Emma menyandarkan kepalanya di pundak Tony yang duduk di sampingnya. Air matanya keluar lagi. Dia lalu berusaha mengendalikan diri karena tak ingin merepotkan Tony. Dengan kedua telapak tangannya dia mengusap pipi kanan dan kirinya.“Kita nggak jadi keluar deh kalo gitu,” kata Tony. Biar aku telfon Jake dan Ethan.“Jangan dong,” kata Emma. Masak cuma gara-gara aku kalian nggak jadi keluar. Ayo kita keluar.“Kamu beneran nggak apa-apa?” tanya Tony.Emma menggeleng. Dia lalu bangkit. “Aku mau ganti baju dulu,” katanya. Dia lalu mengambil baju ganti dari tasnya lalu berjalan ke kamar mandi.“Kenapa?” tanya Tony saat melihat Emma ragu-ragu melangkah mendekati kamar mandi.Tony lalu berjalan mendekati Emma. “Kamu masih takut?” tanyanya, “apa perlu aku temenin kamu ke dalem?”Emma teratwa. “Enggak lah. Keenakan kamu,” katanya. Dia lalu masuk ke kamar mandi dan menutup pintu.Tony lantas terbahak.***Sabrina melihat layar ponselnya seperti orang linglung. Dia mengirim chat pada Jake beberap
Sabrina berdiri sambil melihat sekeliling. Dia memperhatikan satu demi satu mahasiswa yang sekiranya cocok dia jadikan target.“Aku baru inget aku ada kenalan mahasiswa yang suka belajar juga kayak Emma,” kat Desy.Sabrina membelalakkan mata. “Serius?” tanyanya.Desy mengangguk. “Dulu dia teman SMA-ku satu angkatan,” katanya, “namanya Indra.” “Yaudah sih ayo kita cariin dia,” kata Anne.“Biasanya dia sering nongkrong di perpustakaan,” kata Desy.Mereka bertiga lalu berjalan menuju perpustakaan.Gedung perpustakaan yang terdiri dari dua lantai itu sedang ramai-ramainya ketika Sabrina dan dua temannya sampai di sana.“Biar cepet nyarinya kita pencar saja gimana?” usul Sabrina.Anne dan Desy kompak mengangguk. “Oke,” kata Desy.“Aku ke atas ya,” kata Sabrina.“Eh, bentar-bentar, kamu tau orangnya kayak gimana nggak?” tanya Desy.Sabrina menggeleng. Dia lalu tertawa.“Nyelonong aja,” kata Desy. Dia lalu membuka akun Instagramnya dan menunjukkan akun Instagram Indra.Sabrina mengamati fo
Jake melihat Emma duduk sendiri saat dia datang bersama Ethan di kantin. Dengan langkah-langkah lebar, dia lalu menghampiri gadis itu.“Tumben sendirian, Tony mana?” tanya Jake setelah meletakkan pesanannya di meja.“Oh dia katanya tadi mau ke toilet sih,” kata Emma.“Aku nggak apa-apa kan join?” tanya Jake.“Nggak apa-apa kok. Kenapa sih tanya segala? Biasanya juga kita bareng-bareng,” kata Emma.Sebenarnya, Jake juga tidak bermaksud apa-apa. Hanya saja dia merasa canggung. Sejak dia berpacaran dengan Sabrina, dia merasa ada jarak anatara dirinya dengan Emma. Semuanya tak lagi sama seperti sebelum dia berpacaran dengan Sabrina.“By the way, Sabrina udah nggak pernah ganggu kamu?” tanya Jake. Dia mengambil sepotong kentang goreng lalu dia masukkan ke mulut.“Selama beberapa hari ini belum. Nggak tahu besok-besok,” kata Emma.“Eh, udah rame aja nih!” Tony baru datang sambil membawa pesanannya. Dia lalu menarik kursi yang ada di samping Emma dan duduk.“Eh iya, Tony, aku keinget sesuatu
“Emangnya kenapa aku harus takut sama kamu, Sabrina?” kata Emma, “kamu pikir kamu presiden?”Mendemgar ucapan Emma, Sabrina terpancing emosi. Dia lalu menggerakkan tangan kanannya, berusaha memukul Emma. Namun belum sampai niatnya terpenuhi, Emma berhasil mencekal tangannya. Gadis itu melotot dan menyeringai. Cengkeramannya di tangan Sabrina sangat kuat.Sabrina berusaha menarik tangannya tapi gagal. Melihat itu Emma tertawa. Dia lalu memutar pergelangan tangan Sabrina hingga tulang gadis itu berbunyi. Emma lalu tertawa.“Emma! Apa yang kamu lakukan?!” kata Anne. Dia lalu berusaha melepas tangan Emma dari tangan Sabrina.“Emma lepaskan tanganmu. Kamu nggak lihat apa Sabrina kesakitan?” kata Desy.Emma tak menjawab, dia malah tertawa. Semakin lama, wajahnya semakin pucat dan matanya semakin melotot.“Anne, kamu cari bantuan gih,” kata Desy.Anne menuruti Desy. Dia berlari lalu memanggil beberapa mashasiswa. Dia lalu kembali dengan empat orang mahasiswa. Empat orang mahasiswa itu berusa
Seperti janji yang Tony, Jake dan Ethan ucapkan saat istirahat siang mereka mengikuti Emma ke perpustakaan untuk bertemu Indra. Mereka mengawasi dari jauh. Sepertinya memang Indra dan Emma sedang membahas tenteng materi perkuliahaan. Mereka terlihat sangat serius sekali.“Guys, menurut lo kenapa ya cowok itu tiba-tiba ngedeketin Emma?” tanya Tony. Pandangannya terfokus ke Emma dan Indra.“Kan udah kelihatan itu mereka diskusiin tentang mata kuliah. Mungkin ada materi ynang Indra kurang paham. Karena Emma anaknya terkenal cukup rajin, jadi dia ngedeketin Emma deh,” sahut Ethan.“Tau kamu semua cowok yang ngedeketin dia kamu curigain kamu cuma sahabatnya bukan bapaknya,” kata Jake.“Justru karena aku sahabatnya makanya aku protektif sama dia,” sahut Tony cepat, “aku nggak mau dia diapa-apain sama cowok playboy, cowok buaya dan cowok-cowok prik lainnya.”“Kamu nyindir aku?!” sahut Jake, nada suaranya meninggi.“Nggak, kalo nggak merasa ya nggak usah kesindir sih,” sahut Tony.Ethan lalu
Emma sebenarnya sedang mengerjakan tugasnya di kamar. Dia terlihat fokus sekali menatap layar laptop. Namun fokusnya teralihkan saat ponselnya berbunti. Dia mengerutkan kening karena ada panggilan dari nomor tidak dikenal. Meski dengan ragu, akhirnya Emma mengangkat telfonnya.“Halo ... siapa ya?” tanya Emma saat dia menempelkan ponsel ke telinga.“Halo, Emma, ini aku Desy. Kamu bisa tolong aku nggak? Aku lagi butuh bantuan urgent banget.”Emma mengerutkan kening. Bantuan? Kalau urgent sekali kenapa Desy tak meminta tolong pada kedua temannya dan malah meminta tolong padanya?“Emma? Kamu denger aku kan?” ulang Desy.“I ... Iya. denger,” kata Emma.“Jadi kamu bisa tolong aku nggak?” kata Desy,“Emangnya kamu mau minta tolong apa?” tanya Emma.“Aku lagi di jalan dan kena copet. Motor aku kehabisan bensin juga. Kamu bisa dateng ke sini nggak?” tanya Desy.“Memang kamu lagi di mana?” tanya Emma.“Aku nggak tau ini di mana. Aku shareloc aja kamu ya,” kata Desy.“Boleh ... boleh,” kata Emma
Emma sebenarnya sedang mengerjakan tugasnya di kamar. Dia terlihat fokus sekali menatap layar laptop. Namun fokusnya teralihkan saat ponselnya berbunti. Dia mengerutkan kening karena ada panggilan dari nomor tidak dikenal. Meski dengan ragu, akhirnya Emma mengangkat telfonnya.“Halo ... siapa ya?” tanya Emma saat dia menempelkan ponsel ke telinga.“Halo, Emma, ini aku Desy. Kamu bisa tolong aku nggak? Aku lagi butuh bantuan urgent banget.”Emma mengerutkan kening. Bantuan? Kalau urgent sekali kenapa Desy tak meminta tolong pada kedua temannya dan malah meminta tolong padanya?“Emma? Kamu denger aku kan?” ulang Desy.“I ... Iya. denger,” kata Emma.“Jadi kamu bisa tolong aku nggak?” kata Desy,“Emangnya kamu mau minta tolong apa?” tanya Emma.“Aku lagi di jalan dan kena copet. Motor aku kehabisan bensin juga. Kamu bisa dateng ke sini nggak?” tanya Desy.“Memang kamu lagi di mana?” tanya Emma.“Aku nggak tau ini di mana. Aku shareloc aja kamu ya,” kata Desy.“Boleh ... boleh,” kata Emma
Emma membuka maatanya perlahan. Saat matanya terbuka sepenuhnya, dia melihat, Desy yang juga baru terbangun. Gadis itu terbaring di sampingnya.“Kita ada di mana?” tanya Emma. Dia lalu menatap sekeliling. Dia membelalakkan mata saat mengetahui jam menunjukkan pukul dua dini hari.“Ini rumah Sabrina sih,” kata Desy. Dia lalu bangkit duduk.“Hah? Kenapa kita bisa ada di sini? Aku harus pulang,” kata Emma. Dia lalu bergegas turun dari ranjang.Desy menahan Emma. “Kamu mau naik apa?” tanyanya, “nggak ada taksi jam segini.”Emma lalu terdiam dan merengung. Berbagai macam pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia bisa ada di rumah Sabrina? Apa semua yang terjadi merupakan rencana gadis itu?“Bentar, aku telfon Sabrina biar dia ke sini. Soalnya aku juga nggak tahu kita kenapa dan gimana bisa ada di sini? Kan aku juga habis pingsan sama kayak kamu,” kata Desy.Desy lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan menelepon Sabrina.Sabrina datang dalam hitung