"Ya enggak sih, cuman kadang suka gemes aja kalau kamu kelakuannya kayak bayi begini. Badan aja gede," jawab Anna sembari mencubit pipi suaminya. "Biarin yang penting Mas bisa manja sama kamu," timpal sang suami. Anna manggut-manggut, "ya udah awas dulu! Anna bawain dulu makanan buat Mas." "Makannya bareng aja," jawabnya. "Katanya tadi mau di kamar!" "Iya di kamar, maksudnya kamu sambil makan sambil suapin Mas," jelasnya.Anna mengangguk, "ya udah tunggu ya!" Jevano mengangguk dengan senyumannya. Dengan cepat Anna kembali ke kamar dengan masakan makan malam yang sudah dimasaknya tadi. Ia menyuapi suaminya dengan telaten hingga makanan yang ada di piring itu habis dimakan bersama. Jevano meminum obatnya kembali lalu mengganti pakaiannya dan segera beristirahat. Begitupun dengan Anna yang segera menidurkan sang anak yang mulai aktif itu, lalu tidur di samping suaminya. Keesokan paginya, syukurnya Jevano tidak sampai demam. Mungkin laki-laki itu pusing karena kerjaan yang selalu
Gio menggelengkan kepalanya. "Terus kenapa bisa gagal?" tanya Jevano lagi. "Saya kenal sama dia," jawab Gio. "Kenal? Siapa?" tanya Jevano beruntun. Gio sempat terdiam sebelumnya. Laki-laki itu menghela napasnya lalu menjawab, "Intan." "Intan yang kerja di sebelah kamu?" tanya Jevano. Gio mengangguk mengiyakan. "Kok bisa?" tanya Jevano, "emang sebelumnya gak pernah lihat foto atau apapun?" Gio menggelengkan kepalanya, "di aplikasinya gak nunjukin foto juga gak apa-apa Pak. Makanya saya awalnya tertarik karena emang gak harus keluarin foto saya," jelasnya. "Ya terus kenapa gak jadi kencannya?" tanya Jevano lagi, "kan bisa aja kalian pacaran nantinya karena nyambung dan cocok. Syukur-syukur kalau sampai menikah." Gio menggelengkan kepalanya, "enggak deh Pak. Mending saya cari yang lain aja." "Emangnya kenapa?" tanya Jevano heran. Intan kerjaannya baik kok." "Iya sih Pak. Cuman dia suka ngeselin aja," jawab Gio. Jevano terkekeh mendengarnya. Ia menggelengkan kepalanya heran p
"Kenapa Pak?" tanya Gio. "Anna udah bilang kalau dia mau bawain makan siang tadi pagi. Tapi saya malah makan siang sama kamu," jawabnya. "Hayoh loh Pak! Mbak Anna pasti marah itu, kesel karena Bapak udah makan siang sendirian," ucapnya. Jevano mendelik pada sekretarisnya, ia menarik tangan Gio untuk ke ruangannya juga. Laki-laki itu berpura-pura belum mengetahui sang istri sudah berada di ruangannya. Jevano tersenyum ketika membuka pintu ruangannya. "Dikira Mas belum sampai," pungkas Jevano lalu duduk di samping istri dan anaknya. Rezkiano yang sudah mulai aktif itu sudah terlihat senang melihat Jevano yang baru saja duduk. Anak itu sudah merentangkan tangannya untuk dipangku oleh sang ayah. Jevano dengan senang hati memangkunya, Bercanda dengan sang anak memang waktunya yang paling berharga kali ini. Apalagi jika dirinya sedang merindukan sang ayah yang sudah meninggalkannya setahun yang lalu. Sekalipun semasa kecilnya, Jevano tidak pernah merasakan hal seperti ini. Setidakn
"Loh kenapa?" tanya Anna. Jevano kembali menceritakan kembali alasan mengapa sekretarisnya itu membatalkan janji kencannya. Anna terkekeh pelan, "dia batalin cuman karena temen sekantornya?" "Iya Sayang. Padahal anaknya ramah, terus kayak interaksi banyak banget sama Gio. Kalaupun udah merasa cocok menurut Mas pantes aja mereka kalau saling suka juga," jelas Jevano. "Cantik, mas?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "lebih cantik kamu." Anna mendelik, "bohong banget." "Loh kok bohong?" tanya Jevano, "beneran loh Sayang." "Iya deh iya," timpal Anna dengan senyumannya. Setelah makan malam selesai, Anna dan Jevano memilih untuk masuk ke kamar. Sekalipun memang keduanya belum mengantuk setelah kenyang menyantap masakan Anna. Jevano merangkul pinggang sang istri yang sedang memainkan ponselnya di kasur, "sayang.""Iya Mas?" tanya Anna menoleh pada suaminya. "Kamu mau tas-nya?" tanya Jevano, "perasaan dari kemarin Mas liat kamu liatin tas itu terus." Anna tersenyum, "mau si
"Kata istri saya, kalau kamu suka sama dia atau mau memulai mengenal dia lebih dulu gak ada yang salah buat ketemu dulu, sekedar ngobrol dulu. Toh dia juga udah kenal kamu, jadi kayaknya gak masalah kalau kamu mau temuin dia dulu," jelas Jevano. Gio terdiam mendengarnya. "Gi kesempatan gak akan datang 2 kali. Setau saya dia juga baik dan ramah sama orang lain, bukannya kamu yang lebih berpengalaman sama dia dibanding saya? Kamu juga lebih banyak interaksi sama dia kan?" Gio mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu juga mulai memikirkan pendapat dari istri atasannya ini. Selama dirinya mencoba aplikasi kencan ini, memang dia tidak pernah merespon wanita lain kecuali Intan ini. Siang harinya, Gio memutuskan untuk tidak makan siang bersama dengan sang atasan. Kebetulan juga, Jevano akan diantarkan makan siang oleh istrinya. Anna berjalan dengan santainya menuju ruangan sang suami. Wanita itu mendorong stroller dengan sang anak yang tertidur dan kotak bekal yang Anna simpan di bawahnya.
"Aku gak merubah Mas. Justru Mas yang berubah," jelas Anna. "Kan berkat kamu, Mas jadi berubah," timpa Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "mas.... Seseorang gak bakalan berubah kalau bukan dirinya sendiri yang mau berubah." Jevano tersenyum mendengar penuturan istrinya. Ia dekatkan wajahnya pada Anna. Namun Anna segera menahannya, apalagi Gio juga mengetuk pintu ruangan atasannya kembali. Jevano memasang wajah kesalnya sembari memangku sang anak yang kini tertidur. Tangan Gio begitu bergetar terlihat oleh Anna karena ditatap tajam oleh istrinya. Anna menyenggol lengan suaminya, hingga ia menoleh dan memberikan isyarat bahwa ekspresinya kini menyeramkan. "Ada apa Gi?" tanya Jevano. "Pak, ini laporan keuangan minggu lalu yang bapak minta," jawab Gio sembari menyerahkan berkas yang diminta atasannya tadi. "Oh ya sudah kamu simpan dulu saja di meja saya ya!" ucapnya, "makasih." Gio sempat terdiam mendengarnya. "Kenapa Gi?" tanya Anna merasa heran dengan ekspresi sek
Pria itu masih terdiam sembari menunduk merasa kebingungan. Jevano menggebrak mejanya hingga papan bundar itu bergetar dan menambah ketegangan. Ia dekati sang karyawan lalu duduk di dekatnya, "pak, kita sudah bekerja sama lumayan lama. Bahkan dari saat Ayah masih produktif bekerja dan sekarang dia sudah meninggal." "Saya percayakan kepada Bapak tentang keuangan perusahaan. Lalu apa yang bisa Bapak jelaskan tentang semua ini?" tanya Jevano sembari menunjuk berkas laporan keuangan. Keringat pria itu mulai bercucuran, rasanya bisa sampai membanjiri ruangan itu jika Jevano terus menatapnya dengan tajam. "Bapak masih mau bungkam?" tanya Jevano lagi. "Itu..... Untukkk-""Untuk keperluan Bapak sendiri?" tanya Jevano dengan tatapan tajamnya itu. Gio sebenarnya tidak tega jika rekannya sedang dimarahi oleh Jevano. Dia saja yang setiap harinya bersama dengan Jevano akan takut jika dia sudah memasang mata tajamnya itu. "Untuk keperluan berobat anak saya," jelas Bapak manajer keuangan itu.
"Awalnya juga Mas gak tau tentang hal ini Sayang. Tapi karena kecurigaan pas waktu laporan keuangan ada yang aneh, pemasukan sama pengeluaran gak seimbang, makanya Mas minta Gio buat lapor ke Mas tentang laporan keuangan terus minta Gio juga buat lacak cctv perusahaan siapa aja yang datang dari awal bulan selain karyawan kita. Hasilnya hanya kamu dan keluarga manajer perusahaan," jelas Jevano. "Terus gimana kelanjutannya?" tanya Anna. "Dia ngaku uangnya dipake sama dia, tapi buat berobat anaknya. Herannya, anaknya itu sehat banget waktu beberapa hari ke sini sama ibunya," jawab Jevano. "Mas pecat dia?" tanya Anna lagi. Jevano menggelengkan kepalanya, "mas juga bingung Sayang. Kalau misalnya dipecat, Mas juga belum ada lagi kepercayaan buat pegang posisi itu. Tapi kalau dilanjutin takutnya malah makin menjadi karena dikasih hati." Anna merentangkan tangan pada suaminya. Jevano yang peka akan hal itu langsung memeluk sang istri dan menghela napas beratnya agar lebih lega. Keduanya
Jevano mendecak dengan senyuman remeh, "saya cuman memaafkan kamu dan istri kamu. Bukan berarti kontrak kerjasamanya akan saya lanjutkan," ucapnya lalu melenggang pergi. Anna hanya terdiam, ia juga tidak bisa lagi untuk meminta suaminya untuk kerjasama ulang dengan perusahaan itu. Wanita itu memilih diam, apalagi memang raut wajah suaminya sudah berubah, juga ia tidak mengerti dengan berbagai pekerjaan suaminya. Anna berbaring di kamarnya, sembari Jevano yang terus menemaninya seharian. Wanita itu mengulas senyumannya, "mas gak mau kemana-mana?" tanyanya. Jevano menggelengkan kepalanya, "mas mau jagain kamu di sini." "Mas gak usah khawatir, Anna udah baik-baik aja kok sekarang," ucap Anna. "Tapi Say-""Mas.... Anna baik kok," timpal Anna menyelanya. (Sekitar 4 bulan kemudian) Kandungan anna sudah mencapai akhir dan menuju persalinan, cukup membuatnya sedikit gugup sekarang. Tapi wanita itu tetap
Gio memberikan sebuah berkas kerjasama pada bapak pemilik rumah, "saya dimintai oleh Pak Jevano untuk menyampaikan hal ini pada bapak tentang kontrak kerjasama." "Maksudnya?" tanya bapaknya kebingungan. "Pak Jevano ingin membatalkan kontrak kerjasama dengan bapak," "Loh memangnya kenapa? Bukannya Pak jevano sendiri sudah menyetujuinya?" Gio mengangguk, "tapi sekarang Pak jevano ingin membatalkannya." "Dengan alasan apa?" tanya bapaknya. "Bapak bisa tanya sendiri sama istri dan anak bapak, apa yang sudah dia perbuat pada istri dan anak pak jevano. Kami permisi!" ucap Gio lalu kembali dengan pengacara perusahaannya itu. Di ruang tengah yang cukup besar itu, Bapak itu masuk dengan kesalnya lalu membanting berkas pada meja yang ada tepat di hadapan sang istri dan anaknya. "Ada apa ini Yah?" tanya ibunya. "Ada apa kamu bilang? Apa yang kamu lakukan sama istri dan anaknya Pak Jevano sampai dia ingin
Guru itu memberikan bukti rekaman cctv hingga sang ibu terdiam, begitupun dengan Anna yang melihatnya. "Saya meminta ibu dan anak ibu untuk meminta maaf ada Rezkiano dan ibunya hanya untuk sekedar menyadari kesalahan bukan untuk menurunkan harga diri," ucap Gurunya. Ibu itu berdiri, "saya tidak sudi meminta maaf sama wanita miskin ini." "Tapi Bu-" "Saya tau Anna itu istrinya Jevano, tapi ibu guru tau tidak? kalau ayah wanita ini adalah pemabuk berat, bahkan sampai masuk penjara karena membunuh besannya sendiri," gelagar Ibu itu lalu pergi begitu saja dengan anaknya. Anna mengepalkan tangannya, menahan emosi. Sedangkan gurunya itu hanya terdiam menatap Anna yang sudah kesal dengan ibu dari teman anaknya itu. "Bu anna tidak apa-apa?" tanya gurunya. Alih-alih menjawabnya, Anna malah meringis sembari memegangi perutnya yang buncit. Sontak Rezkiano mulai menangis melihatnya. Guru itu langsung memanggil ambula
Keesokan paginya, ketukan cukup keras pada pintu kamar Jevano membuat keduanya terbangun. Jevano membuka pintunya setelah memakai kaosnya kembali, "kenapa sih Rezki?" Sang anak dengan tangisannya itu langsung memeluk kaki ayahnya, "ayah, Rezki takut!" "Takut kenapa?" tanya Jevano sembari berjongkok menghadap anaknya, "kamu pasti mimpi buruk ya?" Rezki mengangguk, ia menjelaskan bahwa ia bermimpi jika ayah dan ibunya pergi meninggalkannya seorang diri. Ia hidup dalam rumah megah itu tanpa sosok siapapun yang menemaninya hingga ada seseorang yang mencarinya, mengejarnya untuk membunuhnya seperti laki-laki itu membunuh ayah dan ibunya. Jevano membawanya pada pelukan, ia elus punggung sang anak agar tenang, "udah ya! itu kan cuman mimpi. Jadi gak ada hubungannya sama dunia nyata, ibu sama ayah juga gak bakal kemana-mana. Rezki tenang aja ya!" Dengan sesenggukan, anak itu mengangguk mengiyakan. Hari sudah mulai siang, Rezkiano j
Jevano membantu istrinya untuk berdiri lalu menggandeng nya untuk masuk ke rumah. Rezkiano yang melihatnya itu menangis lalu menyusul kedua orang tuanya masuk dengan buku gambar dan alat gambar lainnya. Laki-laki itu berbisik pada istrinya, "tuh kan apa yang Mas bilang. Dia bakal ikut masuk kalau kamu masuk," ucapnya. Anna hanya mengangguk sembari mengangkat ibu jarinya pada sang suami. "Ibu....." rengek Rezkiano sembari menangis menghampiri ibunya yang baru saja duduk pada sofa ruang tengah. Sedangkan Jevano pergi masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Anna mengusak rambut anaknya, tidak lupa mengusap sisa air mata anaknya itu, "kan tadi kata Ibu apa. Rezki gak nurut sih." "Maaf Ibu!" ungkapnya lalu memeluk Anna dengan eratnya. Anna mengulas senyuman, "udah.... Sekarang mending kamu mandi, nanti Ibu siapin baju tidurnya terus kita makan malam sama ayah." Rezkiano menggelengkan kepalanya, "Rezki gak mau makan sama ayah. Nan
Gio mengangguk, "ini hasilnya, Pak. Bisa bapak lihat," jawabnya sembari menunjukkan data pada tab-nya. Jevano mengerutkan keningnya fokus, ia melihat beberapa kejanggalan pada laporannya. "Ini kenapa bisa begini?" tanya Jevano menoleh kembali pada sekretarisnya, "waktu saya kemarin gak ke perusahaan ada yang terjadi atau ada yang mencurigakan gak? Kok kamu baru bilang sekarang?" Gio begitu gugup mendengarnya, apalagi sang atasan sudah nampak kesal dengan wajah kesalnya. "Sudah selidiki siapa yang buat data jadi berantakan kayak begini?" tanya Jevano. "Saya belum tau, Pak. Saya baru aja dapat laporan ini dari butik kemarin karena saya minta, terus laporan data dari pihak pemasaran juga baru 2 hari lalu," jawab Gio. Jevano mengangguk sembari memahami datanya, berhubung memang masih merasa janggal, laki-laki itu meminta sekretarisnya untuk mengadakan rapat dengan beberapa karyawannya. Hari sudah mulai siang, Jevano m
"Mau main apa emangnya?" tanya Jevano sembari turun dari tangganya. Anak laki-laki itu tersenyum pada ayahnya lalu menghampirinya sembari membawa bola untuk mengajak sang ayah bermain bola di halaman depan. "Masih panas Sayang. Masa mau main bola," ucap Anna menahan anaknya. Rezkiano menekuk wajahnya, memasang wajah memelas pada sang ayah. Jevano tersenyum lalu menoleh pada sang istri, "udahlah gak apa-apa, Sayang. Biarin aja, mumpung Mas juga ada di rumah, kan biasanya gak bisa main sama sekali sama dia." Jevano mengusak rambut anaknya, memintanya untuk membawa topi miliknya agar tidak terlalu kepanasan. Sehabis itu, keduanya pergi ke depan disusul oleh Anna yang membawa cemilan manis yang dibelikan suaminya beberapa hari lalu. Tidak lupa meminta Bi Ani untuk membawakan minum juga untuk suami dan anaknya nanti. Rezkiano terlihat begitu senang, memang Jevano jarang bermain dengan anaknya karena pekerjaan yang cukup padat ap
Kali ini, Jevano yang melahap bubur buatannya. Tapi ekspresinya berubah setelah menelannya, "kok rasanya beda ya? Apa yang kurang?" tanyanya beruntun, "rasanya beda sama buatan kamu." Anna mengulas senyumannya, "mas ini enak kok. Kenapa beda karena beda tangan pasti beda rasa walaupun resepnya sama." "Emang kayak gitu ngaruh ya Sayang?" tanya Jevano. Anna mengangguk, "awalnya Anna juga gak percaya, tapi kata Ibu, mau bagaimanapun nikmatnya masakan di luar tidak akan sama dengan masakan yang kamu suka dari orang yang kamu suka juga. Terus masakan itu akan beda rasanya ketika dimasak oleh orang lain," jelasnya membuat Anna mengangguk. Wanita itu menghadap pada suaminya, "mas tau gak? Satu hal yang buat Anna selalu inget sama kata-kata ibu dan bertekad buat jadi istri yang selalu memasak untuk suami dan anaknya." "Apa kata Ibu kamu?" tanyanya. "Kata Ibu, mau makan di restoran mahal pun masakan istri akan selalu membuat rindu s
Jevano mengulas senyumnya pada sang istri yang menghampiri. Tangannya sibuk mencari bahan masakan yang sudah berserakan di dekat kompor. Anna berdiri di samping laki-laki gagahnya itu, ia tatap wajah suaminya dengan senyuman. Jevano terlihat begitu sangat tampan ketika fokus, apalagi saat masak, bahunya terlihat lebih tampan dibanding wajahnya. Anna beralih memeluk suaminya dari belakang, sontak Jevano terkekeh pelan ketika tangan mungil istrinya melingkar begitu saja. "Sayang, nanti kecipratan air panasnya loh!" tegur Jevano. Anna sedikit melirik suaminya, "abisnya Mas ditanya gak jawab." Jevano terkekeh, "mas cuman lagi fokus aja takut ada yang kelewat." "Emang Mas lagi bikin apa sih?" tanya Anna lagi, "sampe dapur jadi berantakan begini." Jevano terkekeh, ia lepaskan tangan mungil sang istri lalu memintanya untuk berdiri di samping. Matanya menunjuk buku catatan dengan sebuah resep bubur yang sangat ia sukai.