"Anna pengen tidur sambil peluk Mas," jawab Anna membuat suaminya itu dengan semangat memakai baju santainya lalu berbaring di samping sang istri.
Ia dekap dengan hangat tubuh anna. Perlahan istrinya itu kembali terlelap hingga keesokan paginya rasa mual kembali menyeruak dari perutnya itu.Anna melepaskan pelukan suaminya lalu berlari ke kamar mandi. Jevano yang ikut terbangun menyusulnya, memijat leher sang istri sembari sesekali mengelus punggungnya lembut.Jevano memapah istrinya untuk duduk pada tepian kasur. Ia tatap dengan lekat istrinya yang sedang meminum air yang memang sengaja disediakan di kamar oleh Jevano."Mas kenapa liatin Aku kayak gitu?" tanya Anna heran.Jevano menggelengkan kepalanya, "mas cuman gak tega liat kamu tiap kali muntah, mau makan susah, mood cepet berubah, sensitif juga," jelasnya.Anna mengulas senyumannya, "anna kuat kok Mas, percaya aja kalau kita berdua bakalan baik-baik aja. Kan Mas sela"Dia bilang kalau Bapak sedang jaga istri Bapak. Kasian kalau Mbak Anna ditinggal sendirian," jelas Gio. "Terus kamu sudah dapat info lagi?" tanya Jevano, "saya bahkan gak tau ayah saya perginya ke kota mana.""Saya....-""Saya kenapa Gio?" tanya Jevano tambah penasaran. Mata Jevano tiba-tiba terbelalak sepenuhnya mendengar ucapan dari sang sekretaris. Laki-laki itu menoleh pada sang istri yang masih menatapnya memperhatikan. Jevano menutup teleponnya, air matanya bahkan meluruh di hadapan sang istri. "Mas kenapa? Ayah kenapa, Mas?" tanya Anna penasaran. Jevano memeluk istrinya dengan erat, "ayah-""Iya Ayah kenapa?" tanya Anna. "Ayah meninggal," jawab Jevano membuat Anna terkejut. Bahkan wanita itu juga tidak menyangka dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. "Sayang, Mas mau mengurus dulu jenazah Ayah buat dibawa ke sini. Kamu tunggu di sini sama Bi Ani gak apa-apa kan? Kamu bisa jag
Jevano menggelengkan kepalanya. Laki-laki itu jelas masih tidak mengetahui dengan apa yang terjadi pada sang ayah hingga kini kehilangan nyawanya. Yang pasti, Jevano melihat ada bekas jahitan pada perut dan dada sang ayah. Begitupun dengan penuturan dokter di luar kota itu. Seharian itu, Anna memilih untuk menemani suaminya sekalipun dirinya juga merasa kurang istirahat. Wanita itu memeluk suaminya yang kini sudah terlelap setelah berulang kali menceritakan sang ayah padanya. Anna sempat menatap suaminya, merasa kasihan dan tentu tidak tega melihatnya seperti ini. Sebelum akhirnya, wanita itu terlelap mengikuti sang suami. Hari berikutnya, Jevano masih beristirahat di rumahnya. Bahkan beberapa wartawan saja berdatangan ke rumah setelah mengetahui tentang kematian ayahnya. Laki-laki itu memilih menghindar untuk saat ini, bahkan Perusahaan pun sudah sibuk dengan berita media yang menggiring
Sembari menyantap makan malamnya, Jevano menjawab, "saya gak akan mengakhiri penyelidikan ini. Kalaupun misalnya polisi menutup kasusnya, saya yang akan mengusahakan masalah ini sampai selesai." "Bapak yakin?" tanya Gio. Jevano mengangguk, "kalau kamu gak mau tolong lagi pun saya mau tetap berusaha untuk mencari kebenarannya Gio. Saya gak akan terima sampai kapanpun Ayah saya diperlakukan seperti itu jika dia tidak bersalah." Gio manggut-manggut paham, "bapak tenang saja. Saya akan membantu sebisa saya." "Terima kasih Gi," ungkap Jevano diangguki sekretarisnya. Setelah makan malam selesai, Jevano dan Gio kembali melanjutkan pekerjaannya. Laki-laki itu jelas sudah pusing dan ingin segera pulang untuk memeluk istrinya. Malam sudah mulai larut, Jevano menghela napasnya lega. Pasalnya dia sudah selesai dengan pekerjaannya begitupun dengan Gio yang sudah siap untuk pulang. Dengan jalanan yang sudah mulai gelap, Jevano
Jevano tersenyum, ia rangkul kan tangannya pada pinggang sang istri lalu mengangguk dengan senyumannya, "itu selalu." "Apa alasannya Pak?" tanya reporter yang meliput kali ini. "Karena dia, saya jadi ada diposisi sekarang. Karena dia juga saya bisa menjadi orang yang lebih baik lagi, menjalani kehidupan yang lebih baik juga," jelas Jevano. "Apa setiap nama gaun yang dinamakan Pak Jevano juga berkaitan dengan Bu Anna?" tanya Reporter lainnya. Jevano mengangguk kembali, "karena terlalu banyak hal yang membuat saya semakin jatuh cinta pada sang istri." Sorakan dari para tamu dan reporter kembali terdengar hingga membuat pipi Anna kini memerah. Jevano terkekeh melihat istrinya. Ia rangkul Anna untuk turun dari panggung setelah berbicara panjang dan lebar. Acara diakhiri dengan tampilan para model gaun yang dirilis oleh perusahaan Jevano hari ini. Banyak orang y
Bapak itu memberikan beberapa tempat yang sering ia kunjungi dengan ayahnya anna. Setelahnya, ia pamit karena memang tidak mau diketahui siapapun kedatangannya. Bisa-bisa ia menjadi sasaran temannya sendiri jika melihat bersekongkol dengan anak dan menantunya. Ayah Anna memang tidak mempunyai dendam pada besannya. Lantas apa yang membuatnya tega membunuh besannya jika itu benar? Jevano dan Anna masih berpikir tentang alasannya. Keduanya sama sekali tidak terpikirkan bahkan keberadaan sang ayah saja sekarang masih dilacak beberapa orang suruhan Gio dengan petugas kepolisian juga. Hari berikutnya, Jevano kali ini akan berangkat bekerja bersama dengan Gio. Apalagi memang ada rapat bersama dengan client-nya di luar kantor. Anna memegang erat tangan suaminya, seolah menginginkannya untuk terus berada di sampingnya. Jelas ia ingin ikut bersama suaminya. Pasalnya Anna benar-benar bosan berdiam diri di rumah sekalipun dirinya meras
Jevano tersadar lalu menemui petugas kepolisian yang datang untuk menemuinya. Padahal ini masih pagi sekali, namun apa alasan petugas itu datang menemui Jevano? Jevano duduk di sofa ruang tamunya dengan kedua petugas kepolisian. "Ada apa ya Pak?" tanya Jevano. "Saya membawa surat untuk Pak Jevano agar bisa menjadi saksi untuk memberikan keterangan," ucap salah satu petugasnya. "Keterangan? Saksi? Saksi apa Pak?" tanya Jevano bingung. Petugas itu menjelaskan apa yang sedang diperlukannya. Jevano tentu terkejut mendengar hal itu. Baru saja kemarin ia bertemu dengannya. Laki-laki itu mengangguk setuju, namun ia akan datang bersama sekretarisnya nanti siang. Petugas kepolisian itupun pamit setelah berbincang beberapa hal dengan Jevano mengenai hal ini. Setelah kedua petugas itu berpamitan, Jevano kembali ke kamarnya menemui sang istri yang sejak tadi menunggu. "Mas ada apa?" tanya Anna dengan wajah khawatirn
Jevano menoleh kebingungan pada istrinya, begitupun dengan sang istri. Padahal biasanya Anna pergi cek kandungan seorang diri. Paling ditemani oleh supirnya dan itupun hanya sampai depan rumah sakit. Setelah pemeriksaan selesai, Jevano keluar dari ruang pemeriksaan sembari merangkul pinggang sang istri untuk segera ke parkiran dan pergi ke Perusahaannya. "Mas kira-kira Ibu yang dimaksud Bidan tadi siapa ya?" tanya Anna membuat Jevano juga kebingungan menjawabnya. "Tapi kamu yakin gak pernah berobat sama siapapun? Bi Ani misalnya?" tanya Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "mas kan tau sendiri kalau Aku selama 3 bulan kemarin cek sendiri, gak ditemenin siapapun." Jevano menghela napasnya heran, begitupun dengan Anna. Apa Ibunya yang selalu menemani dia? Untuk sekedar melindunginya dari sang ayah? Atau memang itu hanya halusinasi bidannya saja? Atau bahkan
Jevano menggelengkan kepalanya, "terakhir kabar yang Mas dapetin, dia sempet ketemu sama Ayah di luar kota waktu itu. Terus katanya gak terlihat lagi di kota itu, gak tau emang dia sengaja sembunyi atau pindah ke luar kota lainnya atau bahkan mungkin ada di kota ini." Anna berbaring di samping suaminya, "jujur Anna jadi takut kalau mau kemana-mana." Jevano mengulas senyumannya. Ia rangkul pinggang sang istri untuk di dekapnya, "gak apa-apa, sementara ini gak usah kemana-mana dulu selain pergi sama Mas ya!" pintanya. Anna mengangguk dengan senyumannya. Wanita itu juga tidak mau mengorbankan kembali sang anak untuk kedua kalinya. Keesokan paginya, Anna terbangun lebih dulu. Rasa mual yang 4 bulan kebelakang dia rasakan itu kini sudah mulai membaik bahkan sangat jarang terjadi. Wanita itu mengulas senyumannya melihat sang suami yang masih terlelap di sampingnya dengan tangan yang dirangkul kan pada perut bu
Pria itu masih terdiam sembari menunduk merasa kebingungan. Jevano menggebrak mejanya hingga papan bundar itu bergetar dan menambah ketegangan. Ia dekati sang karyawan lalu duduk di dekatnya, "pak, kita sudah bekerja sama lumayan lama. Bahkan dari saat Ayah masih produktif bekerja dan sekarang dia sudah meninggal." "Saya percayakan kepada Bapak tentang keuangan perusahaan. Lalu apa yang bisa Bapak jelaskan tentang semua ini?" tanya Jevano sembari menunjuk berkas laporan keuangan. Keringat pria itu mulai bercucuran, rasanya bisa sampai membanjiri ruangan itu jika Jevano terus menatapnya dengan tajam. "Bapak masih mau bungkam?" tanya Jevano lagi. "Itu..... Untukkk-""Untuk keperluan Bapak sendiri?" tanya Jevano dengan tatapan tajamnya itu. Gio sebenarnya tidak tega jika rekannya sedang dimarahi oleh Jevano. Dia saja yang setiap harinya bersama dengan Jevano akan takut jika dia sudah memasang mata tajamnya itu. "Untuk keperluan berobat anak saya," jelas Bapak manajer keuangan itu.
"Aku gak merubah Mas. Justru Mas yang berubah," jelas Anna. "Kan berkat kamu, Mas jadi berubah," timpa Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "mas.... Seseorang gak bakalan berubah kalau bukan dirinya sendiri yang mau berubah." Jevano tersenyum mendengar penuturan istrinya. Ia dekatkan wajahnya pada Anna. Namun Anna segera menahannya, apalagi Gio juga mengetuk pintu ruangan atasannya kembali. Jevano memasang wajah kesalnya sembari memangku sang anak yang kini tertidur. Tangan Gio begitu bergetar terlihat oleh Anna karena ditatap tajam oleh istrinya. Anna menyenggol lengan suaminya, hingga ia menoleh dan memberikan isyarat bahwa ekspresinya kini menyeramkan. "Ada apa Gi?" tanya Jevano. "Pak, ini laporan keuangan minggu lalu yang bapak minta," jawab Gio sembari menyerahkan berkas yang diminta atasannya tadi. "Oh ya sudah kamu simpan dulu saja di meja saya ya!" ucapnya, "makasih." Gio sempat terdiam mendengarnya. "Kenapa Gi?" tanya Anna merasa heran dengan ekspresi sek
"Kata istri saya, kalau kamu suka sama dia atau mau memulai mengenal dia lebih dulu gak ada yang salah buat ketemu dulu, sekedar ngobrol dulu. Toh dia juga udah kenal kamu, jadi kayaknya gak masalah kalau kamu mau temuin dia dulu," jelas Jevano. Gio terdiam mendengarnya. "Gi kesempatan gak akan datang 2 kali. Setau saya dia juga baik dan ramah sama orang lain, bukannya kamu yang lebih berpengalaman sama dia dibanding saya? Kamu juga lebih banyak interaksi sama dia kan?" Gio mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu juga mulai memikirkan pendapat dari istri atasannya ini. Selama dirinya mencoba aplikasi kencan ini, memang dia tidak pernah merespon wanita lain kecuali Intan ini. Siang harinya, Gio memutuskan untuk tidak makan siang bersama dengan sang atasan. Kebetulan juga, Jevano akan diantarkan makan siang oleh istrinya. Anna berjalan dengan santainya menuju ruangan sang suami. Wanita itu mendorong stroller dengan sang anak yang tertidur dan kotak bekal yang Anna simpan di bawahnya.
"Loh kenapa?" tanya Anna. Jevano kembali menceritakan kembali alasan mengapa sekretarisnya itu membatalkan janji kencannya. Anna terkekeh pelan, "dia batalin cuman karena temen sekantornya?" "Iya Sayang. Padahal anaknya ramah, terus kayak interaksi banyak banget sama Gio. Kalaupun udah merasa cocok menurut Mas pantes aja mereka kalau saling suka juga," jelas Jevano. "Cantik, mas?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "lebih cantik kamu." Anna mendelik, "bohong banget." "Loh kok bohong?" tanya Jevano, "beneran loh Sayang." "Iya deh iya," timpal Anna dengan senyumannya. Setelah makan malam selesai, Anna dan Jevano memilih untuk masuk ke kamar. Sekalipun memang keduanya belum mengantuk setelah kenyang menyantap masakan Anna. Jevano merangkul pinggang sang istri yang sedang memainkan ponselnya di kasur, "sayang.""Iya Mas?" tanya Anna menoleh pada suaminya. "Kamu mau tas-nya?" tanya Jevano, "perasaan dari kemarin Mas liat kamu liatin tas itu terus." Anna tersenyum, "mau si
"Kenapa Pak?" tanya Gio. "Anna udah bilang kalau dia mau bawain makan siang tadi pagi. Tapi saya malah makan siang sama kamu," jawabnya. "Hayoh loh Pak! Mbak Anna pasti marah itu, kesel karena Bapak udah makan siang sendirian," ucapnya. Jevano mendelik pada sekretarisnya, ia menarik tangan Gio untuk ke ruangannya juga. Laki-laki itu berpura-pura belum mengetahui sang istri sudah berada di ruangannya. Jevano tersenyum ketika membuka pintu ruangannya. "Dikira Mas belum sampai," pungkas Jevano lalu duduk di samping istri dan anaknya. Rezkiano yang sudah mulai aktif itu sudah terlihat senang melihat Jevano yang baru saja duduk. Anak itu sudah merentangkan tangannya untuk dipangku oleh sang ayah. Jevano dengan senang hati memangkunya, Bercanda dengan sang anak memang waktunya yang paling berharga kali ini. Apalagi jika dirinya sedang merindukan sang ayah yang sudah meninggalkannya setahun yang lalu. Sekalipun semasa kecilnya, Jevano tidak pernah merasakan hal seperti ini. Setidakn
Gio menggelengkan kepalanya. "Terus kenapa bisa gagal?" tanya Jevano lagi. "Saya kenal sama dia," jawab Gio. "Kenal? Siapa?" tanya Jevano beruntun. Gio sempat terdiam sebelumnya. Laki-laki itu menghela napasnya lalu menjawab, "Intan." "Intan yang kerja di sebelah kamu?" tanya Jevano. Gio mengangguk mengiyakan. "Kok bisa?" tanya Jevano, "emang sebelumnya gak pernah lihat foto atau apapun?" Gio menggelengkan kepalanya, "di aplikasinya gak nunjukin foto juga gak apa-apa Pak. Makanya saya awalnya tertarik karena emang gak harus keluarin foto saya," jelasnya. "Ya terus kenapa gak jadi kencannya?" tanya Jevano lagi, "kan bisa aja kalian pacaran nantinya karena nyambung dan cocok. Syukur-syukur kalau sampai menikah." Gio menggelengkan kepalanya, "enggak deh Pak. Mending saya cari yang lain aja." "Emangnya kenapa?" tanya Jevano heran. Intan kerjaannya baik kok." "Iya sih Pak. Cuman dia suka ngeselin aja," jawab Gio. Jevano terkekeh mendengarnya. Ia menggelengkan kepalanya heran p
"Ya enggak sih, cuman kadang suka gemes aja kalau kamu kelakuannya kayak bayi begini. Badan aja gede," jawab Anna sembari mencubit pipi suaminya. "Biarin yang penting Mas bisa manja sama kamu," timpal sang suami. Anna manggut-manggut, "ya udah awas dulu! Anna bawain dulu makanan buat Mas." "Makannya bareng aja," jawabnya. "Katanya tadi mau di kamar!" "Iya di kamar, maksudnya kamu sambil makan sambil suapin Mas," jelasnya.Anna mengangguk, "ya udah tunggu ya!" Jevano mengangguk dengan senyumannya. Dengan cepat Anna kembali ke kamar dengan masakan makan malam yang sudah dimasaknya tadi. Ia menyuapi suaminya dengan telaten hingga makanan yang ada di piring itu habis dimakan bersama. Jevano meminum obatnya kembali lalu mengganti pakaiannya dan segera beristirahat. Begitupun dengan Anna yang segera menidurkan sang anak yang mulai aktif itu, lalu tidur di samping suaminya. Keesokan paginya, syukurnya Jevano tidak sampai demam. Mungkin laki-laki itu pusing karena kerjaan yang selalu
"Bukan gitu Sayang," "maksudnya gimana dong Mas?" tanya Anna, "kan kamu yang bilang barusan kayak begitu." Jevano terus membujuk istrinya hingga Anna menahan senyuman melihat wajah suaminya yang menggemaskan itu. "Bukan maksud Mas begitu loh Sayang. Maafin ya!" pintanya. Anna mengangguk, "iya deh iya. Anna maafin." "Tapi kalau ada yang ngajakin kencan mau?" tanya Anna dengan gurauannya. "Kalau kamu yang ngajakin Mas terima," jawabnya membuat Anna terkekeh. Hari-hari berikutnya,Gio nampak terlihat biasa-biasanya sebelumnya, hingga akhirnya Anna dan Jevano mendapati laki-laki itu sedang berdandan seolah akan bertemu dengan seseorang yang penting. "kamu mau ketemu sama siapa Gi?" tanya Jevano, "perasaan sekarang gak ada jadwal ketemu client." "emang gak ada Pak. Saya cuman pengen rapih aja," jawab Gio membuat Jevano menatapnya curiga. Begitupun dengan Anna. "Ada apa Pak?" tanya Gio. Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak deh. Yuk berangkat," ajaknya lalu masuk ke mobil dan m
"Mungkin itu privasinya kali Mas," jawab Anna. "Tapi jangan lama-lama ya!" pinta Jevano. Anna mendecak lalu mengangguk mengiyakan. Setelah suaminya makan siang, Anna keluar untuk mengobrol dengan Gio, sedangkan anaknya dititipkan pada sang ayah. Gio mengajaknya untuk mengobrol di pantry sembari menyajikan teh hangat untuk Anna. "Makasih ya Gi," "Sama-sama Mbak," jawab Gio sembari terlihat gugup untuk berbicara. "Gak usah gugup sampe celingukan begitu, Mas Jevano jagain Rezky gak bakal ke sini," ucap Anna. Gio terkekeh, "bukan Mbak. Saya takut ada yang dengerin aja." "Emangnya mau ngobrol apa?" tanya Anna penasaran. Gio menjelaskan bahwa dirinya sedang mendekati seorang wanita dari aplikasi kencan. Namun dirinya sedikit kebingungan ketika sang pasangan memintanya untuk bertemu dan lebih dalam untuk berkomunikasi. Anna menautkan alisnya, mengapa hal ini saja Gio menanyakan padanya. Padahal Gio juga bukan lagi laki-laki yang baru saja menginjak usia remaja. "Menurut Mbak gima