang masih bersikeras tidak ingin meninggalkan Reagan. Reagan mengeraskan rahangnya kesal, belum pernah ia menemukan seorang gadis semenyebalkan Olivia sebelumnya. Perlakuan Olivia membuatnya semakin terlihat lemah dan Reagan sangat tidak menyukainya. Harga dirinya menolak keras untuk dikasihani oleh siapa pun! "Sudah kubilang tidak ya tidak! Pergilah dan jangan pernah menggangguku lagi sialan!" sentak Reagan dingin sebelum mendorong kursi rodanya menjauh dari Olivia. Balasan dingin Reagan membuat Olivia terperanjat, gadis itu terdiam sejenak, tidak menyangka bahwa Tuan Muda keluarga Raharja itu begitu membenci kehadirannya. Olivia menarik napas berat, melihat sikap Reagan yang semakin dingin padanya, ia tidak yakin bahwa pernikahan ini dapat berjalan untuk waktu yang lama. Namun, tanpa Olivia sadari, dari arah balkon, ada sepasang mata menatap tajam interaksi antara ia dan Reagan. "Haaa ... semangat Olivia! Kamu pasti bisa melewati semua ini!" ucap Olivia sembari mengepalkan kedua tangannya ke atas berusaha menyemangati dirinya sendiri. Gadis itu kembali berjalan, berniat kembali ke dalam kamar barunya. Olivia baru ingat jika masih ada beberapa barang yang harus ia bereskan untuk saat ini. Memasuki bagian dalam mansion keluarga Raharja, Olivia berjalan dengan hati-hati. Sama seperti Reagan, kamar Olivia juga terletak di lantai satu mansion. Hanya saja kamarnya berada sangat jauh dari kamar Reagan berada dan justru lebih dekat dari taman belakang. Namun, belum sempat Olivia masuk ke dalam kamarnya, dari jarak yang tidak begitu jauh Olivia melihat Bi Ira yang berjalan sendirian menuju dapur. Setelah berpikir sejenak, Olivia berniat untuk mengikuti sang kepala pelayan yang setiap harinya selalu sibuk itu. Terlihat Bi Ira yang dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan untuk memasak, rupanya wanita paruh baya itu sedang bersiap untuk membuat makan malam. "Boleh aku membantu, bi?" pertanyaan tiba-tiba dari Olivia membuat Bi Ira yang sedang memotong wortel tersentak kecil. Kepala pelayan sekaligus orang kepercayaan Sophie Raharja itu menatap datar istri Tuan Mudanya. "Apa yang anda lakukan di sini, Nona Olivia?" Olivia tersenyum lebar, ditatapnya wanita yang membawa pisau di tangannya itu. "Apa boleh aku membantumu memasak makan malam, bi?" Bi Ira menatap Olivia dengan lekat, ia tidak mengerti mengapa nona muda ini bersikeras ingin membantunya. Bahkan saat Nona Amelia, mantan tunangan Reagan datang, gadis itu tidak akan mau repot-repot untuk pergi ke dapur seperti ini. "Jika anda tidak keberatan, Nona." balas Bi Ira setelahnya. Keduanya mulai memasak dengan tenang, sesekali Olivia akan bertanya tentang menu apa saja yang akan mereka masak dan bagian-bagian mana saja yang bisa ia kerjakan. Olivia bersenandung pelan, saat ini ia merasa lega karena setidaknya Bi Ira memperlakukan dirinya dengan baik meskipun penampilan wanita itu terlihat dingin. Diam-diam Bi Ira melirik ke arah Olivia yang sedang mencuci sayuran, dapat wanita itu akui, Olivia memiliki auranya tersendiri. Sinar matahari senja membuat penampilan Olivia terlihat semakin lembut. Perilaku dan cara bicaranya juga sopan dan baik, hanya saja Bi Ira tidak tahu apakah karakter asli Olivia benar-benar selembut itu atau semua yang ia tunjukkan hanyalah kepura-puraan semata. "Saya berharap tujuan anda melakukan semua ini bukanlah sekedar karena ingin menjadi menjadi bagian dari keluarga ini, Nona." ujar Bi Ira dengan nada yang datar sembari menoleh singkat ke arah Olivia. Gerakan tangan Olivia yang sedang mencuci sayuran terhenti, kepalanya menoleh, menatap ke arah Bi Ira yang kini fokus memotong daging yang ada di depannya. Sejak awal yang ia tidak pernah berniat mengambil hati keluarga Raharja dengan melakukan hal-hal seperti ini, Olivia tulus hanya ingin membantu sang kepala pelayan.Di dalam kamar mereka, Armand menatap istrinya yang terlihat marah dengan ekspresi lelah. "Hentikan amarahmu yang tidak berguna itu, Nindi." "Bagaimana aku tidak marah, Armand! Sampai kapan aku harus terus melihat gadis rendahan itu menjadi istri putraku! Aku benar-benar membencinya!" sembur Nindi pada suaminya, Armand Raharja. "Aku tahu! Tapi, bertahanlah sebentar! Bukan hanya kau satu-satunya orang yang membencinya, aku juga! Jika bukan karena terpaksa aku juga tidak akan menjadikan gadis itu sebagai istri Reagan!" "Gadis tidak berguna itu selalu membuatku kesal! Kenapa kau tidak mencari yang lebih baik darinya hah?!" Perdebatan mereka terdengar sangat nyaring di dalam kamar tersebut, beruntung masing-masing kamar di rumah ini sengaja dibuat kedap suara, jadi tidak akan ada satu pun yang akan mendengar perdebatan mereka tentang Olivia. "Kau tenang saja, istriku! Secepatnya aku akan mencari cara untuk mengeluarkan gadis itu secara paksa dari rumah ini sebelum ibu semakin ka
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaHari ini mansion keluarga Raharja terasa sangat sepi, Tuan dan Nyonya Besar Raharja—Sophie dan Hardian—tengah pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis. Sedangkan Armand dan Nindi sendiri harus pergi ke luar kota untuk menghadiri sebuah pesta ulang tahun perusahaan milik keluarga konglomerat lainnya.Beruntung bagi Olivia karena hari ini dia seakan terbebas dari tekanan berat yang diberikan oleh anggota keluarga Raharja. Saat ini Olivia tengah berada di dapur, berkutat dengan berbagai macam bahan makanan yang akan menjadi menu makan malam hari ini bersama Bi Ira yang juga terlihat sibuk di sampingnya.Menghabiskan beberapa waktu bersama sang kepala pelayan membuat Olivia mengerti bahwa sebenarnya Bi Ira tidak benar-benar membencinya. Hanya saja wanita paruh baya itu memang memiliki karakter yang pendiam dan selalu serius di setiap waktu membuat Bi Ira terlihat sedikit mengintimidasi.Olivia tersenyum, cukup bersyukur karena a
“Olivia, kau harus menuruti semua perintah Tuan Armand! Kalau tidak, nyawaku jadi taruhannya!”Olivia yang baru dibawa masuk ke sebuah ruang privat seketika membelalak melihat posisi ayahnya yang berlutut di lantai. Kedua sisi bahunya ditekan oleh dua pria berpakaian hitam."Ayah, apa yang terjadi?!” tanya Olivia panik saat melihat kondisi ayahnya yang babak belur. “Apa yang kalian lakukan pada ayahku?!” serunya pada semua orang yang ada di ruangan itu."Senang bertemu denganmu, Olivia Hermawan,” ujar sebuah suara, membuat Olivia segera menoleh. Seorang pria paruh baya duduk di kursi kebesarannya dengan wajah angkuh. “Aku Armand Raharja, Direktur Utama Raharja Group tempat ayahmu bekerja dan juga melakukan penggelapan uang.""A-apa?!" kedua mata Olivia membulat lebar. “Penggelapan uang?! Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu!”"Itu semua benar, Oliv!” sela ayahnya. “Aku memberikanmu pada Tuan Armand sebagai penebus hutangku padanya. Yang perlu kau lakukan adalah menuruti semua perint
Olivia hanya bisa terduduk pasrah di dalam sebuah kamar tempatnya dikurung. Gadis itu tidak bisa kabur atau pun menghindar lagi sekarang. Pintu kamar itu dikunci dari luar, dan tidak ada jendela sama sekali di kamar itu. “Ya Tuhan … kenapa jadi begini?” lirihnya pada keheningan. Ayahnya dengan tega menjadikannya alat pelunas utang, dan Olivia tentu tak punya uang tiga miliar untuk menebusnya. Tidak ada yang bisa Olivia lakukan lagi selain menunggu dan menerima. Hari ini, ia akan menjadi istri dari pria yang tidak ia ketahui sama sekali seperti apa rupanya. Meski begitu, Olivia berharap bahwa calon suaminya bukanlah pria seburuk ayahnya. Gadis berusia 25 tahun itu tidak ingin hidup seperti ibunya yang tidak bahagia karena menikah dengan pria kasar seperti ayahnya. Sejak dulu impiannya adalah memiliki keluarga yang bisa mencintainya sepenuh hati dan menerima dirinya apa adanya. Namun, impian itu tampaknya terlalu muluk. Para pelayan tiba-tiba datang memasuki kamar Olivi
Mansion Keluarga Raharja,Jakarta, IndonesiaPagi telah tiba, matahari pun mulai memunculkan sinarnya yang terang. Pintu kamar Reagan tiba-tiba terbuka, ibu dari Reagan, Nindi Raharja masuk ke dalam kamar putranya bersama dengan dua pelayan di belakangnya. Dilihatnya gadis yang baru menikah dengan putranya itu tengah tertidur sendirian di atas ranjang milik Reagan. Nindi mendengus kesal, sejak awal ia tidak menyetujui ide Armand yang membawa gadis sialan ini masuk ke dalam rumah ini sebagai pengantin pengganti untuk Reagan. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Kepergian Amelia membuatnya harus menerima gadis rendahan ini menikah dengan Reagan tepat di depan matanya.Dengan wajah angkuhnya, Nindi memberi isyarat pada salah satu pelayan dan diangguki oleh pelayan tersebut. Dengan tidak berperasaannya, pelayan tersebut menyiram Olivia yang sedang tidur dengan seember air tepat di wajahnya membuat gadis itu terbangun dengan gelagapan karena terkejut."Enak sekali jam segini masih tidur? Bang