Jevano tersadar lalu menemui petugas kepolisian yang datang untuk menemuinya. Padahal ini masih pagi sekali, namun apa alasan petugas itu datang menemui Jevano?
Jevano duduk di sofa ruang tamunya dengan kedua petugas kepolisian."Ada apa ya Pak?" tanya Jevano."Saya membawa surat untuk Pak Jevano agar bisa menjadi saksi untuk memberikan keterangan," ucap salah satu petugasnya."Keterangan? Saksi? Saksi apa Pak?" tanya Jevano bingung.Petugas itu menjelaskan apa yang sedang diperlukannya. Jevano tentu terkejut mendengar hal itu. Baru saja kemarin ia bertemu dengannya.Laki-laki itu mengangguk setuju, namun ia akan datang bersama sekretarisnya nanti siang. Petugas kepolisian itupun pamit setelah berbincang beberapa hal dengan Jevano mengenai hal ini.Setelah kedua petugas itu berpamitan, Jevano kembali ke kamarnya menemui sang istri yang sejak tadi menunggu."Mas ada apa?" tanya Anna dengan wajah khawatirnJevano menoleh kebingungan pada istrinya, begitupun dengan sang istri. Padahal biasanya Anna pergi cek kandungan seorang diri. Paling ditemani oleh supirnya dan itupun hanya sampai depan rumah sakit. Setelah pemeriksaan selesai, Jevano keluar dari ruang pemeriksaan sembari merangkul pinggang sang istri untuk segera ke parkiran dan pergi ke Perusahaannya. "Mas kira-kira Ibu yang dimaksud Bidan tadi siapa ya?" tanya Anna membuat Jevano juga kebingungan menjawabnya. "Tapi kamu yakin gak pernah berobat sama siapapun? Bi Ani misalnya?" tanya Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "mas kan tau sendiri kalau Aku selama 3 bulan kemarin cek sendiri, gak ditemenin siapapun." Jevano menghela napasnya heran, begitupun dengan Anna. Apa Ibunya yang selalu menemani dia? Untuk sekedar melindunginya dari sang ayah? Atau memang itu hanya halusinasi bidannya saja? Atau bahkan
Jevano menggelengkan kepalanya, "terakhir kabar yang Mas dapetin, dia sempet ketemu sama Ayah di luar kota waktu itu. Terus katanya gak terlihat lagi di kota itu, gak tau emang dia sengaja sembunyi atau pindah ke luar kota lainnya atau bahkan mungkin ada di kota ini." Anna berbaring di samping suaminya, "jujur Anna jadi takut kalau mau kemana-mana." Jevano mengulas senyumannya. Ia rangkul pinggang sang istri untuk di dekapnya, "gak apa-apa, sementara ini gak usah kemana-mana dulu selain pergi sama Mas ya!" pintanya. Anna mengangguk dengan senyumannya. Wanita itu juga tidak mau mengorbankan kembali sang anak untuk kedua kalinya. Keesokan paginya, Anna terbangun lebih dulu. Rasa mual yang 4 bulan kebelakang dia rasakan itu kini sudah mulai membaik bahkan sangat jarang terjadi. Wanita itu mengulas senyumannya melihat sang suami yang masih terlelap di sampingnya dengan tangan yang dirangkul kan pada perut bu
"Ya karena awalnya Anna gak yakin kalau itu narkoba. Tapi kalau Ayah gak usaha kayak gitu mana bisa dia judi setiap hari terus keluar kota kabur-kaburan begitu," timpal Anna. "Kalau begitu berarti kita bisa ambil kesimpulan sementara dari Mbak Anna lalu mencari bukti lainnya dan juga keberadaan Pak Surya," ucap salah satu petugas kepolisian. Setelah semuanya pamit termasuk Gio, sementara Jevano memilih untuk bekerja di rumah hari ini karena dirinya memang tidak tidak ingin meninggalkan sang istri dalam keadaan genting. Anna dan Jevano sedang asik menonton televisi di ruang tengah. Wanita itu mendongak pada sang suami yang merangkulnya, "mas maaf ya gara-gara Anna, kamu gak jadi kerja." "Gak apa-apa Sayang, justru Mas kalau pergi malah makin khawatir sama kamu," jawabnya dengan senyuman. "Emangnya gak ada kerjaan yang penting sampe Mas mau nungguin aku di rumah?" tanya Anna.
Jevano menggelengkan kepalanya, "kita jaga bareng-bareng anak kita ya! Jangan bicara kayak gitu." Sesampainya di ruang pemeriksaan, Anna harus segera ditangani apalagi memang ketuban sudah pecah dan pendarahan yang cukup hebat. Dokter keluar untuk berbicara dengan Jevano. Wanita paru baya itu dengan ramahnya menjelaskan bahwa keadaan Anna saat ini tidak bisa lahiran secara normal bahkan keadaan bayinya pun tidak memungkinkan untuk lahiran normal. Jevano menyetujui perkataan Dokternya untuk segera melakukan operasi. Laki-laki itu akan melakukan apapun asal istri dan anaknya selamat. Keesokan paginya, Anna terbangun setelah operasi selesai. Jevano menghela napasnya lega melihat sang istri kini baik-baik saja. Anna menyimpulkan senyumnya, "mas?" "Iya Sayang? Ada yang sakit?" tanyanya. Anna mengangguk, "tapi baby baik-baik aja kan Mas?" tanyanya. Jevano tersenyum, "mas udah ketemu sama dia." "HAH?"
"Gimana kalau Rezkiano Naratama?" tanya Jevano. Anna mengulas senyumannya, "ganteng namanya." "Baby nya ganteng gak?" Anna terkekeh lalu mengangguk, "anak aku pasti ganteng dong Mas." Jevano ikut terkekeh mendengarnya lalu membawa sang istri ke pelukan dan terlelap bersama. Tengah malamnya, Anna bangun untuk menyusui sang anak lalu menggantikan pakaiannya yang sudah basah. Wanita itu sudah mulai terbiasa terbangun dari hari ke harinya. Apalagi semasa dirinya di rumah sakit. Anna mengulas senyumannya melihat sang suami yang terlihat lelap dalam tidurnya sekarang. Ia kecup pipinya lalu kembali berbaring di samping Jevano dan melanjutkan tidurnya. Keesokan paginya, Anna baru saja terbangun. Padahal matahari sudah mulai menampakkan dirinya. Wanita itu panik lalu mencari sang suami dan anaknya yang sudah tidak ada di kamar. "Loh kok Mas gak bangu
Gio terkekeh pelan lalu menggelengkan kepalanya, "saya emang suka bawa tab ini kemana-mana Pak. Jangan terpaku sama tab ini!" timpalnya. Jevano dan Gio masuk ke lift khusus untuknya dan para tamu. Laki-laki itu menghela napasnya lalu berkata pada Gio, "istri saya juga dapat kiriman fotonya sendiri." "Serius Pak?" "Ya masa saya bohongin kamu, buat apa," timpal Jevano. Gio menghela napasnya, rasanya permasalahan semakin rumit dibanding masalah dengan Elin. Rumah tangga atasannya ini terasa tidak pernah tentram setelah saling menerima satu sama lain. Keduanya memilih untuk mengurus pekerjaan kantor lebih dulu. Apalagi ada pertemuan dengan beberapa client hari ini. Jevano dan Gio juga akan lebih sibuk di butik kota pusatnya dibanding dengan kantor hari ini. Pasalnya orderan beberapa gaun masuk dan ingin mengobrol lebih dulu dengan Jevano untuk lebih pastinya. Tidak tera
"Iya tapi nanti pulangnya dijemput sama malaikat," pungkas Anna membuat suaminya itu menekuk wajah. "Suka kebiasaan kalau sama kerja tuh suka lupa sama waktu makan. Coba tinggal nyemil aja susahnya biar gak kosong banget itu perut," omel Anna hanya membuatnya terdiam. "Mas dengerin gak?" tanya Anna. Jevano mengangguk, "dengerin Sayang." "Denger kuping kanan keluar kuping kiri, gitu Mas?" tanya Anna. Jevano menggelengkan kepalanya, "kali ini beneran Sayang." "Awas aja ya Mas, kamu bandel lagi," ucap Anna kembali diangguki suaminya. Anna membuka kotak bekal yang dibawanya tadi. Wanita itu sempat meminta Bi Ani memasakkan bubur ayam untuk suaminya. Sedangkan anaknya masih terlihat lelap dalam stroller yang dipakainya. Setelahnya, Jevano terpaksa harus pulang bersama dengan istrinya, diantarkan oleh Gio. Pasalnya Dokter juga menyarankan Jevano untuk istirahat lebih dulu beberapa hari, sampai beberapa p
"ya iya kadang jadi bayi kadang jadi suami," timpal Anna membuat suaminya itu terkekeh. "sekarang masih mual enggak?" tanya Anna. suaminya itu menggelengkan kepala, "cuman tinggal lemesnya aja Sayang." "ya udah syukur kalau gitu," timpal Anna sembari terus menyuapinya. "sayang?" "kenapa Mas?" sahut Anna sembari menoleh pada suaminya yang terlihat kebingungan untuk membicarakan sesuatu. anna menaruh piringnya lalu meraih tangan sang suami, "kenapa sih? ada apa?" tanyanya. "mas besok udah boleh kerja ke kantor lagi ya?" izinnya sedikit ragu pada sang istri. wanita itu mengulas senyumannya lalu memeluk Jevano dengan erat, "mas makasih ya!""makasih? untuk apa Sayang?" tanyanya. "karena udah menghargai Anna. Mas menghargai Anna sebagai istri makanya Mas minta izin dulu pas mau ke kantor padahal baru pulih," jawab Anna. Jevano mengelus senyumannya, "jadi gimana?" tanyanya.
Pria itu masih terdiam sembari menunduk merasa kebingungan. Jevano menggebrak mejanya hingga papan bundar itu bergetar dan menambah ketegangan. Ia dekati sang karyawan lalu duduk di dekatnya, "pak, kita sudah bekerja sama lumayan lama. Bahkan dari saat Ayah masih produktif bekerja dan sekarang dia sudah meninggal." "Saya percayakan kepada Bapak tentang keuangan perusahaan. Lalu apa yang bisa Bapak jelaskan tentang semua ini?" tanya Jevano sembari menunjuk berkas laporan keuangan. Keringat pria itu mulai bercucuran, rasanya bisa sampai membanjiri ruangan itu jika Jevano terus menatapnya dengan tajam. "Bapak masih mau bungkam?" tanya Jevano lagi. "Itu..... Untukkk-""Untuk keperluan Bapak sendiri?" tanya Jevano dengan tatapan tajamnya itu. Gio sebenarnya tidak tega jika rekannya sedang dimarahi oleh Jevano. Dia saja yang setiap harinya bersama dengan Jevano akan takut jika dia sudah memasang mata tajamnya itu. "Untuk keperluan berobat anak saya," jelas Bapak manajer keuangan itu.
"Aku gak merubah Mas. Justru Mas yang berubah," jelas Anna. "Kan berkat kamu, Mas jadi berubah," timpa Jevano. Anna menggelengkan kepalanya, "mas.... Seseorang gak bakalan berubah kalau bukan dirinya sendiri yang mau berubah." Jevano tersenyum mendengar penuturan istrinya. Ia dekatkan wajahnya pada Anna. Namun Anna segera menahannya, apalagi Gio juga mengetuk pintu ruangan atasannya kembali. Jevano memasang wajah kesalnya sembari memangku sang anak yang kini tertidur. Tangan Gio begitu bergetar terlihat oleh Anna karena ditatap tajam oleh istrinya. Anna menyenggol lengan suaminya, hingga ia menoleh dan memberikan isyarat bahwa ekspresinya kini menyeramkan. "Ada apa Gi?" tanya Jevano. "Pak, ini laporan keuangan minggu lalu yang bapak minta," jawab Gio sembari menyerahkan berkas yang diminta atasannya tadi. "Oh ya sudah kamu simpan dulu saja di meja saya ya!" ucapnya, "makasih." Gio sempat terdiam mendengarnya. "Kenapa Gi?" tanya Anna merasa heran dengan ekspresi sek
"Kata istri saya, kalau kamu suka sama dia atau mau memulai mengenal dia lebih dulu gak ada yang salah buat ketemu dulu, sekedar ngobrol dulu. Toh dia juga udah kenal kamu, jadi kayaknya gak masalah kalau kamu mau temuin dia dulu," jelas Jevano. Gio terdiam mendengarnya. "Gi kesempatan gak akan datang 2 kali. Setau saya dia juga baik dan ramah sama orang lain, bukannya kamu yang lebih berpengalaman sama dia dibanding saya? Kamu juga lebih banyak interaksi sama dia kan?" Gio mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu juga mulai memikirkan pendapat dari istri atasannya ini. Selama dirinya mencoba aplikasi kencan ini, memang dia tidak pernah merespon wanita lain kecuali Intan ini. Siang harinya, Gio memutuskan untuk tidak makan siang bersama dengan sang atasan. Kebetulan juga, Jevano akan diantarkan makan siang oleh istrinya. Anna berjalan dengan santainya menuju ruangan sang suami. Wanita itu mendorong stroller dengan sang anak yang tertidur dan kotak bekal yang Anna simpan di bawahnya.
"Loh kenapa?" tanya Anna. Jevano kembali menceritakan kembali alasan mengapa sekretarisnya itu membatalkan janji kencannya. Anna terkekeh pelan, "dia batalin cuman karena temen sekantornya?" "Iya Sayang. Padahal anaknya ramah, terus kayak interaksi banyak banget sama Gio. Kalaupun udah merasa cocok menurut Mas pantes aja mereka kalau saling suka juga," jelas Jevano. "Cantik, mas?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "lebih cantik kamu." Anna mendelik, "bohong banget." "Loh kok bohong?" tanya Jevano, "beneran loh Sayang." "Iya deh iya," timpal Anna dengan senyumannya. Setelah makan malam selesai, Anna dan Jevano memilih untuk masuk ke kamar. Sekalipun memang keduanya belum mengantuk setelah kenyang menyantap masakan Anna. Jevano merangkul pinggang sang istri yang sedang memainkan ponselnya di kasur, "sayang.""Iya Mas?" tanya Anna menoleh pada suaminya. "Kamu mau tas-nya?" tanya Jevano, "perasaan dari kemarin Mas liat kamu liatin tas itu terus." Anna tersenyum, "mau si
"Kenapa Pak?" tanya Gio. "Anna udah bilang kalau dia mau bawain makan siang tadi pagi. Tapi saya malah makan siang sama kamu," jawabnya. "Hayoh loh Pak! Mbak Anna pasti marah itu, kesel karena Bapak udah makan siang sendirian," ucapnya. Jevano mendelik pada sekretarisnya, ia menarik tangan Gio untuk ke ruangannya juga. Laki-laki itu berpura-pura belum mengetahui sang istri sudah berada di ruangannya. Jevano tersenyum ketika membuka pintu ruangannya. "Dikira Mas belum sampai," pungkas Jevano lalu duduk di samping istri dan anaknya. Rezkiano yang sudah mulai aktif itu sudah terlihat senang melihat Jevano yang baru saja duduk. Anak itu sudah merentangkan tangannya untuk dipangku oleh sang ayah. Jevano dengan senang hati memangkunya, Bercanda dengan sang anak memang waktunya yang paling berharga kali ini. Apalagi jika dirinya sedang merindukan sang ayah yang sudah meninggalkannya setahun yang lalu. Sekalipun semasa kecilnya, Jevano tidak pernah merasakan hal seperti ini. Setidakn
Gio menggelengkan kepalanya. "Terus kenapa bisa gagal?" tanya Jevano lagi. "Saya kenal sama dia," jawab Gio. "Kenal? Siapa?" tanya Jevano beruntun. Gio sempat terdiam sebelumnya. Laki-laki itu menghela napasnya lalu menjawab, "Intan." "Intan yang kerja di sebelah kamu?" tanya Jevano. Gio mengangguk mengiyakan. "Kok bisa?" tanya Jevano, "emang sebelumnya gak pernah lihat foto atau apapun?" Gio menggelengkan kepalanya, "di aplikasinya gak nunjukin foto juga gak apa-apa Pak. Makanya saya awalnya tertarik karena emang gak harus keluarin foto saya," jelasnya. "Ya terus kenapa gak jadi kencannya?" tanya Jevano lagi, "kan bisa aja kalian pacaran nantinya karena nyambung dan cocok. Syukur-syukur kalau sampai menikah." Gio menggelengkan kepalanya, "enggak deh Pak. Mending saya cari yang lain aja." "Emangnya kenapa?" tanya Jevano heran. Intan kerjaannya baik kok." "Iya sih Pak. Cuman dia suka ngeselin aja," jawab Gio. Jevano terkekeh mendengarnya. Ia menggelengkan kepalanya heran p
"Ya enggak sih, cuman kadang suka gemes aja kalau kamu kelakuannya kayak bayi begini. Badan aja gede," jawab Anna sembari mencubit pipi suaminya. "Biarin yang penting Mas bisa manja sama kamu," timpal sang suami. Anna manggut-manggut, "ya udah awas dulu! Anna bawain dulu makanan buat Mas." "Makannya bareng aja," jawabnya. "Katanya tadi mau di kamar!" "Iya di kamar, maksudnya kamu sambil makan sambil suapin Mas," jelasnya.Anna mengangguk, "ya udah tunggu ya!" Jevano mengangguk dengan senyumannya. Dengan cepat Anna kembali ke kamar dengan masakan makan malam yang sudah dimasaknya tadi. Ia menyuapi suaminya dengan telaten hingga makanan yang ada di piring itu habis dimakan bersama. Jevano meminum obatnya kembali lalu mengganti pakaiannya dan segera beristirahat. Begitupun dengan Anna yang segera menidurkan sang anak yang mulai aktif itu, lalu tidur di samping suaminya. Keesokan paginya, syukurnya Jevano tidak sampai demam. Mungkin laki-laki itu pusing karena kerjaan yang selalu
"Bukan gitu Sayang," "maksudnya gimana dong Mas?" tanya Anna, "kan kamu yang bilang barusan kayak begitu." Jevano terus membujuk istrinya hingga Anna menahan senyuman melihat wajah suaminya yang menggemaskan itu. "Bukan maksud Mas begitu loh Sayang. Maafin ya!" pintanya. Anna mengangguk, "iya deh iya. Anna maafin." "Tapi kalau ada yang ngajakin kencan mau?" tanya Anna dengan gurauannya. "Kalau kamu yang ngajakin Mas terima," jawabnya membuat Anna terkekeh. Hari-hari berikutnya,Gio nampak terlihat biasa-biasanya sebelumnya, hingga akhirnya Anna dan Jevano mendapati laki-laki itu sedang berdandan seolah akan bertemu dengan seseorang yang penting. "kamu mau ketemu sama siapa Gi?" tanya Jevano, "perasaan sekarang gak ada jadwal ketemu client." "emang gak ada Pak. Saya cuman pengen rapih aja," jawab Gio membuat Jevano menatapnya curiga. Begitupun dengan Anna. "Ada apa Pak?" tanya Gio. Jevano menggelengkan kepalanya, "enggak deh. Yuk berangkat," ajaknya lalu masuk ke mobil dan m
"Mungkin itu privasinya kali Mas," jawab Anna. "Tapi jangan lama-lama ya!" pinta Jevano. Anna mendecak lalu mengangguk mengiyakan. Setelah suaminya makan siang, Anna keluar untuk mengobrol dengan Gio, sedangkan anaknya dititipkan pada sang ayah. Gio mengajaknya untuk mengobrol di pantry sembari menyajikan teh hangat untuk Anna. "Makasih ya Gi," "Sama-sama Mbak," jawab Gio sembari terlihat gugup untuk berbicara. "Gak usah gugup sampe celingukan begitu, Mas Jevano jagain Rezky gak bakal ke sini," ucap Anna. Gio terkekeh, "bukan Mbak. Saya takut ada yang dengerin aja." "Emangnya mau ngobrol apa?" tanya Anna penasaran. Gio menjelaskan bahwa dirinya sedang mendekati seorang wanita dari aplikasi kencan. Namun dirinya sedikit kebingungan ketika sang pasangan memintanya untuk bertemu dan lebih dalam untuk berkomunikasi. Anna menautkan alisnya, mengapa hal ini saja Gio menanyakan padanya. Padahal Gio juga bukan lagi laki-laki yang baru saja menginjak usia remaja. "Menurut Mbak gima