Share

bab. 21b

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-13 22:51:19

Aku benar-benar tak percaya dengan kalimat yang baru saja keluar dari bibir Zi, apakah ini puncak dari rasa lelahnya?

“Kenapa kamu tanya sepeti itu?”

Aku mencoba menjawab setenang mungkin. Meskipun hatiku kini terasa begitu mendidih.

“Apa karena lelaki yang tadi pagi memelukmu?” tanyaku. Zi tak menjawab. Hanya membalasnya dengan senyuman yang mengartikan ya.

“Di tanya itu jawab, Zi!

“Ma-maaf, Om,” ucapnya terbata.

“Berikan aku waktu 5 sampai 6 bulan. Setelah itu kamu bisa pergi sesuka hatimu, bahkan untuk menjalin hubungan dengan lelaki di kampusmu itupun terserah.”

“Apa tidak terlalu lama, Om?”

“ZI!”

“Ma-maaf, Om!”

“Baiklah satu bulan dari hari ini. Setelah itu kamu bebas mau apa saja. Tapi selama sebulan ini, aku tak ingin kamu dekat dengan lelaki itu.”

“Maksudnya Aga, Om? Tapi –“

“Tak ada tapi, Zi! Ingat pesanku itu, jangan dekat dengan Aga ataupun lelaki lainnya. Oh ya, mulai besok kembali siapkan kopi panas untuk sarapanku, kembali buang menu susu saat sarapan.”

Aku berdiri dan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terpaksa Akad   bab. 22a

    Belum sempat aku menghampiri tubuh Om Zuan, kini pak rektor datang dan membawa Om Zuan pergi.“Zi, kenapa kamu bengong?” tanya Aga sambil menatapku. Aku melirik ke arah Tama, lagi-lagi ucapannya tempo lalu membuat ku merasa iba kepada Aga.“Aga kena kanker, Zi. Hidupnya di vonis dokter sudah tak lama lagi. Apalagi Aga seperti kehilangan semangat untuk hidup. Ia bahkan menolak semua pengobatan. Hanya kamu yang mampu membuat Aga semangat, bahkan aku kembali melihat sorotan binar dari mata Aga ketika menatapmu. Bantulah Aga untuk sembuh, setidaknya berikan ia kebahagiaan di waktu-waktu akhirnya.”Ucapan Tama saat itu benar-benar mengusikku. Aku hampir tak percaya mendengarnya. Aga yang terlihat terlalu ceria dan tersenyum itu ternyata memiliki kondisi kesehatan yang begitu memprihatinkan.“Zi, kamu mendengar suaraku kan?” tanya Aga sambil menggoyangkan bahuku“I-iya, Ga. Maaf.”“Seperti yang aku ucap tadi, aku tak ingin mendengar jawabanmu, Zi! Aku tak ingin mendengar penolakan mu. Aku h

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Terpaksa Akad   bab. 22b

    “Bahan makanannya habis, Om.” Aku menggigit bibir bawahku, sedangkan mataku kupejamkan, takut melihat ekspresi marah lelaki di depanku.Aku kembali membuka mata, ketika kudengar suara tawa dari lelaki di depanku ini. Ia terkekeh bahkan sampai keluar air bening di sudut matanya. Sungguh terasa begitu aneh.“Ayo belanja. Aku antar,” ucap Om Zuan sambil merapikan jas nya.“Tapi, Om!”Aku masih ternganga, tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.Tanpa basa-basi lelaki itu menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam mobilnya, memasangkan sabuk pengaman seperti biasanya dan ...Tatapan mata kami saling bertemu dengan jarak yang sangat dekat, deruan nafas Om Zuan benar-benar terasa hangat menghampiri wajahku, ditambah dengan aroma nafas yang terasa di indraku. Jantungku kembali berdesir dengan hebat, kenapa kamu terus saja membuat Zi jatuh cinta, Om? Maafkan Zi yang sepetinya tak ingin jauh dari Om Zuan, “Ma-maaf, Zi!” ucap Om Zuan dan kembali duduk di tempatnya.Benarkah aku t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-15
  • Terpaksa Akad   bab. 23 a

    “Tambahkan lagi cabainya, Zi!” ucap Om Zuan sambil mengambilkan beberapa cabai dari kulkas.“Tapi, nanti Om Zuan kepedasan. Zi sudah banyak masukin cabai di bumbunya ini,” ucapku sambil mengulek bumbu yang sudah ku racik, beberapa butir bawang merah, bawang putih, dan beberapa cabe. “Aku memang suka pedas, sangat pedas.”Aku mendelik ke arah Om Zuan. “ Mulai kapan, Om? Aku bahkan tak pernah melihat Om Zuan mengambil sambal sedikit pun tiap kali makan.”“E, itu- aku mulai menyukai pedas sejak saat ini,” ucap Om Zuan sambil menggaruk kepalanya yang kuyakin tak gatal.“Ini semua, Om?” tanyaku heran sambil menatap cabai di atas meja.“Iya.”Aku memasukkan ke dalam cobek, kembali mengulek bumbu dan menghaluskannya. Entah, Om Zuan kesambet apa, dia mau membantu Zi masak malam ini.“Zi, aku ingin berbicara kepadamu. Penting,.”Aku begitu terkejut ketika ada tangan melingkari tubuhku, sedangkan suara manja itu terdengar begitu indah di dekat telinga.“Hm,” jawabku sambil tersenyum. Aku memas

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Terpaksa Akad   bab. 23b

    “Pak Tejo, Pak Tejo...” teriakku.Pak Tejo dan simbokpun datang.“Pak, tolong antar Om Zuan ke rumah sakit!”“Tapi, Non.”“Buruan, Pak. Gak ada tapi-tapian. Ini darurat,” ucapku sambil menunjuk kunci mobil di atas meja.“Tejo gak bisa nyupir, Non,” ucap Simbok.Ya Allah Ya Robbi, kenapa anak buah Om Zuan payah sekali. Di sela rasa bingungku, ponsel Om Zuan berdering, Simbok dengan sigapnya mengambilkan benda tersebut dan memberikannya kepadaku, yang tengah duduk dengan memangku kepala Om Zuan.Tertulis nama “Mama” di layar pipih itu, aku tak mengindahkannya dan membiarkan panggilan itu berlalu begitu saja. Aku takut harus berbicara apa kepada Mama jika ia tahu kondisi Om Zuan sekarang.Kini aku meraih ponsel dalam sakuku, nama Rendra menjadi daftar pencarian, bergegas kutekan tombol hijau dalam panggilan tersebut.“Selamat malam, Nona Zi. Ada yang bisa saya bantu?”“Kesini sekarang, Ren! Om Zuan sedang sekarat.”Panggilan itu terputus dengan sepihak, sedangkan aku membawa tubuh Om Zu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • Terpaksa Akad   bab. 24a

    Om Zuan sudah dipindahkan ke kamar rawat, tangan kanannya terpasang jarum infus, sedangkan matanya belum saja membuka sejak saat di bawa ke sini.“Nona Zi silahkan istirahat dulu, biar saya yang menjaga tuan,” ucap Rendra yang dari tadi berdiri di belakangku. “Aku masih ingin menjaga Om Zuan, setidaknya aku ingin melihatnya tersadar lebih dulu,” ucapku dengan mata yang mengembun.“Ini sudah larut, Non. Tuan pasti tidak suka kalau Nona bergadang seperti ini, apalagi kalau nona Zi sampai sakit, pasti saya yang akan disalahkan oleh Tuan.”Rendra menyentuh bahuku, mempersilahkanku tidur di sofa sudut ruangan. Ruangan rumah sakit ini memang cukup besar, mungkin sama dengan kamar hotel berbintang, Ada 1 kamar pasien, dan satu sofa untuk keluarga yang menunggu. Di sini juga ada kamar mandi dan kulkasnya.“Tak apa, Ren. Aku masih ingin menunggu Om Zuan. Kamu saja yang istirahat. Jika Zi sudah lelah barulah kami yang menggantikan.”“Baik, Non.”Terdengar suara langkah yang menjauh, hingga akh

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-20
  • Terpaksa Akad   bab. 24b

    “Sabar, Zi! Kamu harus menata nafasmu,” ucapku sambil memegang dada yang naik turun tak karuan.“Semoga Om Zuan tak menyadari apa yang kulakukan tadi!” Setelah deru nafasku mulai normal, aku berjalan seakan tak terjadi apa-apa. Sedangkan mata Om Zuan terus saja menatapku tanpa menoleh ke arah lain sedikitpun. “Om Zuan sudah sadar?” tanyaku basa-basi.“Kamu ngapain ke kamar kecil, Zi? Kenapa tidak ada keran yang menyala? Aku juga mendengar suaramu di sana. Kamu sedang berbicara dengan siapa?” “E ... Itu, Om.” Aku menggigit bibir bawahku sambil memutar otak dengan alasan yang masuk akal.“Om salah dengar saja, Zi hanya merapikan baju Zi saja.”“Katanya kebelet pipis?“Gak jadi, Om. Sudah Om istirahat lagi. Kata dokter harus banyak istirahat.”Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.Dua bola mata Om Zuan tampak menatap jam dinding yang menempel di ruangan, entah ia memikirkan apa, sorot matanya terlihat kosong.“Om, tadi Mama telepon,” ucapku sambil meraih ponsel disakuku.“Kamu bilang a

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-20
  • Terpaksa Akad   bab. 25a

    “Zi.”Terdengar teriakan dari Om Zuan.“Bentar, Om.”Aku bergegas ke luar masih dengan rambut yang acak-acakan. “Ada apa, Om?”“Kenapa mandi lama sekali? Bukankah aku sudah berpesan jangan kelamaan?”Aku melihat jam yang menempel di dinding atas.“Lama dari mana, Om? Aku mandi hanya lima menit.”“Sudah jangan protes. Sini temani aku duduk di sini,” ucap Om Zuan sambil menunjuk kursi di sebelahnya.Aku menurut.Hening“Om ...”“Iya. Ada apa?”“Gak ada apa-apa.”Hening“Zi!”“Iya, Om.”HeningKenapa situasi mendadak tegang seperti ini. Ayolah Zi, ini bukan seperti kamu. “Om, kenapa gak pernah cerita kepada Zi kalau Om menderita penyakit lambung?”Aku mencoba angkat bicara, melepas situasi yang mendadak tegang.“Kata siapa, Zi? Aku hanya belum terbiasa makan pedas. Mungkin nanti malam juga sudah pulang ke rumah.”“Jangan bohongin Zi, Om! Zi gak suka. Terus kenapa Om harus konsumsi obat tiap hari?”“Kamu hanya salah dengar.”“Hah, susah bicara sama kamu, Om.”“Memangnya kamu peduli jika

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-21
  • Terpaksa Akad   bab. 25b

    Aku memapah Om Zuan untuk ke kamar mandi, merangkul tubuhnya serta membawa kantung infusnya. Ia berjalan perlahan, sambil meringis menahan pipisnya.“Kenapa pintunya tidak di tutup, Om?” tanyaku dari balik pintu. Mengalihkan pandangan ke ruangan kamar ini.“Kalau di tutup yang ada selang infusnya macet, Zi.” Terdengar jawaban dari dalam.Benar juga kata Om Zuan. Aku kan berdiri di luar dengan membawa kantung infusnya.“Apa kamu mau masuk juga? Biar pintunya bisa ditutup?”“Om, kenapa kamu mendadak mesum?”“Mesuman mana sama yang mau menciumku tadi?”Aku terperanjat, bergegas aku menarik tubuhku menjauh dari daun pintu, menata nafasku yang tak karuan. Apakah Om Zuan tahu apa yang sedang kulakukan tadi? Bodoh kamu, Zi! Aku menutup wajah dengan telapak tangan, aku yakin sekarang wajahku yang justru berubah menjadi merah.“Au, sakit, Zi!” teriak Om Zuan.Aku bergegas masuk, mendapati Om Zuan yang meringis kesakitan, dengan menatap punggung tangannya yang berdarah. Jarum infus itu terlepas

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-21

Bab terbaru

  • Terpaksa Akad   bab.36c

    Om Zuan terkekeh, dia menatapku begitu dalam. Begitupun aku yang seakan terkena magnet dari lelaki di depanku. Aku terus mendekat, sama sepetinya. Wajahnya masih tampak tampan, meskipun memang tak terlihat sempurna. Kini mulai kurasakan detak jantungku yang tak beraturan, serta hembusan hangat dari nafas Om Zuan.“Zuan, apa kamu di dalam?” terdengar teriakan mama dari balik pintu. “Tadi Zi datang, dan tiba-tiba Zi tak diketemukan. Mama ...”Mama tak melanjutkan kalimatnya ketika aku tengah membuka pintu, dilihatnya diriku dalam-dalam.“Kalian sudah bertemu?” Mama tampak terkejut melihatku yang berada di kamar ini, begitupun Rendra yang tengah berdiri di belakang Mama. “Kenapa kamu bodoh sekali dengan membawa Zi ke sini?” Om Zuan melempar sebuah pulpen ke tubuh Rendra.“Maaf, Tuan. Nona Zi memaksa. Nomor baru tuan Zuan pun tidak bisa dihubungi. dari sebelum ke sini, saya sudah memberi kabar.”“Kalian semua tahu, dan menipu ku mentah-mentah?” aku mengerucutkan bibirku. Ingin marah?

  • Terpaksa Akad   bab. 36b

    Aku perlahan melangkah, masuk ke dalam kamar asing tanpa ijin sang pemilik rumah. Semoga Mama tak mengetahui sikap nekat Zi, Ya Allah. Aku kembali mendekat kepada lelaki tersebut.“Ma, kenapa rame? Apa Rendra telfon kembali dan memberi kabar tentang Zi? “ ucap lelaki tersebut. Yang membuatku yakin kalau lelaki di depanku adalah Om Zuan.“Om.”Entah setan apa yang merasuki tubuhku, hingga aku memeluknya dari belakang. “Zi kangen, Om. Zi ....”Aku tersentak kaget ketika melihatnya. Bahkan tubuhku seakan terpental, menyisakan jarak beberapa meter. Matanya hanya satu. Karena yang satunya tertutup oleh kasa. Ia pun tak kalah kaget dariku. Ia menunduk, sekaan malu dengan keadaanya. “Om Zuan.” Aku kembali mendekatinya. Memastikan dengan apa yang baru saja kulihat.Ia memalingkan muka. Seakan tak ingin wajahnya terekspose dengan mata indahku.“Om Zuan, ini Zi.” Aku terus mendekat.“Siapa, Zi? Aku gak kenal!”Aku terus mendekat, kini tak menyisakan jarak dan kembali memeluknya dari belaka

  • Terpaksa Akad   bab. 36a

    Terima kasih yang sudah mampir di kisahnya Zi dan Zuan, mohon maaf jika ceritanya kurang berkenan. Happy reading ...🥀🥀🥀“Siapa, Ma?” tanyaku heran. “E... Itu, itu suami Mama, ayah tirinya Zuan.”Benarkah? Apa Mama berbohong kepada Zi.“Ma, kenapa Zi tidak dipersilahkan masuk?”“Astagfirullah, maafkan Mama, Zi.” Wanita teduh itu menggandengku, dan melewati pintu bersama, sedangkan Rendra terus saja mengekori, tetap dengan ponsel di tangannya.Rumah berdinding jati ini benar-benar rapi, tak banyak pernah-pernik, hanya beberapa foto yang keluarga yang tertempel di dinding. Aku menatap sekitar, dan tiba-tiba indraku mencium wangi Om Zuan di dalamnya.Apakah Om Zuan di sini? Ah, rasanya tidak mungkin.“Ini, Pak. Ada Zi. Istrinya Zuan.” Mama memperkenalkanku kepada lelaki paruh baya yang tengah memakai baju kerah batik serta celana hitam polos. Hah, lagi-lagi harapanku nihil. Aku berharap Om Zuan yang datang. Aku menjabat tangan, dan mencium punggung tangannya. Dan kini dibalas den

  • Terpaksa Akad   bab. 35b

    “Setidaknya sarapan dulu, Nona. Nanti bisa kembali tidur,” ucap Simbok yang andil bersuara. “Males, Mbok. Zi masih kenyang.”“Kenyang dari mana, Non? Semalam saja tidak makan malam.”Kini terdengar suara saling berbisik antara Simbok dan Rendra, entah apa yang mereka bicarakan. Aku masih terlalu malas untuk ke luar dari ruangan ini.“Nona Zi, katanya mau jenguk bunga. Jadi?” Terdengar suara Rendra yang membuat mataku berbinar. Aku bergegas membuka pintu itu, dan menjawabnya dengan anggukan. “Jadi, Ren. Sekarang ya.”Rendra tersenyum, sedangkan Simbok tampak menggelengkan kepala. “Diantar kalau Nona Zi sudah sarapan.”Hah, Aku membuang nafas kasar sambil menuju ke meja makan. “Kita makan bersama ya, Mbok, Ren.”Aku mengoleskan selai ke roti gandum di depanku. Memberikan mereka masing-masing satu potong untuk menemani sarapanku. Entah, setelah mendengar nama Bunga, aku sepeti memiliki kekuatan baru. Aku tak boleh menyerah dengan keadaan, aku Zi dan aku kuat. Aku harus sehat untuk ana

  • Terpaksa Akad   bab. 35a

    Rendra mengernyitkan dahinya ketika mendengar ucapanku. “Pusara Tuan Zuan, Nona?” “Iya, Ren. Aku mau menjenguk Om.”“E, itu, Non. Ada di sebelah sana.”Rendra menunjuk sebelah selatan. Kami berjalan mengikuti arahan Rendra, cukup jauh memang, karena tempat pemakaman ini lumayan besar. “Non, maaf. Hari ini ada rapat mendadak.” Rendra menunjukkan sebuah pesan dari ponselnya. Aku membaca pesan tersebut.[ Pak Rendra, tamu kita yang dari Jepang sudah datang. Bisakah ke kantor sekarang? ]“Kalau begitu antar saya saja ke pusara Om Zuan, Ren. Biar nanti saya pulang pakai taksi.”“Maaf, Non. Saya tidak berani. Saya diberi amanat Tuan Zuan untuk menjaga Nona Zi setelah beliau tidak ada. Apalagi hari sudah malam. Kita ke sini lain kali saja. “Aku mengangguk, sebenarnya setengah terpaksa meninggalkan tempat ini. Kenapa ada acara yang begitu mendadak? Ah, sudahlah. **“Malam ini mau makan apa, Non?” Simbok menatapku dengan khawatir, untuk saat ini ialah yang peduli kepadaku setelah Rendra

  • Terpaksa Akad   bab.34b

    “Assalamualaikum.” Terdengar suara panik dari wanita paruh baya yang kini mendekati kami, begitupun lelaki yang berada di sampingnya. “Tante, Paman.” Tama mencium punggung tangan mereka. Begitupun aku, yang mengekori kelakuan Tama.“Bagaimana keadaan anakku?” Tante itu mengikutiku, menatap Aga dari balik dinding kaca ini. “Aku pasrah dengan semua kehendakmu Ya Allah, jika memang Aga sudah harus tutup usia di waktu ini. Aku ikhlas, selama ia tak terus mengalami kesakitan.”Tante mengucapkannya lirih sambil berlinang air mata, dari sini aku belajar, puncak dari mencintai adalah mengikhlaskan. Mengikhlaskan orang yang dicintanya pergi selama itu adalah jalan yang terbaik. Sedangkan kini lelaki yang menjadi suaminya, merangkulnya erat memberi dukungan untuk kuat. “Kamu Zi?” tanya Tante yang kini menatap ke arahku. Sepertinya ia baru menyadari ada aku di sebelahnya. “Iya Tante.”“Senang bisa bertemu denganmu, Zi. Benar kata Aga kamu cantik.” Wanita itu kini mengembangkan senyum. “Ak

  • Terpaksa Akad   bab. 34a

    “Rendra.”Aku meneriaki lelaki itu sebelum berlalu. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ke arahku.“Untuk apa kamu ke sini? Ada keperluan apa?”“Nona Zi. Bukankah hari ini Nona ada kelas pagi?” Lelaki itu kini berbalik tanya ke arahku, yang justru membuatku gemetaran.“Zi .. Zi ... Zi dikeluarkan dari kelas,” ucapku malu. ‘Ah, itu tidak penting. Bukankah di sini aku yang menjadi bosnya? ‘“Kenapa pertanyaanku tidak dijawab, Ren?”Lelaki itu tampak gugup, ia merapikan jas yang dikenakannya. “Saya menyampaikan amanat dari Tuan Zuan, Nona. Memberikan bantuan kepada yayasan.”“Tuan Zuan?”“Iya. Sebenarnya amanat ini sudah di sampaikan beberapa Minggu yang lalu, tapi belum sempat. Maafkan saya Nona Zi!” Aku mengangguk mengerti, dan mempersilahkan ia pergi. Aku yang tadinya memiliki.segudang harapan dengan kehidupan Om Zuan, kini kembali menelan pil kekecewaan. Kenapa kamu pergi, Om? Aku kembali ke ruang kelas, pintunya masih tertutup rapi, dengan suara dosen wanita yang m

  • Terpaksa Akad   bab.33b

    “Tentu, Nona Zi.”“Tolong nanti sepulang kuliah, antar Zi ke panti. Bunga pasti telah menunggu, pasalnya kami telah berjanji untuk mengadopsinya.”Meskipun Om Zuan sudah tak ada, aku ingin sekali tetap bersama gadis kecil itu. Semoga Ibu panti mengijinkan aku mengadopsi Bunga dialah yang akan selalu mengingatkan tentang Om Zuan. “Baik, Nona Zi.”**“Zi, baru lihat kamu. “ Aga mengekoriku setelah memasuki gerbang universitas. “Ada yang Rindu, nich.”Tama yang mengekori kami, tersenyum senang. “Om Zuan baru saja meninggal, Ga!” ucapku sembari duduk di salah satu bangku kelas, mataku yang kosong menatap papan putih yang tergantung di dinding dekat dosen.“Tukang ojek?”“Jangan pernah hina Om Zuan, Ga.”Sontak aku berucap dengan nada tinggi, ketika mendengar lelakiku itu dihina.“Ma-maaf, Zi. Saya kira aku bisa menghiburmu.”Aga menampakkan wajah menyesal, dan itu membuatku tak tega dan merasa bersalah. Tama yang duduk di sebelahnya mengedipkan mata, seakan memberi isyarat untuk memin

  • Terpaksa Akad   Bab. 33a

    Mentari yang terang, kini berubah menjadi gelap, apalagi mendung terus menyelimuti langit yang seakan mengetahui bagaimana hatiku saat ini. Tak ada cahaya dari bintang maupun bulan, yang ada hanya kegelapan dan kebisuan. Aku menatap meja kerja Om Zuan, tempat di mana aku selalu memandangnya sebelum tidur, berjibaku dengan tulisan dan laporan. “Om Zuan,” ucapku lirih ketika mendapatinya duduk di tempat yang sama. Beberapa detik kemudian Ia kembali berlalu begitu saja. Aku benar-benar menggila olehnya, lelaki yang mampu membuat hariku berwarna setiap harinya. “Om Zuan.” Aku kembali menatap lelaki itu yang kini terbaring di ranjang, bersebelahan denganku. Tangannya diangkat ke atas seperti biasa dan meninggalkan parfum khas dirinya. “Zi.”Suara panggilan itu membuat tubuh Om Zuan kembali menghilang, Wanita bergamis panjang dengan jilbab menjuntai telah berdiri di ambang pintu. “Maaf, Mama mengganggu istirahatmu. Bolehkan malam ini Mama bermalam denganmu?”Aku mengangguk, dan mempe

DMCA.com Protection Status